Dapat Investasi, PlayVS Mau Kembangkan Esports di Tingkat SMA

PlayVS mendapatkan kucuran dana sebesar US$50 juta. Didirikan oleh CEO Delane Parnell pada April 2018, PlayVS adalah startup yang membuat platform kompetisi esports untuk siswa SMA di Amerika Serikat. Alasan Parnell mendirikan PlayVS adalah karena dia percaya, liga SMA memiliki peran penting untuk mendukung ekosistem esports.

Fungsi PlayVS adalah menyediakan platform untuk mengadakan dan menyiarkan pertandingan esports amatir antar siswa SMA. Platform mereka juga dapat mengumpulkan informasi serta membuat statistik pertandingan. Produk pertama PlayVS adalah Seasons, yang diluncurkan pada Oktober 2018 di lima negara bagian di Amerika Serikat. Pada musim semi 2019, PlayVS memperluas jangkauannya sehingga Seasons tersedia di delapan negara bagian. PlayVS memungut bayaran sebesar US$64 per siswa yang hendak ikut di Season. Biasanya, biaya tersebut dibayarkan oleh orangtua siswa atau sekolah. PlayVS mengatakan, rata-rata, satu sekolah mengirimkan 15 siswa. Inilah sumber pendapatan PlayVS.

Sejauh ini, PlayVS telah bekerja sama dengan Psyonix, Hi-Rez Studios, dan Riot Games. Dengan begitu, mereka bisa membuat pertandingan untuk Rocket League, Smite, dan League of Legends. Siswa yang ikut bertanding di PlayVS akan mendapatkan game yang mereka mainkan. Dengan begitu, semua peserta akan bisa berlatih. Jika mereka berlomba dalam game gratis seperti League of Legends, siswa akan mendapatkan fitur khusus seperti Champion Unlocked. Ke depan, PlayVS akan berusaha untuk menambahkan judul game yang bisa dimainkan oleh para siswa. Tujuannya, agar ada lebih banyak siswa yang bisa ikut serta dan menambah jumlah penonton yang tertarik untuk menonton.

Sumber: Inc.com
Sumber: Inc.com

Dengan investasi terbaru ini, secara total, PlayVS telah mengumpulkan dana sebesar US$96 juta. Pendanaan seri C kali ini dipimpin oleh investor lama, New Enterprise Associates. Beberapa investor lain yang turut serta antara lain Battery Ventures, Dick Costolo dan Adam bain dari 01 Advisors, Michael Zeisser, Sapphire Sports, Dennis Phelps dari Institutional Venture Partners, dan Michael Ovitz, salah satu pendiri Create Artists Agency.

“Kucuran dana segar ini akan membantu PlayVS untuk tumbuh dengan lebih cepat lagi dan akan mendukung peluncuran kompetisi baru selain Seasons bagi para siswa SMA,” kata Parnell, seperti dikutip dari Esports Observer. “Pendanaan seri C kami juga membuat kami menjadi lebih berani dalam menguasai pasar kompetisi esports amatir.”

Salah satu alasan PlayVS bisa tumbuh dengan begitu cepat karena pada 2018, National Federation of State High School Associations (NFSH) menjadikan esports sebagai salah satu kompetisi resmi untuk siswa SMA, sama seperti olahraga tradisional. PlayVS kemudian bekerja sama dengan NFSH untuk membuat turnamen bagi para siswa SMA. Sejak saat itu, PlayVS mengatakan, telah ada lebih dari 13 ribu SMA di Amerika Serikat yang telah membuat tim esports atau berencana untuk membuat tim esports untuk bertanding di platform PlayVS. Secara total, ada 19 ribu SMA yang terdaftar sebagai anggota NFSH. Itu artinya, 68 persen SMA di bawah NFSH telah tergabung dalam kompetisi buatan PlayVS. Sebagai perbandingan, jumlah SMA di Amerika Serikat yang memiliki tim american football adalah 14,2 ribu.

Belakangan, jumlah audiens esports memang terus naik, terutama di kalangan milenial dan generasi Z. Menurut laporan Kepios, 32 persen pengguna internet di rentang umur 16-24 tahun menonton esports. Angka ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan penonton olahraga tradisional di rentang umur yang sama.

 

Sumber: Inc.com, TechCrunch, The Esports Observer, VentureBeat

Team SoloMid Buat Pusat Pelatihan Senilai Rp182 Miliar

Team SoloMid akan membuat pusat pelatihan di Playa Vista, California, Amerika Serikat. TSM mungkin paling dikenal dengan tim League of Legends mereka. Namun, mereka juga memiliki tim yang bertanding dalam game lain, seperti Apex Legends, Fortnite, Hearthstone, PlayerUnknown’s Battleground, Rocket League, Super Smash Bros., dan lain sebagainya. Sayangnya, tim dan staf TSM terpencar. Misalnya, tim League of Legends mereka ada di Santa Monica, AS, sementara tim PUBG mereka ada di Eropa. Anggota tim dan staf TSM bekerja di berbagai co-working place, WeWork.

