Legion of Champions Series III 2019: Antara Tradisi Baru dan Harapan Gamer League of Legends

Layaknya acara turnamen game yang diadakan di negara-negara Asia Pasifik, tim penyelenggara memeriahkan sesi upacara pembukaan Legion of Champions Series III 2019 di Bangkok dengan sejumlah atraksi. Setelah para eksekutif memberikan sambutannya, acara dihidupkan oleh aksi para cosplayer di panggung utama serta konser musik ‘mini’ dari grup idol Thailand, Sweat 16.

Di sesi pembukaan itu, terjadi peritiwa menarik yang bagi saya merepresentasikan semangat pro gamer sejati. Saat berjalan ke panggung, seorang cosplayer kehilangan keseimbangan akibat tersandung sepatu hak tingginya. Sesudah mencoba bangkit dan gagal, sang gadis tanpa ragu menanggalkan sepatunya, lalu lanjut melangkah ke depan dan berpose dengan gagah bersama kawan-kawannya. Pelajaran yang saya petik di sini: seberapa pun parah dan tak terduganya sebuah rintangan, kita harus tetap fokus pada tujuan.

LOC 2 1

 

Legion of Champions

Legion of Champions 2019 ialah ajang turnamen League of Legends ketiga yang diadakan Lenovo dan Intel. Acara ini merupakan cara sang produsen PC mengokohkan eksistensinya di ranah gaming, karena Anda mungkin sudah tahu, brand Legion baru berusia dua tahun – melakukan debutnya di CES 2017. Berbicara soal skala, LoC Series III 2019 tentu saja lebih besar dari dua perhelatan sebelumnya, dilihat dari perspektif partisipan maupun jumlah hadiah.

LOC 2 3

Event tahun ini diikuti oleh beberapa pendatang baru, yaitu perwakilan dari India, Jepang dan Korea; menambah jumlah negara peserta menjadi 11 wilayah, dengan talenta lebih dari 60 gamer profesional. Mereka semua akan memperebutkan potongan terbanyak dari total hadiah sebesar US$ 35 ribu. Pemenang pertama sendiri akan membawa pulang uang senilai US$ 7 ribu beserta sejumlah unit laptop gaming Legion Y530 seharga US$ 5 ribu.

LOC 2 6

Pelaksanaan Legion of Champions punya tujuan yang sedikit berbeda dari turnamen esports sejenis. Dalam sesi wawancara, Ken Wong selaku presiden dari PC and Smart Devices Lenovo Asia Pacific menjelaskan pada saya bahwa acara ini bukan dimaksudkan untuk sekadar mencari pemenang, tapi merupakan cara mereka membangun komunitas dan memberikan pijakan bagi para atlet esports muda buat menunjukkan taringnya.

LOC 2 5

 

Mengapa masih League of Legends?

League of Legends pernah jadi MOBA terbesar di Indonesia, namun seperti sejumlah judul di PC dan console, ia mendapatkan perlawan keras dari game-game esports mobile yang dengan singkat mencuri perhatian khalayak. Meski demikian, Lenovo dan Intel tetap ‘setia’ mempertandingkan permainan ini. Alasannya sederhana, League of Legends ialah salah satu game populer yang mengedepankan kerja sama tim.

LOC 2 4

Banyak orang cemas dengan masa depan League of Legends. Tapi melihat tingginya minat dan kehebohan penoton Legion of Champions Series III 2019, sentimen ini sedikit memudar. Dari sedikit riset, MOBA kreasi Riot Games itu sebetulnya masih dinikmati banyak pemain. Hanya saja, jumlahnya di tiap kawasan naik dan turun, bergantung dari tren di negara tersebut. Sebagai contohnya, ada banyak sekali gamer Vietnam menggeluti League of Legends, dan perwakilan mereka adalah salah satu tim terkuat di kompetisi ini.

LOC 2 14

Walaupun begitu, Ken Wong menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan ajang Legion of Champions di masa depan akan mempertandingkan game lain. Produsen secara konsisten terus memerhatikan perkembangan di ranah gaming, dan tak ragu buat memperluas konten turnamen lewat penambahan judul selain League of Legends.

LOC 2 12

 

Kiprah Indonesia dan harapan para pro gamer lokal

Headhunters terpilih sebagai perwakilan dari Indonesia setelah berhasil menaklukkan kompetitor-kompetitor dalam negeri di babak kualifikasi regional. Meski lelah dan tak punya banyak waktu untuk beristirahat, performa tim pimpinan Bayu ‘Cruzher’ Putera Sentosa di hari pertama sangat membanggakan. Menariknya, sang kapten menuturkan bahwa dalam menghadapi lawan-lawan di LoC Series III ini, mereka memutuskan buat bermain secara biasa – tanpa menerapkan strategi khusus.

LOC 2 7

Di hari pertama, Headhunters sempat kalah dari tim Flash asal Vietnam, namun berhasil bangkit dan memamerkan kepiawaiannya dengan mengalahkan Rayning Jelly Bears (Singapura). Selanjutnya, manuver mereka terlihat lebih mulus di sesi melawan Duckondrug (Malaysia) dan Yama (Jepang). Barulah di match kelima, jagoan LoL kita harus mengakui keunggulan Mortal Wisdom dari Hong Kong setelah melewati pertandingan yang panjang dan melelahkan.

LOC 2 8

Perjalanan Headhunters menuju babak puncak sendiri terhenti di hari Sabtu itu, dihadang oleh perwakilan tuan rumah, Mega Esports. Tim asal Thailand tersebut merupakan salah satu yang dijagokan, dan berhasil mendapatkan tiket ke hari ketiga sesudah menundukkan Flash (Vietnam) dan Mortal Wisdom (Hong Kong).

LOC 2 10

Dalam bincang-bincang santai sebelum hari pertandingan kedua dimulai, beberapa anggota Headhunters sempat mengutarakan apa yang jadi keinginan mereka. Mereka berharap agar frekuensi kompetisi League of Legends di Indonesia dibuat lebih sering lagi. Dengan begitu, akan terbuka kesempatan lebih luas bagi tim-tim esports untuk berprestasi serta ada lebih banyak peluang bagi talenta baru buat menunjukkan kemahirannya.

LOC 2 13

Di Indonesia, League of Legends tengah mengalami krisis. Tanpa ada jadwal kompetisi yang pasti, para pro gamer kita menghadapi dilema: haruskah mereka terus menunggu, berpindah haluan ke judul lain seperti yang sudah dilakukan beberapa atlet, atau  malah pensiun dari ranah ini. Apalagi, beberapa dari anggotanya tak lagi bisa dikatakan berada di usia paling prima…

Lirik Peluang, Puma Kerjasama dengan Cloud9

Garis pembatas antara industri hiburan olahraga ‘tradisional’ dengan esports kini sudah semakin tipis. Jika melihat kasus di negara-negara barat, sejumlah atlet bahkan sudah mulai investasi di dunia esports.

Salah satu contohnya adalah tim esports asal Amerika Serikat Echo Fox, yang dimiliki oleh atlet bola basket Rick Fox, gara-gara anaknya yang seorang gamers dan melihat megahnya industri esports League of Legends di Amerika Serikat. Lalu ada juga pemain bola basket mega bintang Amerika Serikat, Shaquille O’Neal, yang merupakan salah satu jajaran pemilik tim NRG Esports.

