5 Kamera Pilihan untuk Keperluan Vlogging

Sama seperti blogger, semua orang pada dasarnya bisa menjadi vlogger. Mengapa? Karena medium distribusinya adalah internet – biasanya YouTube – dan topik yang dijadikan fokus pun bisa bermacam-macam, bisa seputar teknologi, gadget seperti MKBHD atau SobatHape untuk yang lokal, kuliner, tips perawatan wajah sampai gaming macam PewDiePie.

Kalau senjata utama para blogger adalah laptop, vlogger tentu saja membutuhkan kamera untuk merekam video. Kamera apapun? Ya selama bisa merekam video, kamera itu bisa dipakai untuk vlogging. Pun begitu, untuk bisa menarik minat penonton, tentunya kita perlu menyediakan konten yang berkualitas. Untuk itu, kamera yang dipilih harus bisa menghasilkan video dengan mutu yang terjamin.

Apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kamera untuk vlogging? Utamanya adalah kualitas video dalam resolusi full-HD (1080p) atau lebih, tapi fitur ekstra seperti layar yang bisa diputar menghadap ke depan atau colokan mikrofon juga tidak kalah penting di mata seorang vlogger.

Dalam artikel ini, DS/lifestyle sudah menyiapkan 5 kamera pilihan yang bisa dijadikan senjata andalan saat vlogging. Kelimanya dipilih menyesuaikan budget dan berdasarkan keunggulannya masing-masing. Berikut daftar lengkapnya.

1. Canon PowerShot G7 X

Canon PowerShot G7 X

G7 X bukan sembarang kamera compact. Ia dibekali sensor 1 inci beresolusi 20,2 megapixel, dan yang terpenting, sanggup merekam video dalam resolusi 1080p 60 fps. Namun yang lebih krusial lagi, pengaturan exposure bisa dilakukan secara manual selagi video sedang direkam, mulai dari kecepatan shutter, aperture sampai tingkat sensitivitas ISO.

Anda bahkan juga bisa menetapkan titik fokus dengan menyentuh LCD-nya. LCD-nya sendiri bisa dimiringkan hingga menghadap ke depan sehingga Anda bisa melihat langsung apa yang sedang direkam oleh kamera. G7 X turut dibekali sistem image stabilization dan lensa jagoan, 24 – 100 mm f/1.8-2.8.

Harganya tidak terlalu mahal, sekitar Rp 6,5 juta. Namun kalau Anda mau bersabar, Anda bisa menanti kehadiran G7 X Mark II yang punya bodi lebih ergonomis dan performa lebih kencang.

2. GoPro Hero4 Silver

GoPro Hero4 Silver

Tidak cuma untuk mengabadikan aksi-aksi ekstrem, GoPro Hero4 Silver juga ideal bagi para vlogger. Kualitas hasil rekamannya tak perlu diragukan lagi. Ia bahkan siap merekam dalam resolusi 2,7K 30 fps dan dalam sudut pandang 170 derajat yang amat luas.

Keunggulan lain Hero4 Silver adalah kehadiran LCD di belakang untuk melakukan pengaturan dengan mudah, tidak ketinggalan pula dukungan aksesori mount yang begitu melimpah. Semisal Anda ingin vlogging sembari bersepeda, lakukan saja selagi Hero4 Silver menggantung di atas setang.

Harganya sepadan dengan fitur dan kualitas yang diberikan di kisaran Rp 5,5 juta.

3. Sony RX100 III

Sony RX100 III

Saya tahu, ini memang bukan model yang terbaru. Namun perbedaannya terbesarnya dengan RX100 IV hanyalah pada resolusi dan mode slow-motion, sedangkan harganya terpaut jauh. Kalau yang Anda cari sekedar video 1080p dalam sebuah paket yang begitu ringkas, RX100 III adalah pilihan yang tepat.

