Olympus Siap Kembangkan Sensor Micro Four Thirds dengan Kemampuan Merekam Video 8K

Dibanding Panasonic, menurut saya Olympus kurang begitu populer di kalangan konsumen kamera mirrorless, meskipun keduanya sama-sama merupakan pencetus platform Micro Four Thirds. Kamera seperti Lumix GH4 dan GH5 bisa menjadi salah satu alasan dari argumen saya ini, dimana publik tak hanya mengakui kualitas jepretannya, tetapi juga bagaimana kedua kamera tersebut berhasil menetapkan standar baru di segmen videografi.

Ke depannya, tampaknya Olympus juga akan mengejar hal yang sama. Berdasarkan wawancara salah satu petingginya dengan media Perancis, Focus Numerique, dijelaskan bahwa Olympus sudah punya niatan untuk mengembangkan sensor Micro Four Thirds yang sanggup merekam video beresolusi 8K.

8K berarti paling tidak harus ada 33 juta pixel yang tertanam pada sensor tersebut, dan Olympus percaya diri mereka bisa mengatasinya. Pasalnya, saat mulai merintis Micro Four Thirds di tahun 2003, resolusi yang ditawarkan hanya sebatas 5 megapixel, tapi sekarang kamera-kamera terbarunya menawarkan resolusi 20 megapixel dengan kualitas gambar yang lebih superior.

Selain video 8K, Olympus juga tertarik untuk mengembangkan teknologi konektivitas berbasis Bluetooth seperti Nikon Snapbridge. Snapbridge pada dasarnya memadukan sambungan Wi-Fi dan Bluetooth LE supaya kamera bisa terus tersambung ke ponsel atau tablet, sehingga setelahnya pengguna pun tak perlu repot-repot mengulangi proses pairing.

Terakhir, Olympus juga akan semakin mematangkan sistem image stabilization kamera-kameranya, sehingga pada akhirnya nanti mode pemotretan High Resolution bisa dilakukan tanpa harus mengandalkan tripod. Saya pribadi cukup yakin Olympus bisa melakukannya, sebab merekalah yang memulai tren image stabilization 5-axis ketika kamera-kamera lain masih mengandalkan sistem berbasis lensa.

Sumber: DPReview dan 4/3Rumors.

Apa Itu RED Camera dan Apa Saja Keistimewaannya?

Bagi yang pernah belajar videografi atau sinematografi, saya yakin hampir semua pasti pernah mendengar nama RED. Dibandingkan Sony, Panasonic atau produsen kamera lain, RED bisa dibilang masih seumur jagung; ia didirikan di tahun 2005 oleh Jim Jannard, sosok yang juga dikenal sebagai founder Oakley.

Namun dalam waktu sesingkat itu, reputasi RED terus melonjak, dan kamera-kamera buatannya memegang andil dalam produksi film-film Hollywood. Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, apa keistimewaan kamera RED? Mengapa ia bisa menjadi kepercayaan sutradara-sutradara ternama? Dan mengapa harganya bisa begitu mahal?

Bodi RED Weapon 8K S35 tanpa aksesori sama sekali / RED
Bodi RED Weapon 8K S35 tanpa aksesori sama sekali / RED

Untuk menjawabnya, ada baiknya kita membahas sedikit mengenai sejarah RED. Di tahun 2007, RED merilis kamera pertamanya, RED One, yang sanggup merekam video 4K 60 fps. Seperti yang kita tahu, video full-HD saja masih tergolong langka pada saat itu, dan istilah 4K mungkin belum pernah kita dengar sama sekali.

Sebelum perilisannya, sutradara trilogi Lord of the Rings, Peter Jackson, sempat menjajal prototipe Red One untuk merekam sebuah film pendek. Sutradara lain, yakni Steven Soderbergh yang dikenal lewat Ocean’s Trilogy (Ocean’s Eleven, Ocean’s Twelve dan Ocean’s Thirteen), terkagum melihat hasilnya, dan memutuskan untuk ikut mencobanya.

Setelah dipasangi sederet modul aksesori, RED Weapon 8K S35 jadi kelihatan seperti kamera film 35 mm / RED
Setelah dipasangi sederet modul aksesori, RED Weapon 8K S35 jadi kelihatan seperti kamera film 35 mm / RED

Lompat ke tahun 2016, RED sudah punya sejumlah model sekaligus. Kamera termahalnya, RED Weapon 8K S35 yang dibanderol mulai $49.500, mengusung sensor APS-H 35,4 megapixel yang sanggup merekam video berformat RAW dalam resolusi 8K (8192 x 4320 pixel) 60 fps, dengan data rate maksimum hingga 300 MB per detik.

