IFTTT Luncurkan Layanan Berlangganan dengan Sejumlah Kelebihan

Selama bertahun-tahun, IFTTT telah menjadi salah satu layanan yang paling berguna di kalangan pengguna perangkat smart home. Berbekal jutaan ‘resep’ atau applet, pengguna dapat menyambungkan satu perangkat dengan yang lain, maupun memfasilitasi interaksi antar layanan.

Selama ini IFTTT selalu ditawarkan sebagai layanan yang gratis buat konsumen secara umum. Namun baru-baru ini, pengembangnya memperkenalkan sebuah layanan berlangganan bernama IFTTT Pro. Paket berbayar ini akan hadir bersama-sama dengan paket gratisan yang sudah ada sejak lama.

Seperti yang sudah bisa dibayangkan, IFTTT Pro menawarkan sejumlah kelebihan dibanding versi gratisannya. Yang paling utama adalah, satu applet pada IFTTT Pro bisa mengakses data dari beberapa sumber sebelum akhirnya memicu beberapa aksi sekaligus.

Contoh yang paling gampang adalah, pelanggan IFTTT Pro bisa membuat sebuah applet yang akan mengakses data dari Google Calendar dan Slack sekaligus di malam hari, sebelum akhirnya mengirim instruksi ke lampu Philips Hue, serta ke smart speaker untuk memutar playlist Spotify favoritnya.

Sebagai perbandingan, untuk bisa memenuhi skenario di atas, pengguna IFTTT gratisan memerlukan 4 applet yang berbeda; dua untuk menghubungkan data dari Google Calendar dengan aksi di Philips Hue dan speaker, dua lagi untuk menghubungkan data dari Slack.

Sayangnya kehadiran IFTTT Pro juga berarti paket gratisannya ikut di-downgrade. Mulai sekarang, pengguna IFTTT hanya bisa meracik maksimal sebanyak 3 applet saja. Dengan kata lain, skenario yang saya gambarkan tadi cuma bisa diwujudkan hanya dengan berlangganan IFTTT Pro saja. Di samping itu, eksekusi setiap applet juga dipastikan berlangsung lebih cepat buat pelanggan IFTTT Pro.

IFTTT Pro dihargai $10 per bulan. Dalam rangka promosi, pelanggan bisa mendapat potongan harga selama setahun dengan menentukan sendiri tarif berlangganannya, asalkan tidak kurang dari $2 per bulan. Promosi ini hanya berlaku sampai tanggal 7 Oktober 2020.

Sumber: IFTTT via The Verge.

EA Gabungkan Dua Layanan Subscription-nya Menjadi EA Play

Sama seperti koleksi game keluarannya yang hadir di banyak platform, Electronic Arts (EA) juga punya layanan subscription yang tersedia di ranah PC maupun console. Di PC, layanan berlangganannya ini dinamai Origin Access, sedangkan di Xbox One dan PS4 layanannya memakai nama EA Access.

Fasilitas yang ditawarkan kedua layanan sebenarnya kurang lebih sama, sehingga memiliki dua nama yang berbeda terkadang bisa membuat bingung sejumlah konsumen. Maka dari itu, EA pun memutuskan untuk melakukan rebranding. Per 18 Agustus 2020, EA Access dan Origin Access Basic bakal berganti nama menjadi EA Play, sedangkan Origin Access Premier (paket termahalnya) menjadi EA Play Pro.

Sepintas pergantian nama memang terkesan sepele, tapi setidaknya ini bisa memudahkan konsumen dalam memilih. Pasca rebranding, EA memastikan benefit yang diterima oleh para pelanggan tidak akan ada yang dikurangi, mulai dari akses penuh ke judul-judul game unggulan EA, sampai akses ke versi trial dari gamegame terbaru beserta potongan 10% untuk semua transaksi.

Dalam beberapa bulan ke depan, EA juga berencana menambahkan fasilitas ekstra berupa hadiah bulanan dan sejumlah tantangan in-game untuk beberapa judul permainan tertentu. Persisnya seperti apa konten yang dimaksud bakal bervariasi tergantung masing-masing game, namun salah satu yang paling mudah ditebak adalah sejumlah item kosmetik yang sifatnya eksklusif.

Nama EA Play mungkin kedengaran familier, terutama bagi mereka yang setiap tahunnya menanti sesi presentasi EA di event E3. Namun mulai tahun ini sebenarnya EA sudah menggunakan nama baru EA Play Live untuk event tahunannya tersebut.

