Susul Canon dan Fujifilm, Panasonic Kini Juga Punya Software untuk Ubah Kamera Jadi Webcam

Webcam semakin laris selama pandemi. Bagaimana tidak, hampir setiap hari kita selalu melangsungkan sesi video conference, dan itu pada akhirnya memicu sejumlah pabrikan untuk lebih kreatif lagi.

Adalah Canon yang memulai. Akhir April lalu, mereka merilis software PC yang berfungsi untuk mengubah beberapa kamera besutannya menjadi webcam. Satu bulan setelahnya, Fujifilm langsung menyusul dengan solusi serupa, mempersilakan konsumen untuk terlihat lebih profesional selama video conference berkat kualitas video dari kamera mirrorless yang jauh lebih superior ketimbang webcam standar.

Sekarang, giliran Panasonic yang meluncurkan software sejenis bernama Lumix Tether for Streaming. Premisnya mirip seperti yang Canon dan Fuji tawarkan; pasca instalasi software, cukup sambungkan kamera ke PC via USB, maka pengguna dapat memilihnya sebagai kamera input di aplikasi video conference.

Sayangnya, berhubung software ini masih beta, kekurangannya sejauh ini adalah, pengguna juga perlu meng-install software broadcasting macam OBS supaya PC dapat mendeteksi output tampilannya, sebelum akhirnya diteruskan ke Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya. Lebih lanjut, pengguna juga perlu menggunakan mikrofon eksternal untuk menangkap audio.

Sebelum ini, Panasonic sebenarnya sudah punya software Lumix Tether standar yang dapat dipakai untuk keperluan serupa. Yang berbeda, versi barunya ini dapat menghapus tampilan elemen-elemen UI seperti kotak autofocus dan lain sejenisnya, sehingga yang kolega Anda lihat sama persis seperti yang kamera lihat.

Bagi para pemilik Lumix G9, GH5, GH5S, S1, S1R dan S1H, Lumix Tether for Streaming saat ini sudah bisa diunduh lewat situs Panasonic. Pastikan PC Anda menjalankan Windows 10, sebab software ini tidak kompatibel dengan versi sistem operasi lain.

Sumber: DPReview dan Panasonic.

Lewat GoPro Labs, Pengguna Dapat Mengakses Berbagai Fitur Eksperimental

GoPro baru saja memperkenalkan GoPro Labs, semacam platform untuk bermain-main dengan sejumlah fitur eksperimental yang tersedia. Anggap saja GoPro Labs ini sebagai versi khusus firmware yang memberikan akses ke fitur-fitur yang mungkin tak akan pernah dirilis ke publik secara luas.

Bukan karena fiturnya terlalu buggy, tapi karena fiturnya terlalu spesifik untuk skenario penggunaan yang mungkin tidak akan pernah dialami mayoritas konsumen. Salah satu contohnya adalah skenario merekam momen pesawat ulang-alik yang lepas landas. Fitur niche untuk skenario penggunaan yang niche pula, kira-kira seperti itu premis yang ditawarkan GoPro Labs.

Pada iterasi pertamanya, GoPro Labs menghadirkan fitur kode QR untuk mengoperasikan kamera Hero8 Black. Fitur ini sangat berguna untuk skenario pesawat ulang-alik itu tadi, yang mengharuskan kamera untuk diletakkan di lokasi 72 jam sebelum pesawat lepas landas, dan dalam kurun waktu tersebut, kamera tak boleh disentuh sama sekali.

GoPro QR code camera control

Berhubung kameranya juga terlalu jauh dari jangkauan Wi-Fi, maka kode QR-lah yang dijadikan alternatif. Sebelum kamera ditinggalkan di lokasi, sebuah kode QR sudah dipindai terlebih dulu, dan kode tersebut telah diprogram untuk menjadi timer yang akan menyalakan kamera beberapa menit sebelum pesawat lepas landas dan memulai perekaman secara otomatis.

GoPro menyediakan online tool untuk memprogram kode QR-nya, sehingga konsumen dapat memanfaatkannya untuk, misalnya, menyalakan kamera dan mengaktifkan fungsi time-lapse di waktu tertentu saja setiap harinya. Contoh lain, kode QR-nya juga dapat diprogram untuk menyulap GoPro menjadi kamera pengawas yang hanya akan merekam saat ada gerakan terdeteksi.

