Peneliti Columbia University Ciptakan Kamera Fleksibel Dari Lembaran Silikon

Bagi produsen ternama, rivalitas di ranah fotografi umumnya berkaitan dengan kualitas hasil jepretan serta kemudahan pemakaian produk. Namun tanpa adanya beban terhadap tuntutan itu, tim peneliti dari Columbia University bebas bereksperimen di bidang imaging, dan menjajal pendekatan radikal: mereka mencoba menciptakan kamera yang bisa ‘melapisi’ objek.

Hasilnya adalah perangkat fotografi yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Bukannya mengusung konsep tadisional, di mana device meng-capture gambar dari satu titik, peneliti memanfaatkan lapisan fleksibel berisi rangkaian lensa. Menurut tim ilmuwan, penemuan mereka memungkinkan manusia mengabadikan momen di tempat yang tak bisa dijangkau kamera biasa.

Di situs resmi, peneliti menjelaskan cara kerja kamera secara umum. Lensa-lensa ditempatkan dan diselaraskan ke lapisan lentur. Dari sana, field of view dapat diubah cukup dengan menekuknya ke luar atau ke dalam. Namun hal ini tak semudah teorinya, karena masalah pada lensa fleksibel ialah terciptanya jarak pada gambar, membuat informasi antar pixel jadi hilang.

Awalnya, solusi ilmuwan adalah mencantumkan lensa kecil untuk masing-masing pixel, akan tetapi mereka menyadari metode ini tak dapat bekerja optimal. Direktur Computer Vision Lab Columbia University Dr. Shree Nayar menyampaikan pada Digital Trends, jika ada jutaan pixel, maka kamera mustahil dikendalikan. Kendala ini berhasil disingkirkan para ilmuwan menggunakan sifat dasar dari material penyusun lensa.

Kamera tersebut sekilas terlihat seperti solar panel. Saat ditekuk, ia tetap dapat menjepret gambar dalam kualitas tinggi, meski sedikit berubah. Untuk versi purwarupanya, lensa mengusung bahan silikon. Jarak focal antar lensa diramu agar berbeda sesuai tingkat kelengkungannya, memastikan tidak ada informasi yang hilang saat lensa berubah bentuk. Nayar menjelaskan, kuncinya ialah ketepatan pemilihan material dan membentuknya dengan presisi.

“Kami percaya ada banyak skenario penggunaan kamera-kamera dengan format besar tapi berukuran tipis serta lentur. Rangkaian lensa adaptif yang kami kembangkan merupakan langkah penting dalam merealisasikan konsep kamera berwujud lembaran,” kata Dr. Shree Nayar.

Bayangkan suatu hari nanti mobil Anda dilengkapi kamera 360 derajat yang ditaruh di bumper, atau tersedia kamera mungil nan lentur sebesar kartu kredit. Namun tentunya tidak dalam waktu dekat, peneliti masih harus menemukan cara memproduksi kamera fleksibel tersebut secara ekonomis.

Oh kira-kira setahun silam, Nayar dan kawan-kawannya juga sukses menciptakan kamera yang tidak memerlukan baterai.

Sumber: Columbia.edu & Digital Trends.

Kamera Lytro Cinema Sanggup Menangkap Foto 755 Megapixel dan Video 40K

Setelah merilis Lytro Immerge menjelang akhir tahun kemarin, produsen kamera berteknologi light field itu kembali menyasar para pembuat film profesional lewat inovasi terbarunya: Lytro Cinema.

Lytro Cinema pada dasarnya merupakan kamera dengan spesifikasi luar biasa canggih yang didukung oleh teknologi light field. Penjelasan singkat soal light field sendiri bisa Anda baca di artikel tentang Lytro Immerge sebelumnya.

Seberapa fenomenalkah kamera ini? Utamanya, ia sanggup menjepret foto berformat RAW dalam resolusi 755 megapixel dan video beresolusi 40K. Yup, bukannya typo, tapi memang benar 40K, dengan kecepatan hingga 300 fps. Begitu luar biasanya, satu detik hasil rekamannya saja bisa memakan kapasitas 400 gigabyte.

Namun berkat teknologi light field, jumlah data yang luar biasa besar itu bisa dimaksimalkan oleh para pembuat film pasca perekaman. Kalau memindah fokus pasca pemotretan sudah bisa dilakukan oleh kamera maupun smartphone yang ada sekarang, Lytro Cinema memungkinkan penggunanya untuk mengubah variabel lain seperti shutter speed, depth of field, dan bahkan sampai dynamic range sekalipun.