Belakangan EA memang menunjukkan kecenderungan untuk mengarah ke model platform-agnostic, terutama sejak mereka mengumumkan bahwa koleksi game terbitannya bakal hadir kembali via Steam. Rumor terbaru juga mengindikasikan kalau EA Play juga akan ditawarkan sebagai satu paket komplet bersama layanan subscription milik Microsoft, yakni Xbox Game Pass.

Sumber: EA.

Apple Batalkan Kontrak dengan Developer Game yang Karyanya Dinilai Kurang Menarik untuk Apple Arcade

Kehadiran Apple Arcade sejak September lalu pada dasarnya membuka perspektif baru terhadap industri mobile gaming. Demi menyajikan katalog game yang berkualitas, Apple tidak segan membayar kalangan developer untuk menciptakan game buat layanan berlangganannya tersebut.

Bagi para developer, Apple Arcade bisa dilihat sebagai medium yang tepat untuk mengerjakan game yang ingin mereka buat, bukan yang semata perlu mereka buat demi bertahan hidup. Honor yang mereka terima langsung dari Apple itu sejatinya bisa menggantikan strategi-strategi bisnis umum di bidang game development seperti menyisipkan iklan maupun sederet in-app purchase yang sering kali menjurus ke arah pay-to-win.

Katalog Apple Arcade sejauh ini mencakup lebih dari 120 game, dan sebagian di antaranya adalah judul-judul berkualitas tinggi, macam Where Cards Fall misalnya, yang baru-baru ini dipilih menjadi salah satu pemenang Apple Design Awards; atau Sayonara Wild Hearts, yang di platform mobile cuma tersedia melalui Apple Arcade meskipun game-nya juga dirilis untuk console maupun PC.

120 game boleh dibilang cukup banyak untuk ukuran layanan yang belum berusia satu tahun, akan tetapi tidak terlalu berbeda jauh dari jumlah ketika ia baru dua bulan dirilis. Padahal, sejak awal Apple sudah berjanji untuk menghadirkan game baru buat Arcade setiap minggunya.

Apple Arcade

Salah satu penyebabnya bisa jadi dikarenakan Apple telah membatalkan kontraknya dengan sejumlah developer. Dilaporkan oleh Bloomberg, pada pertengahan April lalu, Apple menghubungi sejumlah developer yang tengah mengerjakan game untuk Apple Arcade, dan menjelaskan bahwa karya mereka kurang memenuhi tingkat engagement yang Apple kehendaki.

Apple pada dasarnya mengincar game yang bisa membuat pelanggan Arcade jadi merasa terikat, dan mereka memakai game berjudul Grindstone sebagai contoh. Grindstone sendiri merupakan sebuah game puzzle kasual, dan seperti yang kita tahu, game seperti ini memang sering kali terbukti cukup adiktif. Lalu apakah itu berarti gamegame petualangan yang cepat tamat tidak punya tempat sama sekali di Apple Arcade?

Kemungkinan tidak sampai seekstrem itu. Bisa jadi katalog Apple Arcade memang kekurangan gamegame kasual yang adiktif macam Grindstone itu tadi. Tanpa gamegame sejenis itu, Apple Arcade mungkin bakal kesulitan mempertahankan konsumen sebagai pelanggan; konsumen mungkin hanya memanfaatkan trial gratis selama sebulan untuk menamatkan beberapa judul dan tidak lanjut berlangganan.

Apple sendiri sejauh ini belum pernah melaporkan seberapa banyak jumlah pelanggan Arcade, namun perubahan strategi ini bisa menjadi indikasi bahwa pertumbuhan pelanggannya terbilang lambat. Ditambah lagi, Apple baru-baru ini juga memberikan trial gratis Arcade yang kedua buat konsumen.

Sumber: Bloomberg.

Belum Dua Bulan Pasca Dirilis, Katalog Apple Arcade Tembus 100 Game

Tidak sedikit yang skeptis saat pertama mendengar pengumuman tentang Apple Arcade. Maklum, Apple bukanlah perusahaan yang punya pengalaman panjang di industri gaming, dan mereka pun juga dikenal mata duitan. Saya pun termasuk salah satu yang berpikir demikian. Meski konsep yang ditawarkan Apple Arcade tergolong menarik, saya menilai itu akan dirusak oleh tarif tinggi yang Apple tetapkan.

