5 Fitur Kamera yang Diharapkan Tersedia di Smartphone 2021

Bagi yang menekuni hobi fotografi dan kerap memotret maupun merekam video pakai kamera smartphone, fitur kamera dan peningkatan apa saja yang diharapkan hadir di smartphone yang dirilis tahun 2021 ini? Harus diakui, kualitas bidikan kamera smartphone semakin mumpuni dan memiliki rangkaian fitur yang membuatnya dapat diandalkan di berbagai kondisi.

Tahun lalu saja, terdapat beberapa smartphone yang dibekali dengan sensor kamera beresolusi mencapai 108MP dan dapat merekam video hingga 8K. Serta, dilengkapi lebih banyak kamera dengan lensa berbeda terutama telephoto untuk menghadirkan kemampuan memperbesar gambar atau zoom. Langsung saja, berikut beberapa fitur kamera yang diharapkan tersedia di smartphone 2021.

1. Ukuran Sensor Lebih Besar

Ukuran-Sensor-Lebih-Besar

Untuk smartphone terkini, Huawei P40 series dan Mate 40 series ialah smartphone dengan sensor kamera paling besar yakni 1/1.28 inci. Dengan resolusi 50MP dan teknologi 4-in-1 pixel binning atau quad bayer, perangkat tersebut menghasilkan bidikan beresolusi 12,5MP dengan ukuran per piksel besar 2,44um.

Diikuti oleh vivo X50 Pro+ dengan sensor kamera 1/1.31 inci beresolusi 50MP, serta Samsung Galaxy S20 Ultra dan Galaxy Note20 Ultra dengan sensor 1/1.33 inci beresolusi 108MP. Secara teori, semakin besar ukuran sensor maka lebih banyak cahaya yang bisa diserap sehingga turut meningkatkan kualitas gambar akhir yang dihasilkan.

Semoga tahun ini akan ada smartphone dengan sensor gambar yang mendekati 1 inci. Bagaimana pun penggunaan sensor yang lebih besar berarti membutuhkan ruang lebih, di sisi lain pabrikan smartphone harus tetap mempertahankan ketebalan smartphone, lagi pula keterbatasan sensor kecil dapat diatasi dengan kecanggihan pemrosesan gambar yang kini lebih cerdas berkat adopsi AI.

2. Format ProRAW di Android

Pengguna iPhone 12 Pro dan Pro Max sangat beruntung, karena dua smartphone terbaru Apple tersebut memiliki fitur kamera baru eksklusif yang bahkan tidak tersedia pada iPhone 12 original dan versi mininya. Fitur ini bernama ProRAW, format Raw baru yang menggabungkan kecanggihan pemrosesan gambar dengan fleksibilitas post-processing file RAW.

Bidikan foto dalam format ProRAW hasilnya seperti memotret dengan format JPEG atau HEIC, namun kita bisa leluasa mengedit pengaturan seperti pencahayaan, warna, dan detail lainnya lebih jauh lagi. Harapan saya, tim Google pengembang Android dan juga pabrikan smartphone Android bisa menciptakan fitur serupa format ProRAW di iOS di perangkat Android tahun ini.

3. Peningkatan Kualitas Kamera Sekunder

Peningkatan-Kualitas-Kamera-Sekunder
Photo by Thai Nguyen on Unsplash

Tahun 2020 lalu, ada banyak sekali smartphone Android dengan ‘quad camera‘ abal-abal alis cuma sekedar ‘gimmick‘. Sebagai contoh di segmen menengah, kebanyakan kamera utama yang digunakan memang cukup berkualitas dengan resolusi 48MP atau 64MP.

Kemudian kamera sekunder dengan lensa ultrawide bisa dibilang kualitasnya standar saja. Sisanya biasanya hanya sebatas 2MP menggunakan lensa macro, mono, atau depth sensor hanya untuk meningkatkan jumlah kameranya. Bahkan di segmen entry-level, banyak yang membanggakan pakai triple camera sebatas 2MP tanpa lensa ultrawide.

Alih-alih memperbanyak jumlah kamera, saya berharap produsen bisa lebih fokus meningkatkan kualitas kamera utama dan ultrawide di segmen menengah ke bawah. Sementara untuk segmen atas, kehadiran kamera dengan lensa telephoto bisa dibilang menjadi wajib, bahkan dua bila perlu agar menghasilkan foto yang lebih tahan di seluruh rentang zoom.

