Bukalapak Kantongi Pendapatan Rp1,1 Triliun di Q2 2023

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mencatatkan total pendapatan sebesar Rp1,1 triliun di kuartal II 2023, atau meningkat 30% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp903 miliar.

Disampaikan dalam rangkuman kinerja keuangan tidak diaudit, kontributor utama pertumbuhan pendapatan Bukalapak adalah Marketplace dengan kenaikan 74% (YoY) menjadi Rp684 miliar, diikuti pendapatan O2O sebesar Rp521 miliar dengan kenaikan 5% (YoY).

Kemudian, Total Processing Value (TPV) Bukalapak mengalami kenaikan 13% (YoY) mencapai Rp41,1 triliun, di mana sebanyak 70% berasal dari transaksi di luar wilayah tier 1 di Indonesia. Bukalapak menilai porsi tersebut menggambarkan hasil dari penerapan model all-commerce dan digitalisasi toko ritel tradisional.

Pada periode ini, jumlah Mitra Bukalapak juga naik 21% menjadi 17,1 juta dari kuartal II 2022 yang sekitar 14,2 juta Mitra. TPV yang dihasilkan per Mitra berkisar Rp14,9 juta atau tumbuh 11% dari periode sama tahun lalu.

“Seperti kuartal sebelumnya, kuartal kedua 2023 merupakan kuartal yang baik bagi kami. Bisnis Marketplace maupun online-to-offline (O2O) terus memberikan hasil yang baik dari seluruh aplikasi dan platform kami. Kami yakin dalam mewujudkan misi jangka panjang meraih keuntungan pada kuartal IV 2023 setelah mencatat peningkatan adjusted EBITDA selama enam kuartal berturut-turut,” kata Presiden Bukalapak Teddy Oetomo dalam keterangan resminya.

Bukalapak juga melaporkan upaya efisiensinya dalam mengelola beban umum dan administrasi (G&A) menyusut 27% menjadi Rp265 miliar. Adapun, Bukalapak tercatat memiliki total kas sebesar Rp19,8 triliun per 30 Juni 2023.

Margin kontribusi mencapai Rp124 miliar, naik signifikan sebesar 622% (YoY) dari posisi rugi Rp24 miliar di periode yang sama tahun lalu. Kenaikan tersebut didorong oleh penurunan biaya penjualan dan pemasaran sebagai persentase TPV menjadi 0,42% dari 0,75%.

Fokus ke profitabilitas

Kendati masih negatif, adjusted EBITDA perusahaan tercatat membaik dengan peningkatan 65% (YoY) menjadi minus Rp125 miliar di kuartal II 2023 dari sebelumnya minus Rp360 miliar. Angka tersebut mencerminkan kenaikan 30% dari proyeksi awal adjusted EBITDA loss sekitar Rp150 miliar-Rp175 miliar.

“Kami sangat puas dengan hasil kinerja ini karena kami dapat mempertahankan pertumbuhan pendapatan yang kuat dan peningkatan menuju profitabilitas di semua segmen kami, sambil tetap menjaga kondisi keuangan yang kuat. Maka itu, kami tetap yakin untuk tetap mengacu pada proyeksi kami dalam mencapai keuntungan pada akhir tahun dengan basis adjusted EBITDA,” katanya.

Teddy menyebut bahwa perusahaan fokus mempertahankan kinerja baik di sepanjang 2023 dengan memulai kinerja yang baik di paruh tahun ini. “Strategi untuk meningkatkan margin terus berlanjut, dan bisnis kami memiliki momentum yang baik serta peluang pertumbuhan masa depan yang sangat baik. Pertumbuhan menuju profitabilitas secara berkelanjutan tetap menjadi komitmen utama kami dan kami optimistis dapat terus memberikan yang terbaik pada para pemegang saham kami dalam jangka panjang.” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Papar Kinerja di 2022, Cetak Laba Bersih 1,9 Triliun Rupiah

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mencetak laba bersih sebesar Rp1,9 triliun di sepanjang 2022. Torehan ini berbanding terbalik dari kinerja tahun sebelumnya yang mencatatkan rugi sebesar Rp1,67 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan 2022, laba bersih ini diperoleh dari kenaikan pendapatan bersih sebesar 94% menjadi Rp3,61 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,86 triliun. Adapun, pertumbuhan pendapatan didorong oleh pendapatan Mitra yang naik 141% menjadi Rp1,96 triliu. Ini membuat kontribusi Mitra terhadap total pendapatan perseroan naik dari 44% menjadi 54%.