Sumber: twitter @echofoxgg
Rick Fox, mantan pebasket NBA yang kini jadi pemilik tim esports Echo Fox. Sumber: twitter @echofoxgg

Bukan hanya itu saja, ternyata baru-baru ini brand olahraga Puma juga melirik bisnis esports dengan menjalin rekanan bersama salah satu organisasi esports besar, Cloud9. Mengutip esportsobserver.com, dikatakan bahwa bentuk kerjasama brand antara Puma dengan Cloud9 ini meliputi menjadikan Puma sebagai pakaian, celana, serta sepatu bagi tim Cloud9 pada saat mereka bertanding di League of Legends Championship Series (LCS).

Tak lupa logo Puma juga tampil menjadi logo dada di dalam jersey utama Cloud9. Kerjasama ini memberi kami kesempatan untuk menjadi bagian dari apa yang dicintai oleh anak-anak (gaming) dan bagaimana brand kita menggerakan budaya gaming kata Matt Shaw kepala bidang digital marketing Puma di artikel Esports Observer. “Cloud9 menurut kami adalah brand paling unik yang dapat membantu kami mencapai hal tersebut”.

Sumber: esportsobserver.com
Sumber: esportsobserver.com

Kerjasama Puma dengan industri video game ini sebenarnya tidak bisa dibilang sebagai yang pertama kalinya. Sebelumnya ia pernah bekerja sama dengan Pro Evolution Soccer 2014. Namun ini adalah kali pertama mereka bekerjasama dengan organisasi esports, dalam hal kerja sama apparel, layaknya bekerjasama dengan klub olahraga

Cloud9 sendiri memang merupakan salah satu klub organisasi esports terbesar baik di Amerika Serikat sendiri atau secara global. Di Indonesia, organisasi ini salah satunya dikenal lewat divisi Dota 2 yang mereka miliki. Berdiri sejak tahun 2013 lalu, saat ini Cloud9 sudah memiliki berbagai macam tim esports di berbagai divisi, terutama di cabang game besar seperti League of Legends, CS:GO, dan tentunya Dota 2.

OnePlus Terjun ke Dunia Esports dengan Menjadi Sponsor Tim Fnatic

OnePlus kini menjadi salah satu dari sekian banyak brand yang akhirnya terjun ke dunia esports. Perusahaan manufaktur smartphone asal Tiongkok itu baru saja mengumumkan kerja sama sponsorship dengan salah satu tim esports paling senior dunia yang telah berlaga sejak tahun 2004, Fnatic. Hal ini diungkap oleh OnePlus dan Fnatic dalam acara Legends in Action yang berlangsung di kota Berlin, Jerman, tanggal 13 Januari kemarin.

Menurut keterangan di situs resmi Fnatic, sponsorship ini adalah bagian dari kolaborasi jangka panjang yang telah berevolusi dalam beberapa tahun terakhir. Fnatic dan OnePlus sebelumnya sudah memiliki hubungan baik, dan menurut pihak OnePlus, perubahan relasi itu menjadi kerja sama yang lebih kuat adalah suatu hal yang natural.

Fnatic - New Jersey
Penampakan jersey baru Fnatic | Sumber: Fnatic

Gaming selalu menjadi bagian sentral dari OnePlus dan kerja sama dengan Fnatic, sejak awal, adalah hubungan natural yang lahir dari persahabatan: dua organisasi berpikiran serupa yang ingin mendobrak batas,” kata Carl Pei, Co-Founder OnePlus. Lanjutnya, “Kami sangat gembira ini bisa menjadi sponsorship global pertama kali di esports! Bersama, kami akan terus mengubah industri dan perilaku, lewat passion bersama untuk Never Settle.”

Never Settle adalah slogan OnePlus yang melambangkan keinginan mereka untuk terus menciptakan hal baru. Kini, Fnatic pun akan menggunakan slogan tersebut di dalam tim. Selain itu, bila Anda ingat, seragam jersey milik Fnatic biasanya memiliki logo atau tulisan “Fnatic” besar di tengahnya. Sejak kerja sama ini berjalan, logo Fnatic telah diganti dengan logo OnePlus. Perubahan tersebut menunjukkan bahwa ikatan antara Fnatic dan OnePlus bukan main-main.

“Ini adalah momen yang luar biasa signifikan dalam sejarah Fnatic. Saya sudah kenal Carl Pei sejak lama dan kami sama-sama memiliki visi untuk menantang norma dan selalu mencari sesuatu yang lebih—baik itu kesuksesan tim, produk, atau brand. Kami memiliki nilai-nilai yang sama terkait performa dan keinginan menjadi diri yang terbaik, jadi di OnePlus kami mendapatkan partner sempurna untuk membawa Fnatic ke era baru,” ujar Sam Matthews, Founder dan Chairman Fnatic di pernyataan resminya.

Untuk brand seperti OnePlus, pemilihan Fnatic sebagai partner esports memang terlihat menjanjikan. Fnatic punya reputasi sebagai tim dengan performa tangguh di nyaris semua cabang esports populer. Saat ini mereka memiliki tim di cabang Clash Royale, Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, FIFA, Fortnite, League of Legends, Rainbow Six: Siege, Rocket League, Rules of Survival, hingga Street Fighter V.

Fnatic - Heroes of the Storm
Fnatic divisi Heroes of the Storm yang baru saja bubar | Sumber: Fnatic

Divisi League of Legends menjadi divisi Fnatic yang paling sukses akhir-akhir ini, dengan raihan juara dua di kompetisi LoL World Championship 2018. Divisi Dota mereka juga lumayan baik, mereka finis peringkat delapan di Kuala Lumpur Major dan peringkat empat di ESL One Birmingham 2018. Sementara di dunia Rainbow Six: Siege, Fnatic adalah salah satu dari 8 tim yang berhasil menjadi finalis Pro League Season 8 dan maju ke turnamen Six Invitational 2019.

Beberapa hari lagi Fnatic akan bertanding di Chongqing Major sebagai salah satu wakil Asia Tenggara, sementara divisi LoL mereka akan berpartisipasi di League of Legends European Championship (LEC) 2019 Spring Season. Semoga saja kerja sama baru ini juga menjadi awal dari era keemasan baru bagi Fnatic.

Sumber: Appuals, Fnatic

Tencent dan Riot Games Dirikan Perusahaan Esports Baru, TJ Sports

Dua raksasa industri game, Tencent Games dan Riot Games, baru saja mengumumkan kerja sama baru di bidang esports. Kerja sama itu berwujud pembuatan perusahaan baru yang khusus menangani esports, bernama TJ Sports (Tengjing Sports). Pengumuman ini diungkap dalam acara 2019 China League of Legends Leader Summit, di kota Shanghai, pada tanggal 10 Januari lalu.

Menurut keterangan dari Ma Xiaoyi, Senior Vice President dari Tencent Group, perusahaan baru ini memiliki fokus pada hal-hal seputar bisnis League of Legends, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Beberapa kegiatan yang akan mereka lakukan antara lain penyelenggaraan turnamen, manajemen talenta, pembangunan esports venue, serta pembuatan produk-produk yang berkaitan dengan League of Legends.

