East Ventures Berpartisipasi pada Pendanaan Pra-Awal Avium

East Ventures berpartisipasi pada pendanaan pra-awal Avium sebesar $2 juta sekitar Rp29,8 miliar. Dipimpin oleh Saison Capital, putaran ini juga disuntik oleh Mirana Ventures dan sejumlah angel investor, seperti Ricky Ow (eks petinggi WarnerMedia), Hepmil Media Group (SGAG/MGAG/PGAG).

Avium berasal Singapura yang didirikan oleh Ivan Yeo, Nathanael Lim, dan Eugene Yap. Sekadar informasi, Ivan sebelumnya mendirikan perusahaan esport EVOS, sedangkan Nathanael adalah pengacara yang menangani perusahaan teknologi global, seperti Huobi, Binance, dan Facebook. Adapun, Eugene Yap merupakan eks konsultan strategis yang berpengalaman menangani proyek besar termasuk Morgan Stanley dan Partners Group.

“Kami sadar bahwa studio-studio di Asia Tenggara layak mendapat kesuksesan yang lebih baik di bidang IP (intellectual property). Kami sudah mengetahui hasil karya mereka di skala global, tetapi mereka belum mampu menampilkan seluruh spektrum karyanya agar dapat diakui industri. Melalui pendanaan ini, mereka siap untuk menunjukkan karyanya, dan kami siap untuk memperkuat hal tersebut,” kata Co-Founder Avium Ivan Yeo dilansir dalam blognya.

Avium akan menjadi tempat berkumpulnya seluruh ekosistem, termasuk kreator dan produser, yang menggarap konten animasi dalam berbagai format. Ekosistem ini mencakup proses end-to-end mulai dari (1) pengembangan konten original dari studio; via iklan, seniman digital, tim rendering, hingga produser; (2) kreasi media dan produk consumer (via komik, animasi, dan merchandise); serta (3) distribusi melalu jaringan media (konten kreator dan kanal esport).

Partner di Saison Capital Chris Sirise menambahkan, “Founding team di Avium telah memiliki rekam jejak untuk menarik talenta kreatif terbaik dan mengumpulkan para fans di regional melalui konten-konten terbaik. Infrastruktur Web3 akan membantu menyatukan ini semua dengan memberi insentif yang adil pada komunitas,” ujarnya.

Pengembangan konten

Melalui pendanaan ini, Avium akan membangun jaringan studio terbesar di Asia Tenggara dengan memanfaatkan infrastruktur Web3. Pihaknya akan mengembangkan brand entertainment hingga konten original.

Adapun, Caravan Studios dan Circle Studio termasuk perusahaan animasi regional terkemuka yang telah bergabung ke dalam ekosistem Avium. Caravan telah mengembangkan IP untuk berbagai brand besar, seperti Marvel Comics, Netflix, Prime Video, Lego, Legends of Runterra, dan Clash Royale. Sementara, Circle telah menggarap IP untuk Valve, Tencent, Dota, dan Mobile Legends.

Avium menawarkan koleksi NFT Founders’ Pass yang dirancang untuk memberi insentif bagi tim kreatif dan studio yang mengembangkan brand di Avium. Para pemegang Founders’ Pass memberikan akses kepada pemilik bisnis, kreator, dan seniman ke komunitas eksklusif yang membangun brand Avium bersama founding team.

Artinya, mereka akan menjadi bagian dari anggota pendiri Avium yang juga berhak untuk membangun bersama studio dan produser dengan memanfaatkan merek tersebut. Sejauh ini, Avium telah mengantongi lebih dari 10 ribu follower dari berbagai media sosial.

Web3 bagi creator economy

Berdasarkan laporan Antler beberapa waktu lalu, pasar industri creator economy global telah menyentuh angka $104,2 miliar yang didorong oleh meningkatnya investasi di sektor tersebut. Di sepanjang 2021, Antler mencatat sebesar $1,3 miliar investasi telah dikucurkan ke platform creator economy.

Antler memproyeksikan pertumbuhan creator economy di masa depan akan dipicu oleh peningkatan adopsi Web3. Menurut laporan, Web3 bakal menjadi game changer bagi kreator dan memungkinkan mereka untuk memonetisasi karyanya secara independen.