Kamera-kamera besutan RED sederhananya bisa kita anggap sebagai komputer bersensor gambar. Ukurannya lebih besar dibandingkan DSLR kelas atas sekalipun, bahkan media penyimpanannya saja mengandalkan SSD – salah satu alasan mengapa kita bisa menyebutnya sebagai komputer bersensor gambar, sekaligus menjelaskan mengapa harga kamera RED sangat mahal.

Sensor Helium 8K meraih skor tertinggi dalam pengujian DxOMark / RED
Sensor Helium 8K meraih skor tertinggi dalam pengujian DxOMark / RED

Kualitas rekamannya sudah tidak perlu diragukan lagi, bahkan situs DxOMark yang kerap dijadikan referensi menobatkan sensor milik kamera tersebut sebagai yang terbaik sejauh ini, dengan skor tertinggi yakni 108. Mulai dari dynamic range, akurasi warna sampai performa low-light, sensor terbaru buatan RED ini berhasil menjuarai semuanya.

Anda masih ragu sebagus apa video yang bisa dihasilkan kamera RED? Coba tengok channel YouTube MKBHD atau Devin Supertramp. Meskipun Anda tidak akan bisa melihat hasil sebenarnya karena kompresi YouTube, setidaknya Anda bisa mendapat gambaran mengenai kualitasnya, apalagi jika Anda bandingkan dengan video-video YouTube lain yang sama-sama beresolusi 4K.

Akan tetapi kualitas gambar baru sebagian dari cerita RED. Hal lain yang disukai oleh penggunanya adalah aspek modular dan kustomisasi. Bodi RED Weapon 8K S35 maupun model yang lain bisa dipasangi sederet aksesori dengan mudah, seperti layar eksternal atau handle samping misalnya.

Modul-modul aksesori ini mungkin terkesan diperlakukan sebagai lahan pencari uang buat RED, namun di sisi lain mampu meningkatkan potensi dari kamera RED itu sendiri. Dan ketika kualitas gambar beserta fleksibilitasnya dipadukan, tidak heran apabila RED berhasil menetapkan standar baru di industri perfilman.

Menimbang segala fitur dan kecanggihan yang ditawarkan, RED sejatinya kurang cocok dijadikan kamera pertama seorang videografer, dan ini sama sekali belum menyangkut harganya. Namun ketika dasar-dasar dan teknik sinematografi sudah benar-benar dikuasai, bahkan kamera RED yang paling murah sekalipun – Raven, yang dijual mulai $6.950 – sudah bisa memberikan hasil yang lebih maksimal ketimbang menggunakan kamera lain.

Canon Rilis Dua DSLR Baru, EOS 800D dan EOS 77D

Selain memperkenalkan kamera mirrorless baru, EOS M6, Canon dalam kesempatan yang sama turut mengungkap dua DSLR baru sekaligus, yakni EOS 800D dam EOS 77D. EOS 800D merupakan pengganti langsung EOS 760D di segmen entry-level, sedangkan EOS 77D merupakan versi yang lebih terjangkau dari EOS 80D yang cukup populer di kalangan videografer.

Kedua DSLR ini mengusung spesifikasi utama yang hampir sama; seperti misalnya sensor APS-C 24,2 megapixel dengan ISO 100 – 25600, sistem Dual Pixel AF yang responsif sekaligus akurat dan prosesor DIGIC 7. Keduanya juga mengemas konektivitas Wi-Fi, NFC sekaligus Bluetooth LE, serta fitur-fitur khusus video macam HDR dan Time-Lapse.

Canon EOS 800D (atas), EOS 77D (bawah) / Canon
Canon EOS 800D (atas), EOS 77D (bawah) / Canon

Namun yang paling diunggulkan dari kedua kamera ini adalah optical viewfinder dengan 45 titik autofocus yang kesemuanya berjenis cross-type guna memastikan penguncian fokus yang lebih presisi. EOS 77D malah lebih superior lagi berkat sistem metering RGB+IR 7650-pixel seperti yang ditawarkan EOS 80D.