4. Bukan Video 8K, Tapi Peningkatkan Video 4K

Tahun ini, fitur perekaman video 8K mungkin akan tersedia lebih banyak di smartphone flagship. Saya percaya kebutuhan video 8K akan semakin meningkat seiring waktu, tetapi tidak untuk tahun 2021.

Untuk apa kita merekam video 8K? Yang pasti mengolah data sebesar itu akan membuat smartphone bekerja ekstra keras dan berujung overheat. Untuk mengedit video 8K juga membutuhkan komputer dengan spesifikasi yang tinggi dan belum lagi masalah penyimpanan yang dibutuhkan.

Lupakan kemampuan video 8K, kenapa tidak fokus pada fitur lain yang saat ini dibutuhkan oleh banyak pengguna terutama para content creator yang mengandalkan smartphone untuk bikin konten. Ya, peningkatakan kualitas perekaman video 4K.

Chipset yang kencang kenapa tidak digunakan untuk memberi opsi bitrate dan frame rate lebih tinggi seperti 120Hz di mode video dan bukan hanya di mode slow motion. Serta, memberikan dukungan penuh seperti stabilisasi, sistem autofocus lebih baik, efek video, dan lainnya.

5. Autofokus Kamera Depan 

Autofokus Kamera Depan 
Photo by Lukman Azis on TrikInet

Setelah selfie terbitlah tren vlogging, kamera depan smartphone saat ini banyak digunakan untuk membuat konten video. Fitur macam autofocus yang cepan nan akurat dan stabilisasi yang mulus diharapkan lebih banyak tersedia di smartphone 2021.

Selain itu, diharapkan kualitas mikrofon juga turut ditingkatkan dan disediakan opsi untuk fokus mengambil suara dari depan atau dari belakang ketika menggunakan kamera utama. Serta, mode video Pro di kamera depan dan kemampuan untuk menggunakan perangkat TWS sebagai mikrofon eksternal.

Gambar header: Photo by TheRegisti on Unsplash

Zenit Umumkan Lensa Zenitar 50mm F1.5 untuk Sony E-Mount

Zenit telah mengumumkan lensa prime terbarunya, Zenitar 50mm F1.5 untuk sistem kamera Sony E-Mount dengan sensor full frame. Lensa ini sepenuhnya manual tanpa elektronik di dalamnya dan kontruksi lensa seluruhnya terbuat dari kaca dan logam.

Optik baru pada Zenitar 50mm F1.5 dikatakan sesuai untuk fotografi sehari-hari dan juga untuk foto portrait. Memiliki rentang aperture f1.5 sampai f22, namun spesifikasi detail seperti jumlah dan elemen yang digunakan, serta harga masih belum diungkap.

Produsen lensa asal Rusia ini dikenal memiliki lensa dengan karakteristik optik retro yang digandrungi oleh kalangan street fotografer dan penggemar kamera rangefinder 35mm. Desain Zenitar 50mm F1.5 akan memiliki karakteristik yang sama dengan lensa Zenit untuk Sony E-Mount yang dirilis sebelumnya.

Lensa dengan focal length ekuivalen 50mm di full frame memang sangatlah populer dan bisa dibilang lensa wajib yang harus dimiliki oleh fotografer pemula. Sudut pandang yang ditawarkan sangat mirip dengan apa yang dilihat oleh mata.

Aperture maksimum yang besar memungkinkan menggunakan shutter speed lebih cepat. kualitas foto yang dihasilkan juga sangat menyenangkan dengan bokeh yang artistik dan dapat diandalkan di kondisi minim cahaya.

Zenit sendiri memiliki sejarah panjang dalam memproduksi kamera dan optik, mereka mengatakan akan ada tujuh lensa baru dengan dudukan berbeda yang akan dirilis tahun 2021 ini. Dua diantaranya termasuk Zenitar 50mm F1.5 dan Zenitar 35mm F2.

Sumber: Digitalcameraworld

Laowa 10mm F2 Zero-D MFT Adalah Lensa Ultra-Wide-Angle Compact untuk Kamera MFT Berbadan Kecil

Kamera mirrorless yang menggunakan sensor Micro Four Thirds (MFT) memiliki crop factor 2x dibanding full frame. Ini berarti bila pengguna ingin menangkap pemandangan yang lebar, maka membutuhkan lensa ultra-wide-angle.