Fitur lain yang membuat kamera ini ideal bagi para vlogger adalah LCD yang bisa diputar menghadap ke depan, sama seperti milik G7 X tadi. Pengoperasian secara manual pun juga mungkin dilakukan. Minus terbesar dari kamera ini hanyalah, layarnya bukan layar sentuh.

Selebihnya, dengan modal Rp 11 juta Anda akan mendapat kamera jago foto sekaligus video yang bisa disimpan dengan mudah di dalam saku celana. Travelling sambil vlogging, silakan.

4. Panasonic Lumix G7

Panasonic Lumix G7

Bagi vlogger yang sudah cukup berpengalaman dan ingin meningkatkan kualitas produksinya, Lumix G7 adalah salah satu alternatif terbaik. Tak hanya mampu merekam video dalam resolusi 4K 30 fps, tapi ia juga akan menyimpannya langsung di memory card tanpa memerlukan bantuan perangkat eksternal.

Kualitas hasil rekamannya juga dapat lebih dimaksimalkan lagi dengan memasangkan lensa yang lebih oke, mengingat ia merupakan kamera mirrorless. LCD-nya yang berada di belakang bisa diputar ke depan, dan pengguna juga bebas menentukan titik fokus dengan menyentuh layar.

Selain itu, Lumix G7 turut mengemas colokan mikrofon. Seperti yang kita tahu, video itu bukan soal gambar bergerak saja, tetapi juga suara. Dengan G7, pengguna bisa menyambungkan mikrofon eksternal guna meningkatkan kualitas suara yang ditangkap selagi perekaman berlangsung.

Terkait harganya, ia dibanderol Rp 10,8 juta bersama lensa 14 – 42 mm f/3.5-5.6.

5. Sony A7S II

Sony A7S II

Kamera yang terakhir ini benar-benar ditujukan buat videografer maupun vlogger yang sudah masuk dalam taraf profesional. Kelebihan utamanya? Sensor full-frame dengan sensitivitas terhadap cahaya yang begitu tinggi. Saking tingginya, bahkan ia bisa melihat apa yang kita tidak bisa lihat di dalam kegelapan.

Kelebihan lain adalah sistem image stabilization 5-axis yang akan memastikan hasil rekaman benar-benar mulus meski pengguna tidak memakai tripod. Lebih lanjut, A7S II turut dibekali colokan mikrofon dan headphone sekaligus. Jadi selain dapat disambungkan dengan mikrofon eksternal, ia juga bisa ditancapi headphone – berguna untuk memonitor kualitas audio selama perekaman.

Tak ada gading yang tak retak. Kamera seharga Rp 45 juta (body only) ini punya satu kekurangan yang cukup krusial bagi para vlogger: layarnya tidak bisa dimiringkan sampai menghadap ke depan dan bukan merupakan layar sentuh. Kendati demikian, kalau mementingkan kualitas video di atas segalanya, sulit mencari lawan yang lebih unggul darinya.

Itu tadi daftar singkat yang DS/lifestyle susun, Anda punya usulan atau rekomendasi kamera lain yang pas untuk vlogging? Jangan lupa untuk menuliskannya di kolom komentar.

Gambar header: Marques Brownlee via YouTube.

Makin Serius Hadapi Tren Selfie, Panasonic Merilis Lumix GF8

Selfie terus memegang peran penting dalam keseharian umat manusia generasi terkini. Hal ini bisa dibuktikan dari semakin banyaknya populasi kamera mirrorless yang mengedepankan fitur selfie.

Panasonic adalah salah satu pabrikan kamera yang getol dengan ide ini. Tahun lalu, pionir kamera mirrorless tersebut meluncurkan Lumix GF7, yang merupakan kamera mirrorless kelas entry dengan misi utama mengakomodasi hasrat selfie para konsumen. Di tahun 2016 ini, mereka sudah siap dengan penerusnya, yakni Lumix GF8.

