Perbankan Mulai Rajin Bangun Inkubator Guna Membina Startup Fintech

Geliat industri fintech yang makin menunjukkan posisinya sebagai salah satu penyedia jasa keuangan, turut membuat kalangan perbankan mulai aware dan mulai membuka jalan untuk melakukan kolaborasi bisnis terutama dengan startup fintech. Salah satunya dengan membuat program inkubator, seperti yang dilakukan oleh Bank CIMB Niaga, Bank UOB, dan Bank Mandiri.

Tigor Siahaan, Direktur Utama Bank CIMB Niaga, mengatakan saat ini perusahaan kerap rajin dalam menggali dan membina potensi startup fintech dan tergabung sebagai mitra dengan wadah inkubator ternama, Startupboothcamp FinTech. Menurutnya, dengan kegiatan ini nantinya bisa menghasilkan startup fintech yang dapat menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam menjangkau nasabah lebih luas lagi.

Pasalnya, lanjutnya, startup fintech memiliki model bisnis dan target nasabah yang lebih spesifik. Sehingga, hal ini bisa menjadi produk pelengkap dari perbankan. Apalagi, data dari pemerintah Indonesia menyebut sekitar 60% penyumbang produk domestik bruto negara (PDB) berasal dari kelompok usaha kecil dan menengah. Namun, dari total penduduk Indonesia hanya 20% saja yang sudah mendapat akses jasa keuangan.

Akan tetapi, sambung Tigor, tidak semua startup bakal dipilih oleh perusahaan menjadi mitra bisnisnya. Pasca program pelatihan selesai, startup tersebut diharapkan sudah memiliki model bisnis yang matang, memiliki basis konsumen, dan tahu berbisnis dengan baik.

“Fintech ini sekarang jadi disruptive technology, kalau kami tidak ikut kembangkan bisnis perusahaan akan tergerus. Daripada hal itu terjadi, lebih baik kami gandeng mereka untuk berkolaborasi. Sebab, dengan segala rumitnya regulasi yang dimiliki perbankan, membuat perbankan jadi lebih susah bergerak daripada startup fintech untuk menjangkau nasabah baru,” terang Tigor.

Langkah yang sama juga dilakukan oleh Bank United Overseas Bank (UOB). Janet Young, Managing Director & Head Group Channels & Digitalisation UOB Singapura, mengatakan lewat program inkubator yang dibuat oleh UOB dinamai FinLab menjadi wadah penyalur startup fintech yang berkualitas agar nantinya bisa menjadi mitra perusahaan.

Sama seperti Tigor, Young memaparkan dengan adanya program kolaborasi ini bisa menjadi salah satu jalan demi menggaet nasabah lebih banyak lagi. Terlebih, potensi masyarakat Indonesia yang belum terjamah oleh perbankan, kini bisa dijangkau oleh fintech.

Dia menjelaskan dalam program tersebut, lebih dari 300 partisipan yang mendaftarkan diri dan berasal dari 20 negara. Kemudian, tersaring lewat proses seleksi hingga akhirnya terpilih menjadi sembilan startup masuk ke inkubator untuk menjalani proses pelatihan selama tiga bulan.

Peserta difasilitasi dengan coworking space gratis, pemanfaatan teknologi informasi yang dimiliki oleh Amazon untuk pengembangan produk, dan coaching dari 20 top leaders UOB.

“FinLab ini adalah proyek patungan antara UOB dengan Infocomm Investments Private Limited, dengar tujuan bisa menghasilkan inovasi produk fintech yang matang dan dapat memberi manfaat kepada masyarakat sesuai target spesifik marketnya,” ujar Young.

Bentuk inkubator sendiri

Bila kedua bank di atas lebih memilih untuk melakukan kolaborasi untuk membentuk program inkubator dengan pihak lain. Beda halnya dengan Bank Mandiri yang lebih membangun sendiri.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, menjelaskan sejak pertengahan tahun ini perusahaan telah meresmikan Mandiri Inkubator Bisnis (MIB) sebagai wadah untuk mengembangkan potensi bisnis dari para pengusaha muda secara komprehensif, terutama terkait inovasi teknologi di bidang fintech.