Rupanya saya dan banyak orang salah besar. Apple mengejutkan kita dengan mematok tarif hanya $5 per bulan (Rp 69 ribu per bulan di Indonesia) untuk Apple Arcade, dan konsumen bahkan masih diberi akses uji coba gratis selama sebulan pertama. Tarif tersebut tergolong sangat terjangkau, apalagi mengingat Apple Arcade sudah menyediakan lebih dari 50 game di hari peluncurannya.

Semua itu bisa dinikmati tanpa biaya tambahan ataupun godaan konten in-app purchase. Setiap minggunya, Apple juga rutin menambahkan sejumlah game baru pada Arcade. Pada kenyataannya, dalam waktu kurang dari dua bulan pasca perilisannya, Apple Arcade saat ini sudah mengemas 100 game yang berbeda.

100 game di katalog Apple Arcade itu semuanya merupakan hasil kurasi tim internal mereka, yang berarti kita tak akan menemukan game free-to-play murahan yang kerap membanjiri App Store. Juga menarik adalah bagaimana Apple Arcade turut berkontribusi mewujudkan game yang sebelumnya sempat batal dirilis.

Ambil contoh salah satu game paling barunya yang berjudul Sociable Soccer. Ia pada dasarnya merupakan reboot dari game Commodore Amiga berjudul Sensible Soccer yang populer di tahun 90-an. Sociable Soccer sempat muncul di Kickstarter menjelang akhir 2015, namun gagal mencapai target pendanaan yang ditetapkan.

Kampanye crowdfunding yang gagal tidak menghentikan niat developer-nya, sampai akhirnya Sociable Soccer berhasil menembus Steam Early Access. Namun pada akhirnya yang bakal membawa game ini ke hadapan konsumen mainstream adalah Apple Arcade.

Sumber: Engadget.

Segala Detail Penting Terkait Layanan Apple Arcade

Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah transisi terjadi pada cara developer/publisher game menyajikan karya digital mereka. Pelan-pelan, permainan video tak lagi dihidangkan sebagai produk standar, melainkan layanan. Microsoft dan Sony sudah lama menawarkan Xbox Live Gold serta PlayStation Plus dengan beragam benefitnya, lalu langkah serupa diikuti pula oleh Electronic Arts serta Ubisoft lewat Origin Access dan Uplay+.

Keinginan raksasa teknologi seperti Google dan Apple dalam menyediakan fitur serupa bukanlah rahasia lagi. Sang raksasa internet baru saja mengumumkan Google Play Pass dan di acara peluncuran iPhone baru di Kalifornia, Apple juga mengungkap detail lebih jauh soal Arcade yang disingkap di bulan Maret kemarin. Dengan premis yang kurang lebih sama, dua layanan ini diperkirakan akan bersaing ketat.

Arcade ialah fasilitas berlangganan dari Apple yang menjanjikan kita akses ke kurang lebih 100 game yang ada di platform mereka tanpa batasan dan interupsi iklan. Selain itu, Anda juga tak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan akibat transaksi in-app. Permainan-permainan tersebut nantinya dapat dinikmati di segala macam perangkat Apple, dari mulai iPhone, iPad, iPod touch, Mac sampai Apple TV.

Ketika tersedia nanti, kita dipersilakan menjajal Apple Arcade gratis selama sebulan. Game-game di sana dapat dimainkan secara offline, lalu menariknya lagi, satu akun bisa diakses oleh maksimal enam anggota keluarga. Perusahaan teknologi asal Cupertino itu juga berjanji untuk menambah terus katalog permainan hingga melampaui 100 judul dalam beberapa minggu setelah Arcade meluncur. Selanjutnya, akan ada game baru tiap bulan.

Apple Arcade 1

Berbeda dari Play Pass yang membuka akses seluruh jenis aplikasi di Google Play – termasuk streaming musik sampai fitness tracking, Arcade hanya difokuskan pada permainan video. Namun yang membuatnya istimewa adalah, beberapa game di sana merupakan judul eksklusif dan tidak tersedia di platform lain.

