iStyle Business Strategy and Growth Post Rebranding

The large demand for beauty and lifestyle products becomes iStyle’s current focus, as an e-commerce platform with an online mall concept. After last year rebranding, they continue to focus on expanding the product line by presenting Korean fashion brands such as Marhen J & Find Kapoor followed by various merchandise and K-Pop albums.

The company’s focus on Korean products is supported by the Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) research in 2021. Indonesia is a country with high interest in the Korean wave. Based on this research, Indonesia positioned in the 4th rank as a country with high interested in Korean culture. 1 of 2 Indonesians like Korean things, from movies, dramas, music, and other entertainment programs.

“This Korean wave also influences people’s product preferences and becomes an inspiration for them in daily life, and this is proven as Korean products are the most sought after by iStyle.id customers,” iStyle’s CEO, Steven Calvin Victory said.

The changes made by the company last year started from changes in the organizational structure and also from the lessons learned during the four years of operation.

Pandemi and plans in 2022

During the pandemic, iStyle saw a change in the lifestyle of most of their users. The pandemic has changed people’s shopping behavior in fulfilling their needs, proven by the significant increase in the groceries category at the beginning of the pandemic (March-May 2020).

iStyle’s CMO, Ardi Sudarto revealed to DailySocial that demographically, the platform’s main users are women aged 22-35 years. However, iStyle also targets users aged 18-22 and above 35 as it is in line with the products offered.

These users are mostly live in big cities in Indonesia such as Jabodetabek, Surabaya, Makassar, and Medan. Currently, iStyle has reached 1.5 million members with 2.5 million monthly visitors.

“In 2021, as people getting used to shopping online, there are also improvements in other categories such as beauty, Korean fashion, and sports, especially at certain times,” Ardi said.

Next year, the company is to launch several initiatives, including strengthening the Online-to-Offline (O2O) shopping experience through the iStyle.id Offline Store such as Marhen J x iStyle for K-Fashion located at Lotte Shopping Avenue, K-Point. which is a Korean Convenience Store located at Wisma 46, and other offline stores.

“This is necessary for customers can see directly the products sold on iStyle and can shop online and offline easily,” Ardi added.

Was founded in 2017, this site has adopted the mall in mall concept which provides alternative solutions for shopping products from Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, and Best Denki. The various brands that are partnered with, move shopping habits at malls into one application and can be accessed anytime.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Perkembangan dan Strategi Bisnis iStyle Setelah Rebranding

Besarnya permintaan akan produk kecantikan dan gaya hidup menjadi fokus bagi iStyle, selaku platform e-commerce berkonsep online mall. Setelah melakukan rebranding tahun lalu, kini mereka terus fokus melakukan perluasan lini produk, termasuk dengan menghadirkan brand fashion Korea seperti Marhen J & Find Kapoor diikuti dengan berbagai merchandise dan album K-Pop.

Fokusnya perusahaan kepada produk asal Korea didukung dengan riset yang dirilis oleh Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE) di tahun 2021, Indonesia merupakan negara dengan minat yang tinggi akan Korean wave. Berdasarkan riset tersebut Indonesia merupakan negara ke-4 tertinggi di dunia yang paling tertarik dengan budaya Korea. 1 dari 2 orang Indonesia menyukai hal-hal yang berbau Korea, mulai dari film, drama, musik, dan acara hiburan lainnya.

“Tren Korean wave ini ikut memengaruhi preferensi produk masyarakat dan menjadi inspirasi bagi mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari, dan ini terlihat dari bagaimana produk-produk Korea menjadi yang paling banyak diminati oleh pelanggan iStyle.id,” ungkap CEO iStyle Steven Calvin Victory.

Perubahan yang dilakukan perusahaan tahun lalu, bermula dari perubahan struktur organisasi dan juga dari hasil pembelajaran selama empat tahun beroperasi.

Pandemi dan rencana tahun 2022

Selama pandemi, iStyle melihat telah terjadi perubahan gaya hidup dari kebanyakan pengguna mereka. Pandemi mengubah perilaku berbelanja masyarakat dalam memenuhi kebutuhan, dilihat dari peningkatan signifikan dari kategori groceries di awal pandemi (Maret-Mei 2020) silam.