Secara desain kedua kamera ini cukup mirip, tapi tentu saja EOS 77D memiliki kontrol yang lebih lengkap, utamanya berkat panel LCD kecil di pelat atas dan kenop ekstra di belakang. Keduanya sama-sama mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dibolak-balik di belakang, akan tetapi EOS 77D telah dilengkapi sensor pada viewfinder untuk mematikan LCD secara otomatis.

Canon EOS 800D (kiri) dan EOS 77D (kanan) sama-sama mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dibolak-balik / Canon
Canon EOS 800D (kiri) dan EOS 77D (kanan) sama-sama mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dibolak-balik / Canon

Baik Canon EOS 800D dan EOS 77D sama-sama akan dipasarkan mulai bulan April mendatang. Banderol harga yang ditetapkan adalah $750 untuk EOS 800D dan $900 untuk EOS 77D (body only). Bundel bersama lensanya adalah sebagai berikut:

  • EOS 800D + EF-S 18-55mm f/4-5.6 IS STM seharga $900
  • EOS 800D + EF-S 18-135mm f/3.5-5.6 IS STM seharga $1.300
  • EOS 77D + EF-S 18-55mm f/4-5.6 IS STM seharga $1.049
  • EOS 77D + EF-S 18-135mm f/3.5-5.6 IS USM seharga $1.499

Sumber: DPReview 1, 2.

Canon Luncurkan Kamera Mirrorless Baru, EOS M6

Lewat EOS M5, Canon mulai terkesan serius menghadapi pasar kamera mirrorless. Lima bulan berselang, Canon memperkenalkan kamera baru guna melengkapi lini mirrorless-nya, sekaligus menggantikan EOS M3 yang sudah uzur dan kurang begitu populer di kalangan konsumen.

Dinamai EOS M6, kamera ini bisa dibilang sebagai versi lebih murah dari EOS M5 – pengganti M3, tapi lebih inferior dari M5, saya sendiri bingung dengan pemilihan nama yang Canon lakukan. Terlepas dari itu, M6 mengusung spesifikasi yang hampir identik dengan M5. Utamanya sensor APS-C 24,2 megapixel dengan dukungan teknologi Dual Pixel AF dan prosesor DIGIC 7.

Secara kontrol Canon EOS M6 lebih terbatas dari M5, tapi masih lebih baik daripada M3 / Canon
Secara kontrol Canon EOS M6 lebih terbatas dari M5, tapi masih lebih baik daripada M3 / Canon

Performanya cukup bisa diandalkan, dengan kemampuan memotret secara konstan dalam kecepatan 7 fps, atau 9 fps dengan posisi AF terkunci. Tingkat ISO-nya berkisar antara 100 sampai 25600. Sayang, perekaman videonya cuma terbatas di resolusi 1080p 60 fps. M6 menjanjikan image stabilization 5-axis, tapi hanya ketika digunakan bersama lensa-lensa tertentu saja.

Satu hal yang paling membedakan M6 dari M5 adalah absennya electronic viewfinder. Sebagai gantinya, M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat sampai menghadap ke depan dan digunakan untuk mengambil selfie. Canon turut menyertakan aksesori opsional EVF-DC2 yang berwujud ringkas dan bisa dipasangkan ke hot shoe M6.

Tidak ada EVF, tapi Canon EOS M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat ke depan / Canon
Tidak ada EVF, tapi Canon EOS M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat ke depan / Canon

Desain panel belakangnya persis seperti milik M5, sampai ke penempatan masing-masing tombolnya. Panel atasnya sedikit berbeda, dimana M5 punya satu kenop ekstra yang bisa digunakan. Kendati demikian, dari segi kontrol M6 masih jauh lebih baik ketimbang M3.

Canon EOS M6 rencananya akan dipasarkan mulai bulan April mendatang seharga $780 untuk bodinya saja, atau $900 bersama lensa EF-M 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM, dan$1.280 bersama lensa EF-M 18-150mm f/3.5-6.3, sedangkan aksesori EVF-DC2 dipatok seharga $250. Tersedia pilihan warna silver atau hitam, baik untuk kamera maupun aksesori EVF-nya.

Sumber: DPReview.

GoPro Siap Merilis Action Cam Hero6 Tahun Ini Juga

GoPro saat ini tengah dilanda sejumlah cobaan. Yang pertama, debutnya di segmen drone sempat terhambat, meski akhirnya pemasaran bisa lanjut kembali tiga bulan setelahnya. Kedua, berdasarkan laporan keuangan terbarunya, GoPro mengalami kerugian sebesar 116 juta dolar selama kuartal terakhir 2016.