Setelah tempat pelatihan ini selesai dibuat, diharapkan, semua tim dan karyawan TSM akan bisa berkumpul di tempat seluas 25 ribu kaki tersebut. Tidak tanggung-tanggung, biaya yang dikeluarkan TSM untuk membangun fasilitas pelatihan itu mencapai US$13 juta (sekitar Rp182 miliar). Diperkirakan, tempat latihan tersebut akan selesai dibangun pada Februari 2020.

Sumber: Render by NxT Studios via LA Times
Sumber: Render by NxT Studios via LA Times

Selama 2018 dan 2019, League of Legends Championship Series (LCS) memang didominasi oleh Team Liquid, yang berhasil memenangkan empat turnamen — dua LCS Spring dan dua LCS Summer — berturut-turut. Namun, pada 10 turnamen LCS pertama, TSM berhasil memenangkan 6 turnamen. Pada LCS 2019 Spring, TSM juga berhasil meraih juara dua. Prestasi TSM membuatnya disebut sebagai salah satu tim ternama. CEO dan pendiri TSM, Andy “Reginald” Dinh menyamakan organisasi yang dia pimpin layaknya tim basket LA Lakers dan Golden State Warriors.

“Saya sempat mengunjungi tempat pelatihan Lakers dan Warriors ketika kami berencana membuat tempat fasilitas kami sendiri,” kata Dinh pada Los Angeles Times. “Apa yang mereka bangun sangat bagus untuk pemain basket dan kami ingin membuat tempat latihan serupa untuk para pemain esports. Kami ingin menciptakan lingkungan terbaik untuk pemain kami. Kami mau memastikan pemain dan staf kami mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk sukses. Dalam 10-20 tahun ke depan, kami ingin bisa mempertahankan posisi kami sebagai tim pemimpin di kancah esports internasional.”

Sumber: Render by NxT Studios via LA Times
Gambar render ruang olahraga. Sumber: Render by NxT Studios via LA Times

Tempat pelatihan ini akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh tim esports, seperti studio, ruangan untuk streaming, ruangan untuk bermain game, dan ruangan untuk pembinaan. Tidak hanya itu, fasilitas ini juga akan dilengkapi dengan pusat kebugaran dan fitness. Diklaim, tempat pelatihan TSM ini akan menjadi fasilitas milik tim esports pertama yang memiliki semua itu. Memang, pekerjaan atlet esports tidak hanya duduk dan bermain game. Mereka juga harus memerhatikan kesehatan fisik mereka. Atlet esports Indonesia yang membawa medali perak pada Asian Games tahun lalu dalam pertandingan eksibisi Hearthstone, Hendry ‘Jothree’ Handisurya, juga menyebutkan betapa pentingnya menjaga kondisi fisik bagi atlet esports.

“Mengumpulkan semua pemain di satu tempat dan memerhatikan performa mereka, dari sinilah kami bisa berkembang pesat,” kata Dinh. “Kami fokus pada data dan kebugaran jadi kami akan memiliki ruang olahraga dan psikologis olahraga agar pemain kami bisa mendapatkan semua yang mereka perlukan untuk bermain lebih baik. Kebanyakan tim esports tidak memiliki akses seperti ini.”

Di Indonesia, belum ada tim esports yang memiliki fasilitas semegah TSM. Sebagai gantinya, tim-tim esports Tanah Air biasanya memiliki gaming house yang menjadi tempat mereka untuk berlatih. Saat ini, satu-satunya tim esports yang memiliki tempat pelatihan terbuka adalah NXL, yang terletak di The Breeze.

Sumber header: Render by NxT Studios via LA Times

Mastercard Jadi Sponsor LCS dan Buat Konten Tentang Komunitas Esports LoL

Mastercard kini menjadi rekan finansial eksklusif untuk League of Legends Chamionship Series, liga LoL tahunan untuk kawasan Amerika Utara. Ini bukan kerja sama pertama yang Mastercard buat dengan Riot. Sebelum ini, perusahaan kartu kredit itu juga telah menjadi sponsor dari beberapa turnamen LoL lain, seperti Mid-Season Invitational, All-Star Event, dan World Championship.

“Kami senang untuk masuk ke ranah esports,” kata Executive Vice President of Marketing and Communications for North America, Mastercard, Cheryl Guerin, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Selama ini, Mastercard ikut masuk ke berbagai jenis olahraga karena kami ingin para pemegang kartu kami bisa mengejar hobi mreeka. Kami sadar, apa yang terjadi di esports sangat penting, baik tentang pertumbuhan industri dan kesenangan fans. Kami ingin berinteraksi dengan para penggemar esports  dan itulah awal dari msauknya kami ke ranah ini. Kami melihat interaksi yang sangat aktif , dan kami harap, itu juga akan terjadi kali ini. Kami menghubungkan diri dengan audiens baru dan esports adalah platform yang fantastis.”

Menurut Nielsen, tahun ini, jumlah nilai sponsorship yang diberikan oleh merek non-endemik — mulai dari merek makanan, mobil, hingga layanan finansial — naik 13 persen dari tahun lalu.