Selain kode QR, fitur lain yang GoPro Labs bawa adalah optimasi buat para pengguna software ReelSteady GO. GoPro Labs saat ini sudah tersedia buat para pengguna Hero8 Black. Cara instalasinya bisa langsung dilihat di situs GoPro.

Sumber: GoPro.

Kamera Mirrorless Fujifilm Sekarang Bisa Dipakai Sebagai Webcam

Bulan lalu, Canon merilis software yang dapat menyulap kamera buatannya menjadi webcam. Jika Anda bukan pengguna kamera Canon seperti saya, reaksi paling wajar saat mendengar kabar tersebut adalah berharap supaya pabrikan-pabrikan kamera lain segera mengikuti jejak Canon.

Harapan itu akhirnya terkabul, terutama apabila Anda punya kamera bikinan Fujifilm. Ya, pengguna kamera Fuji kini bisa mengunduh software bernama Fujifilm X Webcam Support pada perangkat Windows 10-nya, lalu menyambungkan kamera mirrorless kesayangannya via USB untuk dijadikan webcam di kala mengikuti webinar atau video conference via Zoom, Google Meet, maupun berbagai layanan lainnya.

Sangat disayangkan kamera yang didukung tergolong amat sedikit: X-T2, X-T3, X-T4, X-Pro2, X-Pro3, X-H1, GFX 50S, GFX 50R, dan GFX100. Seri X100 tidak ada sama sekali, demikian pula seri X-E. Sebagai pengguna X-E2, saya turut bersedih, dan bagi para pengguna X-E3, saya maklum kalau Anda heran mengapa kamera tersebut tidak didukung meski usianya lebih muda daripada X-T2.

Terlepas dari itu, instalasi dan cara penggunaan software ini cukup mudah, meski menurut saya agak sedikit lebih ribet daripada penawaran Canon. Silakan ikuti panduan langsung dari Fujifilm, atau tonton video tutorial dari Fuji Guys berikut ini.

Satu hal yang menarik adalah, fitur khas Film Simulation rupanya tetap bisa dipakai selama kamera berfungsi sebagai webcam. Ingin mengikuti video conference dengan tampilan hitam-putih? Silakan saja.

Semoga ke depannya jumlah kamera yang kompatibel bisa bertambah. Juga belum tersedia sejauh ini adalah software webcam versi macOS.

Via: PetaPixel.

Sony Umumkan ZV-1, Kamera Compact Terjangkau Buat Nge-Vlog

Saat saya mendengar rumor bahwa Sony akan merilis kamera baru dengan dimensi ringkas. Saya berharap itu adalah penerus Sony A5100 dan A5000 yang sudah cukup lama tidak di-update. Ternyata yang diumumkan adalah lini produk yang benar-benar baru untuk kamera compact yang disebut Sony ZV-1.

Ya, Sony ZV-1 seperti versi lite atau terjangkau dari kamera compact premium Sony RX100 series. Kamera ini dirancang untuk membuat konten video dan telah dilengkapi sejumlah fitur baru untuk mendukung aktivitas nge-vlog.

sony-umumkan-zv-1-kamera-compact-terjankau-4

“Kamera terbaru ZV-1 dari Sony dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat akan perangkat kamera berkualitas yang mudah digunakan untuk merekam video kasual. Kami berupaya untuk selalu mendengarkan konsumen kami, dan kamera ini merupakan hasil masukan langsung dari komunitas kami yang begitu besar,” ungkap Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Memiliki desain inovatif yang dilengkapi dengan teknologi, pengaturan, dan mode terbaru, kamera ini memungkinkan pemula untuk merekam video sederhana dengan cara yang tidak dapat mereka lakukan sebelumnya. Kamera ZV-1 hadir untuk membuat subjek di dalam video dapat stand out di lingkungan apapun. Setiap fiturnya dioptimalkan untuk pengambilan video sederhana,” tambahnya.

