[Review] Canon EOS RP, Mirrorless Full Frame Generasi Anyar Paling Terjangkau

Saat Canon merilis kamera mirrorless full frame perdana mereka pada bulan September 2018 lalu, Canon menegaskan bahwa EOS R baru yang pertama. Kini mirrorless full frame kedua dari Canon; yaitu EOS RP telah tersedia di Indonesia dan masuk dalam kategori entry-level dengan harga hampir setengah lebih murah dibanding EOS R.

Harga EOS R saat dirilis di Indonesia adalah Rp39.999.000 untuk body only. Sementara, body only EOS RP dibanderol sekitar Rp19.999.000. Pendekatan ini membuat Canon EOS RP menjadi mirrorless full-frame paling murah di generasinya. Sebagai pembanding, Panasonic Lumix S1 body only (BO) dibanderol Rp37.990.000, Nikon Z 6 BO (plus adaptor) Rp35 juta, dan Sony A7 III BO Rp27 juta.

Bagaimana kemampuan foto dan videonya? Serta, apa perbedaan antara EOS RP dan EOS R? Selengkapnya simak review Canon EOS R berikut ini.

Canon EOS RP Vs. EOS R

Pertama dari resolusi kameranya, EOS RP mengusung sensor CMOS full frame beresolusi 26,2 MP, sedikit lebih rendah dari EOS R dengan 30,3 MP. Keduanya didukung oleh prosesor gambar Digic 8 yang sama, meski begitu kemampuan memotret berturut-turut EOS RP hanya 5 fps – sedangkan EOS R 8 fps.

Sistem fokusnya sama-sama menggunakan teknologi Dual Pixel AF. Total ada 4.779 titik fokus yang dapat dipilih pada EOS RP, sedangkan EOS R memiliki 5.655 titik fokus. Autofocus-nya mencakup 88 persen bentang vertikal dan 100 persen bentang horizontal dari frame.

Penempatan kedua kamera ini juga berbeda. EOS R ditujukan untuk para fotografer kelas kakap, sementara EOS RP diposisikan sebagai mirrorless full frame entry-level. Target pasarnya ialah para fotografer pemula hingga advance yang masih menggunakan kamera dengan sensor APS-C agar beralih ke dunia full frame.

EOS RP untuk Still Photography

Tak perlu diragukan lagi, Canon merancang sistem EOS R dengan sangat baik. Utamanya untuk kebutuhan still photography, resolusi 26,2 MP pada EOS RP sudah mencakup banyak kebutuhan.

Unit EOS RP yang saya review ini berpasangan dengan lensa RF 24-105mm f/4 IS USM. Meski hanya mengandalkan aperture maksimum f/4, saya merasakan sendiri bahwa performa di kondisi low light sangat mengesankan.

Ukuran sensor memang berkaitan dengan kualitas. Ukuran sensor yang lebih besar dibanding format APS-C dan MFT, membuat Anda bisa menekan ISO lebih kecil. Ditambah dengan menggunakan shutter speed rendah, memotret di dalam ruangan dengan kondisi cahaya temaran pun tetap dapat menghasilkan foto yang layak.

Tentu saja, hasilnya pasti bakal lebih mengagumkan bila menggunakan lensa dengan aperture maksimum besar dan mahal seperti Canon RF 28-70mm f/2L USM atau Canon RF 50mm f/1.2L USM.

EOS RP untuk Videography

Saat berhembus rumor yang mengisyaratkan Canon akan merilis mirrorless full frame keduanya, banyak yang berharap akan ada peningkatan di sisi video. Harapannya kasusnya bakal mirip-mirip seperti Sony A7 III, Nikon Z 6, dan Panasonic Lumix S1 – di mana meski punya resolusi lebih rendah tapi memiliki kemampuan video lebih baik.

Sayangnya, ekspektasi tersebut tidak sesuai kenyataan. Kemampuan video EOS RP masih identik dengan EOS R bahkan setingkat di bawahnya, tanpa dukungan profil picture Canon Log dan mode video slow-mo HD 120p. Fitur in-body image stabilization juga tidak didukung, sehingga akan bergantung IS pada lensa.

Bila EOS R dapat merekam video 4K 30p/24p pada bitrate 480 Mbps dengan kedalaman warna hingga 10 bit untuk perekam eksternal. EOS RP hanya mampu merekam video 4K 24p pada bitrate 120 Mbps dengan crop 1.7x dan kedalaman warna 8-bit untuk perekaman internal dan eksternal.

Seberapa parah akibat crop itu sendiri? Wide-angle view sangat penting dalam video, gara-gara crop bidang pandang yang didapat menjadi lebih sempit. Selain itu, crop artinya kamera hanya menggunakan sebagian area sensor yang akibatnya dapat menimbulkan noise.

Satu lagi yang paling banyak diprotes adalah pada perekaman video 4K, EOS RP kehilangan fitur Dual Pixel AF. Intinya, opsi untuk mendapatkan rekaman terbaik berada di resolusi 1080p. Anda dapat merekam video 1080p hingga 60p dan autofocus yang bisa diandalkan.