Sementara, laba operasional perseroan tumbuh 203% menjadi Rp1,7 triliun, naik pesat dari sebelumnya yang merugi Rp1,7 triliun. Faktornya disebabkan oleh laba nilai investasi market-to-market dari Allo Bank.

“Meskipun telah mencatat laba bersih di 2022, perseroan tetap memiliki fokus pada kinerja operasional. Oleh karena itu, manajemen perseroan tetap menggunakan adjusted EBITDA sebagai indikator kinerja,” tulis manajemen BUKA dalam keterangan resmi, Selasa (28/3).

Selanjutnya, Total Processing Value (TPV) dari Mitra menunjukkan tren positif sebesar Rp73,6 triliun atau tumbuh 31%. Faktor pertumbuhan ini dikarenakan berkembangnya variasi produk dan jasa yang ditawarkan perseroan kepada para mitranya. Dalam data terakhir, jumlah Mitra yang terdaftar mencapai 16,1 juta, naik dari 11,8 juta di 2021.

Tak hanya itu, BUKA juga mencatatkan adjusted EBITDA sebesar -Rp 235 miliar pada kuartal IV 2022. Rasio adjusted EBITDA terhadap TPV menunjukkan peningkatan dari -1,1% di kuartal I 2021 menjadi -0,6% di kuartal IV 2022.

Perseroan menyampaikan saat ini masih memiliki permodalan yang kuat dengan posisi kas, termasuk investasi lancar seperti obligasi pemerintah dan reksadana sebesar Rp20,3 triliun. Dengan rata-rata pendapatan bunga per kuartal dan meningkatnya EBITDA per kuartal, BUKA memiliki cash runway untuk lebih dari 50 tahun.

Kejar EBITDA positif di 2023

Tak hanya BUKA, perusahaan teknologi lainnya saling kejar target menuju EBITDA positif sebelum menutup tahun 2023. GOTO sebelumnya mengumumkan bahwa adjusted EBITDA ditargetkan positif pada kuartal IV 2023. Target ini lebih cepat dibandingkan perkiraan sebelumnya, serta konsensus analis yang sempat memperkirakan pencapaian ini bisa terealisasi pada 2024. Bahkan ada yang menyebut baru bisa positif pada 2025.

Sea Group juga menargetkan bisa positif pada akhir tahun ini. Induk Shopee ini mencatatkan laba bersih sebesar $4228 juta pada kuartal IV 2022, tumbuh positif dari rugi $616,3 juta secara year-on-year. Kinerja laba ini ditopang oleh Shopee dan SeaMoney.

Pada kuartal IV 2022, laba setelah adjusted EBITDA Shopee sebesar $196,1 juta, jauh lebih baik dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang cetak rugi $877,7 juta. Adjusted EBITDA di sepanjang 2022 masih merugi $1,7 miliar, tetapi membaik dari sebelumnya yang sebesar $2,6 miliar.

Berikutnya, Grab optimistis mencapai EBITDA positif pada periode yang sama dengan GOTO dan Sea Group. Pada 2022, Grab mencatatkan pendapatan $1,43 miliar, naik dari tahun sebelumnya $675 juta. Kenaikan ini membantu Grab memangkas kerugian EBITDA menjadi $1,74 miliar dari sebelumnya $3,56 miliar.

Akan tetapi, untuk mencapai EBITDA positif perusahaan harus mengorbankan pertumbuhan pesat. Terlihat dari total transaksi di platform Grab ‘hanya’ tumbuh 24%, lebih rendah dari sebelumnya 56%. Berbagai insentif juga dikurangi demi menekan laju cetak rugi, yang kini tercatat turun menjadi $391 juta dari sebelumnya $1,1 miliar.