Baru-baru ini, Venus Optics telah mengumumkan lensa ultra-wide-angle keduanya dengan teknologi Zero-Distortion untuk sistem Micro Four Thirds yakni Laowa 10mm F2 Zero-D MFT, sebelumnya sudah ada Laowa 7.5mm F2 MFT. Dimensi lensa ini sangat compact, sehingga cocok digunakan untuk kamera MFT berbadan kecil dan memiliki focal length setara 20mm di full frame.

Laowa 10mm F2 Zero-D MFT ini terdiri dari sebelas elemen dan dalam tujuh grup, termasuk tiga elemen extra-low dispersion. Ukuran panjangnya hanya 41mm, diameter 53mm, dan beratnya cukup ringan hanya 125 gram.

Seperti lensa Laowa lain dalam lini Zero-D, lensa ini dirancang khusus untuk meminimalkan distorsi untuk memberikan perpektif sudut lebar yang lebih natural. Ini berarti saat memotret arsitektur dan cityscape, hasilnya tidak akan tampak miring.

Lensa ini tidak memiliki fitur autofocus, kontrol fokus dilakukan secara manual. Namun Loawa memiliki contact yang memungkinkan mengatur aperture melalui kamera dan menyediakan data EXIF di dalam file foto.

Fitur lainnya termasuk diafragma aperture lima bilah, jarak fokus minimumnya 12cm, dan ulir filter depan berukuran 46mm. Untuk harganya, lensa ultra-wide-angle Laowa 10mm F2 Zero-D MFT ini dibanderol US$399 atau sekitar Rp5,6 jutaan. Berikut contoh foto yang diambil menggunakan lensa ini.

Sumber: DPreview

Panasonic Lumix BGH1 Mendapat Restu untuk Produksi Film Netflix Original

Pada bulan Oktober lalu Panasonic memperkenalkan kamera video dengan desain modular kotak, bernama Lumix DC-BGH1. Kamera ini mengemas sensor Micro Four Thirds (MFT) Live MOS 10,2MP, dengan teknologi Dual Native ISO, dan prosesor gambar Venus Engine.

Sekarang Lumix DC-BGH1 sudah mendapat restu dari Netflix dan bisa digunakan sebagai kamera utama untuk pembuatan film Netflix Original. Lumix BGH1 pun menjadi kamera dengan sensor Micro Four Thirds pertama dan satu-satunya yang disetujui oleh Netflix.

Netflix 1

Menurut standar Netflix, film Netflix Original harus direkam setidaknya 90% menggunakan salah satu kamera yang disetujui. Daftar ini mencakup kamera cinema mahal seperti ARRI Alexa LF, Canon C700, RED Komodo 6K, dan Sony FX9.

Untuk kamera kelas prosumer, sebelumnya juga sudah ada Panasonic Lumix SH1. Kamera mirrorless full frame yang dibanderol sekitar Rp60 juta untuk body only ini menjadi opsi terjangkau untuk pembuatan film Netflix Original. Namun Lumix DC-BGH1 lebih terjangkau lagi, harganya setengah dari Lumix SH1 yaitu US$1.999 atau sekitar Rp28 jutaan.

BGH1_Netflix

Pengaturan video yang disarankan oleh Netflix saat menggunakan Lumix DC-BGH1 ialah merekam dalam codec 4:2:2 10-bit All-i 400Mb/s, menggunakan V-Log L, dengan resolusi 4096×2160 piksel atau 3840×2160 piksel dalam format mov. Lumix DC-BGH1 juga disertifikasi untuk pengambilan gambar anamorphic di Academy Ratio 4:3.

Sumber: DPreview

Kelebihan Leica SL2-S, Mirrorless Full Frame Hybrid Seharga Rp69 Juta

Leica telah mengumumkan kamera mirrorless full frame ketiga mereka yang menggunakan L-mount, sistem kamera L-Alliance yang terdiri dari Leica, Panasonic, dan Sigma. Adalah Leica SL2-S dengan sensor CMOS-BSI 24MP yang bisa dibilang mirrorless hybrid karena berfokus pada foto dan juga video. Seperti apa kelebihan Leica SL2-S?