TJ Sports
Peresmian TJ Sports | Sumber: Esports Observer

TJ Sports juga akan bekerja sama dengan Tencent atau Riot untuk menangani game mereka nantinya. Menurut laporan dari 36Kr dan dilansir dari Esports Observer, 50% saham TJ Sports dimiliki oleh Tencent, sementara 50% sisanya dipegang oleh Riot. Kepemimpinan perusahaan ini dipikul oleh dua orang co-CEO, yaitu Jin Yibo dan Lin Song. Jin Yibo sebelumnya adalah pimpinan divisi League of Legends di Tencent. Sedangkan Lin Song dulunya pernah bekerja di P&G, Kinsey, serta TripAdvisor, sebelum menjadi pimpinan cabang Riot Games di Tiongkok. Markas TJ Sports sendiri berlokasi di kota Shanghai.

“TJ Sports akan membangun tim penyelenggaraan turnamen terbaik untuk meningkatkan kualitas turnamen dan user experience kami, serta membuat standardisasi industri esports,” kata Xiaoyi, dilansir dari Esports Observer. Lanjutnya, “Di jangka panjang, TJ Sports berencana menjadi perusahaan operasi esports internasional, meningkatkan diversitas dan keberlanjutan industri esports dalam skala global.”

Invictus Gaming - Worlds 2018
Invictus Gaming, juara Worlds 2018 | Sumber: Rift Herald

Proyek TJ Sports dalam waktu dekat adalah League of Legends Pro League (LPL) 2019 yang berjalan mulai pada tanggal 14 Januari untuk periode Spring Season. TJ Sports telah menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan untuk kompetisi ini, termasuk di antaranya Mercedes-Ben, KFC, serta Weibo.

Berikut ini daftar partnership lengkap TJ Sports untuk LPL 2019:

  • Head Partner: Mercedes-Benz
  • Official Partner: KFC, Alienware, Hongmo, Zhanma, Yili Guliduo, Doritos, L’Oreal Men Expert, HUPU
  • Equipment Partner: DxRacer
  • Media Rights Partner: Huya, Douyu, Panda TV, Bilibili, Tencent Sports, Weibo

Selain sponsor yang sudah ada, Lin Song berkata bahwa LPL sedang mencari title sponsor untuk tahun 2019 ini. Ditambah lagi, Esports Observer pernah melaporkan bahwa Tencent sedang melakukan negosiasi sponsorship dengan Nike untuk LPL. Akan tetapi negosiasi ini sedang menemui jalan buntu, karena Nike ingin menjadi apparel sponsor eksklusif. Artinya semua tim LPL, termasuk pelatih dan manajer, hanya boleh memakai pakaian produk Nike saat tampil di pertandingan. Ini tentu menyulitkan, karena tim jadi tidak bisa menjalin kerja sama dengan brand pakaian lain.

Nicolo Laurent, CEO Riot Games, yakin bahwa TJ Sports dapat membawa League of Legends, sebagai esports, ke level yang lebih tinggi lagi. Pada tahun 2018 lalu, pertandingan final League of Legends World Championship telah ditonton oleh lebih dari 99 juta viewer. Sementara LPL sendiri telah memecahkan rekor dengan total jumlah tontonan sebanyak 15 miliar view. Kita lihat nanti sepesat apa pertumbuhan angka ini di tahun 2019.

Sumber: Esports Observer

India, Jepang, dan Korea Selatan akan Turut Serta di Legion of Champions III di Thailand

15 Desember 2018 kemarin, Legion of Champions (LoC) III telah merampungkan kualifikasi untuk Indonesia di Britama Arena alias Mahaka Square, Jakarta Utara. 2 tim yang berlaga di final kualifikasi Indonesia turnamen League of Legends milik Lenovo Legion ini adalah Headhunters dan ZHR.

Tim Headhunters yang digawangi oleh Bayu “Cruzher” Putra Sentosa pun berhasil menaklukkan lawannya. Menariknya, ini adalah kali kedua tim Headhunters berhasil mewakili Indonesia di LoC. Selain mendapatkan tiket untuk berjuang di tingkat yang lebih tinggi mewakili Indonesia, Headhunters juga mendapatkan hadiah sebesar Rp50 juta.

Nantinya, Headhunters akan bertanding lagi di main event LoC III 2019 di Thailand melawan tim-tim dari Hong Kong / Macau, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam dan 3 negara lainnya yang untuk pertama kalinya bergabung di LoC (India, Jepang, dan Korea Selatan). Gelaran tersebut akan diadakan di Central Plaza Ladprao, Bangkok, pada tanggal 25-27 Januari 2019.

Tim Headhunters saat memenangkan kualifikasi LoC III Indonesia. Sumber: Lenovo Legion Indonesia
Tim Headhunters saat memenangkan kualifikasi LoC III Indonesia. Sumber: Lenovo Legion Indonesia

“LoC merupakan perwujudan komitmen Lenovo untuk mengembangkan komunitas gaming di Asia. Dengan meningkatnya keabsahan dan pengaruh eSports di wilayah Asia Pasifik ini, inisiatif kami adalah menghubungkan sesama gamer dan memberdayakan generasi gamer berikutnya,” kata Ken Wong, President, Lenovo Asia Pacific dalam rilis yang diberikan. “Lenovo Legion didesain dengan memikirkan kebutuhan gamer, dan kami akan terus menyediakan pengalaman serta perangkat gaming yang seru dan relevan.”

“LoC menjadi agenda tahunan di kalendar gaming Asia, dan kami senang menjadi bagian dari turnamen ini untuk ketiga kalinya. Kami melihat dukungan yang besar dari para mitra dan gamer. Dan kami bangga bisa mendukung tim Indonesia dalam perjalanan mereka untuk menjadi juara eSports, serta menyediakan platform bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan serta pengalaman.” Kata Diantika, Consumer Marketing Lead, Indonesia, dalam rilis yang sama.

Tahun lalu, pihak Lenovo mengklaim bahwa ada 7000 gamer dan 20 ribu pengunjung yang hadir di acara puncak mereka. Tahun ini, para peserta di main event nanti akan berebut total hadiah sebesar US$35 ribu atau setara dengan Rp472 juta. Sang pemenang turnamen ini nantinya akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar US$7000 dan laptop Lenovo Legion Y530 yang bernilai US$5000.

Saat konferensi pers yang digelar di Hiveworks, Jakarta Pusat, 17 Desember 2018 kemarin, kami sempat menanyakan soal pemilihan tiga negara baru yang akan turut serta di LoC III 2019 di Thailand nanti. Diantika pun menjelaskan bahwa acara LoC ini mendapatkan respons yang sangat positif dari banyak negara karena itulah Lenovo melebarkan sayapnya untuk mengajak lebih banyak negara lagi untuk ikut serta.

Lalu bagaimana dengan respons Headhunters dengan masuknya tim Korsel ke LoC III 2019 nanti? Di kesempatan yang sama, Bayu menjelaskan bahwa strategi yang ia gunakan akan sama dengan strategi untuk menghadapi tim-tim dari negara lainnya. “Cari tahu lawan kita siapa saja, bagaimana permainannya, META apa yang sering mereka pakai. Kita juga merubah gaya latihan kita agar lebih ke quality over quantity. Percuma kalau latihan 12 jam tapi tidak banyak yang bisa didapat.” Ujar Bayu.