Desain Canon EOS R

Dibanding EOS R dan kamera DSLR Canon, body EOS RP memang jauh lebih ringkas dengan dimensi 127x97x61 mm. Tetapi memiliki grip yang nyaman, kontrol intuitif, serta EVF dan layar cukup besar.

Masalahnya adalah ukuran lensa-lensa RF cukup bongsor, misalnya lensa RF 24-105mm F4L. Saat lensa dipasang ke kamera, kesan compact pun seketika lenyap.

Secara garis besar, desain EOS RP dan EOS R terlihat identik. Tampil modern dengan layar fully articulated yang bisa ditarik ke samping dan diputar hingga 180 derajat. Bedanya, EOS RP tidak memiliki panel OLED kecil di pelat atas dan M-Fn bar.

Bagi para content creator, utamanya yang bekerja solo – mekanisme layar tersebut sangat membantu dalam mengatur framing. Bagi fotografer mungkin agak merepotkan dan harus berhati-hati saat mengeluarkan layar ke samping.

Panel LCD tersebut sudah mendukung touchscreen dan berukuran 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot yang cukup responsif digunakan. Di atas layar, bercokol electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot dengan eye cup cukup besar sehingga cukup nyaman digunakan untuk membidik.

Sasis EOS RP terbuat dari paduan material polikarbonat, body kamera ini cukup solid tidak terasa versi murah dari EOS R. Grip besarnya bisa dibilang sangat comfortable, tapi mungkin akan kepayahan menangani lensa-lensa RF yang besar.

Meskipun EOS RP ditawarkan sebagai mirrorless full-frame entry-level, opsi konektivitasnya cukup lengkap. Ada HDMI out yang mendukung output video khusus, jack mikrofon, jack headphone, dan port USB-C.

Saat mencoba mengisi baterai melalui port USB-C, bekerja menggunakan charger MacBook tapi tidak jalan menggunakan charger smartphone. Slot SD card-nya sendiri hanya disediakan satu dan mendukung standar UHS-II, letaknya di sisi bawah berdampingan dengan baterai.

Tombol kontrol fisik pada EOS RP secara keseluruhan diimplementasikan dengan cukup baik. Ada dua dial atau roda untuk mengendalikan shutter speed serta aperture, dan fitur favorit saya adalah control ring.

Cincin ekstra pada lensa RF ini dapat di-customize untuk ISO, meskipun saya sampai mabuk mengubek-ubek untuk mencari fitur ini. Tombol navigasi pada ESO RP juga dapat disesuaikan untuk akses cepat fitur yang Anda butuhkan.

EOS RP menggunakan baterai tipe LP-E17 seperti yang ada pada kamera APS-C EOS M series. Tentu saja, karena RP yang mengendarai sensor lebih besar membuatnya lebih haus daya. Alhasil, EOS RP hanya menawarkan 250 shot saja sekali charge. Jelas sekali perlu baterai kedua atau harus terus-menerus memikirkan pengisian ulang.

Sample Gallery dari Canon EOS RP

EOS RP merupakan mirrorless full-frame kedua dari Canon. Seperti saudaranya, ia juga mengadopsi dudukan baru; mount RF berdiameter 54 mm dan kompatibel dengan banyak lensa EF dan EF-S Canon lewat penggunaan adaptor.

Bagian intinya ialah sensor CMOS 26 MP, prosesor Digic 8, dan sistem Dual Pixel AF yang cukup mengesankan, cepat dan akurat. Fitur favorit saya adalah Eye Detection AF yang tersedia pada continuous AF mode (juga pada Servo mode), kamera akan melacak mata subjek meski mereka bergerak.

Performa Eye Detection AF ini bekerja cukup baik, utamanya pada jarak yang relatif dekat – ketika wajah subjek mengambil proporsi pada frame cukup besar. Hasil foto EOS R bisa disimpan di format CRaw untuk fleksibel dalam editing tapi tetap hemat memori.

Bila budget Anda mepet, penggunaan adaptor memang diperkenankan untuk memasang lensa EF. Bila ingin lensa native, lensa zoom RF 24-105mm f/4 IS USM adalah pilihan basic yang sangat ideal untuk berbagai keperluan – meskipun membuat ukuran kamera menjadi besar dan biaya tambahan.

Antarmuka kamera dengan layar sentuhnya cukup baik. Tapi banyak fitur sekali fitur yang terpendam di dalam menu. Solusinya Anda bisa menggunakan tab my menu untuk mengeluarkan fitur atau fungsi penting yang kerap Anda gunakan.

EOS RP memiliki konektivitas WiFi dan Bluetooth LE. Lewat aplikasi Camera Connect Canon, Anda dapat dengan mudah mentransfer foto ke smartphone atau mengontrol kamera dari jarak jauh.