Generasi kreator berikutnya akan punya kesempatan untuk meningkatkan sumber monetisasi konten atau karya. Tentu ini menjadi perubahan signifikan mengingat sebelumnya kreator banyak mengandalkan iklan dan sponsor merek untuk mendapatkan pemasukan.

Apakah EVOS Membership Bisa Mengubah Lanskap Industri Esports Indonesia?

3 Juni 2020 yang lalu, WHIM Management (manajemen di balik EVOS Esports) resmi meluncurkan program keanggotaan terbesar di Asia Tenggara. Menariknya, pada awal peluncurannya kali ini, EVOS menawarkan 2 paket keanggotaan (gratis dan berbayar). EVOS Basic bisa didapatkan secara gratis sedangkan EVOS+ bisa Anda dapatkan setelah mendaftar EVOS Basic dan membayar sejumlah Rp450 ribu.

Saya pun menghubungi Ivan Yeo, CEO dari EVOS Esports untuk berbincang-bincang seputar program keanggotaan ini dan bagaimana program tersebut bisa mengubah kondisi industri esports Indonesia.

Di siaran pers yang kami terima, Ivan memang mengatakan bahwa program ini adalah bentuk komitmen dari EVOS untuk mendekatkan para atlet, influencer, dan penggemar EVOS. Mengingat saya sebenarnya kurang puas dengan jawaban tadi, saya pun menanyakan tujuan program membership ini langsung ke Ivan.

EVOS membership
Kartu member EVOS+. Sumber: EVOS Esports

Ivan pun menjawab, “di EVOS Esports, kami selalu mengeksplorasi cara-cara inovatif baru untuk memberikan nilai lebih kepada fans-fans kami. Dengan keanggotaan berbayar ini, hal tersebut memungkinkan fans-fans mendapatkan akses khusus ke berita ekslusif atau jadi yang pertama menonton konten-konten kami. Fans EVOS juga bisa membeli berbagai official merchandise eksklusif dan game voucher dari laman EVOS Membership. Mereka juga bisa berbagi aktivitas dan ide-ide komunitas.”

Selain itu, Ivan pun melanjutkan bahwa anggota yang berbayar bisa mengikuti perjalanan tim EVOS, lengkap dengan skor dari berbagai turnamen dan newsletter.

“Kami punya banyak sekali kabar baik yang sudah direncanakan dan akan kami bagikan saat kami siap.” Tambah Ivan.

Mendekatkan fans dengan para pemain dan tim yang mereka idolakan memang kedengarannya menarik. Namun demikian, di sisi lain, ada banyak hal yang bisa dicapai dengan program keanggotaan ini menurut saya pribadi.

Pertama, tentu saja pendapatan untuk EVOS dari biaya keanggotaan. Meski mungkin memang nilainya tidak seberapa, mengingat di tahun 2019 kemarin EVOS dikabarkan mendapatkan investasi sebesar US$4,4 juta dan total hadiah turnamen sebesar Rp6 miliar yang mereka dapatkan dalam setahun, pendapatan tersebut tetap bisa digunakan untuk sejumlah kebutuhan yang tidak terlalu besar nominalnya.

EVOS membership
Coach jacket yang akan didapatkan oleh anggota EVOS+. | Sumber: EVOS Esports

Keuntungan kedua yang bisa dicapai adalah soal pembuktian dan branding. Jika jumlah anggota berbayar EVOS memang cukup besar, hal ini menjadi bukti konkret bahwa fanatisme para pendukung EVOS memang memiliki nilai tersendiri. Angka tadi bisa dijual lagi ke para sponsor untuk meraih nilai kontrak yang lebih besar karena EVOS berhasil memberikan bukti konversi dari para pendukungnya — tak hanya soal awareness atau engagement yang biasanya ditawarkan oleh tim-tim esports.

Sebelumnya, soal konversi ini, EVOS juga sudah berhasil meraup setidaknya Rp150 juta lewat penjualan merchandise saat M1 dan MPL ID S4.