Final kualifikasi LoC III di Indonesia. Dokumentasi: Lenovo Indonesia
Final kualifikasi LoC III di Indonesia. Dokumentasi: Lenovo Indonesia

Setelah konferensi pers, kami pun mendatangi Bayu untuk berbincang lebih lanjut. Ia mengatakan bahwa targetnya di sana memang untuk meraih posisi 4 besar. Ia juga menyebutkan 3 negara yang berpeluang besar untuk jadi juara, yaitu Hong Kong, Korea Selatan, dan Thailand.

Terakhir, kami sebenarnya sedikit bingung dengan masuknya Vietnam dan Korea Selatan karena mereka punya liga profesionalnya di negaranya masing-masing sehingga mungkin akan menyulitkan jadwal tim-tim dari sana. Ternyata menurut pengakuan Headhunters, tim-tim Vietnam dan Korea Selatan yang bertanding di sini bukanlah tim-tim yang berlaga di liga profesional negaranya masing-masing. Jadi, bukan tim-tim setingkat SKT T1 ataupun Gen.G yang akan berlaga di sini.


Maka dari itu, peluang Indonesia merebut posisi 4 besar mungkin memang realistis untuk dicapai oleh Bayu dan kawan-kawannya nanti. Apalagi The Headhunters juga bahkan sampai mendatangkan pelatih baru dari Thailand, Iyakup “z0ey” Promboot Korn, untuk membantu mereka mempersiapkan diri untuk Grand Final LoC III 2019. Selamat berjuang ya buat The Headhunters!

Ada Apa dengan Korea Selatan di META LoL World Championship?

Hari Sabtu, 3 November 2018 lalu, gelaran kompetitif termegah untuk League of Legends (LoL) tahun ini alias World Championship 2018 telah menemukan juaranya.

Di partai penghujung, Invictus Gaming dari Tiongkok (LPL) membabat habis Fnatic (EU LCS) tanpa balas dengan skor 3-0 (Bo5). Buat Anda yang mengikuti perkembangan esports LoL, final tadi tentunya mengejutkan karena tidak ada tim Korea Selatan (LCK) yang berada di partai final.

Muasalnya, tim-tim Korea Selatan sebelumnya selalu mendominasi dunia persilatan LoL internasional sejak beberapa tahun silam (2013). Mari kita lihat ke belakang sejarah final World Championship dari sejak diadakan pertama kali tahun 2011.

Invictus Gaming, sang juara World Championship 2018. Sumber: LoL Esports
Invictus Gaming, sang juara World Championship 2018. Sumber: LoL Esports
  • World Championship 2011: Fnatic (Eropa) vs. against All authority (Eropa): 2-1.
  • World Championship 2012: Taipei Assassins (Taiwan) vs. Azubu Frost (Korea Selatan): 3-1.
  • World Championship 2013: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. Royal Club (Tiongkok): 3-0.
  • World Championship 2014: Samsung White (Korea Selatan vs. SH Royal (Tiongkok): 3-1.
  • World Championship 2015: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. KOO Tigers (Korea Selatan): 3-1.
  • World Championship 2016: SKT Telecom T1 (Korea Selatan) vs. Samsung Galaxy (Korea Selatan): 3-2.
  • World Championship 2017: Samsung Galaxy (Korea Selatan) vs. SKT Telecom T1 (Korea Selatan): 3-0.
  • World Championship 2018: Invictus Gaming (Tiongkok) vs. Fnatic (Eropa):  3-0.

Jadi, sejarah mencatat, dari 8 kali World Championship tim Korea Selatan menjadi juara dunia sebanyak 5 kali dan bertanding di partai final sebanyak 6 kali.

Karena itulah, bisa dibilang Korea Selatan memang mendominasi kancah internasional di LoL sampai mereka tenggelam di 2018. Di 2018 ini, tim Korea Selatan bahkan tidak ada yang berhasil tembus ke babak semifinal sekali pun.

Jika Anda tanya saya, berhubung saya fanatik sama yang namanya Faker, jawabannya ya karena tidak ada SKT Telecom T1 di World Championship 2018. Hahaha… Namun, berhubung kali ini saya ingin mendalami lebih jauh tentang META World Championship 2018, saya telah menghubungi 2 tokoh LoL Indonesia, Yota dan Wolfy.

Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports
Yota (kiri) dan Wolfy (kanan) saat jadi shoutcaster untuk PvP Esports. Sumber: Yota

Mungkin tidak ada yang lebih pas dalam menyandang predikat pakar LoL di Indonesia selain Pratama “Yota” Indraputra. Ia pernah bergabung di Hasagi, media yang khusus membahas soal LoL, pernah juga jadi shoutcaster untuk LoL, dan pernah juga bertanggung jawab untuk esports LoL di Indonesia saat masih bekerja di Garena.

Satu lagi narasumber kita kali ini juga tidak kalah ‘sakti’ di dunia persilatan LoL Indonesia. Florian “Wolfy” George adalah mantan pemain LoL profesional sebelum ia memutuskan untuk membuat organisasi-nya sendiri, Armored Project.

Lalu apa pendapat mereka berdua tentang META di World Championship 2018?

Menurut Yota, “META Worlds sekarang lebih menghargai tim yang berani ambil resiko buat main agresif.

Bandingin sama tahun lalu, vision control lebih diutamakan dan ditambah lagi Trackers Knife buat jungle; otomatis Ward ada di mana-mana, semua pasang mata. Akhirnya permainan lebih konservatif, slow tempo dan calculated. Tim-tim LCK menguasai META karena di region mereka sendiri tempo permainannya lebih reserved.

Sekarang kita liat, di Mid ada LeBlanc, Top ada Akali, Urgot, Aatrox, dan Champion lain yang ngasih reward tinggi buat yang bisa dapet lead di early game dan itu yang bikin Worlds sekarang gak dikuasai tim LCK.

Afreeca Freecs, tim Korsel yang gugur di perempat final Worlds 2018. Sumber: LoL Esports
Afreeca Freecs, tim Korsel yang gugur di perempat final Worlds 2018. Sumber: LoL Esports

Ada 1 pattern lagi yang aneh, tim-tim besar terlalu mengandalkan Kaisa di Bottom Lane. Padahal early trading-nya sangat jelek dan scaling ke late game-nya harus bergantung sama komposisi tim yang memadai.

Sedangkan Wolfy punya pendapat yang tak jauh berbeda. Menurutnya, META tahun ini acak-acakan. “Bener-bener anything goes, siapa yang lebih inovatif dan kreatif bakal dapet banyak benefit.”

Menurutnya musim ini Riot, developer League of Legends, mengubah banyak hal. “Dari funneling, mage di Bot Lane, Champion yang bisa di-flex ke beberapa role.”

Funneling yang dimaksud Wolfy di sini adalah menggunakan Support di Mid Lane ataupun Mid Laner yang menggunakan Smite. Dengan strategi tersebut, sang Mid Laner pun dapat farming lebih cepat. Selain itu META di Worlds kali ini memang punya ritme yang lebih cepat ketimbang META jaman Ardent Censer (2017).

Jadi, sebenarnya memang bukan hanya di Worlds ini saja Korea Selatan tersandung di tingkat internasional. Wolfy menunjukkan bahwa Korea Selatan juga gagal di MSI (Mid Season Invitational) dan Asian Games. Tim Tiongkok yang menang di kedua turnamen tersebut.