Ini dia permainan yang sudah dikonfirmasi akan hadir di Arcade:

  • ATONE: Heart of the Elder Tree
  • Ballistic Baseball
  • Beyond a Steel Sky
  • The Bradwell Conspiracy
  • Cardpocalypse
  • ChuChu Rocket! Universe
  • Doomsday Vault
  • Down in Bermuda
  • The Enchanted World
  • Enter the Construct
  • Exit the Gungeon
  • Fantasian
  • Frogger in Toy Town
  • HitchHiker
  • Hot Lava
  • Kings of the Castle
  • Lego Arthouse
  • Lego Brawls
  • Lifelike
  • Little Orpheus
  • Monomals
  • Mr. Turtle
  • No Way Home
  • Oceanhorn 2: Knights of the Lost Realm
  • Overland
  • Pac-Man Party Royale
  • The Pathless
  • Projection: First Light
  • Rayman Mini
  • Repair
  • Sayonara Wild Hearts
  • Shantae and the Seven Sirens
  • Skate City
  • Sneaky Sasquatch
  • Steven Universe: Unleash the Light
  • Sonic Racing
  • Spidersaurs
  • Super Impossible Road
  • UFO on Tapes: First Contact
  • Various Daylife
  • Where Cards Fall
  • Winding Worlds
  • Yaga

 

Di situsnya Apple menjelaskan, “Tiap game di Arcade dikembangkan oleh developer-developer paling kreatif di dunia dan mereka sengaja didesain untuk menangkap imajinasi pemain lewat gameplay menyenangkan dan intuitif, narasi-narasi seru, serta aspek musik dan seni yang orisinal.”

Apple Arcade 2

Di antara 40 lebih permainan di atas, ada sejumlah judul yang secara pribadi mencuri perhatian saya. Pertama ialah Beyond a Steel Sky. Ia merupakan sekuel dari Beneath a Steel Sky, game petualangan point-and-click fiksi ilmiah berlatar belakang cyberpunk yang dirilis di tahun 1994. Lalu Various Daylife juga terdengar menarik, digarap oleh tim di belakang Bravely Default dan Octopath Traveler.

Layanan berlangganan Apple Arcade dijadwalkan untuk meluncur pada tanggal 19 September, dijajakan seharga US$ 5 per bulan.

Google Sedang Uji Coba Layanan Premium Berlangganan Play Pass

Kita telah tiba di suatu masa ketika publisher tak lagi menyajikan permainan video sebagai produk, melainkan jasa. Pendekatan game as a service ini memberikan dampak positif baik bagi semua pihak: developer bisa terus memperkaya konten dan membuat gamer betah menikmatinya. Dan belum lama, kita sudah menyaksikan inkarnasi terkini dari konsep tersebut, contohnya Google Stadia dan Apple Arcade.

Pengungkapan resmi Stadia di GDC 2019 menandai sebuah babak baru di industri game. Ada dugaan kuat hal ini pula yang mendorong perusahaan console tradisional seperti Sony menggandeng Microsoft demi menyongsong era cloud gaming. Namun sang raksasa internet Google masih belum selesai melebarkan sayapnya. Kali ini, layanan barunya disiapkan untuk menyambut kehadiran Apple Arcade.

Mungkin Anda sudah mendengar soal pengembangan layanan berbayar Google Play sejak tahun lalu. Namun kini, Android Police mendapatkan bukti berupa sejumlah screenshot yang memperlihatkan bahwa perusahaan sudah mulai melakukan pengujian. Dengan menjadi pelanggan layanan bernama Play Pass tersebut, kita diperkenankan buat mengakses seluruh konten (baik game maupun aplikasi) di Google Play tanpa restriksi.

Di bagian deskripsi, Google menjelaskan bagaimana Play Pass siap menyuguhkan penggunanya katalog terkurasi, dari mulai permainan puzzle, software fitness tracking sampai app musik premium. Di sana, Anda tidak perlu lagi melakukan transaksi in-app untuk menggunakan fitur-fitur sebuah app secara lengkap, kemudian Anda tak lagi disodorkan iklan. Penyajian Play Pass juga diklaim ‘bebas komitmen’. Kita dapat berhenti berlangganan kapan saja.

Seperti yang bisa Anda lihat, satu keunggulan utama Play Pass dibanding Apple Arcade ialah layanan premium ini tak hanya difokuskan pada game. Meski demikian, permainan tetap menjadi atraksi utamanya. Di sejumlah screenshot, saya melihat kehadiran dari Stardew Valley, Marvel Pinball dan Limbo. Google menjanjikan ratusan aplikasi yang sudah ter-unlock. Kita cuma perlu melakukan satu kali transaksi per bulan.