Ketiga, jika EVOS juga cukup jeli melihat peluang, ada satu hal lagi yang bisa dimanfaatkan dari program keanggotaan ini — baik berbayar ataupun gratis; yaitu data keanggotaan. Soal data di esports ini, Indonesia mungkin masih sedikit ketinggalan jika dibandingkan dengan industri esports di luar sana. Padahal, data bisa jadi begitu berharga. 

Saat ini, data-data yang ada di seputar industri esports Indonesia kebanyakan datang dari platform digital — Facebook dan Google. Namun faktanya, data-data tadi bisa jadi kurang akurat — siapakah yang belum pernah berbohong saat ditanya umurnya di dunia maya? Misalnya saat Anda dulu mengunjungi situs-situs yang tidak bisa saya sebutkan namanya di sini… Wkwakwakwakaw

Selain itu, data-data tadi masih kurang lengkap karena biasanya hanya soal usia dan jenis kelamin. Dengan program keanggotaan, pemetaan pasar esports bisa jadi kelihatan lebih jelas karena ada tambahan dimensi/perspektif yang bisa digunakan — selama memang dimanfaatkan dengan baik.

merchandise evos
Booth EVOS di M1. Dokumentasi: Hybrid

Kesuksesan program ini tentu saja juga bisa diukur dari jumlah fans yang bergabung dengan EVOS Membership. Lalu, berapakah jumlah anggota mereka sekarang? Berapa targetnya?

Saat kami berbincang, Ivan mengatakan bahwa sudah ada 100 ribu anggota yang tergabung dalam EVOS Membership — baik itu yang gratis dan berbayar. Sayangnya, ia tidak menyebutkan jumlah detailnya (berapa yang bayar dan berapa yang gratis). Sedangkan untuk targetnya, “kami menargetkan 1 juta anggota di akhir tahun 2020 ini, berdasarkan ledakan pertumbuhan industri esports di Indonesia.” Jelas Ivan.

Lebih lanjut Ivan pun menambahkan bahwa EVOS terbuka untuk membantu serta mengedukasi brand dan para profesional dalam memanfaatkan esports sebagai jembatan untuk terhubung dengan generasi Milenial dan Gen Z, yang sudah bergeser dari mengkonsumsi konten di media tradisional dan lebih aktif lewat esports.

Jika Anda membayar untuk menjadi anggota EVOS+, Anda memang akan mendapatkan sejumlah merchandise EVOS yang mungkin nilainya lebih besar dari harganya. Namun demikian, mungkin tidak sedikit juga fans esports yang tidak tertarik dengan jaket ataupun merchandise yang didapat saat jadi EVOS+ Member. Lalu bagaimana strategi mereka untuk meraih lebih banyak anggota?

Haha… Don’t really want to share. Other teams gonna do as well la. Hahaha…” Jawab Ivan sembari bercanda.

Di rilis yang kami terima, EVOS sebenarnya juga sudah menjelaskan ada beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh anggota EVOS Membership. Berikut adalah daftar keuntungannya:

  1. Special deals dengan brand-brand yang bekerjasama dengan EVOS
  2. Konten eksklusif dari EVOS
  3. Undangan eksklusif ke event-event EVOS
  4. Special giveaway dari EVOS
  5. Merchandise eksklusif dari EVOS
  6. Potongan harga khusus di EVOS Goods
  7. Harga khusus pada in-game credits.

Meski memang kelihatannya menarik, apakah hal tersebut cukup untuk membuat fans-fans esports tanah air untuk bergabung, apalagi membayar?

Pasalnya, pasar esports Indonesia mungkin memang nyatanya lebih suka semua yang gratisan. Bahkan kebanyakan turnamen esports dalam negeri, khususnya esports mobile, tak berani menerapkan sistem tiket berbayar karena takut sepi pengunjung. Jika menonton langsung turnamen saja pasar tak mau merogoh kocek, apa yang bisa dilakukan EVOS untuk mendapatkan lebih banyak anggota berbayar?

Kita tunggu saja apakah Ivan dan rekan-rekannya dari EVOS punya strategi yang cukup jitu untuk membujuk lebih banyak orang untuk ikut program membership ini.

Andai saja program keanggotaan berbayar ini berhasil nanti. Apakah dampaknya terhadap industri esports tanah air?