Secara keseluruhan, performa EOS RP sangat baik. Kontrol layar sentuhnya sangat responsif, sangat memanjakan penggunanya. Meskipun interface menu utamanya memang sangat padat, kemungkinan Anda akan butuh banyak waktu untuk menguliknya. Berikut sejumlah foto yang diambil menggunakan Canon EOS RP:

Verdict

Canon merancang sistem EOS R dan mount lensa RF baru dengan sangat baik untuk still photography. Namun masih ‘setengah hati’ di sisi video, terutama dibandingkan dengan para kompetitornya.

Bila porsi kebutuhan foto Anda lebih besar dibanding video, EOS RP adalah kamera dengan fitur foto sentris generasi baru dengan sensor full frame dan lensa RF yang canggih. Bagi fotografer profesional yang memiliki ekosistem Canon, EOS RP bisa menjadi pilihan yang sempurna sebagai kamera kedua.

Bagi videografer, terus terang EOS RP bukan pilihan yang tepat. Untuk kebutuhan hybrid foto dan video, benchmark saya masih pada Sony A7 III. Sementara, untuk kamera video benchmark saya pada Lumix GH5. Saat ini, kamera mirrorless APS-C terbaru seperti Fujifilm X-T30 dan Sony A6400 juga menawarkan kemampuan video cukup baik.

Harga sekitar Rp20 juta ini hanya body only Canon EOS RP. Solusi yang lebih terjangkau Anda bisa menggunakan adaptor untuk menggunakan lensa EF atau menggunakan lensa dari pabrikan lensa pihak ketiga.

Bila ingin lensa native, paling terjangkau ialah lensa fix RF 35mm f/1.8 IS Macro STM yang dijual sekitar Rp8 jutaan. Kalau untuk lensa RF 24-105 f/4L IS USM, harganya sekitar Rp17 jutaan. Masih tergolong sangat mahal, mengingat EOS RP ditujukan sebagai mirrorless full frame entry-level.

Sparks

  • Dilengkapi port headphone dan mikrofon
  • Video 1080p hingga 60p dengan Dual Pixel AF 
  • Foto bisa disimpan di format CRaw yang lebih irit memori
  • Eye Detection AF bekerja di mode Servo
  • Body kamera cukup compact dan memiliki kontrol yang intuitif

Slacks

  • Kemampuan video sedikit tertinggal untuk kamera generasi baru
  • Crop pada video 4K
  • Dual Pixel AF tidak bekerja di rekaman video 4K

Mengenal Sistem Full Frame Nikon Z dan Dua Lensa Nikkor Z Series Terbarunya

Saat Nikon merilis kamera full frame pertama mereka di Indonesia, yakni Nikon Z 6 dan Z 7 pada bulan Oktober 2018 – sudah ada tiga lensa yang tersedia. Meliputi NIKKOR Z 24-70 mm f/4 S, NIKKOR Z 35 mm f/1.8 S, dan NIKKOR Z 50 mm f/1.8 S.

Kini Nikon Indonesia telah meluncurkan dua lensa Nikon Z series, yaitu NIKKOR Z 24-70mm f/2.8 S dan lensa ultra-wide-angle zoom NIKKOR Z 14-30mm f/4 S. Sebelum lanjut bahas kedua lensa tersebut, mari cari tahu dulu kelebihan dari mount Nikon Z.

Mount Full Frame dengan Diameter Terbesar

Nikon Z bukan sekedar produk baru, tetapi merupakan sistem baru dengan mount baru. Nah diferensiasi dengan mount full frame dari para kompetitornya ialah ukuran diameter dari mount tersebut.

Sony dengan E-mount memiliki diameter 46 mm, Leica dengan L-mount yang juga digunakan oleh Panasonic punya diameter 51,6 mm, Canon dengan RF-mount hadir dengan diameter 54 mm, dan Nikon dengan Z-mount membanggakan diri dengan diameter mount paling besar; 55 mm.

Fotografi sangat erat hubungannya dengan cahaya, diameter mount yang besar ialah salah satu cara untuk memanfaatkan cahaya. Ketika cahaya masuk dari lensa, cahaya akan melewati mount sebelum mencapai sensor.

Ketika ukuran mount terlalu kecil, maka terpaksa cahaya harus dibelokkan. Lalu, bila mount lensanya besar maka cahaya akan masuk tanpa ada halangan. Menurut Nikon, hal tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas foto yang dihasilkan.

Selain itu, dengan ukuran diameter lebih besar memungkinkan para desainer lensa lebih fleksibel membuat lensa dengan aperture yang sangat besar. Sebagai contoh lensa NIKKOR Z 58 mm f/0.95 S Noct yang rencananya akan tersedia pada tahun 2019 ini.

Sistem Nikon Z ini memiliki flange focal distance yang cukup pendek, hanya 16 mm sehingga sangat fleksibel untuk dipasangkan dengan lensa apapun. Sistem Z sangat penting bagi Nikon, karena inilah sistem sekarang dan masa depan mereka.