Dan demi mempermanis tawaran mereka, Google sudah menyiapkan beberapa pilihan, misalnya opsi untuk keluarga dan masa trial gratis selama 10 hari. Di periode uji coba ini, keanggotaan Google Play Pass dijajakan seharga US$ 5 per bulan, walaupun ada kemungkinan developer akan mengubah biayanya ketika layanan tersedia luas nanti.

Pengujian Play Pass sudah dikonfirmasi oleh juru bicara Google pada pihak Android Police. Yang sekarang belum diketahui adalah kapan layanan tersebut dapat dinikmati oleh lebih banyak orang. Apakah ia akan datang lebih dulu atau malah setelah Apple Arcade mendarat di musim gugur nanti?

Apple Arcade Adalah Layanan Berlangganan untuk Bermain Game Sepuasnya di Perangkat iOS, Apple TV dan Mac

Apple baru saja merilis layanan yang sangat menarik. Namanya Apple Arcade, dan secara mendasar ini merupakan layanan berlangganan untuk bermain game sepuasnya. Sebelum Anda salah tangkap, Apple Arcade bukanlah layanan streaming game seperti Google Stadia.

Konsep yang ditawarkan Apple Arcade adalah menyuguhkan deretan game ekslusif kepada pengguna seluruh platform-nya. Namanya seluruh berarti bukan cuma iOS saja, tapi juga mencakup Apple TV dan Mac. Jadi dengan satu tarif berlangganan saja, pelanggan dapat memainkan koleksi game-nya di iPhone, iPad, Apple TV maupun Mac.

Semua game yang tersaji di Apple Arcade dapat dimainkan secara offline. Apple memastikan tidak ada lagi biaya tambahan yang harus ditebus pelanggan. Singkat cerita, semua game dalam Apple Arcade bebas dari in-app purchase maupun iklan, tidak seperti game di App Store yang mayoritas mengadopsi model free-to-play.

Juga menarik adalah dukungan sinkronisasi cloud. Jadi semisal Anda sedang memainkan suatu game di Apple TV, lalu ketika Anda meninggalkan kediaman, Anda bisa melanjutkan progress-nya di iPhone, demikian pula sebaliknya.

Apple Arcade

Namun yang paling menarik menurut saya adalah katalog game-nya. Pada awal peluncurannya nanti, Apple Arcade menjanjikan lebih dari 100 game baru. Bukan sekadar baru, tapi semua game tersebut juga bersifat eksklusif, alias hanya bisa dimainkan apabila Anda berlangganan Apple Arcade.

Sejumlah developer besar berhasil Apple gandeng, termasuk SEGA, Konami dan Lego. Hironobu Sakaguchi, sosok di balik lahirnya franchise Final Fantasy, juga berhasil Apple gaet untuk menggarap game berjudul Fantasia buat Apple Arcade.

Beyond a Steel Sky / Revolution Software
Beyond a Steel Sky / Revolution Software

Judul lain yang sangat menarik perhatian adalah Beyond a Steel Sky besutan Revolution Software, yang ternyata merupakan sekuel salah satu game adventure legendaris, Beneath a Steel Sky, karya developer asal Inggris yang sama.

Lewat siaran persnya, Apple bilang bahwa mereka juga turut berkontribusi atas biaya pengembangan yang dibutuhkan para developer. Saya pribadi menganggap ini merupakan bentuk investasi Apple agar mereka bisa mengamankan jatah eksklusif atas gamegame yang dirilis di Apple Arcade.

Rencananya, Apple Arcade baru akan tersedia mulai musim gugur mendatang di 150 negara sekaligus. Arcade nantinya dapat diakses lewat sebuah tab khusus di App Store, baik itu di iOS, tvOS maupun macOS. Sayang belum ada informasi terkait berapa tarif berlangganannya, tapi kalau melihat kualitas game yang dijanjikan beserta rekam jejak Apple, semestinya tarifnya bakal cukup mahal.

Sumber: Apple.

Kerja Sama dengan Scroll, Mozilla Ingin Lebih Memahami Reaksi Konsumen Terhadap Layanan Berlangganan Bebas Iklan

Pernah merasa dibuntuti oleh suatu iklan tertentu selagi berpindah dari satu situs ke lainnya? Itu dikarenakan banyak perusahaan periklanan digital yang menerapkan ‘taktik kotor’ dengan melacak pengunjung situs secara agresif.