“Hal ini akan memberikan dampak positif ke ekosistem esports di Indonesia. Jika program keanggotaan berbayar memang berhasil dilakukan oleh EVOS, hal ini akan membuat organisasi esports lebih sustainable. Di sisi lainnya, kesuksesan ini juga bisa menjadi bukti bahwa fans esports memiliki daya beli (buying power).”

Lebih lanjut Ivan pun menambahkan bahwa, di pasar global, Gen Z memiliki daya beli sebesar US$143 miliar dan akan menyumbang 40% dari total pengeluaran konsumen di 2020. Gen Z juga diprediksi akan mencakup 1/3 dari total populasi dunia. “Di Indonesia sendiri, jumlah pengguna aktif dari Gen Z meningkat 25% lebih cepat ketimbang pengguna yang lebih tua — menurut App Annie.” Tutup Ivan.

Saya setuju dengan pendapat Ivan tadi. Seperti yang pernah saya tuliskan saat mencoba memetakan pasar esports Indonesia, salah satu argumen yang digunakan adalah fanatisme penggemar esports yang sama seperti penggemar olahraga. Sayangnya, hal tersebut memang tidak ada bukti konkretnya. Apalagi mengingat fans esports Indonesia bahkan cenderung enggan membayar untuk menonton langsung tim kebangaannya bertanding — tidak seperti fans Persija yang rela merogoh kocek untuk membeli tiket.

Dokumentasi: Ivan Yeo
Ivan Yeo (kedua dari kiri) bersama dengan petinggi EVOS lainnya. Dokumentasi: Ivan Yeo

Jika EVOS berhasil membuat banyak fans-nya membayar EVOS+ berarti bukan pasar esports Indonesia yang tak punya daya beli — bisa jadi memang tawaran/umpannya saja yang tidak menarik untuk pasar.

Selain itu, secara makro, aliran dana di industri esports juga berarti bisa jadi lebih luas dari sebelumnya. Selama ini, aliran dana di esports itu memang terlalu sempit. Seringnya, atau malah selalu, aliran dana hanyalah turun dari sponsor brand/publisher ke event organizer atau ke tim esports. Jika EVOS berhasil menyakinkan banyak fans untuk menjadi member EVOS+, berarti aliran dana dari fans bisa diputarkan ke pelaku lain di industri ini.

Akhirnya, saya kira tantangan ini juga bukan hal yang mudah. Meyakinkan pasar yang lebih suka barang gratisan untuk membayar itu memang nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Apakah EVOS bisa berhasil dengan program keanggotaan berbayarnya?

Sumber Feat Image: MPL Indonesia

[Guest Post] Monetisasi Esports | Evolving EVOS #4

Editorial: Artikel ini adalah artikel kedua, tentang perjalanan EVOS Esports. Anda bisa membaca artikel ketiga di tautan ini

Saya tidak rugi apapun dan tidak punya waktu banyak untuk kalah, saya berusaha semaksimal mungkin.

Sejak EVOS di negera lain mulai menunjukkan kestabilan, saya ingin terus melanjutkan ekspansi dari organisasi EVOS, dan Thailand sepertinya akan menjadi lokasi yang tepat untuk langkah selanjutnya.

Mencari talenta dan mengakuisisi

Langkah pertama adalah mencari pintu masuk, dan itu tidak mudah. Kami tidak memiliki pengetahuan mendalam atas pasar yang ada dan tidak seperti di Vietnam, kami tidak memiliki pengetahuan tentang skena esports di Thailand. Yang kami miliki hanyalah strategi yang solid. Stretegi tersebut bekerja dengan baik di Indonesia, dan jika strategi tersebut memang benar, kami tidak akan mengubahnya. Strategi sederhana tersebut terdiri dari 4.

Evos Esports

Acquire Fame > Build & Market the Brand > Monetize > Focus on Winning.

Langkah pertama adalah untuk mencari tim paling populer di Thailand, karena kami harus mencuri perhatian fans lokal. Sementara brand EVOS Esports telah memiliki kredibilitas di Indonesia dan Vietnam, tetapi EVOS bukan siapa-siapa di Thailand.