Panasonic Lumix GF8 pada dasarnya merupakan Lumix GF7 dengan ilmu selfie yang semakin lengkap. Spesifikasi dasarnya tidak berubah banyak, masih mencakup sensor Micro Four Thirds 16 megapixel dengan sensitivitas ISO 200 – 25.600 dan kemampuan merekam video beresolusi 1080p 60 fps.

Panasonic Lumix GF8

Fisiknya kurang lebih sama, namun kini tampak lebih chic berkat empat pilihan warna baru, yaitu silver, coklat, pink dan oranye. Di saat yang sama, Lumix GF8 turut mengemas tombol shutter kedua yang berada di sebelah kiri, yang berarti Anda bebas mengambil selfie menggunakan tangan kanan atau kiri.

Sebagai kamera selfie sejati, tentu saja LCD-nya dapat diputar hingga 180 derajat menghadap ke depan. Saat layar sentuh 3 inci ini diputar, kamera akan mengaktifkan mode Self Shot secara otomatis. Dalam mode ini, pengguna bisa mengaplikasikan sederet fitur untuk menyempurnakan hasil selfie, seperti misalnya Soft Skin, Defocusing dan bahkan efek Slimming – pastinya akan terdengar sangat menggiurkan di telinga konsumen perempuan.

Lebih lanjut, GF8 juga dibekali fitur Beauty Retouch untuk memoles penampilan wajah pengguna menjadi lebih atraktif lagi, mulai dari membersihkan tekstur kulit, memutihkan gigi atau memberi makeup tertentu pada wajah. Dipadukan dengan efek Slimming tadi, tentunya GF8 akan semakin menarik perhatian konsumen perempuan.

Panasonic Lumix GF8

Konektivitas Wi-Fi bisa dipastikan ikut tersedia di sini. Panasonic bahkan tak segan memberikan bonus penyimpanan 100 GB di Google Drive bagi para konsumen. Bonus ini valid selama dua tahun sejak pertama kali diaktifkan.

Panasonic belum mengungkapkan harga dan ketersediaan Lumix GF8, namun kemungkinan besar tidak jauh berbeda dari GF7 yang dihargai $599 pada saat dirilis. Kalau melihat gambarnya, kemungkinan besar lensa kit yang disertakan juga sama, yakni 12 – 32 mm f/3.5-5.6.

Sumber: DPReview.

Sony A6300 Diklaim Sebagai Kamera Mirrorless dengan Sistem Autofocus Tercepat dan Tercanggih

Setelah sekitar satu tahun lebih, Sony akhirnya memperkenalkan penerus dari A6000, kamera mirrorless APS-C andalannya. Dijuluki Sony A6300, kamera ini masih mengusung misi yang sama seperti pendahulunya, yakni mengejar performa dan ketangkasan kamera DSLR.

Saya sendiri sempat mencoba A6000 cukup lama, dan kamera tersebut tergolong sebagai kamera mirrorless yang paling cekatan soal mengunci fokus objek bergerak. Kini A6300 diklaim jauh lebih cekatan lagi, menerapkan sistem autofocus hybrid yang begitu canggih.

Utamanya adalah penambahan jumlah titik fokus phase-detection menjadi 425 titik. Hal ini berarti hampir seluruh bingkai bisa dijangkau oleh sistem autofocus-nya, dan karena jumlah titiknya bertambah drastis, hasilnya akan lebih akurat.

Sony A6300

Sony mengklaim A6300 hanya perlu 0,05 detik untuk mengunci fokus pada objek. Tapi yang lebih berkesan adalah kemampuannya memotret dalam kecepatan 11 fps dalam posisi autofocus menyala. Bahkan dalam posisi live view aktif, kamera masih bisa memotret dalam kecepatan 8 fps.

