Survei SAP Seputar Faktor Penentu Kepuasan Pelanggan Digital

Perkembangan teknologi digital memberikan dampak signifikan bagi sektor bisnis. Banyak industri yang mulai menjalankan rencana inovasi dengan masukkan teknologi digital di dalamnya. Diakui atau tidak membawa bisnis ke ranah digital tak hanya sekedar tren semata, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kebutuhan akan peningkatan pengalaman dalam berbelanja atau penggunaan layanan.

Baru-baru ini SAP, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan membantu organisasi dan bisnis dalam menjalankan proses digitalisasi mengeluarkan sebuah laporan mengenai pengalaman digital pengguna di Indonesia. Ada beberapa aspek yang dilaporkan, salah satunya tentang kepuasan pelanggan terhadap pelayanan digital sebuah industri.

Sudah menjadi rahasia umum jika Indonesia dikenal sebagai pasar potensial untuk bisnis digital. Dengan jumlah penduduk yang luar biasa banyak dan dengan tingkat penetrasi penggunaan internet dan perangkat smartphone yang cukup tinggi Indonesia menempati predikat sebagai pasar yang cukup seksi. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya bisnis yang menawarkan layanan atau produk digital yang ramai-ramai masuk ke Indonesia. Apa pun kategorinya.

Dalam laporan yang SAP disebutkan bahwa hampir 50% responden puas dengan pengalaman digital yang mereka dapatkan dari berbagai brand dan industri di Indonesia. Kepuasan ini merupakan representasi dari kemudahan yang mereka dapatkan setelah mencoba sebuah layanan digital. Sementara itu untuk yang berseberangan, mereka yang tidak puas dengan pengalaman digital mencapai 14%.

Ada empat industri yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam pelayanan digital di Indonesia, yakni perbankan, utilitas (layanan air, listrik, gas dan lain sebagainya), ritel, dana juga telekomunikasi. Empat industri tersebut menjadi pilar yang menyumbang kepuasan tertinggi bagi konsumen di Indonesia.

SAP report

Secara lebih spesifik ada empat belas variabel yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap pelayanan digital di Indonesia. Tiga teratas dari variabel-variabel tersebut adalah keamanan, integrasi dan kemudahan dan kesesuaian (berkaitan dengan kebutuhan).

Dari laporan SAP ini secara umum bisa ditarik kesimpulan bahwa konsumen di Indonesia sekarang sudah mulai peduli dengan keamanan. Hal ini termasuk dengan keamanan pribadi yang paling sangat dikhawatirkan jika bocor. Selain itu integrasi menjadi hal penting lainnya.

Jika para startup masih kesulitan dalam menjaring pengguna ketiga variabel tersebut bisa dijadikan prioritas dalam membangun sebuah layanan. Dengan memberikan sebuah produk atau layanan yang aman, mudah, terintegrasi dan memenuhi kebutuhan.

Melihat Bagaimana Proses Digital Menumbuhkan Keyakinan

Sebuah pernyataan menarik beberapa waktu lalu disampaikan oleh CEO Yonder Music Adam Kidron. Dalam presentasinya, ia mengungkapkan bahwa orang Indonesia cenderung lebih suke menikmati musik gratis, baik melalui layanan file-sharing ataupun streaming (seperti YouTube), ketimbang membeli musik. Adam juga mempertegas argumennya dengan menyajikan sebuah data bahwa dari total populasi Indonesia, hanya 1 persen yang segan membayar untuk sebuah musik. Industri yang ada saat ini ada begitu gencar memperebutkan angka 1 persen tersebut.

Menurut Adam, yang perlu dilakukan industri musik adalah membuka pangsa pasar yang lebih besar, yakni dengan menghadirkan layanan yang terjangkau. Ia pun memamerkan upaya Yonder untuk menggerus pasar tersebut, yakni dengan memperkuat keterlibatan Axiata Group, di Indonesia melalui XL Axiata, untuk kebutuhan transaksi dan distribusi produk. Dalam presentasinya, Adam juga sempat membandingkan layanan streaming musik yang diusung dengan pemain yang saat ini sedang naik daun di Indonesia, yakni Spotify.