Kepada DailySocial.id, CMO iStyle Ardi Sudarto mengungkapkan, secara demografi pengguna utama mereka adalah perempuan berumur 22-35 tahun. Namun pengguna di umur 18-22 dan di atas 35 juga menjadi target pengguna iStyle, karena sejalan dengan produk yang ditawarkan.

Pengguna tersebut pada umumnya tinggal di kota-kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Makassar, dan Medan. Saat ini iStyle telah memiliki jumlah anggota mencapai 1,5 juta dengan pengunjung bulanan 2,5 juta.

“Di tahun 2021, karena masyarakat sudah terbiasa berbelanja online, peningkatan di kategori lain seperti beauty, Korean fashion, dan sports juga terlihat terlebih pada saat tertentu,” kata Ardi.

Tahun depan ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh perusahaan, di antaranya adalah penguatan pengalaman belanja Online-to-Offline (O2O) lewat Offline Store iStyle.id seperti Marhen J x iStyle untuk K-Fashion yang berada di Lotte Shopping Avenue, K-Point yang merupakan Korean Convenience Store yang berada di Wisma 46, dan toko-toko offline lainnya.

“Hal ini dilakukan agar pelanggan bisa melihat langsung produk yang di jual di iStyle dan bisa berbelanja online dan offline dengan mudah,” kata Ardi.

Sejak dirilis pada 2017, situs ini mengambil konsep mall in mall yang memberikan solusi alternatif belanja produk dari Lotte Shopping Avenue, LotteMart grocery store, Planet Sports, Kidz Station, Lejel Home Shopping, K-Mall, Kinokuniya, dan Best Denki. Berbagai brand yang digandeng ini, memindahkan kebiasaan belanja di mal ke dalam satu aplikasi dan bisa diakses kapan saja.

Application Information Will Show Up Here

Menelusuri Arah Grup Salim Kuasai Dunia Digital

Berbicara mengenai betapa besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia sebagai the next big thing, sudah banyak data acuan yang berseliweran mencoba untuk membuktikannya. Semua pihak pun sadar, tak terkecuali Grup Salim, salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia.

Nama Grup Salim, cukup tersohor lewat berbagai anak usahanya Indofood Sukses Makmur yang merupakan produsen mi instan dengan nama merek dagang Indomie. Untuk sektor ritel, Grup Salim memiliki Indomaret dengan total sekitar 14 ribu gerai tersebar di seluruh Indonesia.

Sedangkan sektor otomotif, ada Indomobil dengan berbagai anak usaha bergerak sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dan perusahaan multifinance untuk menyokong bisnisnya.

Bagaimana langkah yang diambil Grup Salim untuk ikut terjun ke dalam ekosistem dunia digital? Grup Salim lebih memilih strategi awal dengan mendirikan perusahaan patungan bersama mitra dari luar negeri dan berinvestasi langsung lewat anak usahanya. Terlihat dari aksinya saat terlibat investasi di Rocket Internet untuk pengembangan solusi pembayaran online dan mobile dalam negara berkembang pada 2014.

Grup Salim masuk ke Rocket Internet lewat anak usaha telko berbasis di Filipina, Philippine Long Distance Telephone Company (PLDT). Saat itu, PLDT menyuntikkan dana investasi sebesar 333 juta Euro atau senilai kepemilikan 10% saham di Rocket Internet. Meskipun saat ini investasinya di Rocket Internet belum menunjukkan hasil, malah semakin rendah karena performa saham Rocket Internet yang tidak kunjung membaik, Grup Salim tampak sudah siap untuk terjun lebih dalam di dunia digital.

Rekam jejak Grup Salim mulai kencang ketika mengumumkan kemitraannya dengan berbagai perusahaan asal Jepang demi menguatkan ekosistem layanan e-commerce yang sedang dirintisnya. Salah satunya adalah kemitraan mendirikan perusahaan patungan antara Indomobil dengan Seino Holdings pada 2015.

Dalam wawancara dengan Nikkei, Chairman dan CEO Grup Salim Anthoni Salim mengatakan pihaknya siap bersaing di dunia e-commerce Indonesia, yang terbilang baru saja dimulai. Menurutnya, jika ingin sukses, logistik, manajemen transportasi, dan infrastruktur IT harus sangat kuat.