Sebagai sponsor, hal paling mendasar yang bisa sebuah perusahaan lakukan adalah memasang logo pada seragam pemain esports atau pada panggung. Namun, Mastercard tidak puas dengan hanya melakukan itu. Dalam kerja sama terbaru ini, Mastercard akan menawarkan layanan ekstra untuk para pemegang kartu, seperti tur backstage, tempat menonton khusus, dan kesempatan bertemu dengan para pemain profesional.

Tidak berhenti sampai di situ, Mastercard bersama Riot juga akan membuat konten eksklusif. Seri yang diberi judul “Together Start Something Priceless” itu akan membahas tentang pemain yang memberikan dampak positif pada komunitas. Orang pertama yang akan dibahas adalah Stephen “Snoopeh” Ellis. Dia adalah mantan pemain profesional yang kini mendukung para pemain profesional lainnya. Pada awalnya, seri ini akan tersedia secara eksklusif untuk kawasan Amerika Utara. Namun, nantinya, video tersebut juga akan tersedia di kawasan lain.

Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer
Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer

“Mastercard adalah merek yang dikenal di dunia, dan kami jelas ingin ada merek yang dikenal audiens kami. Namun, satu yang paling penting, kami  ingin mendekatkan diri dengan penonton dengan cara yang orisinal dan interaktif,” kata Guerin.

“Dengan membuat konten, yang memang dibuat khusus untuk komunitas esports itu sendiri — konten ini menampilkan berbagai cerita berharga yang kita dengar selama kerja sama kami, dari fans yang memang sangat cinta dengan esports. Menampilkan konten-konten jauh lebih otentik daripada sekadar menampilkan logo kami. Penting bagi kami untuk melakukan ini: kami membuat cerita menggugah tentang esports, dan menginspirasi orang lain yang juga senang dengan esports.”

North American Head of Partnerships and Business Development, Riot Games, Matt Archambault mengatakan bahwa membuat seri video tentang esports akan membantu Mastercard untuk berinteraksi dengan para penggemar esports. Dia menyebutkan, menampilkan logo memang awal yang baik untuk merek non-endemik yang ingin masuk ke ranah esports. Namun, menyajikan konten memungkinkan sponsor untuk dapat memperkenalkan merek mereka pada audiens esports dengan lebih baik.

“Mengembangkan sebuah cerita dan menceritakannya pada komunitas — dua hal itulah yang memberikan nilai lebih pada komunitas,” kata Archambault. “Pada akhirnya, itulah yang coba kami lakukan: memberikan pengalaman dan membuat kerja sama untuk memberikan nilai lebih tidak hanya pada merek itu, tapi juga pada komunitas, dan melakukan sesuatu yang mungkin belum pernah dicoba sebelumnya.”

Merek non-endemik memang kini mulai memasuki ranah esports. Jika melihat ke ranah lokal, di Indonesia pun trennya demikian, salah satunya adalah Go-Pay yang menjadi sponsor dari RRQ.

Pelajaran Singkat yang Bisa Didapat dari Sisi Bisnis LPL, Liga League of Legends Terbesar di Dunia

Menurut data dari Newzoo, 70 persen dari total populasi China, atau sekitar 560 juta orang, bermain game. Tidak hanya bermain game, warga China juga gemar menonton pertandingan esports.

Data dari IHS Markit menyebutkan bahwa China memberikan kontribusi sebesar 57 persen dari total penonton esports di dunia. Tidak heran, mengingat lebih dari 30,4 persen orang China percaya, esports adalah sebuah olahraga, berdasarkan data Penguin Intelligence Database.

Hanya 5,6 persen warga China yang menganggap bahwa esports bukanlah olahraga. Kebanyakan dari orang-orang itu memiliki umur di atas 40 tahun dan memang tidak pernah bermain game atau tahu tentang esports.

“Menonton turnamen dan kompetisi esports adalah hiburan untuk saya,” kata Yan Han, pria 28 tahun yang bekerja dan tinggal di Beijing, dikutip dari South China Morning Post.

Sejak mulai bermain League of Legends dua tahun lalu, dia telah menghabiskan uang hampir 1.000 yuan (sekitar Rp2 juta) untuk membeli item dalam game. Setiap hari, dia bermain League of Legends sekitar dua sampai tiga jam. Dia juga tidak pernah absen untuk menonton turnamen LoL tahunan.

Sumber: SCMP
Sumber: SCMP

“Menarik bagi saya untuk menonton pemain-pemain terbaik dunia saling beradu. Tingkat kemampuan yang mereka tunjukkan dan strategi yang mereka gunakan tidak banyak digunakan di kalangan pemain LoL biasa.”

Pada bulan Juni lalu, TJ Sports sempat membahas tentang jumlah penonton League of Legends Pro League (LPL). Secara total, jumlah view LPL mencapai 30 miliar, menurut data dari Esports Insider.

TJ Sports adalah perusahaan hasil kerja sama Tencent dan Riot Games yang bertanggung jawab atas LPL. Saat ini, LPL adalah turnamen LoL dengan jumlah peserta terbanyak.

Kompetisi di China itu memiliki 16 tim peserta. Sebagai perbandingan, kompetisi LEC dan LCS di Eropa dan Amerika Utara hanya memiliki 10 tim peserta per kompetisi.