Salah satu hal penting saat akan memasuki negara baru sebagai target pasar adalah untuk mengukur mental dari perusahaan. Wilayah baru berarti pasar yang baru dan tentunya orang baru juga. Langkap pertama adalah membangun infrastruktur, sebuah pondasi kuat untuk membangun merek serta untuk mengerti pasar esports. Rekrutan pertama kami di Thailand adalah Jarupong, dia adalah orang yang bertanggungjawab untuk game League of Legends di Thailand ketika bekerja untuk Garena. Esports sudah lekat dengan dirinya dan dia kenal sebagian besar komunitas esports di negara ini. Karena kita memiliki figur yang bisa diandalkan untuk masuk ke pasar Thailand, maka kami mengejarnya.

Banyak yang bilang Jarupong adalah Caster paling legendaris di skena esports Thailand. 😀

Originalitas adalah kunci

Salah satu prinsip yang saya percayai sampai dengan hari ini adalah kita harus menjadi orang yang tulus dan orisinil ketika menjalani bisnis. Ketika Anda menjalani apa yang Anda suka, Anda akan bisa mencari jalan agar menjadi sukses, bahkan ketika Anda harus mengambil jalan memutar. Well, prinsip inilah yang membantuk EVOS untuk bisa membentuk tim pertamanya di Thailand. Untuk mengerti secara penuh apa yang saya maksud, mari saya ceritakan sebuah kisah.

authentycity

Kami mencari talenta di Thailand dan memutuskan bahwa tim Debut.ROV adalah tim terbaik yang bisa kami pilih sebagai jalan EVOS untuk masuk ke Thailand. Tim tersebut cukup populer dari sisi kepribadian dengan roster yang antara lain Guy dan Krit yang memiliki 200 ribu serta 1 juta subscribers di Youtube. Mereka adalah kandidat yang tepat serta sesuai dengan langkah pertama dari strategi EVOS, memilih pemain populer.

Permasalahannya adalah karena mereka sangat populer maka brand lain juga mendekati mereka. Khususnya sebuah brand terkenal yang sedang menjalin komunikasi dengan tim tersebut dan sedang dalam tahap akhir untuk mengikat perjanjian. Kami sadar akan kehilangan kesempatan besar untuk tumbuh di Thailand jika tidak berhasil mengontrak mereka. Jadi gagal bukanlah sebuah pilihan.

Pada akhirnya, kami berhasil karena ketulusan kami.

Yang terjadi adalah, kami mengajak meeting dengan tim Debut.ROV dan mengatakan pada mereka bahwa kami tidak akan pulang sebelum mereka mau menandatangani kontrak dengan EVOS. Wesley dan saya duduk dan tidak bergeming. Kami ingin memperlihatkan bahwa kami secara tulus ingin berkembang dengan para pemain, kami memiliki rencana untuk mengembangkan personal branding masing-masing anggota tim, menjadikan mereka superstars. Kami tidak menjadikan mereka hanya sebagai alat untuk mengeruk keuntungan, kami dan mereka adalah sebuah tim. Debut.ROV memiliki pandangan yang sama dengan kami dan mengerti bahwa bergabung dengan EVOS adalah jalan untuk berkembang lebih maju lagi, dan kesepakatan pun terjadilah.

EVOS.Debut lahir.

Evos Esports

Bumpy Road, Take Me Home

Karena kami telah bisa mendapatkan tim, maka perlahan kami bisa mereplikasi strategi yang kami lakukan di Indonesia dan mengimplementasikannya di Thailand. Terlebih kami juga telah bisa merekrut Country Manager yang memiliki kapabilitas baik untuk Thailand sehingga operasional bisa dibilang berjalan secara ‘otomatis’. Karena itu saya bisa memfokuskan diri ke aspek lain yaitu fundraising.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, kami mulai mendapatkan perhatian dari publik, terutama brand kami mulai dirilis oleh para investor. Saya dan para partner di EVOS berpikir bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menggalang dana bagi organisasi untuk mempersiapkan ekspansi yang akan kami jalankan.