Untuk spesifikasinya, Sony ZV-1 memiliki sensor CMOS stacked tipe 1.0 inci beresolusi 20MP dengan cip DRAM dan prosesor BIONZ X generasi terbaru dengan LSI front-end. Bersama lensa 24-70mm f1.8-2.8 ZEISS Vario-Sonnar T*.

sony-umumkan-zv-1-kamera-compact-terjankau-3

Soal kemampuan video, Sony ZV-1 sanggup merekam video UHD 4K 30p full pixel readout tanpa pixel binning pada codec XAVC S, 1080 hingga 120p, dan video high-speed upscaled hingga 960p. Sudah mendukung picture profile dan kompatibel dengan ‘Movie Edit add-on’ dari aplikasi seluler “Imaging Edge” untuk stabilisasi gambar saat mengedit kemampuan Highlight untuk mengedit aspek rasio untuk Instagram dan aplikasi lainnya.

Sejumlah fitur baru untuk pembuatan konten video antara lain desain layar LCD vari-angle, stabilisasi gambar yang tertanam di dalam bodi kamera, sistem autofocus dengan Real-time Eye AF dan Real-time Tracking yang cepat, hingga Directional 3-capsule Mic terbaru yang dirancang untuk menangkap audio forward-directional. Di mana memungkinkan kamera menangkap suara subjek sambil meminimalisir kebisingan latar belakang.

sony-umumkan-zv-1-kamera-compact-terjankau-2

Untuk fleksibilitas tambahan, ZV-1 memiliki jack mic standar 3.5mm dan Multi Interface Shoe (MI shoe) sehingga mudah untuk menghubungkan berbagai mikrofon eksternal. ZV-1 juga dilengkapi dengan aksesoris wind screen yang pas saat dipasang pada MI shoe untuk meminimalisir gangguan angin.

Salah satu mode terbaru dari Sony ZV-1 fitur Bokeh Switch terbaru, yang mampu menyesuaikan optical aperture dengan cepat antara latar belakang blur yang lebih banyak dan lebih sedikit tanpa kehilangan fokus pada subjek. Face Priority autoexposure (AE) untuk mendeteksi dan memprioritaskan wajah subjek serta menyesuaikan paparan cahaya untuk memastikan agar wajah dapat tertangkap dengan pencahayaan yang ideal dalam lingkungan apapun.

Pengguna juga dapat dengan nyaman menggunakan ZV-1 dengan satu tangan berkat genggaman bodi kamera yang mudah dipegang serta tombol REC film yang besar terletak di bagian atas kamera untuk akses cepat pada perekaman video, juga lampu rekaman pada bagian depan kamera yang menunjukan jika kamera sedang merekam secara aktif.

Sony ZV-1 dibanderol dengan harga US$799 atau sekitar Rp11,7 jutaan. Direntang harga tersebut, secara langsung Sony ZV-1 akan berhadapan dengan Canon PowerShot G7 X Mark III. Tertarik? Dipastikan akan segera hadir di Indonesia di tahun 2020.

Samsung Gelar Workshop Online, Dorong Pengguna Memaksimalkan Kamera Galaxy S20 Series

Untuk menginspirasi kita semua melakukan banyak kegiatan positif selama di rumah saja. Samsung pada tanggal 20 Mei 2020 mengadakan acara live streaming workshop online bertajuk #GetThroughThisTogether dan #WithGalaxyS20.

Pada workshop ini, Taufiq Furqan selaku Samsung Mobile Product Manager Samsung Electronics Indonesia menjelaskan sejumlah fitur kamera di Galaxy S20 series guna mengabadikan momen sehari-hari secara kreatif saat pandemi. Pertama ialah capture with crystal clarity.

Seperti yang kalian tahu, Galaxy S20 Ultra memiliki kamera utama 108MP. Serta, 64MP untuk Galaxy S20 dan S20 Plus. Selain untuk mendapatkan foto yang detail, resolusi tinggi ini memungkinkan kita mengatur ulang komposisi dengan melakukan crop.

“Ambil saja foto dengan resolusi tertinggi, misalnya di Galaxy S20 Ultra 108MP. Bila ada yang kurang dan perlu diedit tetap bisa karena resolusinya tinggi,” ungkap Taufiq.