Yang dibuat frustrasi rupanya bukan cuma konsumen, tapi juga Mozilla, yang selama ini banyak berkontribusi terhadap perkembangan teknologi internet terlepas dari statusnya sebagai organisasi nirlaba. Berbagai upaya telah mereka lancarkan, termasuk mengintegrasikan fitur pemblokir iklan pada browser bikinannya.

Merasa itu belum cukup, Mozilla memutuskan untuk bekerja sama dengan Scroll. Bagi yang tidak tahu, Scroll adalah startup yang selama setahun terakhir ini bekerja keras membangun layanan berlangganan dengan tujuan utama menciptakan pengalaman browsing yang menyenangkan (bebas iklan), selagi masih memberikan kesempatan bagi perusahaan media digital untuk tetap memperoleh keuntungan.

Scroll sejauh ini masih belum meluncurkan layanannya secara resmi. Mereka masih sibuk menggandeng banyak mitra media sehingga layanannya bisa bekerja secara maksimal saat sudah diresmikan nanti. Siapa yang menyangka ternyata Scroll bisa mendapat mitra sebesar dan seberpengaruh Mozilla.

Kerja sama ini sejatinya memungkinkan Mozilla untuk menguji fitur dan gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh Scroll. Nantinya sejumlah pengguna Firefox akan diberi kesempatan secara acak untuk menguji fiturnya sekaligus memberikan masukan.

Tujuan akhir yang hendak dicapai Mozilla pada dasarnya adalah supaya mereka bisa lebih memahami bagaimana reaksi konsumen terhadap pengalaman browsing bebas iklan dan model bisnis berlangganan (yang disediakan oleh Scroll). Scroll sendiri berniat mematok biaya berlangganan sebesar $5 per bulan, namun jadwal peluncurannya masih belum diketahui.

Kalau menurut pemahaman saya pribadi, kemitraan ini merupakan kesempatan buat Scroll untuk semacam melakukan tahap beta testing atas layanan besutannya. Lebih lanjut, ini boleh saja kita artikan bahwa realisasi layanan Scroll sudah semakin dekat dengan kenyataan.

Sumber: VentureBeat dan Scroll.

Audi Select Ialah Layanan Berlangganan Mobil ‘Bebas Komitmen’

Komitmen bukanlah hal mudah buat sebagian besar orang. Sebelum Anda berpikir terlalu jauh, satu contoh berkomitmen adalah memilih kendaraan. Apakah Anda akan memilih mobil sport dua pintu berperforma tinggi atau berinvestasi demi keluarga dengan membeli minivan irit? Beberapa perusahaan otomotif sudah menyiapkan jawaban dari kendala ini, salah satunya ialah Audi.

Ada kabar gembira bagi konsumen yang ingin berkendara menggunakan produk-produk ciptaan brand asal Jerman itu tanpa membeli. Minggu ini, Audi resmi meluncurkan Audi Select secara terbatas, yaitu sebuah program berlangganan yang memperkenankan kita menyewa kendaraan roda empat sesuka hati. Kata ‘sesuka hati’ perlu ditegaskan di sini karena program tersebut tidak mengunci Anda ke satu jenis mobil saja.

Berbeda dari Care by Volvo atau Lexus Complete Lease, Audi Select memungkinkan kita akses ke beberapa opsi mobil. Ada lima tipe yang saat ini bisa dipilih, yaitu S5 coupe, A5 convertible, Q5, Q7, dan A4. Mereka ini bukanlah jenis entry-level yang biasa disewakan, melainkan varian premium: S5 tersebut mengusung konfigurasi Prestige, lalu tersedia versi Premium atau Premium Plus buat A4.

Dengannya, Anda bisa gonta-ganti kendaraan sebanyak dua kali sebulan. Bayangkan, kita dapat mengendarai sedan berinterior lapang buat bekerja, kemudian menggunakan SUV di akhir minggu untuk bertamasya bersama keluarga.

Layanan Audi Select disajikan secara berlangganan. Biaya per bulan yang harus dikeluarkan memang tidak sedikit, hampir US$ 1.400; namun Anda tak perlu memikirkan lagi ongkos ganti oli, perbaikan, dan asuransi; lalu Audi Select turut didukung layanan bantuan 24-7. Kendaraan pilihan Anda bisa diambil (dan diantar kembali) di gerai Audi, atau Anda dapat meminta mereka mengirimkan mobil tersebut ke tempat tinggal, dengan tambahan biaya.