Mengandalkan prosesor gambar Maestro III, Leica SL2-S dapat memotret beruntun tanpa batas waktu 5fps menggunakan continuous autofocus dan 9fps tanpa autofocus. Dilengkapi dengan sensor-shift image stabilization yang memungkinkan pengambilan multi-shot delapan bidikan menjadi satu foto dengan resolusi empat kali lipat 96MP.

Kemampuan perekam videonya mencapai resolusi 4K di 30fps yang oversampled tanpa batas waktu alias sampai baterai atau kartu memori habis, ada dua slot kartu SD UHS-II di kamera ini. Leica SL2-S juga mendukung video 4K di 60fps tetapi menggunakan mode crop APS-C.

Sebagai kamera hybrid, Leica SL2-S tidak hanya dirancang untuk fotografer tetapi juga videografer dan sinematografer. Ia dapat menangkap footage 10-bit 4:2:2 hingga frame rate 60fps dengan Leica LOG gamma profile langsung ke kartu SD atau pakai eksternal recorder yang menyuguhkan fleksibilitas color grading saat post-production.

Untuk desain, ukuran grip, dan tata letak tombol-tombolnya terlihat identik dengan Leica SL2. Bergaya SLR dengan grip yang terbilang besar dan memiliki punuk sebagai tempat tinggal EVF beresolusi 5,76 juta dot. Bodinya terbuat dari magnesium alloy dan diklaim sudah weather-sealing dengan sertifikasi IP54, serta memiliki layar tetap 3,2 inci beresolusi 2,1 juta dot.

Menimbang semua kelebihan Leica SL2-S, berapa harga? Leica SL2-S dibanderol dengan harga US$4.895 atau sekitar Rp69 jutaan, jauh lebih mahal dari kamera mirrorless full frame flagship dari kompetitor. Karena fokus Leica bukan menjual kamera sebanyak-banyaknya, melainkan membuat kamera dengan daya tahan jangka panjang.

Tentu saja, salah satu kelebihan lain menggunakan dudukan L-mount ialah kekayaan ekosistem lensanya. Itu karena lensa L-mount besutan Leica, Panasonic, dan Sigma juga merupakan lensa native.

Sumber: DPreview

Daftar Kamera Mirrorless yang Dirilis Tahun 2020

Saat ini penjualan kamera digital cenderung menurun dari tahun ke tahun. Keadaan ini diperparah dengan pandemi covid-19 yang terjadi di hampir sepanjang tahun 2020 dan industri fotografi salah satu yang terkena dampaknya.

Meski menurut laporan terbaru dari Camera & Imaging Products Association (CIPA) seperti yang dilansir Dailysocial dari DPreview, pada bulan Oktober menunjukkan pasar kamera digital mulai pulih dari penurunan akibat covid-19. Di mana total unit yang dikirim mencapai 1,13 juta, angka ini masih 22,8% lebih sedikit dibandingkan dengan Oktober 2019, tetapi masih lebih baik daripada enam bulan terakhir.

Persaingan kamera digital tahun ini sangat sengit seperti tahun sebelumnya, terutama pertarungan kamera mirrorless dengan sensor full frame. Bentrokan antara Canon, Nikon, Panasonic, dan Sony terjadi sangat keras. Di sisi lain, persaingan kamera mirrorless dengan sensor APS-C juga tak kalah menarik.

Berikut sederet kamera mirrorless yang dirilis di tahun 2020, daftar ini diurutkan berdasarkan abjad.

Canon

Mulai dari Canon, pada bulan Juli lalu mereka mengumumkan penerus EOS R yang merupakan kamera mirrorless full frame pertama Canon yang dirilis tahun 2018 yakni EOS R5 dan EOS R6. Fitur utama dari EOS R5 ialah resolusinya sensornya mencapai 45MP dan menggunakan prosesor DIGIC X seperti yang ditemukan pada kamera DSLR flagship Canon EOS-1D X III.

Namun fitur paling menarik dari EOS R5 ialah kemampuannya merekam video hingga resolusi 8K di 30 fps, meskipun durasinya dibatasi hanya sampai 30 menit. Sementara, EOS R6 merupakan versi terjangkau dari EOS R5 dengan sensor beresolusi 20MP dan ditenagai prosesor DIGIC X yang sama. Sedangkan perekam videonya mendukung UHD 4K/60p dengan sedikit crop atau hampir menggunakan seluruh lebar sensor.