Sebaliknya bila memotret di kondisi cahaya redup, sensor ISOCELL Bright HM1 di Galaxy S20 Ultra ini mengemas teknologi Nona-binning. Di mana, sembilan piksel bekerja menjadi satu sehingga tiapnya piksel punya ukuran besar 2,4um.

Berikutnya ada Space Zoom untuk mengabadikan momen yang jaraknya jauh, misalnya Super Moon. Single Take untuk menangkap momen dengan lengkap dan banyak output dalam sekali tekan hingga 14 foto dan video sekaligus (10 foto dan 4 video) dengan durasi antara 3 sampai 10 detik. Hingga Super Steady 2.0 untuk membuat rekaman video stabil tanpa perlu tripod atau gimbal.

Dalam kesempatan ini, Taufiq Furqan juga berbincang seru dengan Dian Sastrowardoyo sebagai Team Galaxy. Soal bagaimana ia memanfaatkan fitur perekamanan video 8K 30 fps di Galaxy S20 Ultra.

Dian berbagi cerita, soal bagaimana pekerjaan seperti shooting dan photo session yang sebelumnya harus melibatkan banyak crew, bisa dilakukan sendiri atau berkolaborasi dengan menggunakan Galaxy S20 series. Ia juga berbagi tips untuk mengabadikan momen di rumah agar para pengguna Galaxy S20 series dan masyarakat dapat bersama-sama menebarkan konten positif di bulan Ramadan ini.

Bicara video 8K, bagi para video content creator jelas bahwa kemampuan merekam video 4K di Galaxy S20 Plus dan Galaxy S20 Ultra menawarkan banyak manfaat. Terutama bagi yang sudah mengedit video di resolusi 4K, 8K menawarkan fleksibilitas cropping karena empat kali lebar dari 4K. Meski bisa juga jadi beban, karena rakus memori dan butuh komputer yang kencang untuk menangani video 8K saat editing di komputer.

5 Kamera Mirrorless Second Buat Belajar Fotografi

Bagi yang hobi fotografi, umumnya kamera mirrorless menjadi senjata utama. Buat yang berencana ingin lebih serius terjun ke dunia fotografi dan butuh kamera mirrorless tapi punya modal pas-pasan, maka kamera second atau bekas bisa menjadi jawabannya.

Pertimbangan lainnya, karena selain kamera itu sendiri kita juga bakal butuh tambahan lensa atau aksesori lain seperti ND filter dan tripod. Lantas, bagaimana caranya untuk mendapatkan kamera mirrorless second berkualitas?

Menurut saya, cara yang relatif cukup aman adalah dengan membeli di toko kamera yang memiliki kredibilitas yang baik contohnya Doss, Focus Nusantara, dan lainnya. Opsi lain, Anda bisa mencarinya sendiri di situs jual beli seperti OLX atau Tokopedia. Biasanya, butuh waktu untuk mendapatkan kondisi yang sesuai diinginkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah masa garansi masih ada atau sudah habis, kelengkapannya termasuk memastikan bahwa baterainya original, hingga jumlah shutter count. Langsung saja, berikut rekomendasi 5 kamera mirrorless second terjangkau yang punya kapabilitas cukup baik untuk fotografi.

1. Sony A6000

Sony-A6000

Ya, siapa yang tidak tahu dengan kamera mirrorless yang satu ini? Sampai saat ini, Sony A6000 masih menjadi primadona banyak orang. Saya pantau harga barunya sangat stabil yaitu Rp7,5 juta untuk body only.

Harga second Sony A6000 bervariasi tergantung kondisi dan cukup mudah didapat di pasar. Kisarannya Rp4 jutaan untuk body only dan Rp5 jutaan dengan lensa kit. Kalau kebutuhan video kalian cukup tinggi, alternatif terbaiknya ialah Sony A6300.

Untuk spesifikasi utamanya, Sony A6000 mengusung sensor CMOS APS-C beresolusi 24MP, mampu memoret beruntun hingga 11 fps, dan sanggup merekam video 1080p hingga 60 fps.

2. Fujifilm X-T20

Fujifilm-X-T20

Dari pantauan saya, Fujifilm sangat gencar mempromosikan X-T20 dengan berbagai penawaran menarik. Dari potongan harga yang cukup menggiurkan, gratis baterai, hingga gratis lensa.