Menurut Adam, biaya yang dikeluarkan untuk berlangganan Yonder lebih murah ketimbang layanan streaming asal Swedia yang mematangkan kemitraan dengan Indosat Ooredoo di Indonesia tersebut. Selain itu Yonder juga dianggap unggul karena memiliki koleksi lebih dari 600.000 lagu dangdut Indonesia.

Membawa konsumen ke akses musik yang lebih baik

Saya sengaja memberikan pengantar dengan berita persaingan antara Yonder dengan Spotify di atas. Industri yang sudah membuat orang banyak pesimis ternyata masih bisa untuk dibangun ke arah yang lebih mapan. Beberapa waktu lalu, sebelum hype Spotify hadir di Indonesia, saya pun sudah menuliskan opini yang sama, bahwa melawan pembajakan dengan berusaha menghancurkan akan banyak sia-sianya. Dibentuk satgas, melakukan operasi, melakukan edukasi dan berbagai macam lainnya. Isunya justru kepada kemudahan akses ke layanan legal.

Saat ini, berlangganan membayar ataupun tidak, orang bisa mendengarkan musik secara legal. Kehadiran akses broadband yang makin meluas memberikan keuntungan tersendiri bagi berbagai sektor. Musik pun masuk di dalamnya. Oleh karenanya saya sendiri sering heran ketika mendengar oknum dari berbagai kalangan meminta atau melakukan pemblokiran terhadap layanan tertentu. Akses ke film legal misalnya, harusnya selalu dipikir dari berbagai sisi, bahwa ada industri yang diselamatkan dari kehadiran layanan tersebut.

Kepercayaan diri terhadap digitalisasi

Pola digitalisasi seperti ini saya rasa menjadi sesuatu yang dapat direplikasi, tentu dengan skema yang berbeda. Jika sebelumnya kita berbicara tentang layanan musik, contoh lainnya kita bisa melihat dari maraknya layanan on-demand yang berhasil mengubah pasar, misalnya dengan menghidupkan kembali transportasi publik atau memberikan efisiensi layanan pesan jasa tertentu. Banyak alasan yang seharusnya membuat industri jadi lebih percaya diri dengan digitalisasi.

Seketika saya ingat isu yang terakhir beredar seputar usulan pemblokiran layanan Google dan YouTube, yang menurut saya sama sekali tidak masuk akal. Ini tak jauh beda dengan kebimbangan pemerintah beberapa waktu lalu berniat memblokir Tumblr namun tidak jadi. Sisi buruk memang selalu ada, namun sisi positif yang lebih besar layak menjadi pertimbangan untuk kita memilih jalan memperkecil yang buruk ketimbang menghanguskan sisi positif yang sudah terbangun. Bayangkan saja jika akses Google dan YouTube diblokir, berapa banyak industri yang kalang kabut olehnya.

Harapan untuk tatanan yang lebih baik

Terlalu prematur jika saat ini regulator begitu disibukkan dengan blokir sana-sini dengan dalih menyelamatkan harkat dan mental generasi muda. Konten negatif selalu menjadi kambing hitam, padahal merusak tatanan digital yang sedang bertumbuh sama saja dengan menggunting jembatan transformasi kemajuan yang segera muncul. Tak muluk-muluk untuk berharap, semoga berpikir bijak akan makin membudaya. Semoga.

Urungnya Foxconn Bersinggah di Indonesia Menurut Kacamata Kebijakan Investasi Nasional

Kesepakatan dengan pemerintah pemicu kegagalan Foxconn bersinggah di Indonesia / Shutterstock

Setelah dikabarkan ada isu terkait negosiasi dengan pihak pemerintah, kini Foxconn dikabarkan memilih mundur dan beralih mendirikan pabriknya di Malaysia. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryo Bambang Sulisto yang menyesalkan keputusan ini. Memang, mundurnya Foxconn untuk berinvestasi di Indonesia dianggap berat, lantaran mereka membawa investasi yang tidak sedikit. Continue reading Urungnya Foxconn Bersinggah di Indonesia Menurut Kacamata Kebijakan Investasi Nasional

E-commerce and Online Media Companies Top Indonesia’s Most Valuable Internet Properties

When The Economist (7/7) released the World Startup Report which contains top three startups in each of 50 countries all over the world, it stated that there is currently no Indonesian startup valued at $1 billion – nor even $100 million. The top three Indonesian startups with the biggest market values according to the report are Tokobagus (OLX Indonesia), Kaskus, and online news site Detik. Continue reading E-commerce and Online Media Companies Top Indonesia’s Most Valuable Internet Properties