Performa setingkat DSLR ini turut dibarengi oleh pemakaian sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel. Rentang ISO-nya 100 – 51.200, dan ia tentu saja sanggup merekam video dalam resolusi 4K dengan memaksimalkan penampang sensor secara menyeluruh, alias tanpa metode pixel binning.

Dari segi fisik, perubahannya tidak begitu dramatis. A6300 masih menganut desain yang minimalis sekaligus ergonomis berkat hand grip berukuran besar. Panel atasnya cuma mengemas sepasang kenop, satu untuk berganti mode, dan satu lagi bisa diset untuk mengatur shutter speed, aperture maupun exposure compensation.

Sony A6300

Panel belakangnya telah ditanami electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan resolusi 2,4 juta titik. EVF ini juga sanggup menampilkan gambar dalam kecepatan 120 fps sehingga seluruh aksi yang hendak diabadikan akan tampak mulus tanpa lag sedikitpun.

Di bawahnya, pengguna akan disambut oleh sebuah LCD 3 inci. Sayangnya sekali lagii LCD ini tak dilengkapi panel sentuh. Bodi A6300 secara keseluruhan juga tidak weatherproof – Anda sama sekali tidak disarankan memakainya selagi hujan deras.

Terlepas dari itu, Sony A6300 masih sangat menggiurkan berkat kinerja autofocus-nya, apalagi setelah melihat video demonstrasinya di bawah ini. Sony berencana melepas A6300 ke pasaran mulai bulan Maret mendatang seharga $1.000 (body only) atau $1.150 bersama lensa kit 16 – 50 mm f/3.5.

Sumber: DPReview.

Olympus Coba Hidupkan Kembali Sejarah Mereka Lewat PEN-F

Entah kenapa kamera dengan desain yang retro tampak begitu manis di mata. Padahal seandainya ada smartphone yang desainnya terinspirasi ponsel lawas, saya kira penampilannya belum tentu menarik, malah bisa jadi kelihatan jelek.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pabrikan kamera memang sedang gencar-gencarnya menerapkan konsep desain retro pada produk-produk terbarunya. Kendati demikian, apa yang dilakukan Olympus baru-baru ini bisa dibilang sangatlah tidak umum. Mereka mencoba menghidupkan kembali salah satu kamera analognya di era 1960-an.

Kamera tersebut adalah Olympus PEN-F. Namanya sama persis seperti yang mereka rilis di tahun 60-an tersebut, dan desainnya pun juga sangat mirip, sanggup mengelabui orang-orang sampai mereka mengira bahwa ini merupakan kamera lawas.

Olympus PEN-F

Namun tentunya kesamaan PEN-F baru dengan versi lamanya ini hanya terbatas pada desainnya saja. Fitur dan teknologi yang disematkan sangat-sangat 2016. Salah satunya adalah sensor Micro Four Thirds 20 megapixel yang dibarengi oleh sistem image stabilization 5-axis. Perpaduan ini bisa dipastikan akan sangat membantu menghasilkan gambar berkualitas di kondisi minim cahaya.

Olympus pun turut membekali PEN-F dengan kemampuan pemotretan “Hi-Res” seperti yang diperkenalkan OM-D E-M5 Mark II tahun lalu. Pada dasarnya fitur ini akan memotret sejumlah gambar dan mengolahnya menjadi satu gambar beresolusi 50 megapixel ketika kamera ditempatkan di atas tripod.

Untuk urusan video, yang mendambakan opsi perekaman 4K mungkin akan sedikit kecewa – PEN-F hanya bisa merekam dalam resolusi maksimum 1080p. Namun paling tidak kamera ini sangat cekatan dalam membekukan aksi-aksi super-cepat berkat shutter speed maksimumnya yang bisa mencapai angka 1/8.000 detik.

Olympus PEN-F

Kembali bicara soal fisik, panel atas PEN-F dipenuhi oleh sederet kenop berbahan logam. Yang cukup menarik adalah sebuah kenop yang terletak di depan, di sisi kanan lensa. Kenop ini akan memberikan akses cepat ke sejumlah mode pemotretan kreatif seperti black and white maupun filter lainnya ala Instagram.