Jumlah viewership inilah yang membuat media value dari LPL meroket. Berdasarkan white paper yang dirilis oleh TJ Sports, total media value yang didapatkan oleh enam sponsor LPL Summer Split 2017 mencapai 3 miliar yuan (sekitar Rp6 triliun).

Sementara media value yang didapatkan oleh Mercedes-Benz yang menjadi rekan resmi League of Legends World Championship mencapai 600 juta yuan (sekitar Rp1,2 triliun).

Sistem Turnamen dan Sumber Pendapatan LPL

Pada dasarnya, ada dua tipe turnamen esports, yaitu terbuka dan tertutup. Turnamen tertutup menggunakan sistem franchise, mengharuskan sebuah tim untuk membayar sejumlah uang sebelum mereka bisa bertanding dalam sebuah kompetisi.

LPL termasuk turnamen tertutup. Menurut laporan Esports Observer, jika sebuah tim ingin masuk ke LPL, dia harus menyediakan setidaknya 80 juta yuan (sekitar Rp161,1 miliar). Tidak hanya itu, tim itu juga harus memiliki sokongan bisnis yang kuat dan reputasi yang bagus.

Saat ini, tim di LPL telah mendapatkan investasi rata-rata sebesar 1,25 miliar yuan (sekitar Rp2,5 triliun). Menariknya, nilai tim tidak didasarkan pada performa tim atau luas jangkauan brand sebuah tim.

Menurut laporan Newzoo, dari total pendapatan US$1,1 miliar di industri esports, sponsorship memberikan kontribusi terbesar dengan total US$456,7 juta atau 41,5 persen dari total pendapatan.

Sumber: Newzoo
Sumber: Newzoo

Kontribusi terbesar kedua berasal dari hak siaran media. Dengan kontribusi sebesar US$251,3 juta, hak siaran media memberikan kontribusi sebesar 22,8 persen.

Menariknya, sumber pendapatan terbesar LPL bukanlah sponsorship, tapi hak siaran media. Beberapa perusahaan yang mendapatkan hak penyiaran LPL antara lain Huya, DouYu, Penguin Esports, BiliBili, WeChat Live, Weibo, Tencent Video, dan Tencent Sports.

Stasiun siaran televisi lokal seperti Great Sports dan Guangdong Sports juga mendapatkan hak untuk menyiarkan turnamen LoL tersebut.

Industri Esports Semakin Menyerupai Industri Olahraga Tradisional

Menurut CEO Immortals Gaming Club (IGC), Ari Segal, dua sumber pendapatan utama IGC adalah sponsorship dan hak siaran media, sama seperti LPL. Namun, mereka juga tertarik untuk mencari sumber pendapatan baru, dengan mengadakan turnamen sendiri.

“Tidak hanya kita akan mendapatkan untung dari penjualan tiket, ada juga beberapa sumber pendapatan lain, seperti penjualan merchandise, parkir, makanan dan minuman, dan juga akses ke data,” kata Segal, seperti dikutip dari Yahoo Finance.

Menurut Segal, ke depan, sistem monetisasi di industri esports akan semakin menyerupai industri olahraga tradisional. Hal ini juga tercermin dari mulai digunakannya model bisnis kandang-tandang (home-away) di industri esports.

Saat ini, ada enam tim esports di China yang memiliki markas, yaitu Royal Never Give-Up (RNG) dan JDG di Beijing, Team WE di Xi’an, LGD Gaming di Hangzhou, LNG di Chongqing, dan OMG di Chengdu.

Sayangnya, biaya operasional markas ini masih lebih mahal jika dibandingkan dengan uang yang didapatkan dari penggunaan fasilitas tersebut. TJ Sports dan Tencent membuat beberapa rencana untuk mengatasi masalah ini.

Dalam jangka pendek, TJ Sports dan Tencent akan menanggung biaya marketing dan finansial untuk mengurangi beban yang ditanggung tim yang memiliki markas sendiri. Sementara dalam jangka menengah, TJ Sports akan berusaha mengurangi biaya operasional dengan menggunakan Esports Streaming Center di Shangai Jingan District untuk menyiarkan siaran pertandingan LPL.

TJ Sports juga akan berusaha untuk menyediakan lebih banyak kegiatan offline untuk menggunakan stadium yang jadi markas sebuah tim esports, seperti festival musik.

Sumber: Esports Observer, South China Morning Post, Yahoo Finance, Esports Insider

Honda Jadi Sponsor LCS untuk Tarik Generasi Milenial dan Gen Z

Honda menjadi sponsor dari League of Legends Championship Series (LCS). Pada Januari lalu, perusahaan Jepang itu menjadi sponsor dari Team Liquid.

Dengan ini, Honda menjadi perusahaan pertama yang menjadi sponsor baik tim esports League of Legends maupun turnamennya. Sayangnya, tidak disebutkan berapa nilai sponsorship ini.

Kerja sama dengan Riot, developer League of Legends, ini dimulai pada Agustus ini dengan dimulainya Summer Split Off. Selain itu, kerja sama ini juga mencakup League MVP award dan LCS Scouting Grounds.