Roadmap Lensa S-Line

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Dua lensa yang baru saja dirilis ini termasuk dalam jajaran keluarga S-Line, yakni lensa seri high-end untuk Nikon Z series. Jadi, bila lensa tersebut sudah ada logo S-Line – artinya sudah mengadopsi semua teknologi high-end Nikon berikut ini.

  • Extra-low Dispersion (ED)
  • Aspherical (AS) Glass Elements
  • Nano Crystal Coat (N)
  • Fluorine (FL)

Saat ini sudah ada lima lensa Nikon Z dan akan lebih banyak lagi lensa yang dirilis pada tahun 2019 dan 2020. Tahun ini rencananya masih ada empat lensa lagi, yaitu NIKKOR Z 58 mm f/0.95 S Noct, 20 mm f/1.8 S, 85 mm f/1.8 S, dan 70-200 f/2.8 S. Lalu, ada tiga yang dijadwalkan hadir pada tahun depan yaitu 14-24 mm f/2.8 S, 24 mm f/1.8 S, dan 50 mm f/1.2 S.

Lensa NIKKOR Z 24-70mm f/2.8 S

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Pada kamera Nikon Z series, lensa NIKKOR Z 24-70 mm dengan aperture f/4 sudah menawarkan performa yang cukup mengesankan. Kehadiran lensa NIKKOR Z 24-70mm dengan aperture maksimum f/2.8 konstan untuk seluruh tingkatan zoom yang dipakai, menjadikannya lensa zoom serbaguna yang amat powerful dan menawarkan fungsionalitas tinggi.

Meski begitu, saya tidak menyangka bahwa ukuran lensa ini cukup ringkas dan beratnya hanya sekitar 805 gram. Desainnya juga tampil cukup ‘clean‘, berbeda dengan lensa-lensa DSLR Nikon yang biasanya terlihat cukup ramai.

Untuk memenuhi kebutuhan para videografer, lensa ini dilengkapi dengan Manual Ring terdedikasi sehingga transisi fokus berlangsung secara mulus dan Control Ring tambahan yang bisa disesuaikan.

Lalu, ada panel OLED yang mampu menyuguhkan informasi dengan cepat, seperti nilai aperture, lebar fokus, kedalaman, maupun setingan kamera yang lain tanpa perlu menengok ke viewfinder. Kini hadir pula tombol L-Fn (lens function) untuk membantu mengontrol kamera dengan cepat.

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selain memiliki aperture yang lebih besar, yang membedakan dengan NIKKOR Z 24-70 mm f/4 S ialah teknologi multi-focusing yang mampu memangkas timbulnya lanturan-lanturan pada foto saat digunakan untuk membidik dalam jarak dekat, membantu mengisolasi subyek foto secara spesifik sekaligus mampu mempertahankan detil foto yang begitu kaya.

Meskipun dalam kondisi yang silau oleh cahaya matahari di latar belakang, pengambilan foto tetap bisa dilakukan dengan mudah. Teknologi anti refleksi Nano Crystal Coat dan ARNEO Coat yang tersemat menekan timbulnya reflektan yang seminimal mungkin saat ada cahaya yang masuk ke dalam frame secara tiba-tiba.

Lensa NIKKOR Z 14-30mm f/4 S

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Beralih ke NIKKOR Z 14-30mm f/4 S, lensa ultra-wide-angle zoom ini juga hadir dengan ukuran yang cukup ringkas dan bisa langsung dipasangkan dengan filter berdiameter 82 mm tanpa perlu pakai adaptor dan jarak fokus minimumnya 25 mm.

Untuk menekan distorsi, lensa ini dilengkapi 4 Aspherical Lens Element dan Nano Crystal Coat untuk menghalau efek ghosting dan flare. Total ada 14 elemen lensa di 9 grup. Berkat diameter mount Z yang besar, ketajaman dan detail dari tengah gambar sampai ke pinggir dipastikan rata.

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Body lensa ini juga sudah dust dan drip resistant dan memiliki desain yang ringkas, menjadikannya sangat praktis untuk dibawa dan digunakan kemanapun untuk kebutuhan fotografi landscape maupun cityscape. Di body-nya hanya terdapat satu cincin, disebut Control Ring dan yang bisa disesuaikan. Secara default fungsinya ialah untuk manual focus, tetapi dapat diganti untuk aperture control atau exposure compensation.

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Harga dan Ketersediaan

Nikon-Z-Series
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Lensa NIKKOR Z 24-70mm f/2.8 S ditujukan untuk para professional dan advance amateur, baik untuk keperluan fotografi maupun videografi. Lensa ini dibanderol Rp31.999.000 dan mulai tersedia pada tanggal 4 Mei 2019.

Sementara, target audiens lensa NIKKOR Z 14-30mm f/4 S ialah advance amateur. Lensa ini dibanderol lebih terjangkau yaitu Rp19.999.000 dan tersedia mulai 4 Mei 2019.

Bagi para pemilik Nikon Z series, Nikon Indonesia juga mengumumkan program yang disebut ‘Privilege Membership Z Club’- di sini Anda akan mendapatkan penawaran spesial dan banyak lagi.