Di belakang, Anda akan disambut oleh layar sentuh 3 inci yang dapat diputar-putar sedemikian rupa. Layar ini turut ditemani oleh sebuah viewfinder elektronik yang mengemas panel OLED beresolusi tinggi.

Olympus PEN-F

Secara keseluruhan, apalagi jika menimbang dari segi fitur dan performa, PEN-F ini sangat mirip seperti kamera mirrorless unggulan Olympus, yakni OM-D E-M1. Harganya pun juga mirip ketika siap dipasarkan pada bulan Maret mendatang, yakni $1.200 body only – ia kompatibel dengan semua lensa Micro Four Thirds besutan Olympus, Panasonic maupun pabrikan-pabrikan lainnya.

Satu-satunya perbedaan paling menonjol adalah, bodi PEN-F tidak weatherproof. Pun begitu, desainnya yang kelewat retro pasti bisa menjadi nilai plus tersendiri.

Sumber: Engadget dan Olympus.

Leica Luncurkan Tiga Lensa Baru untuk Lini Leica M

Kabar gembira buat para pemilik kamera mirrorless Leica. Brand kenamaan asal Jerman tersebut belum lama ini menghadirkan tiga lensa baru yang pada dasarnya merupakan penerus modern dari versi lamanya. Ketiganya adalah Leica Summicron-M 28 mm f/2 ASPH, Leica Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH dan Leica Summicron-M 35 mm f/2 ASPH.

Leica mengklaim ketiga lensa baru ini mengemas konstruksi yang lebih kokoh. Sebagai bukti, semuanya bakal disertai penutup lensa berbahan logam serta lens hood yang juga terbuat dari logam sepenuhnya. Di saat yang sama, ketiga juga bisa menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik berkat optimalisasi desain optiknya.

Lensa yang pertama, yakni Summicron-M 28 mm f/2 ASPH, ditakdirkan untuk menjadi senjata andalan fotografer ketika berhadapan dengan kondisi cahaya yang menyulitkan, alias gelap. Meski aperture-nya begitu besar, Leica menjamin hasil tangkapannya akan tetap tajam dari ujung ke ujung.

Yang kedua, Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH, bakal mengundang banyak perhatian karena ia merupakan yang paling mungil dari ketiganya – meski dua lainnya juga masih tergolong cukup ringkas. Leica beranggapan lensa ini akan sangat ideal bagi para street photographer atau jurnalis, terlebih mengingat resolusinya jauh lebih baik dari versi sebelumnya sekaligus bebas distorsi.

Terakhir, Summicron-M 35 mm f/2 ASPH sengaja dibuat bagi para penggemar bokeh. Lensa ini punya 11 bilah aperture, sanggup menghasilkan biasan titik-titik cahaya yang lembut dan berbentuk bulat melingkar, bukan oktagonal seperti yang biasa dihasilkan oleh lensa kit kamera-kamera mirrorless atau DSLR kelas standar.

Ketiga lensa baru untuk lini kamera Leica M ini bakal tersedia di Leica Store Indonesia. Sayangnya, belum ada keterangan terkait kapan dan berapa harga pastinya. Kalau mengacu pada harganya di Amerika Serikat, Summicron-M 28 mm f/2 ASPH dibanderol seharga $3.995, Elmarit-M 28 mm f/2.8 ASPH seharga $2.195 dan Summicron-M 35 mm f/2 ASPH seharga $2.795.

