Pantaskah Pemerintah Bersama Alibaba Group Meluncurkan E-Commerce Inamall?

Kementrian Perdagangan bekerja sama dengan Alibaba Group secara resmi telah meluncurkan portal jual beli produk Indonesia di Tiongkok bernama Inamall, Jumat lalu (08/07). Kerja sama ini dilakukan oleh Kementrian Perdagangan untuk memberi kesempatan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjual produk unggulan mereka ke pasar Tiongkok.

Nantinya Inamall yang merupakan platform Busines-to-Consumer (B2C) dari Tmall Global, anak Group Alibaba menjual semua produk yang hingga kini belum masuk ke pasar ritel Tiongkok yang merupakan ciri khas dari produk buatan Indonesia.

“Platform ini memberikan akses pengusaha Indonesia untuk dapat menjual produknya langsung kepada konsumen di Tiongkok, tanpa melalui importir atau distributor,” ujar Mentri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam siaran persnya di situs resmi Kemendag.

Sejak diluncurkan dalam soft-launch tahun lalu, situs Inamall saat ini sudah diakses lebih dari 400 juta netizen di Tiongkok, seperti yang diberitakan oleh Kontan. Secara khusus Inamall menjual ragam produk unggulan yang memudahkan pengusaha Tiongkok untuk mendapatkan produk Indonesia hanya melalui portal Inamall.

Perlukah kemitraan tersebut dilancarkan pemerintah?

Dukungan penuh pemerintah yang diberikan melalui Kementrian Perdagangan di satu sisi mungkin patut diacungkan jempol, paling tidak sudah membuka peluang baru untuk pelaku UMKM lokal menjual produknya ke pasar Tiongkok yang disebut-sebut memiliki konsumen yang besar jumlahnya.

Namun demikian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah perlu pemerintah yang dalam hal ini diwakilkan oleh Kementrian Perdagangan secara langsung melakukan kerja sama dengan Group Alibaba, yang notabene merupakan e-commerce asing pesaing langsung e-commerce dan marketplace lokal.

Alangkah indahnya jika pemerintah justru memberikan dukungan dan kesempatan yang lebih kepada e-commerce dan marketplace lokal untuk kemudian bisa masuk ke pasar global menjual produk Indonesia dengan bendera e-commerce dan marketplace lokal.

Ada kebanggan tersendiri tentunya jika e-commerce dan marketplace lokal seperti Tokopedia, Bukalapak, Kaskus dan Mataharimall justru menjadi penyedia platform yang bertanggung jawab menjual produk buatan asli Indonesia ke tanah Tiongkok, dibandingkan menggunakan bendera Alibaba Group demi menjangkau pasar strategis Tiongkok, dan bisa saja platform mereka juga nantinya dihadirkan secara mulus ke Indonesia menggerus platform lokal. Setidaknya Lazada sekarang ada dalam kendali Alibaba.

Dalam hal ini idealnya pemerintah tidak terlalu ‘urgent’ untuk urun tangan membuat kemitraan tersebut, yang terkesan berlebihan dan tidak perlu. Yang perlu dikhawatirkan adalah bagaimana jika pada akhirnya justru pelaku UMKM lokal yang selama ini telah menjadi merchant setia di e-commerce dan marketplace lokal beralih kepada Inamall karena godaan untuk melebarkan usaha ke mancanegara? Hal tersebut yang harus diperhatikan bukan hanya oleh pemerintah namun juga pihak-pihak terkait lainnya.

Suksesi Sektor Pertanian Indonesia dengan Teknologi

Inisiatif yang berkontribusi untuk meningkatkan sektor pertanian di Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi dirasa menjadi hal yang sangat krusial saat ini. Baik pemerintah maupun swasta sudah selayaknya memulai memikirkan bagaimana meningkatkan efektivitas dan potensi petani lokal dengan pendekatan modern, yakni dengan teknologi.

Hal ini penting, karena kendati diversifikasi ekonomi dan urbanisasi telah memberikan dampak ke sektor pertanian beberapa tahun terakhir, namun statistik di lapangan menyatakan bahwa pertanian masih menjadi mata pencaharian bagi mayoritas rumah tangga di Indonesia.