Tujuan utama Honda gencar untuk mensponsori tim esports dan turnamen esports adalah untuk mendekatkan diri dengan generasi milenial dan generasi Z. Kedua generasi itu jarang menonton TV. Dan ketika mereka menjelajah internet, biasanya mereka menggunakan pemblokir iklan. Untungnya, generasi milenial dan generasi Z suka menonton esports. 

“Pada awal tahun ini, kami berusaha untuk memperkuat strategi gaming kami secara keseluruhan. Ketika itulah kami mendapatkan kontrak dengan TL,” kata Manager of Media Strategy, American Honda, Phil Hruska pada Esports Observer. Pada Januari, Honda menjadi sponsor dari Team Liquid.

“Pada saat yang sama, kami menggunakan pendekatan merangkak-jalan-lari, jadi, kami juga mencari kontrak lain pada saat bersamaan. Kontrak dengan Riot memang memakan waktu lebih lama untuk direalisasikan. Namun, ini adalah perkembangan yang wajar setelah kami menjadi sponsor dari TL.”

Alasan Honda berusaha untuk mendekatkan diri dengan generasi milenial dan generasi Z adalah karena kedua golongan itu adalah satu-satunya kategori yang masih membeli mobil baru. Selain itu, mobil merek Honda, seperti Civic dan Accord, memang ditujukan untuk orang-orang yang membeli mobil untuk pertama kalinya.

“Generasi muda yang kami coba dekati lebih suka menggunakan media sosial dan menonton esports daripada media tradisional,” kata Hruska, seperti dilaporkan AdAge. “Kami melihat kontrak ini layaknya dengan platform media sosial, yang menjadi tempat tujuan para konsumen.”

Saat ini, esports memang menjadi industri bernilai US$1,1 miliar, menurut Newzoo. Diperkirakan, industri esports masih akan bertumbuh. Jumlah penonton esports juga terus bertambah. Karena itu, tidak heran jika semakin banyak merek non-endemik seperti Honda, yang tertarik untuk masuk ke industri ini.

Honda tampaknya serius untuk mendalami industri esports. Setidaknya begitulah yang disebutkan oleh North American Head of Esports Partnership and Business Development, Riot, Matthew Archambault. Dia mengatakan, dalam mencari sponsor, Riot berusaha untuk tidak bekerja sama dengan perusahaan yang setengah hati.

“Honda berusaha untuk berinvestasi, menyediakan sumber daya, dan siap untuk memberikan cerita,” katanya, lapor AdAge.

Sumber: Esports Observer, AdAge,

88 Atlet Esports Tiongkok Diakui Sebagai Atlet Resmi Kota Shanghai

Asosiasi Esports Shanghai minggu lalu mengumumkan bahwa mereka baru saja memberikan persetujuan terhadap pendaftaran 88 atlet esports di kota tersebut. Dengan ini, 88 atlet itu telah dinyatakan sebagai atlet esports resmi kota Shanghai. Mereka berasal dari berbagai cabang esports berbeda, antara lain Honor of Kings (Arena of Valor versi Tiongkok), Dota 2, League of Legends, Hearthstone, Warcraft III, FIFA Online 4, serta Clash Royale.

Menjadi atlet resmi kota Shanghai artinya 88 orang tersebut berhak mendapatkan fasilitas dari pemerintah layaknya atlet olahraga resmi lainnya. Contohnya seperti fasilitas pendidikan dan dukungan visa internasional. Program ini pertama kali dicanangkan pada November 2018 kemarin, ketika pemerintah Shanghai mengumumkan kerja sama dengan berbagai organisasi esports di Shanghai Mercedes-Benz Arena. Hadir dalam acara tersebut beberapa perusahaan ternama dunia esports, termasuk Tencent, NetEase, Perfect World, dan PandaTV.

The International 2019 - Prize Pool
TI9 di Shanghai menjadi TI dengan prize pool terbesar sepanjang masa | Sumber: Wykrhm Reddy

Menjadi atlet esports resmi Shanghai bukan hal yang bisa dilakukan sembarang orang. Ada beberapa syarat dan panduan yang ditetapkan oleh Asosiasi Esports Shanghai untuk hal ini. Di antaranya, pendaftar haruslah atlet profesional dengan usia minimal 18 tahun, serta memiliki kontrak kerja dengan suatu organisasi esports.

Pada saat peraturan ditetapkan, Asosiasi Esports Shanghai hanya memfasilitasi lima judul game (LoL, Dota 2, Hearthstone, Warcraft III, dan FIFA Online 4). Tapi rupanya program ini sudah melebar ke beberapa judul lain seperti disebut di atas.

Pemerintah Tiongkok baik pusat maupun daerah memang belakangan ini cukup gencar menunjukkan dukungan terhadap esports. Wakil walikota Shanghai Weng Huitie misalnya, turut hadir dalam acara di bulan November itu. Bersamaan dengan pengumuman bahwa turnamen Dota 2 The International 2019 akan digelar di Shanghai, Valve juga mengungkap peluncuran Steam China, cabang platform distribusi game Steam yang merupakan hasil kerja sama Valve, pemerintah Tiongkok, dan Perfect World.