Kami sedang dalam tahap negosiasi mendalam dengan sebuah grup investor dan semua nampak berjalan positif namun pada akhirnya kesepakatan tidak bisa dilakukan karena terasa berat sebelah dan akan mengubah strategi bisnis kami secara menyeluruh. Investor tersebut ingin memiliki lebih banyak kontrol dari arah perusahaan, jadi penggalangan dana yang satu ini gagal.

EVOS Esports

Tentu saja secara umum hal ini mengakibatkan banyak friksi antara para partner di EVOS dan saya sendiri, pendapat kami tentang arah perusahaan menjadi cukup berbeda. Syukurlah, pada akhirnya kami dapat kembali kompak dan memfokuskan kembali diri kami untuk mengembangkan bisnis EVOS. Kami sepakat bahwa kami harus melebarkan saya ke lini vertikal lain untuk memaksimalkan aspek monetisasi di esports. Dan hal besar selanjutnya di esports adalah Talent Management. Namun kami membuthkan dana untuk mengembangkan lini vertikal tersebut.

Isu modal ini kembali muncul dan sepertinya tidak ada solusi.

Saya memutuskan untuk kembali ke Singapura untuk berinstirahat dan ternyata hal itu membuahkan hasil.

Bertumbuh secara vertikal

Karena saya sudah kembali di Singapura, pikir saya tidak ada salahnya untuk mencoba melakukan beberapa kontak dan melihat apakah ada perkembangan dari situ. Saya memutuskan untuk bertemu dengan Insignia Ventures untuk melihat apakah mereka tertarik untuk berinbvestasi di EVOS, tidak ada salahnya untuk bertanya. Dan ternyata mereka tertarik.

Saya kemudian menelepon partner saya di EVOS untuk meminta pendapat mereka tentang hal ini. Meski mereka memiliki kekhawatiran dengan kesepakatan ini, namun pada akhirnya semuanya setuju bahwa hal ini adalah hal terbaik yang harus dijalankan. Karena kami membutuhkan dana untuk berkembang secara vertikal.

Lagi pula, kesepatakan ditandatangi pada kondisi kami hanya punya waktu 1 bulan untuk menjalankan strategi vertikal dan membangun Talent Manegement. Selanjutnya adalah sejarah. Kini setelah kesepakatan berhasil dilakukan, EVOS memasuki tahap dua, membangun pengaruh. Kami harus menyusun ulang rencana dalam mengembangkan EVOS dan memastikan bahwa investasi yang kami dapat efektif.

Bergerak Maju

Dana yang kami dapatkan memberikan kepercayaan diri bagi saya dan para partner di EVOS Esports, dan semua yang terlibat memutuskan untuk bekerja secara penuh waktu untuk melihat, bisa berkembang sebesar apa EVOS. Dalam beberapa bulan selanjutnya, kami bisa mengikat kesepakatan dengan beberapa sponsor di Indonesia seperti Popmie, KripKrip, AXE & SingaCoffee, menguatkan pengaruh kami di esports, mendorong lebih jauh ide bahwa EVOS Esports punya peluang untuk berkembang lebih besar lagi. Kami hanya butuh lebih banyak cara inovatif memanfaatkan pengaruh yang kami miliki. Satu hal, esports adalah industri yang masih relatif baru dan orang belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hal itu. Jujur saja, ketika saya dan partner memulai EVOS, kami tidak pernah membayangkan EVOS akan bisa berkembang sejauh ini. Kami memulainya hanya sebagai hobi yang akhirnya berubah menjadi kair. Jika saya melihat perjalanan ke belakang perjalanan, sebagian besar diisi oleh perkembangan yang positif , meski ada pula keputusan yang terburu-buru dan kesalahan langkah.

EVOS Esports

Tidak ada pelajaran baku tentang bagaimana secara sukses membangun merek esports, belum ada yang tahu. Semuanya masih mencoba-coba, dan bahkan sampai sekarang, kami masih mencoba hal-hal baru, berharap hal tersebut membuahkan hasil. Namun, itulah keseruan di esports, Anda tidak pernah tahu apa yang berhasil, semua adalah tentang berinovasi, dan untuk itulah saya sangat mencintai industri ini.