Lytro Cinema

Hal ini dimungkinkan berkat kemampuan Cinema dalam mengumpulkan informasi yang amat lengkap dari pancaran cahaya yang ditangkap. Setiap pixel yang tertangkap memiliki properti warna dan arah pergerakannya sendiri sampai letak persisnya di dalam ruangan secara tiga dimensi.

Dengan demikian, pembuat film benar-benar tak perlu ambil pusing soal parameter-parameter di atas selagi proses syuting berlangsung. Semuanya bisa diubah-suai selesai merekam, bahkan frame rate-nya pun bisa diganti saat tengah mengedit hasil rekaman.

Lebih istimewa lagi, Lytro Cinema dilengkapi dengan fitur bernama Depth Screen. Fitur ini sejatinya memungkinkan pembuat film untuk menciptakan suatu adegan dengan special effect tanpa menggunakan green screen sama sekali.

Seperti yang kita tahu, selama ini studio-studio Hollywood banyak mengandalkan layar hijau guna mengganti latar dengan grafik buatan komputer. Dengan Cinema, latar yang direkam dapat dengan mudah dihilangkan dan diganti dalam proses editing, selagi masih mempertahankan wujud sang aktor secara penuh.

Lytro Cinema

Tentunya diperlukan komputer yang amat perkasa dan server yang istimewa untuk bisa menyimpan dan mengolah semua data berukuran masif ini. Untuk itu, Lytro juga bakal membundel perlengkapan pendukungnya, mulai dari software sampai jaringan cloud.

Sejauh ini Lytro belum berencana memasarkan Cinema secara langsung. Awalnya mereka hanya akan menyewakan Cinema ke tangan pembuat film yang membutuhkan. Biaya sewanya sendiri dimulai di angka $125 ribu, sudah mencakup hardware dan software-nya.

Sumber: TechCrunch dan Lytro.

Impossible I-1 Ialah Kamera Instan Analog dengan Sentuhan Fitur Digital

Masih ingat dengan Impossible Instant Lab Universal, perangkat unik yang dapat menyulap foto-foto digital di smartphone menjadi foto analog ala Polaroid? Well, kini perusahaan pengembangnya baru saja memperkenalkan kamera perdananya, Impossible I–1.

I–1 didapuk sebagai generasi baru kamera instan yang dipopulerkan oleh Polaroid. Ia mencoba meleburkan dua dunia yang terpisah oleh waktu, yakni kesan nostalgia bersama kamera instan analog dan desain modern beserta kontrol berbasis digital yang kita kenal baik sekarang.

Kamera ini pada dasarnya merupakan kamera analog. Ia menggunakan film tipe 600 seperti milik seri Polaroid 600. Pun begitu, dirinya tetap mengemas sejumlah fitur modern, seperti baterai rechargeable, autofocus dan deretan LED flash yang membentuk lingkaran yang akan bekerja secara otomatis menyesuaikan dengan kondisi pencahayaan sekitar sekaligus jarak kamera dan objek yang terkunci fokus.

Impossible I-1

Impossible Project selaku pengembangnya tak lupa menyertakan aplikasi pendamping yang akan memberikan fungsi ekstra ketika kamera dan smartphone terhubung via Bluetooth. Dari situ pengguna akan mendapat kontrol manual secara penuh, mulai dari aperture, shutter speed sampai pengaturan flash-nya dan mode-mode kreatif lain seperti double exposure atau long exposure.

Impossible I–1 sejatinya ingin mempertahankan seluruh kebaikan yang diusung oleh kamera instan analog dan kamera digital, mengemasnya dalam satu produk inovatif yang bisa memikat semua kalangan, tidak hanya komunitas penggemar kamera-kamera lawas saja.

Perangkat ini rencananya akan mulai dipasarkan pada 10 Mei mendatang dengan harga $300. Berikut contoh hasil foto yang diambil menggunakan Impossible I–1.

Impossible I-1 sample images

Sumber: PetaPixel.