Untuk APS-C, Canon juga menyegarkan EOS M50 dengan generasi kedua atau Mark II. Namun peningkatannya tidak banyak, ia masih menggunakan sensor APS-C 24MP dan prosesor DIGIC 8 yang sama. Pembaruan utamanya terletak pada kehadiran fitur eye tracking autofocus yang bekerja pada foto maupun video, selebihnya terbilang identik dengan pendahulunya.

Fujifilm

Lanjut ke Fujifilm, ada empat kamera APS-C yang dirilis tahun ini yaitu Fujifilm X-T200, X100V, X-T4, dan X-S10. Fujifilm X-T200 merupakan kamera mirrorless entry-level penerus X-T100, ia dapat memproses data 3,5 kali lebih cepat dan mampu merekam video 4K 30 fps, bukan lagi 15 fps.

Sementara, X100V merupakan kamera compact premium iterasi kelima seri X100 dengan hybrid viewfinder, lensa fixed 23mm f/2 yang sudah diperbarui, serta LCD-nya kini touchscreen dan bisa di-tilt dua arah. Jeroannya Sama seperti X-T4 dan X-S10, X100V hadir dengan sensor APS-C X-Trans CMOS 4 beresolusi 26MP didampingi oleh X-Processor 4.

Kalau X-T4 merupakan mirrorless flagship penerus X-T3 yang jago video dan kini hadir dengan in-body image stabilization atau IBIS yang mampu mengurangi guncangan hingga 6,5 stop. Serta memiliki baterai baru NP-W235 yang memiliki kapasitas sekitar 1,5 kali lebih besar dibanding NP-W126S.

Sedangkan, X-S10 adalah penerus X-T30 dalam bahasa desain yang berbeda. Bentuk fisiknya menyerupai kamera DSLR dengan grip besar, dengan layar
3 inci yang fully-articulating dan viewfinder elektronik di punuknya. Keistimewaan X-S10 ialah meski bodinya ringkas tetapi sudah dilengkapi IBIS.

Nikon

Seperti Canon, Nikon juga telah merilis penerus generasi pertama kamera mirrorless mereka yaitu Nikon Z6 dan Z7 yang dirilis tahun 2018. Adalah Nikon Z6 II dan Nikon Z7 II, pada generasi keduanya ini Nikon memperbarui prosesornya dengan Dual Expeed 6 sehingga performanya lebih kencang.

Hasilnya Nikon Z6 II dengan 24MP dan Nikon Z7 II dengan 47MP dapat memotret tanpa henti lebih cepat, masing-masing 14 fps dan 10 fps dengan kapasitas buffer lebih besar tiga kali dari generasi pertamanya. Serta, sudah langsung mendukung perekaman video 4K hingga 60p.

Sementara, Nikon Z5 merupakan versi hemat dari Nikon Z6 generasi pertama dengan sensor FX-format CMOS beresolusi 24MP tetapi bukan varian BSI dan menggunakan prosesor gambar yang sama yaitu Expeed 6. Hadir dengan desain yang identik dan mewarisi sejumlah fitur unggulan seperti IBIS yang diklaim dapat mengurangi guncangan hingga lima stop.

Olympus

Pada pertengahan tahun 2020, Olympus salah satu pelopor tren kamera mirrorless memutuskan menjual bisnis pencitraannya, termasuk sahamnya ke perusahaan Jepang bernama Japan Industrial Partners. Meski begitu, tahun ini Olympus merilis tiga kamera mirrorless dengan sensor Micro Four Thirds (MFT) yaitu Olympus OM-D E-M1 Mark III, OM-D E-M10 IV, dan OM-D E-M10 IIIs.

Olympus OM-D E-M1 Mark III merupakan kamera MFT kelas flagship beresolusi 20MP dengan prosesor gambar TruePic IX. Kamera ini dapat memotret 50MP dan memiliki IBIS yang dapat mengurangi guncangan hingga 7,5 stop. Olympus OM-D E-M10 IV juga sudah mengemas sensor MFT beresolusi 20MP dan IBIS. Sedangkan, OM-D E-M10 IIIs masih beresolusi 16MP dengan tambahan fitur Art Filter dan silent shooting mode.

Panasonic

Lanjut ke Panasonic, mereka masih belum mengumumkan penerus generasi kamera mirrorless full frame pertama yang dirilis tahun 2019 yaitu Lumix S1, Lumix S1R, dan Lumix S1H. Tahun ini, Panasonic hanya mengumumkan dua kamera yaitu Lumix G100 dan Lumix S5.