Bukalapak Kantongi Laba Bersih 14,5 Triliun Rupiah di Kuartal Pertama 2022

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) mengantongi laba bersih pada kuartal pertama 2022 sebesar Rp14,5 triliun dari periode sama tahun lalu yang merugi -Rp323,8 miliar. Bukalapak juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 86% menjadi Rp787,9 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2022, Bukalapak juga mengecap laba operasional sebesar Rp14,42 triliun dari sebelumnya rugi -Rp327,9 miliar. “[Laba ini] terutama disebabkan oleh laba dari investasi ke PT Allo Bank Tbk (AlloBank),” demikian disampaikan dalam keterangan resmi Bukalapak.

Namun, EBITDA perusahaan masih minus Rp372 miliar dengan rasio adjusted EBITDA terhadap TPV naik dari -1,2% menjadi -1,1%.

Dirinci berdasarkan lini bisnis, Mitra masih menjadi penggerak utama pertumbuhan pendapatan Bukalapak sebesar 227% menjadi Rp471,8 miliar di kuartal pertama 2022 dari periode sama 2021, yaitu Rp144,3 miliar.

Bisnis Mitra juga masih memimpin kontribusi terhadap total pendapatan dengan porsi 60%, naik dari kontribusinya di kuartal pertama 2021 yang sekitar 34%. Jumlah Mitra Bukalapak melesat dari posisi 6,9 juta per Desember 2020 menjadi 13,1 juta per Maret 2022.

Lebih lanjut, Buka Pengadaan menyumbang 4,7% atau setara Rp37,5 miliar di kuartal I 2022. Namun, pendapatannya meningkat 52% secara tahunan. Sementara, bisnis Marketplace yang berkontribusi terbesar kedua ke total pendapatan Bukalapak, hanya tumbuh satu digit atau 9% menjadi Rp278,5 miliar di periode ini.

Total Processing Value (TPV) perusahaan di kuartal pertama naik 25% menjadi Rp34,1 triliun secara tahunan. Adapun, 74% dari total TPV disumbang dari transaksi luar tier 1. Lini bisnis Mitra mengantongi pertumbuhan 78% menjadi Rp 17,3 triliun. Kontribusinya terhadap total TPV naik 35% menjadi 51% pada kuartal I 2022.

“Pada kota di luar tier 1 Indonesia, penetrasi all-commerce, tren digitalisasi warung, serta toko ritel tradisional terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat,” tambahnya.

Saat ini, posisi kas Bukalapak per 31 Maret 2022 mencapai Rp20 triliun.

Diversifikasi bisnis

Diversifikasi Bukalapak ke bank digital melalui investasinya di AlloBank (IDX: BBHI) menuai hasil. Diketahui, Bukalapak ikut terlibat dalam investasi strategisnya ke bank digital milik CT Group tersebut. Dalam aksi right issue AlloBank beberapa waktu lalu, Bukalapak mencaplok sebanyak 11,49% saham AlloBank.

Bahkan, tak lama kemudian Bukalapak memperpanjang sinerginya dengan CT Group, juga Growtheum Capital Partners (investor AlloBank) melalui pendirian joint venture platform grocery AlloFresh. Nilai investasi yang digelontorkan untuk mengembangkan platform sebesar Rp1 triliun.

Diversifikasi ini bisa jadi strategi Bukalapak untuk mempertahankan pertumbuhan kinerja, mengingat posisinya tak lagi kuat di segmen Marketplace. Ruang pertumbuhan bisnis Mitra juga masih sangat besar mengingat masih banyak pelaku usaha kecil yang belum terpapar akses digital dan layanan keuangan di Indonesia.

Survei Nielsen terhadap 1.800 warung dan 1.200 kios pulsa menyebut Mitra Bukalapak sebagai pemimpin pasar O2O dengan penetrasi sebesar 42% dibandingkan pemain O2O yang memiliki pengguna 2,5 kali lipat lebih banyak di survei ini.

Di sisi lain, bisnis e-procurement Buka Pengadaan di segmen B2B memang belum berkontribusi signifikan terhadap kinerja keuangan Bukalapak. Tetapi, ada peluang untuk tumbuh mengingat kegiatan procurement di Indonesia sempat terhalang karena pandemi Covid-19. Juga masih banyak perusahaan yang terbiasa mengandalkan procurement secara konvensional.

Application Information Will Show Up Here