Cuma $800, Panasonic Lumix GX80 Sajikan Image Stabilization 5-Axis dan Perekaman Video 4K

Setelah merilis Lumix GF8 yang berfokus pada fitur selfie, Panasonic kembali ke ranah yang lebih ‘serius’ dengan meluncurkan Lumix GX80. Kamera mirrorless anyar ini diposisikan sebagai adik dari Lumix GX8 dengan harga yang lebih terjangkau. Pun begitu, bukan berarti fitur-fiturnya murahan dan membosankan.

Lumix GX80 masih memakai sensor Micro Four Thirds 16 megapixel yang sudah dijadikan andalan Panasonic selama beberapa tahun. Namun kali ini tidak ada komponen low-pass filter yang terpasang, sehingga hasil jepretannya diklaim bisa sedikit lebih detail ketimbang kamera Panasonic lain yang memakai sensor yang sama.

Sensor ini punya sensitivitas ISO 100 – 25600. Buat penggemar video, Lumix GX80 sanggup merekam dalam resolusi 3840 x 2160, alias 4K 30 fps. Keunikan lain dari GX80 adalah komponen shutter-nya yang mengadopsi sistem elektromagnet untuk mengurangi blur yang diakibatkan oleh pergerakan shutter saat menjepret gambar.

Panasonic Lumix GX80

Lumix GX80 sekaligus menjadi kamera mirrorless pertama Panasonic yang mengusung sistem image stabilization 5-axis. Sama seperti milik kakaknya, sistem ini juga bisa diaktifkan secara bersamaan dengan stabilizer bawaan lensa untuk lebih memastikan bahwa gambar tidak akan blur meski pengguna tidak memakai tripod.

Sistem autofocus 49 titiknya menganut teknologi Depth from Defocus (DFD) yang sama seperti kakak-kakaknya (Lumix GH4, Lumix GX8), memastikan penguncian fokus yang begitu cepat, akurat, dan bisa diandalkan setiap saat. Lebih lanjut, GX80 turut dibekali fitur Post Focus agar pengguna bisa mengganti titik fokus pasca pemotretan.

Panasonic Lumix GX80

Desainnya banyak terinspirasi oleh Lumix GX8, namun dengan hand grip yang lebih kecil sekaligus dimensi keseluruhan yang lebih ringkas. Meski demikian, ia masih dibekali sepasang kenop putar yang bisa dikustomisasi. Contoh: kenop depan untuk mengatur ISO, kenop belakang untuk mengatur shutter speed.

Di belakang, pengguna akan menjumpai electronic viewfinder beresolusi 2,7 juta dot serta layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot. Layar ini bisa dimiringkan ke atas hingga 80 derajat, atau ke bawah hingga 45 derajat. Bukan, kamera ini bukan ditujukan untuk ber-selfie ria.

Panasonic Lumix GX80 rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Mei mendatang seharga $800, sudah termasuk lensa kit 12 – 32 mm, f/3.5 – 5.6.

Sumber: DPReview.

Sony RX10 III Punya Lensa dengan Jangkauan Zoom 3x Lebih Jauh dari Pendahulunya

Belum sampai setahun merilis RX10 II, Sony sudah siap dengan penerusnya yang lebih jagoan. Kamera bernama Sony RX10 III ini membawa sejumlah peningkatan yang signifikan dibanding pendahulunya, utamanya pada bagian lensanya, yang memang sudah menjadi nilai jual utama lini RX10 sejak model pertamanya diperkenalkan di tahun 2013.

RX10 III mengusung lensa Zeiss Vario-Sonnar T* 24 – 600 mm f/2.4 – 4.0. Kalau dibandingkan, lensa ini punya aperture yang lebih besar ketimbang milik pendahulunya sekaligus jangkauan zoom yang lebih jauh. Prestasi semacam ini biasanya hanya bisa dijumpai pada lensa-lensa DSLR dengan harga selangit.

Lebih lanjut, lensa ini juga mengemas sembilan bilah aperture yang akan memastikan biasan cahaya tampak bulat sempurna pada rentang f/2.4 – 11. Aspek ini krusial bagi yang gemar menciptakan potret dengan efek blur pada latar serta fokus yang tajam pada subjek.

Sony RX10 III

Jeroan RX10 III tidak banyak berubah dari pendahulunya. Ia masih mengandalkan sensor Exmor RS 1 inci dengan resolusi 20,1 megapixel dan chip DRAM terintegrasi. Dipadukan dengan prosesor BIONZ X, kinerja sensor ini sangatlah cepat, sanggup merekam video dalam kecepatan 960 fps (40x slow motion), serta mengunci fokus dalam hitungan 0,09 detik.