Kendati demikian, semua itu tidak menghentikan komitmen dan ambisi GoPro untuk terus memimpin pasar action cam. Tahun ini juga, mereka berencana untuk merilis GoPro Hero6, meski tidak ada yang tahu pastinya kapan.

Kabar ini disampaikan dan dikonfirmasi langsung oleh CEO GoPro, Nick Woodman, ketika disodori pertanyaan oleh analis dari JPMorgan. “Ya, kami bisa mengonfirmasi bahwa akan ada kamera dan aksesori-aksesori baru yang dirilis tahun ini dan sebuah kamera baru bernama Hero6,” jawab Nick.

GoPro sepertinya tidak ingin mengulangi kesalahan sebelum-sebelumnya, dimana perilisan action cam Hero4 dan Hero5 terpaksa harus ditunda karena sejumlah alasan, dan lini GoPro pun baru bisa beregenerasi setiap dua tahun. Tahun ini tampaknya tidak lagi demikian, dimana kita baru saja mengenal Hero5 pada bulan September lalu.

Terkait pembaruan apa yang kira-kira akan dibawa oleh Hero6, saya pribadi berharap GoPro bisa menyematkan sistem image stabilization berbasis optik seperti Sony FDR-X3000, atau malah yang mengandalkan gimbal 3-axis macam ZeroTech Rollcap.

Namun kalau melihat keputusan GoPro untuk menjual aksesori Karma Grip secara terpisah, tampaknya harapan saya tersebut tidak akan terwujud. Terlepas dari itu, saya yakin banyak pihak yang setuju bahwa sudah waktunya GoPro menanamkan sensor baru ke action cam andalannya guna menyuguhkan kualitas gambar yang lebih baik lagi.

Sumber: Engadget.

DSLR Pentax KP Dapat ‘Melihat’ dalam Kegelapan

Ricoh baru-baru ini memperkenalkan kamera DSLR baru penerus seri Pentax K-3. Bernama Pentax KP, ia lebih cocok disebut sebagai versi lebih modern dan lebih ringkas ketimbang pengganti Pentax K-3 II.

Perbedaan ukuran KP dan K-3 II cukup signifikan, namun di saat yang sama KP masih mempunyai bodi yang tahan terhadap cuaca ekstrem. Ia bahkan siap beroperasi meski suhu di sekitarnya mencapai -10 derajat Celsius. Aspek desain lain yang tak kalah menarik adalah grip yang bisa dilepas-pasang – total ada tiga ukuran yang bisa dipilih.

Akan tetapi yang patut disorot dari Pentax KP adalah jeroannya, dimana ia mengusung sensor APS-C 24 megapixel yang amat sensitif terhadap cahaya. Sensor ini memiliki tingkat ISO maksimum 819200, yang pada dasarnya berarti kamera dapat ‘melihat’ dalam kondisi gelap gulita.

Pentax KP dilengkapi grip yang bisa dilepas-pasang dan diganti dengan ukuran yang berbeda / Ricoh
Pentax KP dilengkapi grip yang bisa dilepas-pasang dan diganti dengan ukuran yang berbeda / Ricoh

Keunggulan KP dalam fotografi low-light turut didukung oleh sistem image stabilization 5-axis, yang diklaim tetap efektif hingga 5 stop lebih tinggi – sama seperti yang ditawarkan oleh DSLR full-frame Pentax K-1. Sistem autofocus-nya terdiri dari 27 titik, dimana 25 di antaranya merupakan titik jenis cross type.

Soal performa, KP didukung oleh shutter mekanik dengan kecepatan maksimum 1/6.000 detik, serta shutter elektronik yang sanggup mencapai angka 1/24.000 detik jika diperlukan. Performa burst shooting-nya berada di angka 7 fps, sedangkan video dapat ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 30 fps – sayang sekali belum 4K.

Panel belakangnya dihuni oleh layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan ke bawah atau atas / Ricoh
Panel belakangnya dihuni oleh layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan ke bawah atau atas / Ricoh

Di belakang, Anda akan disambut oleh viewfinder dengan field of view hampir 100 persen dan tingkat magnifikasi 0,63x. Jendela bidik tersebut juga ditemani oleh layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan ke atas atau bawah. Baterainya tergolong malu-malu untuk ukuran DSLR, dengan kapasitas hanya 390 shot.