Fujifilm X-Pro2 Dirilis, Usung Sensor Baru, Hybrid Viewfinder dan Performa di Atas Rata-Rata

Setelah dinanti-nanti selama beberapa tahun, Fujifilm akhirnya merilis suksesor dari kamera mirrorless pertamanya. Bernama Fujifilm X-Pro2, kamera ini masih mempertahankan segala kebaikan pendahulunya selagi membawa peningkatan yang begitu signifikan.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor APS-C CMOS X-Trans III yang benar-benar gres. Secara garis besar, sensor ini sama jagonya dengan varian X-Trans terdahulu. Hanya saja, resolusinya kini meningkat drastis menjadi 24,3 megapixel, dan sensitivitas ISO-nya ikut naik menjadi 12.800.

Keandalan sensor gambar ini turut didukung oleh sebuah prosesor baru yang diklaim empat kali lipat lebih gesit daripada sebelumnya. Alhasil, Fujifilm tak segan menyebut X-Pro2 sebagai kamera mirrorless-nya yang paling responsif saat ini.

Fujifilm X-Pro2

Segesit apa memang? Hanya 0,4 detik sejak dinyalakan, ia sudah bisa dipakai untuk mengambil gambar. Interval pengambilan gambar tentu juga bertambah cepat, tepatnya di angka 0,25 detik. Dan yang pasti, performa autofocus-nya kini juga semakin kencang, dapat mengunci fokus dalam waktu 0,06 detik saja.

Kinerja autofocus yang dimiliki X-Pro2 semakin sempurna dengan bertambah banyaknya titik fokus yang bisa dijangkau. Total ada 273 titik fokus yang bisa dipilih, 77 di antaranya mengadopsi teknologi phase-detection agar pengguna dapat mengunci fokus pada objek bergerak.

Kinerja autofocus yang cepat dan akurat ini bahkan masih bisa diandalkan ketika memotret dalam mode continuous dengan kecepatan 8 fps. Semuanya akan kian lengkap berkat kemampuan shutter mekanik X-Pro2 yang kini bisa mencapai angka 1/8.000 detik, sangat cocok untuk ‘membekukan’ aksi-aksi dalam kecepatan tinggi.

Fujifilm X-Pro2

Sensor baru, prosesor baru, X-Pro2 juga mengemas viewfinder yang sangat canggih. Viewfinder ini mengadopsi sistem hybrid, yang artinya pengguna bisa berganti antara viewfinder optik atau elektronik beresolusi 2,36 juta dot dengan cepat. Terdapat pula mode khusus dimana pengguna bisa menggunakan keduanya secara bersamaan; optik, tapi di ujung bawah kanan ada tampilan viewfinder elektronik untuk mengecek fokus maupun pengaturan exposure.

Dari segi fisik, di sinilah X-Pro2 banyak mempertahankan elemen-elemen positif yang diusung pendahulunya. Desainnya masih sangat retro, tapi juga terasa premium berkat rangka magnesium dan sederet kenop yang terbuat dari aluminium. Tapi yang lebih penting, bodi X-Pro2 tahan terhadap cuaca ekstrem; bisa dipakai saat hujan deras atau ketika berada di lokasi dengan suhu -10 derajat Celsius.

Fujifilm X-Pro2

Di belakang, Anda akan disambut oleh LCD 3 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Sayangnya, LCD ini bukan layar sentuh dan tidak bisa dimiringkan. Untuk menutupi kekurangan ini, Fujifilm menyematkan sebuah joystick kecil di sisi kanan atas layar, yang bisa dimanfaatkan untuk mengatur letak titik fokus dengan mudah dan cepat.

Secara keseluruhan, X-Pro2 bisa dipastikan semakin oke dalam hal pengoperasian, apalagi mengingat handgrip-nya sedikit lebih gemuk ketimbang sebelumnya. Keunikan lain X-Pro2 ada pada sisi kanannya, dimana untuk pertama kalinya buat kamera Fujifilm, terdapat slot SD card ganda.

Penggemar kamera mirrorless maupun para fotografer profesional tentunya sudah tidak sabar menanti kehadiran Fujfilm X-Pro2. Pemasarannya akan dimulai bulan Februari mendatang, dengan banderol harga $1.700 untuk bodinya saja. Namanya saja “Pro”, jelas harganya juga ikut pro.