Karena META yang lebih cepat inilah tim-tim Tiongkok berhasil mendominasi dunia persilatan LoL internasional di 2018 ini. Tim-tim Tiongkok memang lebih agresif dan berani ketimbang Korsel. Sedangkan tim Korsel lebih dominan ke warding, wave control, dan kendali tempo permainan.

“Sedangkan ward tahun ini menurun yang berarti ada informasi (vision) yang tak tersampaikan dan tim Korsel cenderung tidak mau bermanuver jika vision terbatas. Sedangkan tim Amerika dan Eropa lebih berani tanpa vision.” Lanjut Wolfy.

kt Rolster, tim Korsel yang juga gugur di Worlds 2018. Sumber: LoL Esports
kt Rolster, tim Korsel yang juga gugur di Worlds 2018. Sumber: LoL Esports

Memang, secara keseluruhan, META tahun ini lebih chaos. Hal ini menguntungkan tim-tim Tiongkok yang memang cenderung menyukai team fight karena mereka lebih cepat beradaptasi.

Bagaimana dengan skill individu? Apakah skill individu jadi tak terlalu relevan di META sekarang?

Wolfy berpendapat bahwa skill individu sebenarnya masih berpengaruh besar namun karena memang tim-tim Korea memang biasanya bermain dengan resiko minimal, sedangkan tanpa vision sama dengan resiko. Meski memang Wolfy mengakui tim-tim Korsel yang ada di Worlds kali ini punya objektif kontrol yang lemah.

Apakah tahun ini skill individu para pemain Korea menurun? Atau justru tim-tim lain yang meningkat?

Menurut Wolfy, skill individu antara region mulai seimbang juga. Sedangkan Yota mengatakan, “Sebenernya skill individu player LCK (Korsel) juga tinggi. Tapi sepertinya karena memang mereka terbiasa main sesuai arahan coach, individual play bakal dirasa terlalu high risk.”

Jika tim Tiongkok dijagokan di META kali ini, kenapa RNG (Royal Never Give Up) yang merupakan tim favorit dari Tiongkok justru gagal di perempat final?

“Rumornya, sebenernya ada internal team issue yang ngaruh ke gameplay. Tapi itu cuma rumor aja, gua juga gak ngerti kenapa mereka bisa kalah haha…” Jawab Yota sembari tertawa.

Menurut Wolfy, RNG memang lagi underperformed dan tidak stabil makanya mereka terpeleset.

RNG, tim favorit dari Tiongkok. Sumber: LoL Esports
RNG, tim favorit dari Tiongkok. Sumber: LoL Esports

Lalu, bagaimana dengan prediksi Yota dan Wolfy tentang masa depan tim-tim Korsel di kancah internasional? Apakah mereka akan mendominasi kembali?

Yota dan Wolfy sedikit berbeda pendapatnya tentang peluang tim-tim Korsel akan kembali bersinar di META yang selanjutnya.

“Gua rasa work ethic dan game knowledge mreka masih terbaik sedunia. Harusnya gak butuh waktu lama buat mereka (tim Korsel) bounce back.” Ujar Wolfy.

Wolfy lebih yakin tim Korsel akan kembali ke performa maksimalnya. Sedangkan Yota lebih terbuka dengan kemungkinan itu.

Deft, salah satu pemain bintang dari Korsel. Sumber: LoL Esports
Deft, salah satu pemain bintang dari Korsel. Sumber: LoL Esports

“Bisa jadi LCK dominan lagi. Harusnya, META nya juga berubah lagi tahun depan. Plus tim-tim Korea juga sudah mulai regenerasi.” Tutup Yota.

Itu tadi obrolan singkat saya dengan 2 pengamat LoL Indonesia ini. Apakah Korea Selatan akan benar-benar kembali berjaya di musim depan?

 

Nike Jalin Kerja Sama Endorsement dengan Atlet League of Legends Tiongkok

Perusahaan peralatan olahraga Nike akhirnya menunjukkan minat terhadap dunia esports. Untuk pertama kalinya, mereka menunjuk seorang atlet esports sebagai bagian dari kampanye pemasaran mereka. Atlet yang ditunjuk adalah Uzi (Jian Zihao), bintang League of Legends asal Tiongkok yang kini tergabung dalam tim Royal Never Give Up. Ia juga salah satu atlet anggota tim nasional LoL Tiongkok kala mereka menjuarai Asian Games 2018 lalu.

Kerja sama antara Nike dan Uzi bukan berupa sponsor tim, seperti Red Bull mensporosi tim Cloud9 misalnya. Akan tetapi Uzi memiliki peran sebagai salah satu pendukung promosi film dokumenter berjudul “Shut Up and Dribble”. Dokumenter yang terbagi ke dalam tiga episode ini mengisahkan perjalanan hidup atlet NBA LeBron James, bagaimana ia mendaki kesuksesan dari bawah hingga menjadi megabintang, perlawanannya terhadap stigma atlet kulit hitam, hingga pengaruh atlet-atlet NBA terhadap iklim budaya dan politik Amerika Serikat. Promosi ini pertama kali muncul di halaman Weibo Nike Basketball.

Nike DRIBBLE &
Kampanye Nike “DRIBBLE & _______” | Sumber: Nike Basketball

Menurut pernyataan Nike, dilansir dari SportsPro Media, mereka meluncurkan kampanye “DRIBBLE & _______” untuk menunjukkan pada dunia para individu dari berbagai bidang yang punya karakteristik seperti LeBron James: punya semangat tinggi, dan berhasil menjadi kekuatan dominan di bidangnya masing-masing.

Uzi yang merupakan salah satu atlet LoL terbaik dunia tampil sebagai wakil esports dengan slogan “DRIBBLE & CARRY”. Anda yang gemar tentu tahu apa makna “carry” dalam slogan tersebut. Selain Uzi, Nike juga mengusung aktor muda Tiongkok, Bai Jingting, sebagai salah satu influencer untuk tampil di media-media sosial.

Kaus “DRIBBLE & _______” yang dikenakan Uzi, LeBron James, dan Bai Jingting pada gambar di atas adalah kaus resmi yang dijual bebas di gerai-gerai ritel Nike. Para pembeli dapat memilih sendiri kata untuk mengisi baris kedua secara custom. Tak hanya kaus dan media sosial, Nike juga melakukan promosi serupa dengan poster atau reklame di jalan-jalan besar negara Tiongkok.

LeBron James | Shut Up and Dribble
LeBron James membintangi film Shut Up and Dribble | Sumber: Nike Basketball

Kampanye pemasaran dengan Uzi ini merupakan kali pertama terjadi kerja sama antara Nike dan atlet esports. Hal itu sempat menimbulkan sedikit misinformasi, bahwasanya Uzi menjadi atlet pertama yang berada di bawah sponsor Nike. Namun Nike membantah kabar tersebut, dan menyatakan bahwa wujud kerja sama mereka bukan berwujud sponsorship.

Tidak ada perlakuan khusus antara Uzi dan influencer lainnya dalam kampanye ini, dan Nike tidak memberikan kontrak atlet kepada Uzi. Royal Never Give Up sendiri sudah sering melakukan kerja sama dengan berbagai brand non-esports, termasuk di antaranya kontrak sponsor dengan KFC dan Mercedes-Benz.

Seri dokumenter Shut Up and Dribble akan tayang di saluran televisi Showtime, setiap Sabtu mulai 3 November 2018. Anda dapat menyaksikan video trailer acara tersebut di bawah.