Steam China
Sumber: Shanghai Municipal People’s Government via The Esports Observer

Keputusan pemerintah Tiongkok untuk mengakui esports sebagai bidang profesi resmi di awal 2019 lalu tampaknya memang berbuah manis. Kini para pekerja industri esports bisa mendapatkan perlakukan yang lebih layak dan serta berbagai keuntungan lebih lengkap di dunia kerja. Pemerintah juga terus berusaha mendukung ekosistemnya, misalnya dengan membuat regulasi-regulasi yang diperlukan.

Bila perkembangan ini terus berlanjut, tidak mustahil prediksi bahwa Tiongkok akan memiliki hingga 2 juta tenaga kerja esports dalam lima tahun ke depan benar-benar terwujud. Bagaimana dengan Indonesia?

Sumber: The Esports Observer

Invictus Gaming Jalin Kerja Sama dengan Chevrolet, Iklankan Mobil SUV Baru

Tim-tim raksasa esports tampaknya semakin banyak dilirik oleh brand non-endemic. Salah satunya yang belakangan cukup sering dikabarkan menjalin kerja sama adalah brand di bidang otomotif. Menyusul Audi yang berkolaborasi dengan Astralis, Mercedes-Benz dengan SK Gaming, Honda dengan Team Liquid, serta BMW dengan Cloud9, kali ini giliran Chevrolet yang resmi menjadi partner untuk Invictus Gaming.

Dilansir dari The Esports Observer, posisi Chevrolet terhadap tim raksasa asal Tiongkok itu adalah official car partner. Tujuan utama dari kolaborasi ini adalah untuk mempromosikan produk baru Chevrolet, yaitu Chevrolet Tracker SUV. Tim League of Legends Invictus Gaming telah tampil dalam sebuah video iklan di Weibo berjudul “IG x Tracker”. Selain itu, masing-masing anggota tim ini juga menjadi model untuk video iklan Chevrolet tersendiri. Bila Anda mengunjungi situs resmi Chevrolet Tiongkok, Anda dapat melihat Invictus Gaming tampil di berbagai material iklan di sana.

Invictus Gaming x Chevrolet - Players
Roster LoL IG menjadi model iklan Chevrolet | Sumber: Chevrolet

Invictus Gaming dan Chevrolet tidak mengungkap nilai finansial dari kerja sama ini. Yang jelas, saat ini jaket dan jersey Invictus Gaming di League of Legends Pro League (LPL) telah terpasang logo Chevrolet. Tim yang bulan Maret lalu menjuarai LPL 2019 Spring Playoffs ini juga akan menggunakan Chevrolet Tracker SUV untuk melakukan perjalanan serta menciptakan konten-konten di masa depan.

Ancang-ancang untuk meluncurkan kerja sama ini sudah ditunjukkan oleh Chevrolet sejak bulan Juni kemarin. Di acara yang bernama Chongqing Auto Show, para pemain Invictus Gaming ikut tampil di panggung bersama Chevrolet untuk memamerkan jaket baru mereka. Tampaknya kolaborasi dan iklan yang dihasilkan hanya berlaku lokal di Tiongkok saja, sebab Chevrolet tidak memasang material serupa di situs versi global mereka.

Chevrolet Tracker SUV
Chevrolet Tracker SUV akan jadi kendaraan resmi Invictus Gaming | Sumber: Peter Otto Photography

Kolaborasi tim esports dengan brand otomotif belakangan telah menjadi tren, tidak hanya di Tiongkok namun juga di wilayah-wilayah kompetisi lainnya. Mengingat Invictus Gaming adalah salah satu tim terbesar dan juga terkuat di Tiongkok, wajar bila kemudian mereka banyak dilirik untuk bekerja sama.

Brand lain seperti Mercedes-Benz bahkan tidak hanya menggandeng tim esports (SK Gaming, Royal Never Give Up), tapi juga menjadi sponsor untuk liga LPL itu sendiri sejak tahun 2018. Kira-kira brand otomotif apa lagi yang akan ikut berkecimpung di dunia esports nantinya?

Sumber: The Esports Observer, Chevrolet, Peter Otto Photography

Riot Games Gelar League of Legends World Championship 2019 di 3 Negara

Setelah tahun lalu menghadirkan kompetisi internasional League of Legends World Championship 2018 (alias Worlds 2018) di kota Seoul, Korea Selatan, di tahun 2019 ini Riot Games akan membawa turnamen Worlds kembali ke Eropa. Uniknya, Worlds 2019 tidak hanya digelar di satu kota atau satu negara, tapi di tiga kota dari tiga negara berbeda! Kota-kota yang ditunjuk menjadi tuan rumah itu adalah Paris (Perancis), Madrid (Spanyol), dan Berlin (Jerman).

Puncak tertinggi dunia kompetisi League of Legends ini sejak tahun 2011 memang selalu diadakan secara bergiliran di wilayah-wilayah kompetisi dunia. Tahun lalu Asia (Korea Selatan), tahun ini Eropa, kemudian Riot Games juga sudah mengungkap rencana Worlds untuk tahun 2020 dan 2021 yaitu di Tiongkok dan Amerika Utara. Dalam penyelenggaraannya, Riot Games didukung oleh beberapa sponsor global seperti Mastercard, Alienware, juga Secretlab.