Lumix G100 merupakan kamera mirrorless MFT beresolusi 20MP yang ditujukan untuk para vlogger. Tampilannya seperti versi mini dari Lumix G series, dengan punuk yang menampung hot shoe di bagian atasnya dan electronic viewfinder 3.68 juta titik di depan. Serta, sudah dilengkapi port mikrofon sehingga bisa dengan mudah menggunakan mikrofon eksternal.

Sementara, Lumix S5 merupakan anggota keluarga full-frame terbaru dan diposisikan sebagai kamera hybrid yang bisa diandalkan untuk fotografi maupun videografi. Ia mengemas sensor full-frame 24MP yang sama seperti milik S1 dan S1H dan masih mempertahankan fitur IBIS.

Sony

Terakhir dari Sony, setelah berselang lima tahun Sony akhirnya mengumumkan kamera mirrorless full frame video-centric penerus A7S II yang dirilis tahun 2015 silam. Bernama Sony A7S III dengan yang seluruhnya dirancang ulang, termasuk sensor baru 12,1MP tapi dengan struktur back-illuminated dan prosesor gambar baru Bionz XR yang terdiri dari dua gabungan prosesor. Kemampuan perekam videonya mendukung resolusi 4K hingga 120 fps dan Full HD 240 fps dengan full-pixel readout tanpa pixel binning.

Kemudian bagi yang mendambakan kamera mirrorless full frame dengan bodi ringkas, maka Sony A7C bisa menjadi jawabannya. Embel-embel C ini memiliki arti Compact, bayangkan saja di dalam bodi APS-C sekecil A6600 tetapi mengemas spesifikasi seperti A7 III. Termasuk sensor 24MP dengan prosesor Bionz X, mewarisi fitur IBIS dan mekanisme layarnya sudah vari-angle seperti A7S II.

Satu lagi, Sony ZV-1 merupakan kamera compact dengan sensor 1 inci 20MP sama seperti RX100 series, tetapi telah dioptimalkan untuk pengambilan video. Dengan lensa zoom setara 24-70mm F1.8-2.8 ZEISS Vario-Sonnar T* dan beberapa modifikasi penting antara lain layar vari-angle, kualitas mikrofon internal di atas rata-rata dengan directional 3-capsule microphone, serta tetap menyediakan port mikrofon 3,5mm dan hot shoe.

Sony Umumkan Visual Story, Aplikasi iOS untuk Fotografer Profesional

Sony telah mengumumkan aplikasi fotografi baru untuk di iOS, bernama Visual Story. Aplikasi ini menyediakan pembuatan galeri online, cloud storage, dan web delivery untuk fotografer profesional wedding dan event yang memotret menggunakan kamera mirrorless Sony Alpha.

Setelah aplikasi Visual Story terhubung dengan kamera Sony, foto yang dijepret dapat secara otomatis ditransfer ke perangkat iPhone atau iPad dan layanan cloud Sony. Berkat penggunaan AI, galeri foto bisa kita sortir dan filter berdasarkan urutan yang dihasilkan oleh kamera, deteksi mata, metadata, peringkat bintang, jangka waktu pemotretan, posisi fokus, dan banyak lagi.

AI juga dapat mengelompokkan foto berdasarkan subjek, misalnya untuk fotografi wedding bisa mencakup upacara cincin, cake ceremony, dan lainnya. Setelah foto dikurasi secara otomatis, fotografer dapat memilih untuk menerapkan preset secara otomatis.

Preset dapat diatur sebelum pemotretan, sehingga dapat memberikan tampilan yang konsisten pada semua foto yang dihasilkan. Kita bisa menggunakan preset khusus yang telah dibuat sendiri dan aplikasi ini juga memiliki fitur pengeditan dasar untuk menyesuaikan exposure, white balance, contrast, hue, saturation, luminance, dan banyak lagi.

Setelah foto selesai diedit, fotografer bisa membuat galeri online sehingga foto dari acara tertentu dapat segera diakses oleh klien. Untuk branding, foto-foto di galeri online bisa dibubuhi watermark berupa logo, nama fotografer, atau info akun media sosial.