Pentax KP rencananya akan dipasarkan mulai tanggal 25 Februari mendatang dengan banderol $1.100 untuk bodinya saja dan pilihan warna silver atau hitam.

Sumber: DPReview.

ZeroTech Rollcap Tantang GoPro dengan Perekaman 4K dan Gimbal 3-Axis

Tidak bisa dipungkiri, GoPro Hero5 Black merupakan salah satu action cam terbaik yang ada di pasaran saat ini. Namun kalau diminta untuk menyebutkan satu kekurangannya, saya akan menjawab image stabilization; Hero5 hanya mengemas electronic image stabilization, sedangkan rivalnya dari Sony lebih unggul dengan optical image stabilization.

Fitur ini tergolong cukup penting karena pada dasarnya Anda bisa mendapatkan hasil rekaman video yang lebih mulus dan minim guncangan dengan optical image stabilization. Akan tetapi kalau Anda mau yang lebih efektif lagi, Anda harus mencari yang dilengkapi gimbal 3-axis, macam yang terdapat pada kamera milik drone besutan DJI.

Kalau itu yang Anda incar, pabrikan drone asal Tiongkok, ZeroTech, punya penawaran yang sangat menarik. Mereka baru saja memperkenalkan sebuah action cam istimewa bernama Rollcap. Bukan sembarang action cam, Rollcap didesain supaya penggunanya tidak perlu mengandalkan aksesori seperti Karma Grip.

Desain Rollcap mirip gelas minuman dingin yang Anda dapat dari kedai kopi di dalam mall / ZeroTech
Desain Rollcap mirip gelas minuman dingin yang Anda dapat dari kedai kopi di dalam mall / ZeroTech

Harus saya akui, desain Rollcap bukan yang tercantik dalam segmen action cam. Ia tampak seperti gelas minuman dingin yang biasa Anda dapat dari kedai kopi di dalam mall, lengkap dengan bagian penutup jika Anda meminta tambahan whipped cream. Di balik kubah mini tersebut, bernaung sebuah kamera yang menancap pada gimbal yang bisa bergerak pada tiga poros untuk mengompensasikan guncangan.

Kameranya juga tidak sembarangan, sanggup merekam video 4K dan mengambil foto 13 megapixel dalam sudut pandang seluas 94 derajat. Fitur-fitur modern seperti mode slow-motion, burst, time lapse dan HDR juga tersedia, dan semua ini bisa dikontrol melalui smartphone.

Sisi bawah Rollcap dilengkapi mount untuk tripod, monopod maupun aksesori lainnya / ZeroTech
Sisi bawah Rollcap dilengkapi mount untuk tripod, monopod maupun aksesori lainnya / ZeroTech

Fisik Rollcap terbilang cukup ringkas, dengan dimensi 112,5 x 55 x 55 mm dan bobot 219 gram. Terdapat mount untuk tripod atau monopod di sisi bawahnya, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 110 menit ketika dipakai untuk merekam video 4K.

Secara keseluruhan, ZeroTech Rollcap merupakan alternatif yang cukup menarik untuk GoPro Hero5 Black, terutama jika Anda sangat memprioritaskan aspek image stabilization. Jadwal rilisnya belum diketahui, tapi dipastikan tahun ini juga, dengan banderol harga berkisar $500 – $600.

Sumber: DPReview.

Berbodi Lebih Ramping, Leica M10 Tetap Janjikan Peningkatan Kualitas Gambar yang Signifikan

Leica mengawali tahun 2017 dengan sebuah kamera mirrorless baru bernama Leica M10. Leica sendiri menganggapnya sebagai suksesori dari Leica M (Typ 240), dengan sejumlah pembaruan baik dari segi teknis maupun estetika.

Meski desainnya secara garis besar sama dengan seri M lain, M10 mempunyai bodi yang jauh lebih ramping, tepatnya 4 milimeter lebih tipis ketimbang bodi M Typ 240. Bobotnya pun telah dipangkas menjadi 20 gram lebih ringan dari M Typ 262. Perubahan ini jelas membuat M10 jadi lebih ergonomis.