Harga baru Fujifilm X-T20 ini berkisar Rp10 juta dengan lensa kit. Sedangkan, untuk second-nya berkisar Rp6-7 jutaan untuk body only. Selain X-T20, sebetulnya X-T100 dan X-A7 second juga cukup menarik. Namun, kedua yang saya sebutkan tadi levelnya lebih rendah dan belum menggunakan sensor X-Trans.

Sementara, Fujifilm X-T20 ini bisa dibilang turunan langsung dari flagship X-T2. Ia sudah mengusung sensor X-Trans CMOS APS-C 24MP, mampu memotret cepat 8 fps, dan sanggup merekam video 4K 30 fps.

3. Canon EOS M50

Canon-EOS-M50

Fitur foto maupun video EOS M50 ini cukup berimbang dan harganya juga menarik. Kamera mirrorless kelas menengah ini mengusung sensor CMOS APS-C beresolusi 24MP dengan prosesor DIGIC 8 dan sistem Dual Pixel AF.

EOS M50 ini mampu mengambil burst pada 7,4 fps dengan continuous autofocus hingga 10 Raw atau 47 JPEG. Serta, merekam video 4K UHD 30 fps meski dengan crop dan tanpa Dual Pixel AF.

Harga barunya berkisar Rp9,5 juta untuk body only dan Rp11,5 juta dengan lensa kit. Sementara, untuk second-nya berkisar Rp6-7 jutaan. Menurut saya, EOS M50 sangat pantas disebut sebagai suksesor Canon EOS M3 yang sangat populer di masanya.

4. Panasonic Lumix GX85

Panasonic-Lumix-GX85

Beralih ke Panasonic, untuk fotografi mereka memiliki Lumix GX85 yang harganya kini sudah cukup terjangkau. Barunya Rp7,5 juta dengan lensa kit dan second-nya sekitar Rp5,5-6 jutaan.

Lumix GX85 ini merupakan kamera mirrorless dengan sensor CMOS Micro Four Thirds beresolusi 16MP dan prosesor Venus Engine yang sanggup menyuguhkan jepretan 8 fps. Fiturnya sangat lengkap, termasuk 5-axis in-body image stabilization, Dual IS, hingga perekam video 4K UHD 30 fps.

5. Olympus OM-D E-M10 Mark II / Olympus PEN E-PL8

Olympus-OM-D-E-M10-Mark-II

Kedua spesifikasinya cukup identik, namun dengan kemasan desain yang berbeda. Olympus OM-D E-M10 Mark II lebih seperti DSLR lengkap dengan EVF dan grip yang cukup besar. Sementara, Olympus PEN E-PL8 sangat ringkas layaknya kamera compact.

Mereka mengusung sensor CMOS Micro Four Thirds beresolusi 16MP, dilengkapi fitur 5-axis in-body image stabilization, dan perekam video 1080p 30fps. Harganya cukup bervariasi berkisar Rp5-6 jutaan tergantung kondisi dan kelengkapannya.

5 Kamera Mirrorless APS-C Terbaik Untuk Produksi Video

Saat ini, kemampuan perekam video di kamera mirrorless merupakan aspek penting ketika hendak meminang kamera baru. Terlebih bila tujuan Anda memang untuk memproduksi konten video.

Berikut ini adalah rekomendasi lima kamera mirrorless dengan sensor APS-C yang punya fitur-fitur video-centric. Menurut saya sangat cocok untuk para content creator dan juga videografer yang rutin mengambil stock footage.

Kenapa memilih sistem APS-C? Sebab menawarkan keseimbangan antara harga dan kualitas, harga body kamera dan lensa-lensanya lebih terjangkau dengan kualitas yang mencukupi.

Sebelum itu, saya ingin mention bahwa di sistem Micro Four Thirds ada Panasonic Lumix GH5 yang kemampuan perekam videonya tak diragukan lagi. Baiklah mari mulai, daftar di bawah ini berdasarkan harga yang paling terjangkau.