Aplikasi Visual Story sudah tersedia di App Store dan dapat diunduh secara gratis. Namun untuk menggunakan layanan ini, Anda memerlukan kamera mirrorless yang kompatibel. Daftar saat ini mencakup kamera mirrorless full frame high-end seperti Sony A7C, A7R IV, A7S III, A9, dan A9 II. Sony A7 III juga akan didukung setelah mendapatkan update firmware pada tahun 2021.

Belum ada informasi terkait ketersediaan aplikasi Visual Story di Android. Namun Sony mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan untuk membawa aplikasi tersebut ke perangkat non-iOS di masa depan. Semoga saja, ke depannya kamera mirrorless Sony dengan sensor APS-C juga mendapatkan dukungan.

Sumber: PetaPixel

Sigma Merilis Tiga Lensa Full Frame untuk Sistem Kamera L dan E-Mount

Sigma telah mengumumkan tiga lensa full frame premiun I-series untuk sistem kamera mirrorless Sony E-mount dan L-mount Alliance (Leica, Panasonic, dan Sigma). Adalah Sigma 24mm F3.5 DG DN, Sigma 35mm F2 DG DN, dan Sigma 65mm F2 DG DN, melengkapi Sigma 45mm F2.8 DG DN yang sudah lebih dahulu hadir.

Ketika lensa fix ini memiliki desain serupa, yang mana miliki cincin aperture, tuas untuk beralih mode fokus antara AF/MF, dan sistem autofocus-nya digerakkan oleh motor penggerak. Dimensi bodinya ringkas, sasisnya terbuat dari logam, dan sudah weather-sealed sehingga tahan terhadap debu serta kelembaban.

Sigma 24mm F3.5 DG DN termasuk lensa wide-angle yang memiliki total 10 elemen, mencakup elemen khusus SLD, aspherical glass, dan Super Multi-Layer coating dari Sigma untuk mengurangi efek ghosting dan flare. Jarak fokus minimumnya 11cm dengan pembesaran maksimum 1:2 (0.5x). Bobotnya hanya 225 gram dan sudah termasuk lensa hood tipe kelopak.

Selanjutnya Sigma 35mm F2 DG DN yang menawarkan focal length standar serbaguna, cocok digunakan untuk beragam macam keperluan. Lensa ini juga terdiri dari total 10 elemen, termasuk elemen khusus SLD, aspherical glass, dan Super Multi-Layer coating. Jarak fokus minimumnya 27cm dengan perbesaran maksimal 0.18x dan bobotnya 325 gram.

Terakhir Sigma 65mm F2 DG DN, termasuk telephoto pendek yang asyik buat foto portrait. Lensa ini memiliki total 12 elemen, termasuk elemen khusus yang sama seperti saudaranya. Jarak fokus minimumnya 55mm dengan pembesaran maksimum 0.15x dan memiliki bobot paling berat 405 gram dengan lensa hood model tabung logam.

Ketiga lensa Sigma ini dilengkapi tutup lensa logam yang terpasang secara magnetis dan juga tutup lensa plastik konvensional. Untuk harganya, Sigma 24mm F3.5 DG DN dibanderol US$549 (sekitar Rp7,7 jutaan). Sementara, Sigma 35mm F2 DG DN dijual US$639 (Rp9 jutaan) dan US$699 (Rp9,9 jutaan) untuk Sigma 65mm F2 DG DN.

Sumber: DPreview

Fujifilm GFX100 IR Dirancang untuk Keperluan Forensik Maupun Pelestarian Budaya

Dengan sensor medium format 100 megapixel dan banderol harga nyaris 160 juta rupiah, Fujifilm GFX100 jelas bukan untuk semua orang. Kendati demikian, Fujifilm rupanya masih punya cara untuk menyulap kamera mirrorless tersebut menjadi lebih spesial lagi.

Mereka baru saja memperkenalkan Fujifilm GFX100 IR, versi khusus GFX100 yang didedikasikan untuk keperluan fotografi inframerah. Bukan cuma 100 megapixel, kamera ini juga dapat menghasilkan gambar inframerah dalam resolusi 400 megapixel dengan memanfaatkan fitur pixel shifting – yang juga tersedia pada GFX100 standar lewat sebuah firmware update.

Menurut Fujifilm, gambar inframerah yang dihasilkan oleh GFX100 IR memungkinkan kita untuk melihat detail yang tidak tampak dengan mata telanjang. Kemampuan semacam ini tentunya dapat membantu para profesional yang bekerja di bidang forensik, semisal untuk mengidentifikasi dokumen yang dipalsukan.