Jangkauan zoom yang jauh beserta kemampuan merekam video 4K menjadikannya senjata yang ideal bagi para videografer. Di samping itu, shutter speed-nya bisa mencapai angka 1/32.000 detik untuk membekukan aksi super-cepat tanpa distorsi, apalagi mengingat ia bisa menjepret foto secara konstan dengan kecepatan 14 fps.

Sony RX10 III

Selain perubahan signifikan pada komponen lensa, Sony turut merevisi sedikit dari desain RX10 III. Grip-nya kini lebih dioptimalkan untuk lensa barunya, memastikan genggaman pengguna tetap stabil dalam berbagai kondisi. Kontrol yang presisi dapat dilakukan lewat tiga lens ring yang berfungsi untuk mengatur fokus, zoom dan aperture, plus sebuah tombol untuk menahan fokus selagi pengguna melakukan framing ulang.

Jendela bidiknya masih mengandalkan panel OLED beresolusi 2,35 juta dot, dan ia turut mengemas konektivitas Wi-Fi, NFC, beserta kompatibilitas dengan deretan aplikasi PlayMemories.

Sony mematok harga $1.500 untuk RX10 III, lebih mahal $200 dibanding pendahulunya. Kamera superzoom ini rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Mei mendatang.

Sumber: PR Newswire.

Canon Luncurkan EOS 1300D dengan Fokus Pada Era Media Sosial

Canon baru saja mengumumkan DSLR kelas entry terbarunya, EOS 1300D. Secara garis besar, kamera ini masih sama seperti pendahulunya, yaitu EOS 1200D. Kendati demikian, Canon telah menyematkan sejumlah fitur anyar yang bakal membuatnya menjadi relevan di era media sosial.

Utamanya adalah konektivitas Wi-Fi dan NFC supaya pengguna bisa meneruskan hasil jepretannya ke smartphone, lalu membagikannya ke media sosial dengan cepat. Akan tetapi itu saja belum cukup, EOS 1300D turut mengusung mode pemotretan baru yakni “Food Mode” yang bisa diakses lewat mode dial-nya. Seperti yang sudah bisa ditebak, mode ini akan membantu pengguna mengabadikan santapan lezatnya dengan pengaturan cahaya yang lebih optimal.

Jantung EOS 1300D masih sama persis seperti pendahulunya, yakni sensor CMOS APS-C 18 megapixel, dengan sistem autofocus 9 titik dan kemampuan merekam video 1080p. Pun begitu, Canon telah mengganti prosesornya menjadi DIGIC 4+ yang lebih baru guna meningkatkan kinerjanya secara menyeluruh. Soal sensitivitas, kamera ini punya rentang ISO 100 – 6400, dan bisa diekspansi menjadi 12800.

Canon EOS 1300D

Pembaruan lain yang dibawa EOS 1300D ada pada LCD 3 inci di belakang yang kini mengemas resolusi lebih tajam, tepatnya 920 ribu dot. Selebihnya, EOS 1300D masih mempertahankan formula andal pendahulunya dalam harga yang terjangkau.

Canon EOS 1300D rencananya akan mulai dipasarkan pada bulan April mendatang. Ia dibundel bersama lensa kit EF-S 18-55mm f/3.5-5.6 IS II seharga $550, atau sekitar 7,2 juta rupiah.

Sumber: DPReview.

Kamera Saku Terbaru Sony Punya Lensa Zoom yang Amat Jauh dan Electronic Viewfinder

Sony baru saja meluncurkan kamera saku yang cukup menarik perhatian, yakni Cyber-shot DSC-HX80. Menarik karena ia merupakan kamera termungil yang dilengkapi dengan kemampuan optical zoom yang sangat jauh, tepatnya 30x atau 24 – 720 mm.

Lensa zoom ini dikemas dalam bodi yang amat ringkas, bahkan lebih kecil ketimbang lini RX100, menjadikannya mudah disimpan di dalam saku kemeja. Meski demikian, spesifikasi yang ditawarkan cukup wah jika dibandingkan rival-rivalnya yang seukuran.