Dengan cerita di atas, akhirnya ini adalah akhir dari 4 tulisan serial saya untuk mendokumentasikan tentang perjalanan saya di EVOS Esports. Saya berharap tulisan saya ini bisa dibaca, setidaknya satu orang dan memberikan inspirasi agar mereka mengejar passion mereka sendiri. Berpetualang menuju tempat antah berantah mungkin terdengar menakutkan tetapi jika Anda tidak pernah mencoba, maka semua hanya akan jadi impian.

Untuk EVOS Esports, perjalanan ini masih jauh dari kata akhir. Masih banyak rencana untuk tumbuh, dan percayalah ketika saya bilang, bahwa ini hanyalah permulaan.

EVOS Esports

#EVOSROAR

Tulisan berseri ini adalah tulisan tamu dan ditulis oleh Ivan Yeo – Chief Executive Officer dan co-founder EVOS Esports. Tulisan asli dalam bahasa Inggris pertama kali dimuat di laman LinkedIn Ivan Yeo. Publikasi dan terjemahan dilakukan tim Hybrid dan telah mendapatkan izin penulis.

[Guest Post] Bagaimana Saya Memulai EVOS Esports | Evolving EVOS #1

Semua bermula dari satu keyakinan. 

“Untuk mengubah mimpi jadi kenyataan dan untuk memberikan inspirasi bagi generasi masa depan”. 

Saat ini, EVOS Esports telah memilki 15 tim di lebih dari 5 negara, namun semuanya bisa berakhir dengan sangat berbeda.

Saya memang jarang berbicara tentang kisah personal saya sendiri, namun akan menjadi sebuah ide yang cukup baik untuk membuat artikel berseri tentang bagaimana EVOS berdiri. Catatan ini juga untuk merekam perjalanan saya selama ini di dunia esports.

No alt text provided for this image

 

Mari kita mulai dengan latar belakang saya sendiri 

Ketika memulai EVOS, saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang esports. Latar belakang saya adalah pernah memiliki pengalaman di bisnis FnB ketika mendirikan restoran di Kamboja, serta pernah bekerja di perusahaan keluarga yang memiliki fokus pada investasi real estate, startups dan perusahaan finansial. Jadi Anda bisa melihat sendiri, bahwa esports sama sekali bukan bidang saya. 

Jangan salah paham, saya suka bermain game. Saya bermain DOTA ketika ada waktu dan selalu menjadi penonton The International. Saya suka menonton kompetisi, ada sesuatu yang muncul ketika menonton pertandingan yang kompetitif. Dan akhirnya sampai pada suatu waktu, saya menjentikkan jari dan berkata pada diri saya sendiri, lakukan saja.

Credit: Reddit user u/GeryllAnthony

 

Langkah Pertama 

Langkah pertama agar semua bisa berjalan dengan benar adalah memilih titik awal untuk mulai. 

Meski saya warga negara Singapura, namun, waktu itu potensi pasar di negara ini tidak ada. Di sisi lain, Indonesia adalah pasar yang potensial untuk esports. Peluangnya ada, saya hanya tinggal mengolahnya.

Seperti yang saya sebutkan di awal, saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang esports. Jadi, langkah awal yang harus dilakukan adalah mempelajari industrinya. Tidak ada buku panduan untuk belajar esports, harus dengan mencoba secara langsung. Dan saya mendapatkan ide, mengapa tidak menggelar liga profesional untuk permainan DOTA di Indonesia – dan jadilah AES Pro League. Dengan cara ini saya bisa mempelajari tentang esports sekaligus mempelajari tentang pasar Indonesia. Killing two birds with one stone.”

Created the AES Pro League to Explore Esports in Indonesia

 

Melakukan penyesuaian 

Setelah menjalankan liga selama dua musim, saya sadar bawah kompetisi tidak akan berhasil, tidak ada banyak ROI di sana. Namun saya menyadari potensi esports telah ada. Saya memutuskan untuk mengubah haluan dan mendirikan tim. Mencoba untuk melakukan pendekatan berbeda untuk tap in ke pasar. 