Kesan awal mencoba Nikon Z series ini adalah ternyata merupakan sistem full frame yang cukup compact. Soal teknologi kamera dan lensa-lensanya juga tak kalah canggih dengan para kompetitornya. Nikon bergerak dengan sangat hati-hati, tetapi pasti. Di ranah full frame ini, Sony memang sudah cukup matang, Panasonic secara mengejutkan bergerak cepat, sementara Canon masih terlihat menahan diri.

[Komparasi] Equipment Vlogging Sony RX0 II Vs. Sony A6400

Sony akhirnya meluncurkan RX0 II (model DSC-RX0M2) ke Indonesia, premium ultra-compact camera ini dibanderol dengan harga Rp9.999.000 dan akan tersedia pada akhir bulan Mei. Sebelumnya, saya sudah mengupas fitur-fitur unggulan dari Sony RX0 II saat peluncuran globalnya di Singapura – dalam acara bertajuk ‘Vlog With Sony‘.

Hadir dengan layar LCD yang dapat ditekuk hingga 180 derajat ke atas dan 90 derajat ke bawah, serta dilengkapi jack mikrofon – Sony RX0 II memang ditujukan sebagai equipment for vlogging. Buat kalian yang tertarik dengan Sony RX0 II, tetapi juga penasaran sama Sony A6400 – saya akan komparasi keduanya dan menguak kelebihan serta kekurangannya.

Portability Vs. Expandability

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-8

Dengan dimensi super kecil yakni 59×40,5×35 mm dan bobot hanya 132 gram, keutamaan Sony RX0 II terletak pada nilai ‘portability-nya’. Anda bisa membuat setup vlogging ideal yang ringkas dan tidak menarik perhatian orang. Serta, dapat dengan mudah masuk ke dalam kantong.

Kemampuan merekam video 4K pada 30p dengan full pixel readout dan tanpa pixel binning akan mengumpulkan sekitar 1,7 kali dari jumlah data yang dibutuhkan, oversampling ini akan mengurangi munculnya moire dan jaggies.

Selain itu, dukungan picture profile S-Log2 dan Time Code / User Bit memastikan hasil videonya bisa dioptimalkan. Sony RX0 II juga mampu video Super Slow Motion hingga 1000 fps, hasil 4K HDMI yang tidak terkompresi dan perekaman film proxy dalam waktu bersamaan.

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-1

Bentukan yang mungil membuatnya dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit dan bisa menjadi solusi untuk multi-camera untuk mendapatkan angle yang lebih kreatif. Kerangka body-nya sangat tangguh, karena tahan debu dan air hingga 10 meter tanpa perlu aksesori tambahan seperti case. Tahan guncangan hingga 2 meter, serta tahan tindihan hingga 200 kg.

Pastikan semua port sudah tertutup rapat, layar tetap bisa di flip ke depan dan kamera bisa digunakan di pantai dan air laut, namun jangan lupa dibilas dengan air tawar setelah selesai menggunakannya. Selain itu, kemungkinan lecet saat kamera terjatuh bisa saja terjadi – meski Sony memastikan kamera tetap dapat beroperasi secara normal.

Dengan Sony RX0 II, Anda dapat lebih fleksibel dalam membuat konten. Seperti yang kalian ketahui, ada beberapa tempat menerapkan peraturan tidak boleh menggunakan kamera berjenis DSLR dan mirrorless, tetapi masih boleh memotret dengan kamera smartphone dan action camera atau ultra camera.

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-6

Sementara, Sony A6400 sebagai kamera mirrorless menawarkan ‘expandability‘. Anda bisa gonta-ganti lensa dan memasang lebih banyak aksesori seperti mikrofon eksternal, flash eksternal, L-bracket, hingga gimbal untuk setup video yang lebih serius.

Sama seperti RX0 II, A6400 memiliki layar LCD yang dapat ditekuk hingga 180 derajat ke atas. Namun fitur unggulan utama yang ditawarkan ialah sistem auto focus-nya yang disebut ‘Speed X AI’, meliputi Real-time Tracking, Real-time Eye AF, hingga Real-time Eye AF for Animals.

Spesifikasi Sony RX0 II dan Sony A6400

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-2

Bagian inti dari Sony RX0 II ialah image sensor 1.0-type stacked 15.3 MP dan dan prosesor Sony BIONZ X. Hadir dengan lensa fix wide-angle ZEISS Tessar T* 24mm, aperture f4.0, jarak fokus minimum 20cm, dan rentang ISO 80-12800.

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-11

Sementara, pada Sony A6400 tertanam sensor CMOS berukuran APS-C resolusi 24,2 MP dengan enhanced skin tone. Dipadu image processor Bionz X, rentang sensitivitasnya mencapai ISO 100 hingga ISO 32.000 dan bisa diperluas sampai 102.800. Kecepatan foto berturut-turut 11 fps dan 8 fps pada silent mode dengan buffer hingga 116 jepretan.