Sony HX80 ditenagai oleh sensor Exmor R 18,2 megapixel dan prosesor BIONZ X yang akan memastikan kualitas gambar maupun video 1080p yang ditangkap tetap bagus di segala kondisi. Sony tidak lupa membekalinya dengan sistem image stabilization 5-axis supaya hasil jepretannya tidak mudah blur akibat genggaman pengguna yang kurang stabil.

Sony HX80

Panel belakangnya didominasi oleh layar 3 inci beresolusi 921 ribu dot yang bisa diputar ke depan untuk keperluan selfie. Lebih menarik lagi, HX80 juga mengemas sebuah electronic viewfinder berpanel OLED dengan mekanisme pop-up seperti milik RX100. Menemani EVF tersebut adalah sebuah pop-up flash di bagian tengah panel atasnya.

Pengguna bisa meneruskan hasil jepretannya dengan mudah via Wi-Fi dan NFC. Kamera ini juga kompatibel dengan sejumlah aplikasi PlayMemories yang dirancang untuk meningkatkan fungsionalitas kamera.

Sony akan mulai memasarkan HX80 pada bulan April mendatang. Harganya cukup terjangkau di angka $350.

Sumber: Sony.

Nikmati Pemandangan Kota New York Dalam Foto Interaktif 20-Gigapixel Ini

Fotografi digital merevolusi industri dengan memangkas waktu dan biaya penyajian foto. Kini internet merupakan medium terpopuler untuk menyimpan serta saling berbagi hasil jepretan, dan mungkin Anda sudah sempat melihat seperti apa foto panorama terbesar di dunia. Kali ini seorang fotografer bernama Jeffrey Martin memilih kota New York sebagai basis dari kreasinya.

Karya tersebut dipamerkan di 360 Gigapixels, diklaim sebagai foto terbesar kota New York yang menampilkan pemandangan seluas 360 derajat berukuran 20-gigapixel. Proyek ini ialah upaya komersialisasi jasa tim 360 Gigapixels untuk digunakan dalam kampanye marketing sampai promosi turisme. Meskipun belum mengalahkan in2white, jangan kira proses pembuatannya mudah.

Foto 360 derajat kota New York tersebut terdiri dari 2.000 jepretan terpisah yang disulam menjadi satu, totalnya 203.200×101.600-pixel. Jika dicetak di resolusi standar 300dpi, ukurannya mencapai 18×9 meter. Di situs 360 Gigapixels, Anda dipersilakan menikmati foto dalam enam mode – view normal, fisheye, architectural, stereographic (memberi efek 3D), little planet dan Panini.

360 Gigapixel 02

Untuk menciptakannya, Jeffrey Martin menghabiskan dua hari di puncak Empire State Building. Ia menggunakan kamera standar Canon 5Dsr dengan lensa 135-milimeter, membutuhkan waktu total selama empat jam buat menjepret semuanya. Martin mulai mendalami fotografi panorama sejak tahun 2000. Bersama sang adik, ia mulai mengembangkan software khusus untuk menyatukan gambar-gambarnya.

Foto kota New York bukanlah satu-satunya hasil karya Jeffrey Martin, Tom Mills dan Holger Schulze. Sebelumnya, tim sempat mendaki Tokyo Tower, Tokyo Rappongi Hills, serta mengunjungi kota Praha, Ljubljana, Roma sampai London. Sejauh ini, foto London merupakan pemegang rekor terbesar mereka, yaitu 320-gigapixel. Jepretan terdiri atas 48.640 frame, diambil dari BT Tower, gedung terbesar urutan ke-10 di sana.

360 Gigapixel 03

Proyek di tahun 2012 tersebut sedikit ‘lebih serius’ dibandingkan foto 360 derajat kota New York karena dibuat untuk memperingati Summer Olympic. Tim memanfaatkan kamera Canon EOS 7D serta lensa EF 400mm f/2.8 IS II USM dengan Extender EF 2x III, plus panorama heads Rodeon VR Head ST dari Clauss. Seandainya dicetak, dimensinya bahkan lebih lebar lagi, yakni 98×23-meter, hampir selebar Istana Buckingham.

Via DailyMail, direktur 360Cities menjelaskan bahwa pengambilan foto di ketinggian menyimpan banyak tantangan tak terduga, seperti angin kencang, hujan dan temperatur yang rendah. Selain kesiapan masing-masing individu, sisi software dan hardware harus memperoleh dukungan maksimal. Hebatnya, Jeffery Martin serta kawan-kawan tidak luput dalam mengambil satu frame sekalipun.