Alasan itulah yang melandaskan terjadinya kemitraan dengan Seino. Dia menilai Seino memiliki banyak tenaga engineer dan pengalaman berkutat dengan perusahaan IT.

“Perusahaan Jepang banyak memiliki produk yang bagus, proses yang baik, dan yang terpenting adalah pengalamannya. Di sisi lain, dalam negara berkembang seperti ASEAN, dengan populasi sekitar 600 juta menyimpan potensi yang besar. Ini sangat baik untuk menjembatani [keduanya]. Kami sudah beroperasi di lebih dari 40 negara dan kami ingin tumbuh dalam kancah regional demi menjaga keseimbangan,” kata Anthoni.

Setelah mendirikan anak usaha patungan di sektor otomotif, Grup Salim mengumumkan kerja sama patungan lainnya lewat anak usaha PT Indomarco Prismatama, operator waralaba Indomaret, dengan Lotte untuk mendirikan platform e-commerce iLotte (Indo Lotte Makmur).

Nantinya, layanan e-commerce patungan tersebut akan fokus menyediakan barang kosmetik untuk perempuan dari merek Korea Selatan sekaligus menghubungkannya dengan gerai Lotte.

Perusahaan patungan berikutnya yang didirikan adalah PT Indoliquid Technology Sukses, hasil kemitraan dengan Liquid Inc Japan untuk mengembangkan teknologi biometrik. Tujuan yang ingin disasar lewat kemitraan tersebut adalah Grup Salim dapat menyediakan platform otentikasi untuk pembayaran yang fleksibel dan efisien di seluruh Indonesia.

Gebrakan besar Grup Salim lewat akuisisi Bank Ina Perdana

Sektor keuangan menjadi pilar utama yang memayungi seluruh lini bisnis karena di sanalah bisnis sebenarnya berada. Bisnis seperti tidak banyak berarti, bila suatu konglomerasi tidak memiliki anak usaha yang bergerak di sektor keuangan.

Taktik yang digunakan Grup Salim lewat mendirikan berbagai perusahaan patungan dari berbagai sektor sebagai bagian mempersiapkan diri dari dunia digital, semakin terasa lengkap dengan pengumuman akuisisi oleh Grup Salim terhadap bank beraset mini Bank Ina Perdana pada awal tahun ini.

Grup Salim masuk ke Bank Ina Perdana lewat perusahaan afiliasinya, di antaranya Indolife, Samudra Biru, dan Gaya Hidup.

Sebelumnya, Grup Salim pernah memiliki anak usaha di jasa keuangan yakni BCA. Namun, harus terpaksa harus dilepas ketika Indonesia mengalami krisis moneter di 1998.

Lantaran pengumuman ini masih baru, belum banyak hal yang bisa digali lebih dalam. Hanya saja, ada gambaran besar yang bisa terlihat dari aksi tersebut, yakni ada ambisis besar Grup Salim membuat “BCA kedua”.

Mereka ingin mentransformasikan pembayaran secara non tunai dengan mengembangkan layanan internet banking, mobile banking, e-money, dan lainnya. Berikutnya mereka ingin menghubungkannya dengan jaringan gerai Indomaret yang kini sudah menjadi poin pembayaran transaksi digital.

Sentuh dunia startup lewat Block71

Pendekatan Grup Salim dalam upayanya membentuk ekosistem dunia digital kini mulai bergeser ke ranah startup lewat pengumuman keterlibatannya di pusat komunitas Block71 di Jakarta bersama NUS Enterprise.

Direktur Eksekutif Grup Salim Axton Salim mengatakan inisiatif ini dilakukan karena pihaknya ingin mendukung para wirausahawan sekaligus mendorong perkembangan baru di Indonesia. Dengan fasilitas bantuan jaringan dan pengalaman grup diharapkan akan mendorong masuknya startup dan inovasi ke pasar lokal dan memberi manfaat bagi masyarakat luas.

Axton, seperti halnya Martin Hartono, John Riady, atau Alvin Sariaatmadja, menjadi penerus konglomerasi keluarga yang ingin mencoba peruntungan di dunia digital. Menurut Axton, Block71 dipilih sebagai mitra karena telah memiliki jaringan startup global yang bisa membantu mendorong startup Indonesia mengglobal.