1. Canon EOS M6 Mark II – Rp12.740.000

Canon-EOS-M6-Mark-II

Kamera yang dirilis pada tahun 2019 ini mengusung sensor CMOS baru APS-C dengan resolusi tertinggi di kelasnya, yaitu 32.5MP. Kamera ini sanggup merekam video hingga UHD 4K (3840×2160 piksel) 30fps full tanpa crop, serta didukung sistem Dual Pixel autofocus dengan subject tracking dan face/eye detection.

Canon EOS M6 Mark II juga menawarkan mode high frame rate 1080p 120fps, di samping opsi 1080p 60fps dan 1080p 30fps. Fitur lainnya ialah terdapat mode HDR video yang sepenuhnya otomatis, LCD 3 inci touchscreen yang dibawanya bisa dimiringkan ke atas hingga 180 derajat dan 45 derajat ke bawah, dan punya kelengkapan port mikrofon.

Harus saya akui, Canon EOS M6 Mark II masih lebih condong ke arah fotografi. Kamera ini belum dibekali dengan dukungan picture profile untuk fleksibilitas color grading, tanpa port headphone untuk monitor audio, dan tidak memiliki fitur peringatan zebra. Namun setelah EOS M50, EOS M6 Mark II punya fitur video terbaik diantara kamera mirrorless APS-C dari Canon.

2. Sony A6400 – Rp13 Juta

Sony-A6400

Masuk ke poin kedua, kita sudah mendapatkan kamera mirrorless hybrid dengan kemampuan still dan video yang sama baiknya. Adalah Sony A6400 yang dirilis pada tahun 2019 dengan sensor APS-C beresolusi 24MP dan prosesor Bionz X baru dengan teknologi real-time tracking.

Sony A6400 dapat merekam video UHD 4K (menggunakan oversampling 6K) 24fps atau 25fps tanpa crop, 30 fps dengan crop 1.2x, dan 1080p hingga 120fps. Lengkap dengan fitur video seperti focus peaking yang berguna saat menggunakan manual focus, zebra, dan dukungan picture profile S-Log & HLG.

Selain itu, layar sentuh 3 incinya bisa di flip 180 derajat ke depan, punya port headphone, dan HDMI. Namun, tidak ada port headphone dan tidak mendukung perekakaman video 10 bit menggunakan external recorder lewat HDMI.

3. Fujifilm X-T3 – Rp19,5 Juta

Fujifilm-X-T3

Kamera mirrorless flagship Fujifilm ini dirilis pada tahun 2018 dan merupakan kamera pertama Fuji yang menggunakan sensor baru BSI CMOS X-Trans 26MP dengan X-Processor 4. Meski penerusnya sudah ada, kemampuan video kamera ini masih terbilang sangat mumpuni.

Fujifilm X-T3 memiliki kemampuan merekam video UHD/DCI 4K hingga 60fps dengan bitrate maksimum 400Mbps 4:2:0 10-bit secara internal. Serta, resolusi 1080p hingga 120fps dengan crop 1.29x.

Fitur video lainnya seperti dukungan F-Log, focus peaking, zebra, dan magnification untuk mendapatkan fokus dan exposure yang tepat. Serta, mode Movie Silent Control yang menyediakan kontrol ke layar sentuh. Perlu dicatat, layar X-T3 ini hanya bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri.

4. Sony A6600

Sony-A6600

Sony A6600 adalah kamera mirrorless flagship APS-C Sony penerus A6500 yang dirilis tahun 2019. Fitur pembeda utama antara A6600 dengan A6400 atau seri di bawahnya ialah adanya 5-axis in-body image stablization, menggunakan jenis baterai baru NP-FZ1000 seperti yang terdapat pada Sony A7 III, punya port headphone untuk monitor audio, tetapi kehilangan flash internal.

IBIS pada Sony A6600 memungkinkan kita menggunakan shutter speed yang lebih rendah hingga 5 stop saat memotret dalam kondisi low light dan membantu mendapatkan pergerakan yang lebih smooth saat merekam video secara hand-held. Menurut CIPA, baterai NP-FZ1000 sendiri sanggup memberikan 810 jepretan sekali charge dan menjadikan A6600 punya ketahanan baterai terbaik di kelasnya.