Sony Luncurkan Kamera Pengawas dengan Kemampuan Merekam Video 4K dalam Kegelapan

Video yang direkam kamera pengawas atau CCTV biasanya beresolusi rendah. Tapi tidak masalah karena fungsi utamanya adalah mengawasi keadaan suatu lokasi, terutama di malam hari dimana jumlah yang menjaga biasanya tidak sebanyak pada saat jam kerja.

Namun anggapan kita terhadap kamera pengawas seperti di atas bakal berubah berkat produk terbaru Sony, yaitu Sony SNC-VB770. Kamera pengawas ini istimewa karena kemampuannya merekam dalam resolusi 4K 30 fps serta dapat ‘melihat’ di kegelapan. Tidak seperti CCTV inframerah yang hanya bisa merekam dalam satu warna di tempat gelap, SNC-VB770 akan mengabadikan semuanya secara berwarna.

Kamera ini dibekali oleh sensor full-frame 12,2 megapixel – sepertinya sama persis dengan yang tertanam di Sony A7S II. Sensor ini sangat sensitif terhadap cahaya. Begitu sensitifnya, ia bisa ‘melihat’ meski tingkat kecerahan hanya sebatas 0,004 lux. Sebagai pembanding, 0,002 lux adalah tingkat kecerahan saat bulan sedang ‘malu-malu’ bersinar di langit.

Fitur crop 4x pada Sony SNC-VB770

Resolusi 4K juga memungkinkan pengguna kamera ini untuk meng-crop empat bagian spesifik dalam video, lalu menampilkannya sebagai empat video terpisah dalam resolusi VGA (640 x 480 pixel) guna memudahkan pengawasan. Kamera ini dapat dikendalikan menggunakan smartphone via sambungan Wi-Fi, sedangkan foto maupun video yang diambilnya bisa dikirim lewat koneksi LAN.

SNC-VB770 menganut sistem mirrorless dimana lensanya bisa dilepas-pasang. Ia kompatibel dengan seluruh lensa yang termasuk dalam lini E-mount buatan Sony maupun pabrikan lain macam Carl-Zeiss.

Soal harga, sepertinya ini merupakan salah satu kamera pengawas termahal yang pernah ada. Sony mematoknya seharga 850 ribu yen, atau sekitar Rp 98 juta, tanpa lensa. Belum ada informasi apakah Sony bakal memasarkannya di luar Jepang.

Sumber: Engadget.

Dengan Kamera 20-Megapixel dan Harga Ekonomis, Infinix Zero 3 Sambangi Indonesia

Dalam peluncuran hampir semua smartphone, produsen pasti tak lupa mengedepankan elemen fotografi. Meski mereka tidak mengklaimnya terang-terangan, fitur-fitur itu dipresentasikan seolah-olah sanggup menandingi kamera sungguhan. Konsumen sendiri mulai mengerti bahwa jumlah megapixel bukan lagi menjadi takaran mutu, tapi ada yang spesial dari handset anyar Infinix ini.

Saat khalayak global sedang heboh dengan handsethandset baru dari brand ternama, Infinix Mobility punya kejutan buat konsumen lokal. Di awal minggu, sang produsen asal Hong Kong resmi menghadirkan penerus device flagship mereka, yaitu Infinix Zero 3 X552. Premis produk ini pasti membuat banyak wajah menoleh: kamera utama bersensor 20,7-megapixel serta kemampuan rekam video 4K, dijajakan di harga terjangkau.

Infinix Zero 3 01

Melalui Zero 3, Infinix menargetkan kalangan menengah dan muda-mudi yang menginginkan perangkat dengan tingkat kualitas serta kinerja terbaik di kelasnya, dan menjelaskan bahwa mereka mencoba mengubah pandangan pengguna smartphone modern. Menariknya lagi, untuk sebuah produk primadona, Zero 3 tidak meminta Anda mengeluarkan banyak uang. Infinix yakin, Zero 3 ‘mampu memberikan pengalaman layaknya fotografer profesional’.