Smartphone Certification Process Hinders Xiaomi’s Plans for Indonesia

Chinese phone maker Xiaomi’s step in expanding its market to Indonesia and Brazil is reportedly being hampered by complicated certification process. The company aims to enter the Indonesian market in late August this year. In the meantime, Xiaomi has already began selling its latest products in the Philippines and India through online marketing partnership. Continue reading Smartphone Certification Process Hinders Xiaomi’s Plans for Indonesia

Indonesia Welcomes the $10 Billion Foxconn Factory

Terry Gou, chairman of Hon Hai Precision Industry, a Taiwanese manufacturing company which widely known as Foxconn, has met Susilo Bambang Yudhoyono some time ago to discuss the plan of Foxconn’s investment in Indonesia.

In its statement, Foxconn confirms the company’s plan to build a factory in Indonesia, but at the same time also stated that for the time being, there is no final decision has been made, yet.

Currently, Foxconn undergoes feasibility test for a year. The company is also working on a detailed and specific investment plan. For Foxconn, its presence in Indonesia is in order to produce affordable quality product.

Sofjan Wanandi, Chairman of Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) – Indonesia Entrepreneurs Association, who also had the chance to meet with Terry Gou, reveals his hope that Foxconn’s plan will be realized. Because, the investment value that planned is huge, reaching USD10 billion. According to Sofjan, Foxconn is planning to build an industrial town.

Continue reading Indonesia Welcomes the $10 Billion Foxconn Factory

Foxconn Will Build Factory in Indonesia, What’s In It for Us?

Several media have reported that Foxconn will build a factory in Indonesia. As reported by Antara, the confirmation is disclosed by the Minister of Industries, MS Hidayat who states that the agreement has been signed when the Minister of Trade, Gita Wirjawan visited Taiwan some time ago.

Foxconn will build a factory worth USD1 billion of investment and expected to be able to employ up to 1 million work forces. Although Foxconn is hoping to build a factory in Central Java or East Java region, the government is pushing the location to outside Java by offering some tax incentives. The feasibility study for this factory can take a year.

Foxconn is known as one of the biggest electronic manufacturing companies in the world. Under the official label Hon Hai Precision Industry, Foxconn’s headquarter is in Taiwan and has many factories in some continents. Foxconn’s biggest (and many) factory is located in China. Foxconn owns 13 factories in China, where one factory employs around 100 thousand to 500 thousand workers. Overall number of Foxconn’s workers in China reaches 1.2 million people. Foxconn is also reported to have several factories in Malaysia even though the scale is not too massive.

Continue reading Foxconn Will Build Factory in Indonesia, What’s In It for Us?

Deloitte: Indonesia’s Internet Economy is Bigger than LNG and Electronic Exports

Recently we revealed and discussed about the behaviors of Indonesians online as well as the potential growth of the number of people using the Internet. We found out that the top five online activities by Indonesians involve social media and messaging and we also found out that there are roughly 50 million Indonesians online, a number which may double in less than five years given the current growth rate.

But what does that mean in terms of the economy? Does this affect businesses at all and if it does, how does it compare with other industries?

The Connected Archipelago is a report that was put together by Deloitte and addresses these questions by treating the Internet as a boring industry and measuring it in a traditional way. This isn’t as easy as it sounds. It’s shockingly hard.

Continue reading Deloitte: Indonesia’s Internet Economy is Bigger than LNG and Electronic Exports

Telkomsel Employees to Strike for 30 Days Starting Thursday

Thousands of Telkomsel employees will begin their union sanctioned month-long strike on Thursday following a court decision that gave them victory over Telkomsel management. The industrial action centers around worker’s compensation agreement with the company’s management.

As reported by the Kontan daily newspaper this morning, at least three thousand out of four thousand permanent employees of Telkomsel across the country will elect to strike for a period of 30 days according to union lawyer Indra Yana. Should there be any disruption to the service, the company will not be able to deploy any team to take care of the issue. Neither will the company be able to perform any regular maintenance work during the strike period.

Continue reading Telkomsel Employees to Strike for 30 Days Starting Thursday