Soal video, kamera ini mampu merekam video 4K full pixel readout dan tanpa pixel binning pada 24 fps dan 30 fps, video Full HD pada 30 fps, 60 fps, dan 120 fps dengan bit rate maksimal 100 Mbps. Serta, mendukung profil gambar HLG (Hybrig Log-Gamma) S&Q, perekaman Proxy, S-Log2, dan S-Log3 untuk fleksibilitas color grading.

Easy Transfer

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-3

Menurut riset dari Sony, jumlah video yang di-upload ke internet meningkat pesat dari tahun ke tahun. Fakta menariknya ialah ternyata didominasi oleh kamera smartphone. Namun seiring berkembangnya channel, mereka pasti akan upgrade equipment untuk mendapatkan kualitas lebih baik.

Sony sendiri telah menciptakan rangkaian kamera dan aksesori untuk memenuhi kebutuhan para content creator, kedua kamera ini menawarkan teknologi canggih seperti Eye AF dan Natural Skin Tone sehingga Anda bisa fokus bercerita. Lalu dukungan shooting grip siap menunjang aktivitas vlogging sehari-hari, Anda dapat mulai record, stop, motret, dan melakukan zoom hanya dengan satu tangan saja.

Sony-RX0-II-Vs-Sony-A6400-4

Baik Sony RX0 II dan Sony A6400 mendukung aplikasi Imaging Edge Mobile, di mana Anda bisa mentransfer hasil foto mupun video beresolusi 4K sekalipun dengan instan ke smartphone. Dalam hal ini, Sony RX0 II lebih istimewa karena didukung fitur video editing terbaru dari Sony yang disebut Movie Edit add-on.

Saat ini, Sony RX0 II masih satu-satunya model kamera yang mendukung fitur editing video tersebut. Beberapa fitur diantaranya smooth gimbal-like image stabilization untuk memperhasil gerakan video, intelligent framing dari aspek rasio 16:9 ke 1:1, dan banyak lagi.

Verdict

Kedua kamera ini memang menawarkan fitur-fitur menarik yang menunjang para video content creator atau vlogger untuk menciptakan konten berkualitas dan juga kreatif. Mereka sudah pasti akan membutuhkan lebih dari satu kamera, tetapi sebelum melirik Sony RX0 II pastikan equipment utama Anda sudah lengkap – misalnya A6400 dengan lensa yang Anda inginkan dan mikrofon eksternal.

Sony RX0 II akan tersedia di Indonesia pada akhir bulan Mei dengan harga Rp9.999.000. Anda bisa mendapatkan paket khusus yakni bonus shooting grip GP-VPT1 senilai Rp1.499.000 dengan mengikuti pre-order dari tanggal 27 April-12 Mei 2019. Sementara, Sony A6400 body only dibanderol Rp12.999.999 dan Rp14.999.000 dengan lensa kit 16-50mm f/3.5-5.6 OSS.

[Hands-on] Lumix S Series, Kamera Mirrorless Full Frame Pertama Panasonic

Mengusung tagline ‘Full Frame without compromise’, Panasonic memang tidak terlihat setengah-setengah dalam mengembangkan Lumix S series. Mereka ingin melampui pencapaiannya sendiri pada sistem Micro Four Thirds, salah satunya membawa kemampuan video recording 4K 60/50p yang ada pada Lumix GH5 dan GH5S.

Sebelumnya tidak ada kamera mirrorless dengan sensor berukuran full frame yang mampu melakukannya. Baik Sony dengan A7 III, A7R III, dan A7S II, Canon dengan EOS R dan EOS RP, serta Nikon dengan Z 6 dan Z 7 – mereka masih menawarkan video recording 4K sebatas 30/25p.

Menyasar Segmen Berbeda

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Apa yang kalian suka dari jajaran mirrorless Micro Four Thirds Lumix? Satu diantaranya pastinya pilihan body kamera dan ukuran lensa-lensanya yang super ringkas. Esensi tersebut tidak berlaku pada Lumix S series, karena seri ini menyasar segmen atas dan ditujukan untuk para fotografer/videografer profesional.

Sensor Full Frame berukuran jauh lebih besar dari Micro Four Thirds dan kemampuan video recording 4K 60p akan membuat prosesor bekerja sangat keras, ruang lebih luas adalah satu-satunya cara agar kamera tidak overheat. Demi mengoptimalkan potensi penuh dari Full Frame, lensa-lensanya pun dibuat dengan diemeter lebih besar.

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Tak seperti Nikon Z dan Canon EOS R, Lumix S series tidak menggunakan dudukan lensa (mount) baru melainkan L-mount besutan Leica yang memiliki diameter mount 51.6mm. Artinya, pengguna dapat menggunakan lensa besutan Leica.

Walau begitu, Panasonic tetap mengembangkan lensa L-mount buatannya sendiri, tiga sudah tersedia dan yang lainnya akan menyusul. Demi semakin memperluas ekosistem lensa yang ditawarkan, Panasonic dan Leica juga telah menggandeng Sigma dalam aliansi Full Frame ini untuk ikut memproduksi lensa L-mount.