Sumber: SportsPro Media, Esports Observer, The News & Observer

Daftar Turnamen Esports Terseru di Indonesia Tahun 2018

Esports punya sejarah yang cukup panjang di Indonesia, bahkan sebelum istilah “esports” itu sendiri populer. Semenjak popularitas game online meledak, para penerbit game serta organizer sudah mencium aroma potensi yang ada dalam game kompetitif. Apalagi berkat persebaran internet yang semakin luas, komunitas gamer yang tadinya bahkan mungkin tidak berpikir bahwa game bisa dimainkan secara profesional, lambat laun mulai terpapar dunia olahraga elektronik tersebut.

Banyak game dan perusahaan berperan terhadap perkembangan esports tanah airnya. Salah satunya cikal bakal yang patut kita kenang adalah Ragnarok Online. MMORPG fenomenal ini memperkenalkan turnamen tingkat dunia bernama Ragnarok World Championship (RWC) pada tahun 2004. Iklim kompetitif itu lalu menular ke Indonesia dalam wujud Ragnarok Indonesia Championship (RIC).

Esports Indonesia sempat stagnan di era akhir 2000-an. Memang muncul beberapa pionir seperti Team nxl> yang berkecimpung di dunia Counter-Strike. Tapi tidak ada ajang kompetitif besar dengan skala nasional seperti sekarang. Bahkan ketika popularitas esports luar negeri meledak akibat Dota 2 dan League of Legends, posisi Indonesia masih sebatas pemirsa saja.

Ragnarok World Championship 2009
Ragnarok World Championship 2009 | Sumber: Coerce

Semua itu mulai berubah ketika League of Legends terbit resmi di Indonesia di bawah bendera Garena. Garena getol mendorong perkembangan esports, dan mereka tak segan-segan menawarkan hadiah miliaran Rupiah bagi tim yang berhasil jadi juara kompetisi. Mulai dari turnamen di acara Indonesia Game Show, hingga berkembang menjadi League of Legends Garuda Series (LGS), kiprah Garena betul-betul menaikkan standar penyelenggaraan turnamen profesional di dalam negeri.

Pertengahan era 2010-an, penetrasi game kompetitif di smartphone menjamur dengan cepat di Indonesia. Negara kita memang disebut-sebut punya pola konsumsi mobile-first, sehingga wajar bila game mobile jauh lebih diminati daripada console atau PC. Moonton dengan Mobile Legends: Bang Bang berhasil meraih lebih dari 20 juta pengguna tanah air. Garena pun tak mau kalah, mereka merilis Arena of Valor yang merupakan buatan Tencent, perusahaan game terbesar di dunia.

Kini kita berada di tahun 2018. Kompetisi olahraga elektronik sudah menjadi hal yang lumrah, tidak hanya di ibukota saja tapi juga di seluruh pelosok Indonesia. Pemain-pemain berbakat muncul dari mana-mana, sebagian di antaranya berkarier bersama tim luar negeri. Penerbit-penerbit game pun seperti berlomba-lamba mengadakan turnamen terbesar, terheboh, dan paling bergengsi.

Esports is the next big thing in marketing,” demikian kata Baldwin Cunningham dalam tulisannya yang dimuat di Forbes pada tahun 2016. Dua tahun kemudian, ungkapan itu terbukti. Kita telah tiba di saat di mana esports telah menjadi “big thing”, dan menurut para analis, esports masih akan terus menjadi lebih besar.

Turnamen esports Indonesia di tahun 2018

Sama seperti olahraga konvensional, esports juga memiliki turnamen atau liga-liga yang terbagi berdasarkan level kompetisinya. Hanya saja, karena jumlah game yang dipertandingkan sangat banyak, mengikuti semua cabang esports terkadang bisa cukup memusingkan.

Seorang penggemar sepak bola biasanya hanya mengikuti satu atau dua liga utama tempat tim favoritnya berada. Sekarang bayangkan bila Anda seorang penggemar esports yang menyukai lebih dari satu game sekaligus.

Saya, contohnya, menyukai Dota 2, Arena of Valor, Mobile Legends: Bang Bang, Overwatch, dan Pro Evolution Soccer sekaligus. Berusaha mengikuti kompetisi esports di kelima game itu sama saja seperti berusaha mengikuti Barclays Premier League, NBA, Bundesliga, Major League Baseball, dan STIHL Timbersports secara bersamaan. Padahal itu belum mencakup semua cabang esports yang ada.

Abuget Cup 2017
Abuget Cup 2017 | Sumber: Capcom

Di bawah ini saya mencoba merangkum beberapa cabang esports populer di Indonesia, beserta kompetisi/liga apa saja yang mereka miliki dan di mana Anda bisa menikmatinya. Jadi Anda yang menggemari esports dapat memilih jadwal tontonan lebih mudah, atau mungkin mencoba menyaksikan kompetisi yang selama ini tidak Anda ikuti. Ada esports apa saja di Indonesia tahun 2018 ini?

Counter-Strike: Global Offensive

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Point Blank

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

PlayerUnknown’s Battleground (PUBG)

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

PUBG Mobile

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2018

Level Up!

GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018 | Winners
Evil Geniuses, juara GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018 | Sumber: NHBL

Dota 2

GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

Indonesia High School League (IHSL) 2018

  • Penyelenggara: JD.ID
  • Jadwal: Oktober 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Mobile Legends: Bang Bang

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Mobile Legends: Bang Bang Professional League (MPL)

  • Penyelenggara: Moonton, RevivalTV, Game.ly
  • Jadwal: Setiap Jumat – Minggu, 16:00 – 22:00 WIB
  • Siaran: Facebook MLBB Indonesia

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Level Up!

Indonesia High School League (IHSL) 2018

  • Penyelenggara: JD.ID
  • Jadwal: Oktober 2018
  • Siaran: Belum tersedia
EVOS ASL Season 1
EVOS saat menjuarai ASL Season 1 | Sumber: Kincir.com

Arena of Valor

Arena of Valor Star League (ASL)

Arena of Valor National Championship (ANC)

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

Street Fighter V: Arcade Edition

Abuget Cup 2018

AMD Esports FIGHT! Championship 2018

Tekken 7

Abuget Cup 2018

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

AMD Esports FIGHT! Championship 2018

Mengupas Tuntas Gelaran Esports bersama Senior EO Esports Indonesia

Jika sebelumnya kita telah mengupas tentang organisasi esports bersama owner BOOM ID, kali ini, kita akan berbicara tentang serba-serbi event organizer untuk esports.

Saya telah menghubungi Tribekti Nasima yang merupakan salah satu dedengkot di lingkup EO esports Indonesia. Bekti adalah orang yang berada di balik megahnya gelaran LGS (League of Legends Garuda Series) dan Glorious Arena saat ia menjadi Garena Esports Manager untuk League of Legends (LoL) di Indonesia.

LGS sendiri merupakan liga LoL paling bergengsi di Indonesia yang digarap langsung oleh Garena. Pemenang dari LGS akan bertanding lagi ke level yang lebih tinggi di tingkat Asia Tenggara. Sayangnya, LGS ini sekarang sudah dihilangkan.