Sisanya identik dengan A6400, sebut saja sensor APS-C beresolusi 24MP dan prosesor Bionz X baru dengan teknologi real-time tracking. Dapat merekam video UHD 4K (menggunakan oversampling 6K) 24fps atau 25fps tanpa crop, 30 fps dengan crop 1.2x, dan 1080p hingga 120fps. Lengkap dengan fitur video seperti focus peaking yang berguna saat menggunakan manual focus, zebra, dan dukungan picture profile S-Log & HLG. Selain itu, layar sentuh 3 incinya bisa di flip 180 derajat ke depan.

5. Fujifilm X-T4 – Rp26.999.000

Fujifilm-X-T4

Fujifilm X-T4 menggunakan sensor dan prosesor yang sama seperti X-T3 yang juga terdapat pada X-T30, X-Pro3, dan X100V. Adalah sensor gambar BSI CMOS X-Trans 26MP dengan X-Processor 4.

Sebagai penerus X-T3, X-T4 membawa pembaruan dan peningkatan yang sangat signifikan. Sebut saja, 5-axis in-body image stabilization atau IBIS yang mampu mengurangi guncangan hingga 6,5 stop.

Mekanisme layarnya kini sudah fully articulated yang sangat berguna untuk memastikan framing dan autofocus yang tepat. Dilengkapi mode film simulation baru Eterna Bleach Bypass dan menggunakan jenis baterai baru NP-W235 yang memiliki kapasitas sekitar 1,5 kali lebih besar dibanding NP-W126S.

Capability videonya, Fujifilm X-T4 ini dapat merekam video UHD/DCI 4K 30fps tanpa crop dan 60fps dengan crop 1.18x dengan bitrate maksimum 400Mbps 4:2:0 10-bit secara internal. Serta, rekaman video slow motion 1080p pada 240fps.

Canon Luncurkan Software untuk Mengubah Kamera Bikinannya Menjadi Webcam

Apa gadget terpenting selama bekerja dari rumah alias WFH? Bagi yang melangsungkan video conference setiap hari bersama para koleganya, jawabannya mungkin adalah webcam. Begitu esensialnya webcam selama WFH, stoknya sampai menipis di Amerika Serikat, dan kalaupun ada, harganya naik berkali lipat.

Kabar baiknya, kamera DSLR atau mirrorless yang kita punya sebenarnya juga bisa dijadikan webcam, dengan catatan mereknya adalah Canon. Yang dibutuhkan hanyalah kabel USB untuk menyambungkan kamera ke PC (Windows 10 64-bit), serta sebuah software anyar bernama EOS Webcam Utility Beta.

Solusi plug-and-play ini kompatibel dengan sejumlah kamera DSLR, mirrorless maupun seri PowerShot. Daftar lengkap perangkat yang kompatibel bisa dilihat pada gambar di bawah.

Canon EOS Webcam Utility Beta

Untuk seri EOS Rebel (nama yang dipakai Canon di Amerika Serikat dan Kanada), nama modelnya yang tersedia di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • EOS Rebel SL2 = EOS 200D
  • EOS Rebel SL3 = EOS 200D II
  • EOS Rebel T6 = EOS 1300D
  • EOS Rebel T6i = EOS 750D
  • EOS Rebel T7 = EOS 1500D
  • EOS Rebel T7i = EOS 800D
  • EOS Rebel T100 = EOS 3000D

Sebelum menyambungkan kamera ke PC, pastikan terlebih dulu kameranya sudah menyala dan dalam mode perekaman video, lalu atur parameter exposure-nya jika perlu. Usai kamera tersambung ke PC, jangan lupa pilih “EOS Webcam Utility Beta” pada opsi kamera di aplikasi video conference yang digunakan.

Semoga saja pabrikan-pabrikan kamera lain bisa segera mengikuti jejak Canon dan merilis software serupa.

Sumber: DPReview. Gambar header: James McKinven via Unsplash.

OmniVision Umumkan OV64B, Sensor Gambar Untuk Kamera Smartphone 64MP 0,7 Micron

Selain Samsung dan Sony, sensor gambar yang banyak ditemui di kamera smartphone adalah OmniVision dan mereka telah mengumumkan sensor terbarunya yang disebut OV64B. Sensor gambar ini berukuran 1/2 inci beresolusi 64MP dengan piksel berukuran 0,7 micron dan diperuntukkan untuk smartphone flagship dengan desain ultra thin.