Meskipun kompetisi yang saya jalankan tidak berhasil, ada satu hal positif yang saya dapatkan. Saya bisa membentuk tim pertama saya dari pengalaman tersebut, namanya Majapahit Esports. Tim tersebut bisa mendapatkan posisi 3 di AES Pro League, dan saya melihat peluang untuk mengeksplorasi lebih dalam perihal tim esports ini. Akhirnya saya terjun ke sana, karena pada dasarnya saya hanya membutuhkan sebuah tempat untuk memulai. 

Saya memulai dengan sederhana, memberikan anggota tim gaji bulanan untuk operasional dan mendirikan gaming house untuk tim tersebut, pertama di Indonesia. Tujuan utama waktu itu adalah memberikan gambaran pada tim bahwa saya peduli dengan mereka, selain itu saya juga ingin masuk ke ekosistem esports dan membangun sebuah brand.

Namun sebelum itu saya harus memikirkan sebuah nama untuk tim. Majapahit bukanlah nama yang gampang diingat. Lalu saya berpikir untuk melihat value saya sendiri dan apa yang saya percaya, saya ingin mengembangkan (evolve) ekosistem esports di Asia Tenggara dan membuatnya semakin besar. 

Evolve. EVOS. Begitulah, semua berawal dari sana. 

Auman pertama

Proyek AES Pro League kami (saya dan mitra) putuskan untuk dilanjutkan 1 musim lagi karena sebuah alasan, memberikan tim saya sebuah platform untuk bertumbuh dan bermain dengan tim lain. Mengasah kemampuan mereka dengan mengikuti kompetisi secara rutin. Sementara hal ini berjalan, saya ingin membangun tim ini secara lebih dan mengembangkan kehadiran media sosial mereka. Menjadi pemenang di sebuah kompetisi adalah penting tetapi membangun pengaruh adalah prioritas sejak awal. 

Saya mulai mendorong tim untuk lebih banyak membuat konten, memberikan saluran bagi fans untuk berinteraksi dengan EVOS. Secara mendasar, esports adalah sebuah bisnis hiburan. Orang ingin menonton pertandingan untuk terhibur, menonton permainan seru dan momen epik. 

Langkah pertama adalah membuat orang mengenal media sosial EVOS di manapun. Facebook, Instagram dan YouTube. Saya merekrut karyawan untuk membuat cuplikan dari setiap pertandingan tim kami dan juga membuat vlog untuk mendokumentasikan perjalanan offline tim, apapun yang bisa memberikan tontonan bagi fans EVOS.

Sementara konten yang kami miliki berkembang, tim kami pun berhasil menjadi pemenang di banyak pertandingan. Pondasi yang telah saya bangun memberi dampak, dan setelah latihan yang rutin dan tanding lawan tim lain (sparing), akhirnya tim EVOS bisa menjadi pemenang di beberapa turnamen DOTA lokal, dan yang paling utama adalah mengalahkan tim MVP Phoenix dari Korea.

Itu adalah sebuah titik balik. Sepercik harapan muncul. Harapan. Bahwa tim asal Indonesia bisa bertanding dengan tim terbaik lainnya. Waktu itu ada anggapan yang salah bahwa Indonesia tidak memiliki pemain yang bagus, namun tiba-tiba semua orang jadi memperhatikan. Dari sana kami mulai bisa mendapatkan sponsor, NVIDIA, Digital Alliance, LG dan sponsor non-endemic pertama kami Go-Jek. Saya akan selalu ingat tanggalnya, 20 November 2016. Hari itu adalah momen saat EVOS Esports benar-benar lahir

Tim kami bisa mengalahkan tim unggulan (top tier) DOTA 2, EVOS juga diundang ke kualifikasi regional. Semua berjalan secara baik tetapi saya merasa EVOS bisa melakukan lebih. Saya ingin melakukan ekspansi, dan saya melihat ada peluang. 

Bersambung di artikel berikutnya.

Tulisan berseri ini adalah tulisan tamu dan ditulis oleh Ivan Yeo – Chief Executive Officer dan co-founder EVOS Esports. Tulisan asli dalam bahasa Inggris pertama kali dimuat di laman LinkedIn Ivan Yeo. Publikasi dan terjemahan dilakukan tim Hybrid dan telah mendapatkan izin penulis.