Bodi Leica M10 lebih tipis 4 milimeter dibanding M Typ 240 / Leica
Bodi Leica M10 lebih tipis 4 milimeter dibanding M Typ 240 / Leica

Bodi yang lebih ringkas bukan berarti kinerja M10 malah menurun. Leica telah menyematkan sensor full-frame 24 megapixel yang diklaim benar-benar baru. Leica cukup percaya diri menyebutkan bahwa peningkatan kualitas gambarnya cukup signifikan. Untuk menangkap lebih banyak detail, sensor ini tidak dilengkapi low-pass filter, sedangkan tingkat ISO-nya bisa diatur dari 100 sampai 50.000.

Sensor tersebut datang ditemani prosesor Maestro II yang memastikan performa M10 sesuai dengan zamannya. Leica bahkan tidak segan menyebut M10 sebagai seri M tercepat yang pernah mereka buat, dengan kemampuan memotret burst dalam kecepatan 5 fps dan dalam resolusi penuh.

Panel belakangnya didominasi oleh LCD 3 inci beresolusi 1,04 juta dot. Leica tidak lupa menyempurnakan viewfinder yang terletak di ujung kiri M10, dimana field of view-nya kini lebih luas sekitar 30 persen, sedangkan tingkat magnifikasinya naik menjadi 0,73x. Leica juta memastikan pengguna berkacamata tidak merasa didiskriminasikan berkat jarak optimal antara mata dan viewfinder yang lebih jauh.

Optical viewfinder milik Leica M10 dipastikan lebih nyaman digunakan berkat peningkatan field of view dan tingkat magnifikasinya / Leica
Optical viewfinder milik Leica M10 dipastikan lebih nyaman digunakan berkat peningkatan field of view dan tingkat magnifikasinya / Leica

Baru juga untuk Leica M10 adalah konektivitas Wi-Fi terintegrasi. Dengan demikian, pengguna dapat memindah gambar dari kamera ke smartphone dengan mudah, bahkan untuk format RAW sekalipun. Sementara baru kompatibel dengan iOS, Leica berjanji akan segera menghadirkan kompatibilitas dengan perangkat Android, termasuk untuk fitur remote control-nya.

Saat ini Leica sudah mulai memasarkan M10 seharga $6.595. Dibandingkan pendahulu-pendahulunya yang lebih tebal, kekurangan M10 hanyalah daya tahan baterai yang lebih singkat dan tidak adanya port I/O sama sekali.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T20 Adalah Versi Mini dan Ekonomis dari X-T2 yang Juga Siap Merekam Video 4K

Dengan segala kelebihannya, Fujifilm X-T2 bisa dianggap sebagai salah satu kamera mirrorless terbaik yang ada di pasaran saat ini. Namun dengan banderol harga yang cukup mahal, X-T2 jelas bukan untuk semua orang. Bagi sebagian konsumen, mereka mungkin lebih memilih harga yang terjangkau ketimbang fitur seperti bodi tahan cipratan air.

Pertimbangan-pertimbangan semacam ini menjadi penggerak Fujifilm dalam mengembangkan X-T20. Kamera ini pada dasarnya merupakan X-T2 versi mini, dengan banderol harga yang mini pula. Pun begitu, X-T20 masih menawarkan sejumlah fitur uniknya sendiri.

Desain X-T20 mirip seperti X-T2, hanya saja tanpa weather sealing, ISO dial dan AF joystick / Fujifilm
Desain X-T20 mirip seperti X-T2, hanya saja tanpa weather sealing, ISO dial dan AF joystick / Fujifilm

X-T20 banyak mengadopsi gaya desain X-T2, dan secara garis besar tidak jauh berbeda dari pendahulunya, yakni X-T10. Bodinya tetap terkesan kokoh, namun tanpa weather sealing seperti yang diandalkan oleh kakaknya yang berharga lebih mahal tersebut.

Kontrolnya juga sedikit lebih terbatas, dimana X-T20 tidak mengemas joystick untuk menentukan titik fokus dan kenop ISO. Kelebihan lain X-T2 yang tak dimiliki X-T20 adalah perekaman video dalam mode Log serta kompatibilitas dengan aksesori battery grip.

Namun semua itu bisa ditutupi oleh spesifikasi setara X-T2, mulai dari sensor APS-C X-Trans III 24,3 megapixel – sama seperti yang tertanam di Fujifilm X100F – plus kemampuan untuk merekam video 4K 30 fps, menjadikannya sebagai kamera Fujifilm kedua yang tergolong jagoan soal video.