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Panasonic tidak meninggalkan sistem Micro Four Thirds dan akan tetap mengembangkan kamera dan lensa baru yang ditujukan untuk para pemula hingga advance di segmen bawah sampai atas. Mereka juga akan segera membawa Lumix G95 ke Indonesia yang bakal langsung bersaing dengan mirrorless sekelasnya yakni Sony A6400 dan Fujifilm X-T30.

Hands-on Lumix S1 Series

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Hadir dengan dimensi 149x110x97 mm dan bobot 899 gram (body only termasuk baterai), ukuran Panasonic Lumix S1 dan S1R memang bongsor dan cukup berat. Kalau dipasang dengan lensa Lumix S 24-105 mm F4 Macro O.I.S., bobotnya pun bertambah 680 gram dan totalnya 1.5 kg lebih 70 gram.

Dua lensa dari Panasonic lainnya adalah lensa fix Lumix S Pro 50 mm F1.4 dengan bobot 955 gram. Satu lagi merupakan lensa zoom telephoto Lumix S Pro 70-200 mm F4 O.I.S. dengan berat 985 gram.

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Dalam genggaman tangan saya, Lumix S1 maupun S1R terasa sangat solid – desain dan layout kelengkapan atributnya sama. Kontrol fisiknya sangat lengkap yang siap memenuhi kebutuhan pengguna secara cekatan, di dekat tombol rana terdapat tombol khusus untuk mengatur white balance, ISO, dan exposure compensation. Ada juga panel yang menampilkan sejumlah parameter kamera.

Kedua kamera dilengkapi layar sentuh yang dapat dimiringkan pada tiga poros (atas, bawah dan samping), tidak lagi menggunakan mekanisme fully-articulated. Slot SD card-nya ada dua, satu untuk SD card biasa dan satu untuk XQD card.

Bobotnya yang lumayan berat, tapi dengan sensor besar ditambah IBIS atau in-body image stabilization 5-axis dan di lensa. Artinya, kita bisa menekan ISO di angka kecil menggunakan shutter speed lebih rendah untuk mendapatkan foto berkualitas di kondisi minim cahaya.

Spesifikasi Lumix S1 dan S1R

Kedua kamera ini sangat mumpuni untuk foto dan video. Namun Lumix S1R dengan resolusi mencapai 47 MP memang lebih still-oriented dan punya mode high resolution yang menawarkan resolusi sampai 187 MP.

Sementara, Lumix S1 dengan resolusi 24 MP justru menawarkan kemampuan video lebih baik. Kamera ini mampu merekam video 4K pada 60/50p dan 4K 30/25p dalam full-pixel readout of signal.

Lumix S1 juga mampu merekam 4K 30/25p 4:2:2 10 bit internal video recording dan 4K 60/50p 4:2:2 10 bit melalui HDMI output. Nantinya juga didukung V-Log dengan software update key berbayar pada tahun 2019 ini.

Harga dan Ketersediaan

Panasonic-Umumkan-Lumix-S1-dan-S1R
Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Rencananya Lumix S series ini akan tersedia pada bulan Mei 2019. Saat ini Anda bisa membelinya secara pre-order yang telah berlangsung dari tanggal 23-30 April di situs e-commerce Blibli. Berikut daftar harganya:

  • Panasonic Lumix S1R Kit 24-105mm F4 (DC-S1RMGC-K) Rp69.990.000
  • Panasonic Lumix S1R Body Only (DC-S1RGC-K) Rp55.990.000
  • Panasonic Lumix S1 Kit 24-105mm F4 (DC-S1MGC-K) Rp51.990.000
  • Panasonic Lumix S1 Body Only (DC-S1GC-K) Rp37.990.000
  • Lensa Lumix S 24-105mm F4 Macro O.I.S. Rp19.990.000
  • Lensa Lumix S Pro 70-200 mm F4 O.I.S. Rp25.990.000
  • Lensa Lumix S Pro 50 mm F1.4 Rp39.490.000

Seperti kamera mirrorless generasi sekarang, harga Lumix S series juga mahal karena memang ditujukan untuk profesional dan merupakan alat produksi. Berkat L-Mount Alliance dengan Leica dan Sigma, perkembangan ekosistem lensanya harusnya lebih cepat.

Bagaimana dengan para kompetitornya? Saya melihat Canon dengan sistem EOS R masih terkesan menahan diri untuk melindungi lini DSLR mereka dan Nikon Z sejauh ini masih sangat hati-hati. Sony sebagai pemimpin pasar mirrorless Full Frame sudah cukup matang dengan ekosistem lensa yang kuat. Namun Sony tidak boleh lengah jika tidak ingin pangsa pasarnya dicuri.

Atomos Umumkan Shinobi SDI dan Shogun 7 untuk Produksi Video yang Lebih Serius

Atomos telah meluncurkan tiga produk terbaru mereka, Shinobi SDI, Shogun 7, dan AtomX SDI module. Atomos Shinobi SDI adalah monitor 4K HDR berukuran 5,2 inci yang menawarkan konektivitas HD-SDI dan 4K HDMI. Dimensinya ringkas 151×91.5×31.5mm dengan bobot 226 gram (tanpa baterai), sangat cocok untuk pengguna kamera mirrorless.

