Tantangan Startup Kesehatan dalam Menghadirkan Kemudahan Akses Melalui Teknologi

Salah satu sektor yang masih sulit untuk “diganggu” teknologi adalah kesehatan. Masih kakunya cara-cara yang diterapkan serta belum siapnya regulasi yang dibuat, menjadikannya sulit untuk disasar startup digital. Dalam sesi #Selasastartup minggu ini, Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo mencoba untuk mengurai persoalan dan solusi terbaik terkait sektor kesehatan di Indonesia untuk penggiat startup.

Persoalan akses rekam medis

Salah satu isu di sektor kesehatan Indonesia adalah susahnya bagi pasien memindahkan rekam medis ke rumah sakit yang berbeda. Jika satu orang pasien sudah terdaftar di sebuah rumah sakit, tidak ada jaringan atau akses yang bisa diambil oleh rumah sakit lain, ketika pasien memutuskan untuk memindahkan layanan kesehatan mereka.

Hal ini menurut Harya menjadi beban tersendiri bagi startup atau perusahaan teknologi yang mencoba untuk memecahkan persoalan tersebut. Indonesia masih mengacu kepada peraturan yang berlaku, di dalamnya dengan jelas dituliskan, jika pihak rumah sakit membocorkan rekam medis seorang pasien dengan sengaja, bisa diancam hukuman pidana.

Masih ketatnya peraturan tersebut, menyulitkan akses rekam medis untuk bisa diakses terbuka di jaringan unit kesehatan yang saat ini berjumlah sekitar 2800 rumah sakit dan 18 ribu klinik kesehatan.

“Berbeda dengan negara seperti Amerika Serikat, Inggris, atau Singapura yang sudah menerapkan akses terbuka untuk semua rumah sakit hingga klinik melihat rekam medis pasien ketika mereka memutuskan untuk berobat di berbagai rumah sakit dan klinik yang ada,” kata Harya.

Persoalan integrasi dan proses data

Tantangan lainnya, masih belum terhubungnya kebutuhan pasien, perusahaan asuransi, hingga rumah sakit. Jika pasien ingin berobat dan mengajukan pembayaran asuransi, semua proses tersebut kebanyakan masih diterapkan secara manual.

Demikian juga dengan persoalan resep hingga informasi yang dikeluarkan oleh dokter kepada pihak rumah sakit dan pasien. Semua masih dalam bentuk tulisan dan belum banyak yang dilakukan secara digital.

“Di Indonesia masih banyak dokter yang melakukan penulisan resep dan lainnya dengan tulisan tangan, karena ada pemahaman yang diyakini oleh komunitas dokter dan pihak terkait lainnya tentang proses konvensional tersebut. Sementara di negara lain semua dokter di rumah sakit sudah mulai membiasakan kepada pasien memberikan resep secara digital,” kata Harya.

Peluang untuk startup kesehatan di Indonesia

Meskipun masih sulit, namun startup seperti Medigo yang sebelumnya dikenal sebagai Instigator, kini mulai menjajaki peluang untuk menjadi operator. Dengan platform SaaS yang ditawarkan, mereka menawarkan pendekatan teknologi kepada rumah sakit dan klinik di Indonesia.

Selain itu masih ada potensi lain lain yang juga masih bisa dihadirkan oleh startup, antara lain layanan konsultasi online hingga pemesanan/pengantaran resep dari rumah sakit. Selebihnya Harya menyarankan untuk menjalin kemitraan dengan ekosistem terkait seperti BPJS  untuk mengadopsi teknologi ke dalam sistem internal mereka.

Medigo Perkenalkan Layanan Kesehatan Digital Terintegrasi

Medigo, startup penyedia platform layanan kesehatan, resmi memperkenalkan tiga solusinya untuk rumah sakit, klinik, dan pasien. Ketiga solusi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem digital terintegrasi di industri kesehatan.

Kepada DailySocial, CEO Medigo Harya Bimo mengungkapkan misinya untuk menghubungkan ekosistem industri kesehatan (pasien, dokter, rumah sakit, dan klinik) dengan teknologi digital.

Menurutnya, ada banyak masalah yang melingkupi industri kesehatan di Indonesia, termasuk belum terintegrasinya sistem rumah sakit, klinik, asuransi, dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.

Birokrasi yang rumit juga menyulitkan pasien untuk mendapat akses terhadap rekam medis mereka saat pergi ke rumah sakit rujukan. Apalagi industri kesehatan terbilang konvensional, ketika rekam medis masih ditulis secara manual.

“Bagi kami bukan pasien yang menjadi permasalahan utama tetapi provider-nya. Industri ini sangat high regulated dan tertutup,” ujar pria yang karib disapa Bimo ini.

Dibanding kebanyakan startup healthtech yang menyasar sisi hilir (pasien), Medigo memilih menyasar segmen hulu (penyedia layanan kesehatan).

Nantinya perusahaan berharap bisa menjadi penghubung (healthcare gateway) pihak layanan kesehatan dengan asuransi, perbankan, farmasi, hingga perusahaan swasta yang terlibat di industri ini.

Tawarkan solusi industri kesehatan terintegrasi

Medigo menawarkan platform untuk rumah sakit agar dapat mengatasi masalah pada pasien rawat jalan, seperti proses administrasi yang lama dan manual.

Lewat platform ini, pihak rumah sakit dapat mengelola pendaftaran pasien, sistem antrian dan slot pasien, dan jadwal dokter secara online.

Selanjutnya, aplikasi Qlinik diperuntukkan bagi klinik-klinik untuk mengoptimalkan pengelolaan pasien rawat jalan, mulai dari pendaftaran hingga jadwal dokter. Aplikasi ini sudah dapat diunduh di Play Store.

Terakhir adalah aplikasi untuk pasien yang ingin berkonsultasi, mengecek resume, dan melakukan pembayaran. Aplikasi ini terhubung dan terkustomisasi dengan sistem rumah sakit. Saat ini aplikasi tersebut belum dirilis ke publik.

“Kami ingin memberikan pengalaman seamless, termasuk obat langsung dikirim ke rumah. Makanya, kami kerja sama dengan Qasir untuk Point of Sales dan Prosehat untuk pengiriman obat,” ungkap Bimo.

Per Maret 2019, Medigo sudah melakukan pilot dengan dua rumah sakit (RSPP dan RSPJ), lebih dari 100 klinik, dan layanannya telah mengantongi 100 ribu interaksi. Tahun ini, Medigo akan mendorong kerja sama dengan sepuluh rumah sakit, 500 klinik, dan membidik tiga juta transaksi.

Medigo baru saja menerima pendanaan di Q4 2018 dari Venturra Discovery dengan nilai yang tidak bisa disebutkan. Tim Medigo terdiri 27 orang termasuk dengan para advisor.

“The next big thing

Bimo meyakini bahwa layanan kesehatan digital (healthtech) akan booming di masa depan setelah layanan fintech. Dalam lima tahun terakhir sektor kesehatan di Indonesia diprediksi tumbuh tiga kali lipat menjadi $21 miliar.

“Memang untuk startup healthtech jarang ada yang sustained, karena industri kesehatan itu sangat high regulated. Kami yakin untuk bisa tumbuh, apalagi masih banyak puluhan ribu klinik belum terdaftar. Saat ini, kami ingin perkuat layanan kami di Jawa dan Sumatera,” tuturnya.

Application Information Will Show Up Here