X-T20 mengemas layar sentuh yang bisa digunakan selama pemotretan maupun perekaman video / Fujifilm
X-T20 mengemas layar sentuh yang bisa digunakan selama pemotretan maupun perekaman video / Fujifilm

Beralih ke panel belakang, pengguna akan menjumpai sebuah electronic viewfinder (EVF) dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot, serta layar sentuh 3 inci. Yup, layar sentuh, frasa yang termasuk langka ketika membicarakan mengenai kamera dari Fujifilm. Menutup semuanya, X-T20 juga mengemas sebuah pop-up flash.

Akhir Februari mendatang, konsumen di AS dan Kanada sudah bisa membeli Fujifilm X-T20. Harganya $900 untuk body only – $700 lebih murah dibanding X-T2 – $1.000 dengan lensa XC 18-55mm f/3.5-5.6, dan $1.200 dengan lensa XF 18-55mm f/2.8-4.0. Warna yang tersedia ada dua, yakni silver dan hitam.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X100F Andalkan Sensor Baru dan Kontrol yang Lebih Lengkap

Seri Fujifilm X100 merupakan kamera yang sangat unik karena posisinya yang berada di tengah-tengah kamera mirrorless dan kamera pocket. Kualitas gambarnya setara, tapi tidak sefleksibel mirrorless karena lensanya tidak dapat dilepas-pasang. Ukurannya tergolong compact, tapi masih belum seringkas kamera macam Sony RX100.

Kendati demikian, formula ini terbukti sukses membawa nama Fujifilm kembali harum di industri kamera digital. Sudah tiga generasi X100 mereka ciptakan, dan tahun 2017 ini mereka sudah siap untuk memperkenalkan generasi keempatnya, Fujifilm X100F.

Sesuai dugaan, X100F masih mempertahankan desain retro milik ketiga pendahulunya, wajar saja mengingat ini merupakan salah satu nilai jual utama seri X100. Hybrid viewfinder pun juga masih ada, namun kini pengguna dapat mengatur tingkat magnifikasi EVF-nya ketika dalam mode Electronic Rangefinder.

Kenop shutter speed-nya kini bisa dipakai untuk menyesuaikan ISO, sedangkan kenop exposure compensation-nya sekarang sampai +/- 5 stop / Fujifilm
Kenop shutter speed-nya kini bisa dipakai untuk menyesuaikan ISO, sedangkan kenop exposure compensation-nya sekarang sampai +/- 5 stop / Fujifilm

Namun pembaruan yang saya pribadi paling suka adalah aspek kontrol yang lebih komplet. Utamanya berkat kehadiran sebuah joystick kecil di panel belakang yang bisa dipakai untuk menyesuaikan titik fokus secara jauh lebih mudah ketimbang menggunakan empat tombol arahnya.

Beralih ke depan, ada tambahan sebuah command dial yang bisa dikustomisasi. Kenop shutter speed-nya pun sekarang juga bisa dimanfaatkan untuk mengatur tingkat ISO dengan cepat, sedangkan kenop exposure compensation-nya yang berada di paling kanan kini mengemas indikator “C” yang memungkinkan pengaturan exposure sampai +/- 5 stop dengan bantuan command dial itu tadi.

Menentukan titik fokus kini jauh lebih mudah berkat sebuah joystick mini di panel belakang X100F / Fujifilm
Menentukan titik fokus kini jauh lebih mudah berkat sebuah joystick mini di panel belakang X100F / Fujifilm

X100F turut menjanjikan peningkatan kualitas gambar berkat pemakaian sensor APS-C X-Trans III beresolusi 24,3 megapixel dan chip X-Processor Pro, yang keduanya dipinjam dari Fuji X-Pro2 dan X-T2. Soal lensa, X100F masih mengusung lensa 23mm f/2.0 dengan kualitas optik yang sudah sangat terbukti.

Penyempurnaan terus berlanjut ke aspek performa, dimana X100F diklaim lebih kencang lagi soal penguncian fokus, startup time maupun shutter release. Jumlah titik fokus yang dapat dipilih pun naik dari 49 menjadi 91 titik. Bisa jadi embel-embel abjad “F” yang dipilih Fuji merujuk pada kata “fast”.

Fujifilm rencananya akan melepas X100F ke pasar AS dan Kanada mulai 16 Februari mendatang seharga $1.299. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni full-hitam dan kombinasi silver-hitam.

Sumber: DPReview.