Worlds 2019 - Schedule
Jadwal Worlds 2019 | Sumber: LOL Esports

Worlds 2019 akan berjalan selama kurang lebih 1 bulan, dimulai dari fase Play-In Stage pada tanggal 2 Oktober dan berakhir pada babak Finals yang berlangsung di tanggal 10 November 2019. Anda bisa melihat dalam jadwal di atas bahwa setiap fase akan berlangsung di tempat-tempat berbeda, yaitu:

  • Play-In Stage digelar di LEC Studio, Berlin
  • Group Stage digelar di Verti Music Hall, Berlin
  • Quarterfinals dan Semifinals digelar di Palacio Vistalegre, Madrid
  • Finals digelar di AccorHotels Arena, Paris

Worlds 2019 memiliki berbagai jalur kualifikasi yang ditentukan dari prestasi tim-tim esports League of Legends selama satu tahun terakhir. 12 tim dengan performa terbaik di liga-liga tertinggi langsung berhak maju ke babak Group Stage, termasuk di antaranya tim yang menjadi juara LPL 2019 Summer, LCK 2019 Summer, LEC 2019 Summer, dan seterusnya. Sementara itu 12 tim dengan prestasi di bawahnya harus melalui fase Play-In Stage terlebih dahulu.

AccorHotels Arena
Penampakan venue AccorHotels Arena | Sumber: AccorHotels Arena

Tim-tim yang masuk ke Play-In Stage terdiri dari tim-tim juara Regional Finals LEC, LCK, LCS, dan LMS, juara turnamen-turnamen dari wilayah kompetisi minor seperti Jepang, Brazil, Australia, atau Asia Tenggara, dan lain-lain. Di akhir Play-In Stage, akan diambil 4 tim terbaik yang berhak maju ke Group Stage bersama tim-tim yang sudah lolos lebih awal tadi. Kemudian dari Group Stage akan tersisa 8 tim untuk maju ke babak Quarterfinals. Dari Quarterfinals ke atas, kompetisi menggunakan sistem knockout.

Tim yang berhasil menjadi juara pada tanggal 10 November nanti akan membawa pulang trofi Summoner’s Cup, gelar World Champion, serta sejumlah uang hadiah. Sayangnya Riot Games belum mengumumkan secara resmi berapa besaran total prize pool yang ditawarkan, tapi tentu kita berharap jumlahnya akan lebih tinggi dari Worlds 2018 yang mencapai US$6.450.000. Tim manakah yang berhak mengklaim titel terkuat di dunia tahun ini?

Sumber: LOL Esports

Auto Chess Tuju League of Legends Lewat Mode Baru: Teamfight Tactics

Setelah MOBA dan battle royale, apa genre yang akan menjadi “big thing” berikutnya? Setiap orang boleh berspekulasi, tapi tampaknya auto chess bisa menjadi kandidat kuat. Pertama kali muncul sebagai mod untuk Dota 2 di awal tahun 2019, Dota Auto Chess dengan cepat menjaring popularitas besar. Drodo Studio, kreator Dota Auto Chess, kini bahkan sudah merilis Auto Chess versi standalone untuk mobile. Dalam ajang E3 2019 mereka juga mengumumkan Auto Chess versi PC yang akan dirilis eksklusif di Epic Games Store.

Seolah tak mau ketinggalan tren terkini, Riot Games pun membuat tandingan Dota Auto Chess dalam bentuk mode baru di League of Legends. Mode tersebut bernama Teamfight Tactics, jauh dari kata-kata “auto” maupun “chess”, tapi sebenarnya tidak jauh berbeda. Anda akan bertanding melawan tujuh orang lainnya dalam sebuah arena menyerupai board game, mengumpulkan champion (hero) terkuat, kemudian menggabung-gabungkan unit champion untuk menciptakan unit yang lebih kuat lagi.

Teamfight Tactics - Screenshot 1
Teamfight Tactics menggunakan arena heksagonal | Sumber: Riot Games

Perbedaan yang paling terlihat adalah bahwa arena permainan Teamfight Tactics tidak berbentuk persegi, melainkan heksagon. Selain itu terdapat fitur khusus di tengah permainan di mana seluruh pemain diperbolehkan untuk memilih (drafting) satu dari beberapa champion yang disediakan. Urutan pemilihan champion ini berkebalikan dengan peringkat permainan, jadi pemain yang sedang memimpin klasemen kemungkinan akan mendapat champion terlemah karena ia menempati urutan terakhir drafting.

Dalam pengumuman di situs resminya, Riot Games mengaku bahwa mereka memang mengembangkan Teamfight Tactics karena terinspirasi oleh Dota Auto Chess. Malah mereka dengan gamblang menyebutkan, banyak karyawan di kantor mereka yang ketagihan bermain Dota Auto Chess. Para kru Riot Games adalah penggemar genre strategi, jadi ketika genre auto chess (atau “auto-battler”) menawarkan pengalaman strategi baru, sudah jelas mereka harus mencobanya.