“Kalau untuk startup Indonesia itu kami lihat banyak ide-ide baru. Jadi kami bekerja sama dengan NUS Enterprise agar bisa membawa pasar Indonesia ke Singapura, Tiongkok, dan San Fransisco,” kata Axton, seperti dikutip dari Katadata.

Meskipun agak terlambat, dibanding konglomerasi lainnya, gerakan Grup Salim cukup gesit. Dalam waktu tiga tahun, Grup Salim sudah memiliki berbagai tambahan anak usaha berkat afiliasi dengan perusahaan teknologi di luar negeri.

Ke depannya, grup konglomerasi besar bakal bergantung pada startup untuk berinovasi di sektor teknologi.

Seperti halnya EMTEK yang mulai melengkapi kepingan roadmap teknologinya dengan BBM sebagai perekat, Grup Salim yang memiliki pengalaman panjang di dunia ritel menganggap value chain pendukung industri e-commerce adalah hal penting. Salah satunya adalah investasinya ke layanan logistik Popbox yang mengembangkan smart locker sebagai tempat penyimpanan dan pengiriman barang.

I think opportunity banyak, honestly opportunity banyak. That’s why we start investing,” ujar Axton, kepada Katadata, soal peluang dan langkah Grup Salim menapaki dunia digital Indonesia.

Platform E-commerce Joint Venture Salim Group dan Lotte Akan Beroperasi 2017

Salah satu keluarga konglomerat Indonesia Salim telah menandatangani persetujuan pembentukan Joint Venture (JV) e-commerce dengan raksasa ritel Korea Selatan Lotte. Kolaborasi ini akan memanfaatkan jaringan ritel Lotte di Indonesia dan jaringan Salim Group yang diperkirakan mulai beroperasi di awal tahun depan (2017). Kerja sama Salim dan Lotte bakal menjadi JV Indonesia-Korea Selatan kedua di sektor e-commerce setelah Elevenia.

Berdasarkan pemberitaan media Korea Selatan kemarin (22/2), Chairman Lotte Group Shin Dong-bin dan Chairman Salim Group Anthoni Salim telah sepakat melahirkan bisnis baru melalui JV yang akan terjun di industri e-commerce. Di bulan September lalu, Anthoni bulan September lalu memang menegaskan rencana Salim Group memasuki pasar e-commerce Indonesia, seperti halnya sejumlah konglomerat lain, dan kemitraan dengan Lotte menjadi realisasinya.

Tak ada kata terlambat, pihaknya menargetkan mampu meraup kue dari total nilai industri yang diharapkan bernilai $20 Miliar pada tahun 2020 nanti. Sejauh ini tidak disebutkan berada modal yang bakal dikuncurkan untuk JV ini, tapi melihat bagaimana Elevenia membangun bisnisnya, setidaknya 1,5 triliun Rupiah harus disiapkan JV ini untuk mengejar ketertinggalan dibanding layanan e-commerce yang sudah ada.

Sejauh ini Lotte tercatat memiliki satu department store, 41 toko ritel, 31 franchise restoran cepat saji, dan lainnya di Indonesia. Sementara Salim Group memiliki cabang bisnis yang beragam seperti pangan, infrastruktur, logistik, telekomunikasi, media, dan real estate. Salim juga memiliki 11.000 gerai Indomaret yang akan menjadi bagian rencana besar solusi platform e-commerce masa depan ini.

Melalui Indomaret, nampaknya kedua belah pihak akan mengimplementasikan konsep O2O (online-to-offline) yang terintegrasi dengan seluruh toko ritel Lotte dan memperkenalkan jajaran produk terbaik dan terbaru melalui platform e-commerce tersebut.

Di bawah kepemimpinan Shin, Lotte memang telah agresif menyasar pasar Asia Tenggara terutama Indonesia sebagai pasar kunci bisnisnya. Deal Street Asia mengelaborasikan bahwa skemanya kali ini didasari kesempatan yang terbuka dari populasi dan demografi Indonesia yang sangat potensial. Momentum yang turut dimanfaatkan adalah rampungnya roadmap e-commerce yang memberi kejelasan dan masa depan industri ini untuk pembangunan ekonomi digital nasional.