Infinix Zero 3 03

Tapi sebelum membahas hal itu lebih rinci, sisi desain Zero 3 juga unik. Satu hal yang bisa kita apresiasi: Infinix tidak mencoba ‘meniru’ produk-produk populer. Zero 3 memang bukanlah smartphone tercantik, paling ergonomis atau tertipis, namun ia memiliki karakteristik tersendiri. Zero 3 tanpa malu mengusung tubuh bersudut dengan sisi belakang bertekstur ultra fine crystal, memberikan kesan industrial.

Infinix Zero 3 07

Panel IPS 5,5-inci dengan resolusi 1080p berkepadatan 400ppi menjadi jendela Anda menikmati konten mobile. Display menyuguhkan viewing angle seluas 178 derajat ditambah high light transmittance agar video (dan game) tampil jernih, serta dibekali fitur smart wake. Untuk memastikannya tetap terlindung, Infinix membubuhkan lapisan Corning Gorilla Glass 3.

Infinix Zero 3 10

Infinix Zero 3 11

Infinix Zero 3 12

Tentu saja perhatian kita akan tertuju pada kapabilitas fotografi dari Zero 3. Modul kamera diletakkan di pojok kiri atas, dipersenjatai sensor Sony IMX 230 CMOS 20,7-megapixel dengan lensa 6P Largan sehingga Anda bisa memperoleh gambar still 5616×3744. Infinix bilang, lensa tersebut dipilih demi menjaga detail dan ketajaman ketika Anda memperbesar atau meng-crop hasil jepretan. Di depan, Anda akan menemukan kamera 5-Mp plus flash dan mode beautification.

Infinix Zero 3 04

Kamera turut didukung flash LED ganda serta fitur 192 PDAF (phase detection autofocus). Fokus dijanjikan dapat diperoleh hanya dalam 0,1 detik. Dan jika biasa menggunakan kamera DSLR atau mirrorless, Zero 3 mempunyai mode manual di mana Anda dipersilakan mengatur sensitivitas ISO dan shutter speed. Lalu mode HDR dan delapan tipe filter dapat pula Anda pergunakan.

Infinix Zero 3 13

Para videographer mobile juga tidak akan kecewa dengan kemampuan perekaman Zero 3. Tak kalah dari handset-handset kompetitor yang lebih premium, phablet Infinix ini sanggup merekam di 4K (4096×2160). Berkat level frame rate maksimal di 120, Anda dapat berkreasi dengan slow serta fast motion.

Dari diskusi bersama jurnalis senior yang telah mengujinya, algoritma autofocus Zero 3 sebetulnya masih bisa disempurnakan lagi. Di kondisi kurang cahaya, noise tampak memenuhi area-area gelap, namun dapat diakali dengan menggunakan mode manual. Satu lagi: walaupun proses pembuatan video 4K berjalan mulus buat smartphone ekonomis, Zero 3 masih memakai format 3gp.

Infinix Zero 3 05

Otak dari Infinix Zero 3 adalah system-on-chip MediaTek Helio X10 dengan CPU octa-core Cortex-A7 2GHz dan GPU Mali 450-MP4. Komponen dipadu RAM sebesar 3GB dan flash memory 16GB, bisa diperluas via microUSB; ia juga menyimpan baterai ultra-slim 3.030mAh 643Wh/l. Zero 3 beroperasi di platform Android Lollipop 5.1 dengan interface XUI, upgradable ke Marshmallow.

Infinix Zero 3 09

Berdasarkan presentasi Infinix, komposisi hardware di atas memungkinkan Zero 3 mencetak skor benchmark AnTuTu di atas 50.000 (tertinggi 58.416); multitasking lebih handal dan loading time jadi lebih singkat. Berkat SoC Helio X10, display handset sanggup menyajikan refresh rate 120Hz beserta fitur Smart Screen; kemudian chip grafis turut membantu autofocus dan PDAF.

Infinix Zero 3 02

Di press release, marketing manager Infinix Indonesia Anis Thoha Manshur menyampaikan, “Kami selalu berkomitmen untuk memberikan konsumen produk terbaik di harga yang bersahabat.”

Memang berapa harga Zero 3 X552 di Indonesia? Untuk smartphone berkamera 20-megapixel, ia cuma dibanderol Rp 2,6 juta. Ingin segera meminangnya? Penjualan Zero 3 dilakukan secara eksklusif di Lazada dengan metode flash-sale, dibuka pada tanggal 3 Maret 2016, pukul 15:03 sore WIB.

Infinix Zero 3 14