Sektor modern seperti e-commerce begitu bertumbuh pesat, menyasar 90 juta pengguna internet konsumtif yang sangat cepat beradaptasi dengan dinamika yang ada. Namun pembaruan sektor tradisional dirasa sangat penting untuk dijadikan prioritas, karena selain Indonesia memiliki kekuatan di sektor tersebut, dalam hal ini pertanian, berupa sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA).

Idealnya jika sektor baru seperti e-commerce saja bisa tumbuh dan diperkirakan mencapai nilai $130 miliar per 2020 mendatang, sektor agro yang memiliki komoditas lebih besar harus bisa didorong untuk memberikan sesuatu yang lebih.

Mengemas sektor tradisional dengan cara modern

Inisiatif untuk membangun platform pendorong bisnis pertanian menjadi salah satu program jangka panjang Presiden RI Joko Widodo. Salah satunya melalui inisiatif berbentuk aksi dan sinergi dalam sebuah proyek berbasis e-commerce di Brebes Jawa Tengah bulan April lalu. Sebuah layanan yang ingin menjembatani hasil panen dengan konsumen melalui pendekatan digital. Sama dengan komputerisasi di berbagai lini bidang, transparansi akan menjadi sebuah keuntungan ketika sebuah proses dijalankan secara algoritmik.

Melalui sistem online Presiden percaya bahwa transparansi akan memberikan hasil lebih kepada petani lokal. Dengan demikian akan mencegah spekulasi harga pangan yang sengaja diombang-ambingkan pihak tertentu, sehingga membuat hasil tani lokal justru kian tergerus. Proyek yang dikerjakan oleh beberapa startup agro, seperti Petani, LimaKilo, Pantau Harga dan TaniHub ini juga berusaha memberikan edukasi dan informasi seputar teknik bercocok tanam dan komoditas harga secara real-time.

Memanfaatkan keuntungan teknologi terbarukan

Biogas merupakan salah satu yang sedang digalakkan untuk menunjang sektor pertanian. Sebagai upaya untuk terus memutarkan hasil ataupun limbah pertanian, pemanfaatan teknologi terbarukan, khususnya di daerah dinilai mampu meningkatkan taraf hidup orang banyak. Biogas memiliki potensi yang signifikan. Dengan bahan baku sisa makanan ternak, kotoran hewan ternak, limbah pertanian dan sisa tanaman dapat dikonversi untuk penghasil listrik dan energi panas.

Beberapa waktu lalu proyek ini juga diimplementasikan di sebuah desa bersama Kalisari. Konversi tersebut berhasil memberikan keuntungan besar dari masyarakat, terlebih jika akses listrik yang sulit terjamah menjadikan BUMN seperti PLN sulit untuk menembus. Solusi inovatif terbukti menjadi penengah atas isu yang terjadi. Polusi pun juga berkurang, yang tadinya kotoran dibuang dan mencemari lingkungan, kini terkonversi menjadi sumber energi bermanfaat.

Berbagai komponen harus membentuk sebuah sinergi

Sebuah kemitraan pertanian keberlanjutan juga sedang digodok oleh Asosiasi Ekonomi Indonesia dan KADIN, dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan bagi petani lokal. Pemerintah pun juga ingin mendorong penggunaan metode modern lainnya untuk meningkatkan taraf hidup petani kecil di daerah. Skema kemitraan pertanian berkelanjutan berusaha mencapai tujuan untuk mengoptimalkan teknik produksi dan memecahkan masalah seperti akses kepada bibit unggul dan pupuk.

Inisiatif lain dalam bentuk pinjaman (KUR – Kredit Usaha Rakyat) juga menjadi prioritas pemerintah untuk memberikan “amunisi” kepada petani kecil. Di sisi lain inovator lokal juga menyajikan banyak opsi untuk memfasilitasi, salah satunya iGrow. Menggunakan model online marketplace, skema yang disajikan ialah menghubungkan antara investor dengan petani. Permodalan yang diberikan akan digunakan sebagai model petani menghasilkan hasil panen unggulan.

Idealnya sektor pertanian harus makin maju. Menguasai 35 persen total angkatan kerja, dan kontribusinya 13,6 persen terhadap PDB nasional, sektor ini wajib mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak, khususnya inovator.