GPL Spring 2018. Sumber: Garena
GPL Spring 2018. Sumber: Garena

Buat yang belum terlalu familiar dengan esports Indonesia, faktanya, LGS merupakan pionir dari gelaran kompetitif yang epik di Indonesia. Meski memang bukan yang pertama di Indonesia, banyak EO esports lainnya menjadikan LGS pada era Bekti sebagai patokan proyek mereka.

Saat ini, ia sudah pindah ke Mineski Event Team (MET) sebagai Head of Operation.

Mari kita langsung masuk ke perbincangan saya bersama Bekti.

Yang paling penting dari sebuah event esports?

Saya pun langsung to-the-point untuk menanyakan pendapatnya tentang hal yang paling krusial dari sebuah gelaran. Menurutnya, “yang paling penting itu bisa diikutin. Jadi ada ceritanya. Jadi tahu siapa saja yang bertanding di sana.”

Maksudnya, event esports yang baik adalah yang punya cerita yang mudah diingat. Tanpa aspek naratif yang kuat, gelaran kompetitif tidak akan menarik sebagai sebuah hiburan/entertainment dan akan mudah terlupakan.

Bekti yang memang menjadikan LoL dan Riot Games (developer dan publisher-nya) sebagai ‘kiblat’nya menggarap event pun memberikan contoh soal aspek cerita tadi.

Gelaran kompetisi League of Legends di dunia itu memang lebih mudah untuk diikuti karena sistemnya. Seperti yang saya tuliskan tadi sebelumnya, pemenang dari liga Indonesia akan bertarung ke liga Asia Tenggara. Kemudian, pemenang dari tingkat Asia Tenggara tadi berhak melangkah lebih lanjut ke tingkat dunia a.k.a World Championship.

Sistem yang sama ini digunakan di banyak kawasan lainnya. Jadi, sistemnya memang mirip dengan yang digunakan FIFA di Piala Dunia. Tim-tim yang ingin beraksi di kancah internasional harus bisa menang di tingkat regional.

Oleh karena itu, tim-tim yang bertarung di World Championship telah memiliki latar belakang ceritanya masing-masing. Bagaimana perjuangan mereka, yang tak jarang dramatis, di tingkat regional, membuat tim-tim peserta memiliki karakteristik yang kuat.

Itu tadi elemen paling penting dari sebuah gelaran kompetitif menurut Bekti dan saya sangat setuju dengannya.

Aspek produksi di gelaran esports

Tribekti Nasima. Dokumentasi: Mutiara Donna Visca
Tribekti Nasima. Dokumentasi: Mutiara Donna Visca

Selain aspek naratif tadi, saya pun bertanya kepada Bekti tentang salah satu aspek penting juga yang tak boleh terlewatkan oleh para penyelenggara event esports; yaitu produksi.

Aspek produksi yang dimaksud di sini adalah soal panggung, pencahayaan, acara dan yang lain-lainnya yang dibutuhkan agar event dapat berlangsung.

Menurut Bekti sendiri aspek produksi sebenarnya sangat bergantung dari budget alias anggaran. “Kalau anggarannya kecil, memang susah untuk buat yang megah.”

“Namun,” lanjut Bekti “tantangan bagi para project manager adalah bagaimana membuat produksi maksimal dengan budget minimal.” Ia pun bercerita bahwa acara esports League of Legends, seperti World Championship, itu memang modalnya besar karena tujuan mereka buat event bukan untuk mencari margin (keutungan) dari event tersebut. Di Indonesia sendiri, menurutnya, kesulitannya memang ada di budget tadi karena marginnya saja memang sudah tipis.

Buat yang belum terlalu paham tentang gelaran esports dari League of Legends, ijinkan saya menjelaskan sedikit. Event esports dari League of Legends memang diselenggarakan dan diorganisir langsung oleh Riot Games, developer-nya, atau publisher game-nya seperti Garena di Indonesia (sebelum diganti sistemnya) ataupun Tencent di Tiongkok.

Sumber: es.me
Sumber: es.me

Jadi, karena memang bukan pihak ketiga yang menyelenggarakan, event tersebut tidak dibuat untuk mencari keuntungan materi. Tujuan mereka mengadakan event tersebut memang sebagai salah satu bentuk marketing dan branding untuk agar para pemain lamanya tetap setia ataupun menarik para pemain baru.

Selain itu, event esports yang dikontrol langsung oleh publisher-nya memang bisa lebih leluasa dalam menentukan kualitas seperti apa yang diinginkan. Namun demikian, sistem ini juga bisa dibilang memiliki kekurangan. Jika semua game membuat acaranya sendiri, para penyelenggara event esports pihak ketiga jadi tidak kebagian proyek.

Itulah perbedaan terbesar antara event esports League of Legends dengan kebanyakan game lainnya, baik di Indonesia ataupun di tingkat internasional. Riot, Tencent, Garena, ataupun para pemegang lisensi League of Legends lainnya memang punya divisi esports-nya masing-masing.

Sumber: LoL Esports
Sumber: LoL Esports

Meski demikian yang paling penting dari aspek produksi, bagi Bekti, adalah bagaimana caranya agar aspek produksi tersebut dapat membuat satu turnamen begitu berkesan.

Hal ini bisa tercapai berkat desain panggung yang megah, pertunjukkan di luar kompetisinya, ataupun yang lainnya. Memang, tak jarang event esports bisa sangat berkesan gara-gara pertandingannya seperti hasil pertandingan yang dramatis ataupun tim kuda hitam yang bisa menjadi juara di turnamen tersebut. Namun seorang project manager yang hebat tetap akan berusaha membuat turnamen tetap memorable tanpa menggantungkan nasib pada orang lain.

Aspek publikasi event esports

Berhubung memang saya cukup lama bermain di industri media dan sebelumnya pernah menangani publikasi untuk beberapa event esports di Indonesia, saya pun melihat masalah minimnya aspek publikasi di banyak event esports di Indonesia.

Bekti pun setuju dengan saya. Namun Bekti mengatakan bahwa memang semua EO (event organizer) di Indonesia masih belum sempurna di semua aspek. “Mereka (EO di Indonesia) punya kekuatan dan kelemahan masing-masing.”

Ia pun melanjutkan bahwa industri esports di Indonesia sendiri memang masih muda. Karena itu, mungkin para penyelenggara gelaran esports di Indonesia masih perlu belajar dari event yang pernah dibuat. “Dari 1-3 event kan jadi bisa dievaluasi. Setelah beberapa waktu, mungkin headcount-nya juga bisa dipenuhi (tambah personil).”

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Karena memang banyak EO yang masih ‘muda’ di Indonesia, Bekti melanjutkan, masuknya ESL ke Indonesia (berkongsi dengan Salim Group) akan berdampak positif buat industri esports tanah air karena para penyelenggara tadi dapat memiliki patokan (benchmark) baru yang dapat dikejar.

Bekti pun menambahkan kadang event esports bahkan tak perlu publikasi tapi bisa populer. Ditambah lagi, beberapa sponsor juga sudah mulai berpikir soal kualitas. Namun demikian, Bekti juga tidak begitu saja menihilkan aspek publikasi itu tadi.

LoL merupakan salah satu game yang punya aspek publikasi hebat karena cerita rangkaian turnamen mereka yang relatif lebih mudah diikuti (karena digarap langsung oleh publisher dan punya jenjang kompetisi yang rapih). Namun demikian, hal ini juga sebenarnya dapat dilakukan di game-game lainnya Bekti pun berargumen.