Teamfight Tactics - Little Legends
Kustomisasi avatar yang disebut Little Legends | Sumber: Riot Games

Saat ini Teamfight Tactics masih dirilis dengan status beta, akan tetapi Riot Games berencana untuk menanganinya dengan serius seperti mode-mode utama di League of Legends. Salah satunya dengan cara menyediakan Ranked Mode di Teamfight Tactics, juga pemberian beragam item kosmetik baru. Avatar pemain yang bertindak sebagai summoner di arena Teamfight Tactics juga bisa dikustomisasi menggunakan makhluk-makhluk imut yang disebut Little Legends.

Auto chess memang genre yang menarik dan mengasyikkan, jadi wajar bila genre ini mulai menjamur sebagai tren baru. Akan tetapi yang jadi pertanyaan adalah akan sebesar apa genre ini jadinya nanti. Mungkinkah auto chess menggeser ketenaran genre-genre lainnya? Apakah genre ini bisa berkembang menjadi cabang esports populer? Atau hanya hangat sementara, lalu hilang ditelan usia? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Sumber: Riot Games

Riot Games Luncurkan Revenue Sharing League of Legends di Liga Amerika dan Eropa

Sebagai salah satu cabang esports terpopuler di dunia, rasanya tak afdal bila League of Legends tidak memiliki program untuk mensejahterakan para pemainnya. Seperti Dota 2 atau Rainbow Six: Siege yang menyediakan berbagai in-game item hasil kerja sama dengan tim-tim profesional, Riot Games baru-baru ini meluncurkan fitur yang memungkinkan penggemar untuk mendukung tim kesayangan secara langsung.

Fitur pertama adalah Fan Pass, sebuah item yang memberikan misi-misi tertentu pada pemain dengan berbagai imbalan menarik, termasuk emotes, icons, skins, dan sebagainya. Fan Pass ini dijual seharga 980 Riot Points, atau setara US$10. Tersedia di wilayah Brasil, Turki, Amerika Latin, Jepang, dan Oseania, hasil penjualan Fan Pass akan dibagi 50:50 dengan seluruh tim profesional di wilayah-wilayah tersebut.

Fitur baru kedua yaitu Team Pass. Mirip seperti Fan Pass, Team Pass juga memberikan misi dengan berbagai imbalan. Bedanya, imbalan-imbalan Team Pass ini memiliki tema yang berkaitan dengan tim yang dipilih. Setiap pemain hanya boleh membeli satu Team Pass untuk kompetisi LCS (League of Legends Championship Series) dan satu Team Pass untuk kompetisi LEC (League of Legends European Championship). Hasil penjualan Team Pass ini akan dibagi 50:50 dengan tim-tim dalam liga yang bersangkutan.

League of Legends - T1 x G2
Sumber: LoL Esports

Sebetulnya ini bukan pertama kalinya League of Legends menyediakan fitur serupa “Battle Pass” begini, namun biasanya Battle Pass itu hanya berlaku untuk satu turnamen saja. Sebaliknya, Fan Pass dan Team Pass berlaku selama satu musim. Ini merupakan salah satu cara bagi tim-tim profesional untuk mendapatkan penghasilan yang tidak bergantung pada uang hadiah turnamen saja.

“Kami rasa penting, seiring olahraga ini tumbuh, agar liga-liga, tim, dan para pemain saling berbagi dalam kesuksesan bersama,” demikian tulis tim LoL Esports dalam blog resminya. “Kami sangat gembira dengan peluncuran program ini dan akan terus mempelajari sebanyak-banyaknya aspek apa yang paling dihargai oleh penggemar esports seluruh dunia seiring kami melebarkan sayap lebih luas di masa depan!”

Satu fitur lagi yang baru diumumkan adalah fitur unik bernama Pro View. Tersedia untuk kompetisi LEC dan LCS mulai bulan Juni, fitur ini memungkinkan penggemar untuk membeli semacam keanggotaan premium untuk dapat melihat jalannya kompetisi secara lebih mendetail. Contohnya kemampuan mengganti sudut pandang dari kesepuluh pemain yang sedang bertanding, menampilkan pertandingan dalam empat layar sekaligus secara split-screen, dan sebagainya.

Team Liquid
Sumber: LoL Esports

Pro View juga menyediakan fitur untuk menyimpan momen-momen penting turnamen dalam bentuk video, statistik para pemain profesional, hingga fitur sosial untuk berinteraksi dengan sesama pemilik keanggotaan Pro View. Pada awalnya Riot Games hanya menyediakan Pro View dengan caster bahasa Inggris, tapi di masa depan dukungan bahasa lain juga akan diberikan.

Lebih mahal dari dua fitur sebelumnya, Pro View dijual seharga US$14,99 untuk masing-masing liga, atau bundel seharga US$19,99 untuk LEC dan LCS sekaligus. Hasil pembelian Pro View juga akan dibagi dengan tim-tim di liga terkait, namun Riot Games tidak menjelaskan pembagiannya secara detail.

Sumber: The Esports Observer, LoL Esports