Kementerian Keuangan Soroti Kepatuhan Pajak OTT Asing di Indonesia

Era digital ekonomi telah berhasil melahirkan banyak raksasa di dunia bisnis, terutama yang bermain di ranah teknologi digital. Beberapa pemain Over-the-Top (OTT) yang sudah dikenal adalah Yahoo, Google, Twitter dan Facebook. Keempatnya, meskipun Yahoo sudah menutup kantor perwakilan di Indonesia, kini tengah menjadi sorotan oleh Kementerian Keuangan terkait kepatuhan pembayaran pajak di Indonesia.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, seperti diberitakan Kompas, menyebutkan bahwa masing-masing dari empat perusahaan teknologi asing tersebut kini sedang dalam pemeriksaan terkait dengan kepatuhan pembayaran pajaknya.

Namun Bambang juga menjelaskan bahwa Direktorat Jendral  Pajak (DJP) wajib memperjelas status empat perusahaan raksasa tersebut sebelum menggali lebih jauh potensi pajak mereka. Apakah sudah berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) atau masih berupa kantor perwakilan saja.

Status badan usaha empat raksasa

Bambang mengungkapkan bahwa Yahoo dan Google adalah perusahaan yang sudah berstatus BUT, sedangkan Facebook dan Twitter sejauh ini masih berstatus kantor perwakilan.

Yahoo sendiri sudah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanah Abang sebagai badan hukum dalam negeri dengan status penanaman modal asing (PMA) sejak tahun 2009. Sementara Google terdaftar di KPP Tanah Abang III dengan status PMA sejak 15 September 2011. Masing-masing, bertindak sebagai dependent agent dari perusahaannya yang berbasis di Singapura.

“Sehingga sesuai dengan Pasal (2) Ayat (5) huruf (N) UU PPH, dia [baik Google maupun Yahoo) berstatus BUT. […] Penghasilan yang bersumber dari Indonesia, misalnya iklan, harusnya menjadi penghasilan dari PPH kita [Indonesia] […] sesuai dengan Pasal (5) Ayat (1) UU PPH,” ujar Bambang.

Sementara itu, Facebook dan Twitter sendiri saat ini sudah tercatat di KPP Badan dan Orang Asing. Namun, statusnya hanya sebagai kantor perwakilan. Twitter baru terdaftar sebagai kantor perwakilan pada 22 April 2015. Sedangkan Facebook sudah terdaftar sejak 10 April 2014.

Bambang mengatakan, “Jadi Twitter ini ceritanya hampir sama dengan Yahoo. Bedanya, kalau Yahoo sudah [berbentuk] PT. Kalau dia [Twitter] hanya representative office dari Twitter Asia-Pasifik.”

Kini, keempat perusahaan tersebut sedang berada dalam pemeriksaan khusus oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa empat perusahaan teknologi informasi asing tersebut sudah melaporkan semua pendapatan dari Indonesia. Hasil dari pemeriksaan ini nantinya akan digunakan untuk pengecekan ulang apakah proses pembayaran pajaknya sudah benar atau belum.

Sebagai informasi, Kemenkominfo beberapa waktu silam telah memastikan bahwa pihaknya bakal menerbitkan Peraturan Menteri yang mengatur soal kewajiban pendirian Badan Usaha Tetap untuk semua layanan OTT yang beroperasi di Indonesia. Bila layanan OTT tidak memiliki BUT, artinya termasuk perusahaan yang tidak membayar pajak apa pun ke negara dan terancam untuk diblokir.

Urungnya Foxconn Bersinggah di Indonesia Menurut Kacamata Kebijakan Investasi Nasional

Kesepakatan dengan pemerintah pemicu kegagalan Foxconn bersinggah di Indonesia / Shutterstock

Setelah dikabarkan ada isu terkait negosiasi dengan pihak pemerintah, kini Foxconn dikabarkan memilih mundur dan beralih mendirikan pabriknya di Malaysia. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryo Bambang Sulisto yang menyesalkan keputusan ini. Memang, mundurnya Foxconn untuk berinvestasi di Indonesia dianggap berat, lantaran mereka membawa investasi yang tidak sedikit. Continue reading Urungnya Foxconn Bersinggah di Indonesia Menurut Kacamata Kebijakan Investasi Nasional