Sensor gambar 1/2 inci ini dibangun di atas teknologi PureCel Plus-S stacked die dan four-cell color filter array (CFA) dengan on-chip hardware untuk re-mosaic. Selain menawarkan mode foto pada resolusi 64MP (9248×6944 piksel), sensor ini juga dapat mengambil gambar pada mode 16MP dengan near-pixel binning 4x sehingga menyuguhkan sensitivitas setara piksel berukuran 1,4 micron dan menawarkan fitur digital crop zoom 2x pada mode 16MP.

Soal perekaman video, sensor OV64B mampu merekam video hingga resolusi 8K pada 30fps, video 4K hingga 60 fps, dan video 4K dengan electronic image stabilization (EIS) pada 30 fps. Sementara, untuk mode slow-mo mampu menangkap 240 fps pada 1080p dan 480 fps di resolusi 720p.

Fitur penting lainnya adalah dukungan 2×2 microlens phase detection autofocus (ML-PDAF) yang diklaim OmniVision akan meningkatkan akurasi autofocus, terutama dalam situasi cahaya rendah. Selain itu, pada mode foto 64MP kamera bisa memotret beruntun hingga 15 fps dan mode 16MP bisa menangkap hingga 30 fps.

Belum ada informasi spesifik brand smartphone yang akan mengadopsi sensor ini, OmniVision mengatakan unit sampel pertama akan dikirim ke calon klien pada Mei 2020. Karena diperuntukkan untuk smartphone flagship, spesifikasi sensor OmniVision OV64B ini pun sejalan dengan kemampuan chipset Qualcomm Snapdragon 865 yang banyak digunakan pada smartphone Android flagship saat ini.

Sumber: DPreview

Canon Umumkan EOS C3OO Mark III, Bisa Rekam Video 4K 120fps

Canon telah mengumumkan Super 35mm cinema camera terbaru mereka. Adalah Canon C300 Mark III dengan sensor baru Dual Gain Output (DGO) dan desain modular berdasarkan kerangka yang sama yang diadopsi Canon C500 Mark II.

Lewat penggunaan struktur body yang sama, artinya semua aksesori yang dirancang untuk Canon C500 Mark II juga dapat bekerja pada Canon C300 Mark III. Kamera ini menggunakan EF mount, tapi juga mendukung penggunaan PL mount dengan kit opsional untuk memasang lensa EF cinema.

Canon EOS C300 Mark III 3

Jantung dari Canon EOS C300 Mark III adalah sensor baru Super 35mm DGO yang ditenagai oleh prosesor DIGIC DV7. Sistem DGO ini memungkinkan sensor untuk menangkap hingga 16 stop dynamic range dengan memecah setiap piksel menjadi dua dioda yang secara bersamaan menangkap dua gambar pada level gain yang berbeda.

Kedua dioda dalam setiap piksel ini juga digunakan untuk mendukung phase-detection pada sistem Dual Pixel CMOS AF Canon yang sekarang akan bekerja hingga 120 fps. Selain itu, kamera ini juga mendukung format Cinema RAW Light yang pertama kali diumumkan pada Canon EOS C200. Keuntungan dari format ini adalah ukuran filenya 1/5 lebih kecil dibandingkan format Cinema RAW standar.

Soal kemampuannya, Canon EOS C300 Mark III ini sanggup merekam video 4K DCI/UHD hingga 120fps, serta 2K hingga 180fps dengan perekaman 4:2:2 10-bit XF-AVC. Canon juga menyertakan dukungan Canon Log 2 dan Log 3, output 12G-SDI melalui kabel BNC tunggal, timecode I/O, dan dua slot kartu CFexpress.

Tanpa grip, desain modularnya memiliki lebar 183mm dan tinggi 149mm dengan bobot sekitar 1750 gram. Canon mengatakan kamera ini akan ‘tersedia nanti pada tahun 2020’ dengan perkiraan harga retail US$10.999. Kamera tersebut akan dilengkapi dengan 13 aksesori termasuk LCD monitor 4,3 inci, grip GR-V1, baterai BP-A60, battery charger, dan lainnya.

Sumber: DPreview