Menurut dia, ada tiga produk fintech yang disasar oleh perusahaan yaitu sistem pembayaran, consumer experience management, dan virtual landing. Tercatat ada 14 startup fintech yang sudah tergabung dalam program pelatihan selama enam bulan tersebut, ditargetkan pada Januari 2016 akan selesai.

Setelah itu, lanjut Kartika, perusahaan akan melihat bagaimana perkembangan berikutnya pasca masa pelatihan selesai.

“Apabila mereka [startup] secara komersial sudah mulai bagus nanti bisa kita pertimbangkan untuk dipilih antara satu atau dua perusahaan untuk disuntik modalnya agar skala bisnisnya bisa meningkat. Mereka juga bisa ikut garap captive market Bank Mandiri sebanyak 20 juta orang,” katanya.

Kartika menargetkan setiap tahunnya perusahaan bisa mencetak tiga sampai lima startup baru. Bank Mandiri sebagai induk perusahaan menugaskan anak usahanya PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) untuk menggarap startup binaannya tersebut.

Bank Mandiri menyiapkan modal sebesar 500 miliar Rupiah untuk dikelola MCI. Hingga saat ini, perusahaan mengklaim telah menggelontorkan 200 miliar Rupiah.


Disclosure: DailySocial adalah salah satu anggota komite Indonesia Fintech Festival & Conference 2016

Bank Mandiri Tahun Ini Alokasikan 132 Miliar Rupiah untuk Pengembangan Big Data

Untuk pemanfaatan teknologi big data yang lebih luas, Bank Mandiri tahun ini telah mengalokasikan dana sebesar $10 juta. Budget ini selanjutnya akan dimanfaatkan untuk membantu proses pendataan nasabah, menganalisis data pelanggan, melihat kebiasaan belanja dan transaksi rutin lainnya. Dengan pemanfaatan big data, cara lama yang hanya mengandalkan slip gaji untuk pemberian kredit kepada nasabah akan ditinggalkan dan sepenuhnya memanfaatkan teknologi untuk menganalisis data nasabah.

“Saat ini big data sudah merubah gaya menjalankan bisnis termasuk di sektor keuangan. Nantinya big data diharapkan dapat membantu dalam hal pemberian pinjaman dan menganalisis sejauh mana resiko dari semua nasabah,” kata Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo, seperti dikutip dari Nikkei.

Selain untuk analisis data kredit, Bank Mandiri juga memanfaatkan teknologi big data untuk optimasi promosi produk. Selama ini Bank Mandiri telah bermitra dengan sejumlah layanan e-commerce yang ada di Indonesia terkait dengan pembayaran pelanggan. Dengan semakin besarnya minat masyarakat Indonesia untuk berbelanja online, diharapkan Bank Mandiri bisa menarik lebih banyak data pelanggan mitra e-commerce yang ada.

Masih enggan memberikan pinjaman dana kepada startup

Di kesempatan terpisah, Kartika menyebutkan masih tidak jelasnya pendapatan yang di startup merupakan alasan utama mengapa pihak bank enggan untuk memberikan pinjaman, meskipun saat ini startup makin menjamur di Indonesia.

“Kita lihat bisnis startup itu kadang-kadang udah jalan tapi sales-nya belum jelas, kadang-kadang sales-nya udah ada tapi pendapatannya belum jelas. Jadi penyaluran kredit bank bukan usulan yang tepat,” ujar Kartika kepada Kompas.

Kartika juga menambahkan pihak yang paling tepat untuk memberikan pendanaan kepada startup adalah venture capital, karena selama ini venture capital bukan melihat dari sisi pendapatan namun lebih kepada potensi bisnis startup. Bank Mandiri sendiri telah membentuk Mandiri Capital dengan total dana kelolaan 500 miliar Rupiah untuk berinvestasi di startup fintech.

Saat ini sebagian besar pendanaan yang didapatkan oleh startup Indonesia pada umumnya memang berasal dari venture capital, lokal hingga asing.

Menanggapi hal tersebut, anggota tim penasihat Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Mahendra Siregar, yang juga mantan Wakil Menteri Perdagangan dan Wakil Menteri Keuangan, mengungkapkan idealnya pemerintah bisa memberikan solusi dan memberikan alternatif lain terkait dengan pendanaan kepada startup dan tidak sepenuhnya hanya mengandalkan venture capital.