Sebelum Anda terlalu bersemangat, perlu diketahui bahwa program Audi Select baru disediakan secara eksklusif untuk konsumen yang tinggal kawasan Dallas-Fort Worth, Texas, Amerika Serikat. Audi Select sendiri bukanlah ‘layanan kendaraan berlangganan’ pertama dari perusahaan. Di tahun 2016, Audi sempat meluncurkan ‘Audi on demand‘, dengan San Francisco sebagai lokasi disuguhkannya program tersebut.

Ada peluang besar perusahaan-perusahaan otomotif akan terus bereksperimen dengan layanan berlangganan serta ride-sharing dalam upaya memperluas sayap bisnis mereka. Alasannya, pakar industri memperkirakan bahwa di masa depan, jumlah kepemilikan mobil akan berkurang. Soal harga, Audi Select masih berada di bawah Porsche yang mencapai US$ 2.000 sebulan…

Via The Verge.

YouTube Luncurkan Dua Layanan Berlangganan Baru: YouTube Premium dan YouTube Music

Masih ingat dengan YouTube Red, layanan berlangganan yang diluncurkan di tahun 2015, yang menawarkan pengalaman menonton tanpa interupsi iklan serta deretan konten orisinil dan eksklusif? Kalau Anda tidak ingat, saya bisa maklum mengingat layanan itu memang masih belum tersedia di tanah air hingga kini.

Kendati demikian, tidak ada salahnya mengikuti perkembangan platform video yang sudah menjadi bagian penting dalam keseharian kita tersebut. Per tanggal 16 Mei 2018 kemarin, YouTube Red resmi berganti nama menjadi YouTube Premium. Apakah cuma namanya saja yang berubah? Tentu tidak.

Semua fiturnya masih dipertahankan: bebas iklan, dukungan pemutaran video di background, serta opsi untuk mengunduh video, akan tetapi di saat yang sama YouTube juga menjanjikan lebih banyak lagi film maupun serial orisinil yang bisa dinikmati oleh para pelanggan YouTube Premium.

Tarif berlangganannya naik dari $10 menjadi $12. Mengapa harus lebih mahal? Karena pelanggan YouTube Premium otomatis juga akan menjadi pelanggan layanan baru bernama YouTube Music. Ya, YouTube sekarang sudah beralih fungsi menjadi layanan streaming musik dengan datangnya YouTube Music.

Tampilan aplikasi terpisah YouTube Music di Android / YouTube
Tampilan aplikasi terpisah YouTube Music di Android / YouTube

Saya yakin hampir semua dari kita pernah menggunakan YouTube hanya untuk mendengarkan musik saja. YouTube Music pada dasarnya bakal memberikan pengalaman yang lebih ideal berkat aplikasi baru yang terpisah dan ribuan playlist untuk menyesuaikan dengan berbagai aktivitas maupun mood pengguna.

Soal katalog lagu, YouTube sejatinya sudah tidak perlu kita ragukan lagi, sebab kita semua tahu bahwa jumlah cover song maupun hasil remix sangatlah melimpah di YouTube, dan ini semua juga bisa kita nikmati lewat YouTube Music. YouTube juga menjanjikan sistem pencarian yang cukup advanced yang bakal membantu pengguna menemukan lagu yang mereka kurang begitu hafal judul maupun artisnya.

Skema tarif berlangganan YouTube Premium dan YouTube Music / YouTube
Skema tarif berlangganan YouTube Premium dan YouTube Music / YouTube

YouTube Music sebenarnya juga bisa dinikmati secara cuma-cuma (dengan selipan iklan tentunya). Tarif versi premiumnya dipatok $10 per bulan, tapi deal yang lebih menarik dan menguntungkan menurut saya adalah YouTube Premium seharga $12 itu tadi, yang berarti tambahan $2 per bulan bakal memberikan kita akses ke video tanpa iklan beserta koleksi konten orisinil YouTube.

Harga ini adalah harga untuk pasar Amerika Serikat, dan saya yakin harganya pasti berbeda saat kedua layanan ini tersedia di Indonesia nantinya. Untuk sekarang, YouTube Premium dan Music baru tersedia di Amerika Serikat, Meksiko, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru, kemudian menyusul dalam waktu ke dekat ke 14 negara di Eropa. Semoga saja kali ini YouTube bisa lebih cepat melakukan ekspansi layanannya ke tanah air.

Sumber: YouTube 1, 2.