Contoh lainnya adalah di bidang pelestarian budaya, di mana gambar inframerah yang dijepret oleh kamera ini dapat dipakai untuk menganalisis pigmen warna pada sejumlah karya seni maupun artefak bersejarah. Singkat cerita, kamera ini punya skenario penggunaan yang lebih spesifik lagi dibanding GFX100 standar. Berikut adalah dua contoh gambar normal beserta versi inframerahnya.

Fujifilm tidak lupa menambahkan bahwa beragam filter inframerah yang terletak di sisi depan lensa dapat dipakai untuk mengambil gambar di panjang gelombang yang berbeda guna menyingkap detail yang berbeda pula pada sebuah subjek foto. Tentu saja kamera ini juga dapat berfungsi secara normal layaknya GFX100 standar ketika dibutuhkan.

Tidak mengejutkan dari sebuah kamera profesional, GFX100 IR dapat ditempatkan di posisi yang semi-permanen, lalu disambungkan ke laptop atau komputer sehingga pengguna dapat mengambil beberapa gambar yang berbeda dari angle yang sama persis secara efisien.

Melihat sifat dasar GFX100 IR yang bisa dibilang sangat terspesialisasi, tidak heran apabila pada akhirnya kamera ini tidak akan dijual secara umum begitu saja, melainkan khusus untuk pihak-pihak yang memesannya buat keperluan forensik, pelestarian budaya maupun penelitian-penelitian ilmiah.

Fujifilm juga tidak merincikan berapa harganya, tapi bisa kita tebak pasti di atas 160 juta rupiah. Penjualannya sendiri diprediksi bakal berlangsung mulai kuartal pertama 2021.

Sumber: PetaPixel.

Tokina Umumkan Tiga Lensa Baru untuk Fujifilm, Canon EF, dan Nikon F

Bagi pengguna kamera mirrorless Fujifilm, mereka tidak kekurangan pilihan lensa fix native. Namun opsi mereka bertambah banyak, Tokina telah mengumumkan dua lensa fix terbaru untuk sistem Fujifilm X-mount yaitu atx-m 23mm F1.4 dan atx-m 33mm F1.4.

Tokina atx-m 23mm F1.4 ini berarti menawarkan focal lenght ekuivalen 35mm di full frame, yang ideal untuk foto street dan lanscape. Sementara Tokina atx-m 33mm F1.4 ekuivalen 50mm di full frame, lensa sudut standar ini serbaguna dan cocok digunakan oleh amatir yang baru belajar memotret ataupun para profesional.

Kedua lensa ini memiliki fitur color balance tuning untuk menyesuaikan dengan berbagai mode film simulation khas Fuji. Serta, menawarkan autofocus yang cepat dan tetap senyap berkat penggunaan motor ST-M.

Tokina_II

Lebih lanjut, Tokina atx-m 23mm F1.4 dan atx-m 33mm F1.4 memiliki cincin aperture tanpa klik, nine-blade diaphragms, rentang aperture F1.4 hingga F16, ukuran filter 52mm, panjang 72mm, dan diameter 65mm. Sementara, bobotnya masing-masing 276 gram dan 285 gram.

Tokina juga mengumumkan lensa zoom terbaru untuk kamera DSLR Canon EF dan Nikon F yaitu atx-i 17–35mm F4. Lensa ini terdiri dari 13 elemen dalam 12 grup, dengan rentang aperture F4 hingga F22, jarak fokus minimum 28mm, memiliki rasio makro 1:4.82, dan filter depan berukuran 82mm.

tn1735cam2

Lensa ini memiliki fitur mekanisme One-Touch Focus Clutch dari Tokina, yang memungkinkan beralih antara autofocus dan manual dengan mendorong dan menarik laras lensa. Autofocus-nya sendiri menggunakan sensor Tokina GMR dan motor Silent Drive-Module (SD-M).

Mengenai harga, Tokina atx-m 23mm F1.4 dan atx-m 33mm F1.4 dibanderol masing-masing US$479 (Rp6,7 jutaan) dan US$429 (Rp6 jutaan). Sedangkan, Tokina atx-i 17–35mm F4 dijual US$600 atau sekitar Rp8,5 jutaan.

Sumber: DPreview 1, DPreview 2