Sumber: Fujifilm.

Panasonic Hadirkan Fitur Post Focus Pada Lini Kameranya

Memindah fokus pasca pemotretan ibarat mantra sihir yang sulit dipercaya. Beberapa smartphone memang sudah menawarkan fitur ini – meski hasilnya masih terkesan terlalu artificial – tapi kamera mirrorless maupun DSLR malah belum, kecuali Lytro yang memanfaatkan teknologi light field.

Tapi Anda tak perlu khawatir karena fitur ini bisa dipastikan akan menghampiri kamera mirrorless maupun DSLR, diawali oleh Panasonic. Produsen lini kamera Lumix tersebut baru saja memperkenalkan fitur bernama Post Focus. Fungsinya? Apa lagi kalau bukan membebaskan pengguna mengatur fokus setelah pengambilan gambar.

Cara kerjanya cukup sederhana: aktifkan mode Post Focus, lalu kamera akan mengambil beberapa gambar sekaligus, masing-masing dengan titik fokus yang berbeda. Selanjutnya, memanfaatkan layar sentuh, Anda bisa menetapkan titik fokus yang diinginkan, lalu kamera akan menyimpan file-nya dalam resolusi 8 megapixel – atau kalau menurut istilah Panasonic, 4K Photo.

Panasonic menegaskan bahwa fitur Post Focus ini akan sangat efektif ketika digunakan untuk memotret objek diam, seperti misalnya foto portrait atau landscape. Lebih lanjut, fitur ini juga bisa bermanfaat dalam kegiatan fotografi makro berkat “focus stacking”, dimana kamera akan menggabungkan beberapa foto menjadi satu gambar yang area fokusnya lebih besar.

Fitur Post Focus ini akan hadir lewat sebuah firmware update yang bisa diunduh secara cuma-cuma melalui laman support resmi Panasonic pada tanggal 25 November mendatang. Kamera yang didukung adalah Lumix GX8, Lumix G7 dan Lumix FZ300 – entah mengapa Lumix GH4 tidak tercantum, padahal ia juga dilengkapi mode 4K Photo.

Sumber: PR Newswire via Digital Trends.

Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Sepertinya kita sudah sampai pada titik dimana DSLR tak lagi bisa dianggap lebih superior dari kamera mirrorless. Lihat saja brandbrand seperti Sony atau Panasonic yang tak segan menarget kalangan profesional lewat kamera mirrorless-nya. Dan anggapan ini akan semakin diperkuat berkat keikutsertaan dari salah satu nama paling legendaris di industri fotografi, Leica. Continue reading Leica SL Adalah Kamera Mirrorless Kelas Pro dengan Kemampuan Merekam Video 4K

Panasonic Resmi Hadirkan Duo Kamera Mirrorless Terbarunya di Indonesia

Sudah sekitar tujuh tahun sejak Panasonic pertama memulai tren kamera mirrorless lewat Lumix G1. Sekarang komitmennya malah semakin menguat, dan mereka merasa konsumen Indonesia tidak boleh melewatkan inovasi terbaru mereka di dunia fotografi dan videografi. Continue reading Panasonic Resmi Hadirkan Duo Kamera Mirrorless Terbarunya di Indonesia

Canon Rilis Kamera Mirrorless untuk “Generasi Media Sosial”

Nama Canon mungkin tidak seharum Fujifilm atau Panasonic di kancah mirrorless. Sampai saat ini pabrikan DSLR paling populer itu terkesan malas-malasan menggarap kamera mirrorless. Pun demikian, hal itu bukan berarti Canon memang emoh bersaing di pasar mirrorless; mereka baru saja menelurkan kamera baru bernama Canon EOS M10. Continue reading Canon Rilis Kamera Mirrorless untuk “Generasi Media Sosial”