Ia pun mencontohkan kompetisi Dota 2 yang lebih banyak digarap oleh pihak ketiga. Dalam hal ini, jurnalis atau medianya yang harus lebih pandai merajut cerita dari berbagai kompetisi tadi.

Masukan untuk para penyelenggara event esports

MPL Indonesia Season 1. Sumber: MLBB
MPL Indonesia Season 1. Sumber: MLBB

Saya pun menanyakan saran apa yang bisa diberikan oleh Bekti sebagai salah seorang yang senior di bidang ini. Menurutnya, ada 2 hal yang bisa dilakukan.

Pertama, menjaga dan memulainya dari komunitasnya masing-masing. Ia pun mencontohkan Advance Guard yang merupakan EO sekaligus komunitas yang spesialis menggarap game-game fighting di Indonesia. Meski memang masih kalah popularitasnya (karena genre game-nya), Advance Guard tidak bisa dibilang EO kecil karena turnamen mereka juga biasa ditunjuk oleh Capcom dan Bandai Namco menjadi turnamen kualifikasi Indonesia untuk Street Fighter ataupun Tekken ke jenjang turnamen yang lebih tinggi alias tingkat internasional.

Di PES (Pro Evolution Soccer) dan FIFA juga mirip seperti itu yang mengandalkan komunitas.

Dengan memperkuat jaringan komunitas, menurut Bekti, mereka-mereka yang ingin mengadakan turnamen untuk game-nya mau tidak mau harus melibatkan komunitas itu tadi.

Sumber: AMD
Sumber: AMD Indonesia

Hal kedua yang bisa dilakukan adalah terus mencari dan berpegang pada kekuatannya masing-masing. Misalnya, EO yang kuat di media bisa terus mengembangkan medianya. Komunitas tadi juga dapat dilihat sebagai kekuatan yang mungkin tak dapat ditawarkan oleh EO lainnya.

Selain itu, contoh lainnya, jika memang belum pernah eksekusi event Dota 2, ya jangan diambil. Pasalnya, meski memang mudah dibayangkan, akan ada hal-hal kecil yang terlupakan jika tidak biasa.

Terakhir, saya pun menanyakan hal ini sebagai penutup.

Menurutnya, hal apa yang biasanya menyebabkan satu gelaran esports jadi kacau? “Antara kebanyakan kaki tangan atau kebanyakan kepala.” Jawabnya.

Maksudnya, kebanyakan kaki tangan di sini adalah soal terlalu banyak menggunakan sub-vendor yang biasanya dilakukan untuk menghemat anggaran. Hal tersebut biasanya akan mengakibatkan koodinasi yang sulit.

Sedangkan kebanyakan kepala artinya terlalu banyak stakeholder yang jadinya terlalu banyak kepentingan sehingga sulit untuk fokus pada 1 tujuan.

Itu tadi secuil perbincangan saya dengan Bekti. Semoga hal ini bermanfaat bagi Anda yang penasaran ikut menggarap esports di dalam negeri.

Untuk Bekti, sukses terus ya bersama Mineski Event Team ataupun di tempat-tempat lainnya! Thanks untuk waktu dan insight-nya!

Riot Games Buka Stadion Mewah Khusus League of Legends di Korea Selatan

Gaung League of Legends di Indonesia sekarang boleh jadi tampak meredup, kalah oleh MOBA yang lebih populer seperti Mobile Legends: Bang Bang dan Arena of Valor. Tapi secara global, League of Legends masih patut diperhitungkan.

Karya Riot Games itu tetap memegang predikat salah satu MOBA terbesar di dunia, termasuk juga di ranah esports. Saat ini pun tengah berlangsung turnamen tingkat dunia yang dikenal dengan nama League of Legends 2018 World Championship, atau “Worlds 2018”.

Menjelang dimulainya Worlds 2018 pada penghujung bulan September kemarin, Riot Games baru saja meluncurkan sebuah stadion eksklusif League of Legends di distrik Jongno, kota Seoul, Korea Selatan. Stadion itu bernama LoL PARK. Sarat dengan berbagai fasilitas serta pameran, stadion ini adalah “surga” bagi para penggemar League of Legends.

LoL PARK | Photo 1
LoL PARK | Sumber: Akshon Esports
LoL PARK | Photo 2
Warnet dengan 100 PC | Sumber: Akshon Esports

Menurut liputan dari Akshon Esports yang datang langsung ke LoL PARK, stadion tersebut memiliki ruang pertandingan yang dapat menampung hingga 500 orang pengunjung. Jangan bayangkan 500 orang itu adalah penonton yang berdiri layaknya di konser-konser. Di ruang pertandingan ini, tiap penonton mendapat tempat duduk eksklusif lengkap dengan meja untuk tempat minuman atau makanan ringan.

Fasilitas seru lainnya adalah PC bang (istilah Korea untuk warnet) mewah berkapasitas 100 komputer, lengkap dengan segala macam peripheral gaming yang dihiasi oleh nyala lampu-lampu RGB. Selain itu ada pula ruang pameran, di mana para pengunjung dapat melihat seragam para pemain top League of Legends, kafe untuk menongkrong santai, serta konter penjualan merchandise.

LoL PARK | Photo 4
Pengunjung dapat membeli berbagai macam merchandise | Sumber: Akshon Esports

LoL PARK adalah tempat yang dibuat bukan hanya untuk kunjungan wisata, tapi juga untuk pertandingan profesional. Karena itu tempat ini memiliki fasilitas backstage yang sangat lengkap. Ruang tunggu dan ruang istirahat bagi para pemain disediakan berikut lima komputer gaming, sementara ruang rias didesain dengan cermin-cermin besar layaknya ruang rias selebritas Hollywood.

“Saya hanya bisa berharap LoL PARK dapat memberikan pengalaman unik dalam kehidupan sehari-hari. Distrik Jongno adalah tempat yang memiliki banyak perusahaan dan lebih banyak karyawan. Saya ingin fasilitas ini menjadi tempat yang dapat membuat Anda menengok dua kali dan berkunjung bila Anda melihatnya.

Stadion yang fokus pada League (of Legends) ini lebih menyerupai sebuah arena daripada studio. Saya telah memastikan dan menyiapkan tempat ini agar dapat menjadi ruang yang nyaman bagi para pemain. Di samping itu, saya telah melakukan yang terbaik untuk meletakkan berbagai atraksi dan fasilitas nyaman bagi para penonton yang mungkin berkunjung ke sini,” demikian keterangan dari perwakilan Riot Games Korea, Lee Seung Hyun, dilansir dari Inven Global.

LoL PARK | Photo 5
Serius bisa, santai bisa | Sumber: Akshon Esports

Worlds 2018 menjadi ajang perdana yang digelar di stadion LoL PARK, tepatnya pada babak Play-In Stage di tanggal 1 Oktober kemarin. Munculnya fasilitas seperti LoL PARK ini merupakan pertanda bahwa saat ini esports memang telah menjadi industri yang besar, dan semakin menuju ke arah industri yang sustainable. Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat esports akan memiliki pasar yang tak kalah besar dengan olahraga konvensional, seperti sepak bola atau bola basket. Siapkah Anda dengan perubahan tersebut?

Sumber: Kotaku, Akshon Esports, Inven Global Gambar header: Akshon Esports.