Atomos_1

Body monitor ini terbuat dari material Polycarbonate ABS dan menggunakan panel IPS. Resolusinya 1920×1080 piksel (427 ppi) dalam rasio 16:9 dengan standar HDTV Rec. 709. Layarnya sendiri punya tingkat kecerahan hingga 1000 nit, serta sudah berlapis anti-reflection dan anti-fingerprint sehingga bisa digunakan dalam kondisi pencahayaan apa pun.

Shinobi SDI menjalankan sistem operasi AtomOS yang menyuguhkan sejumlah fitur seperti focus peaking, zoom 4:1 / 2:1 / 1:1, zebra, false color, frame guide, RGB parade, vector scope, audio level meter, dan lainnya. Untuk harganya, monitor ini dibanderol US$499 atau sekitar Rp7 jutaan.

Atomos_6

Beralih ke Shogun 7, HDR monitor berukuran 7 inci, recorder dan juga switcher yang dirancang untuk pembuatan film dan video profesional. Harganya US$1.499 atau sekitar Rp21 jutaan.

Shogun 7 dapat merekam video hingga 5.7K pada 80p, 4K pada 120p, 2K pada 240p di RAW, Log atau HLG/PQ melalui SDI/HDMI. Video bisa disimpan langsung ke AtomX SSDmini atau drive SATA SSD. Pilihan rekaman termasuk Apple ProRes RAW dan ProRes, Avid DNx dan Adobe CinemaDNG RAW codec.

Panel yang digunakan adalah IPS dengan teknologi Dynamic AtomHDR yang memungkinkan menampilkan wide color gamut DCI-P3 105%, dan tingkat kecerahan 1500 nit. Layarnya 7,2 incinya sendiri beresolusi 1920×1280 (325 ppi) dalam aspek rasio 16:9 dengan contrast ratio 1.000.000:1 dan dynamic range 15+ stop.

Atomos_2

Satu lagi produk yang diumumkan adalah AtomX SDI module untuk Ninja V. Seperti namanya, modul tambahan ini menambah kemampuan perekaman video melalui 12G-SDI hingga 4K pada 60p.

Atomos_3

Menurut Atomos, modul ini salah satu produk yang paling banyak diminta dari para profesional video di seluruh dunia. AtomX SDI akan menempel ke bagian belakang Ninja V melalui port ekspansi modular. AtomX SDI module dibanderol US$199 atau sekitar Rp2,8 jutaan.

Sumber: DPreview

Panasonic Umumkan Lumix G95, Siap Hadapi Sony A6400 dan Fujifilm X-T30

Panasonic telah meluncurkan penerus Lumix G85 yang dirilis sejak tahun 2016, yakni Lumix DC-G95/G90. Kamera ini akan berhadapan dengan lawan-lawan tangguh seperti Sony A6400 dan Fujifilm X-T30 yang juga memiliki capability video mumpuni.

Menurut saya ketiga kamera ini memiliki kemampuan yang bisa dibilang sepadan, mereka sama-sama bisa merekam video 4K pada 30p. Tetapi ada satu fitur penting yang tidak dimiliki oleh dua pesaing kuat tersebut yaitu IBIS.

Lumix G95 memiliki fitur 5-axis Dual IS (Image Stabilizer) 2 yang menggabungkan OIS (Optical Image Stabilizer, 2-axis) dan BIS (Body Image Stabilizer, 5-axis). Guna membantu mendapatkan rekaman video yang lebih smooth saat syuting hand-held atau vlogging.

Lalu, apa saja peningkatan utama dibanding Lumix G85? Pertama, sensor Digital Live MOS tanpa low-pass filter dengan resolusi lebih tinggi; 20 MP (Lumix G85 16 MP). Kedua, dukungan picture profile V-LogL untuk fleksibilitas saat color grading. Lalu yang ketiga, Lumix G95 dilengkapi socket headphone untuk memonitor audio.

Soal desain, Lumix G95 terlihat lebih kekar dengan grip sedikit lebih besar dan memiliki kerangka yang terbuat dari material magnesium alloy. Panasonic juga menambah tiga tombol khusus untuk mengatur white balance, ISO, dan exposure compensation seperti yang dimiliki oleh Lumix GH5.

Layar sentuh 3 inci milik Lumix G95 beresolusi 1,24 juta dot dengan mekanisme fully articulated. Di atasnya ada electronic viewfinder (EVF) dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot.

Lebih jauh, Lumix G95 mengemas prosesor Venus Engine dan teknologi auto focus DFD (Depth From Defocus). Untuk membekukan subjek yang bergerak, kamera ini dapat menjepret beruntun 9 fps (AFS) dan 6 fps (AFC).

Panasonic-Lumix-G95

Panasonic Lumix G95 ini bisa merekam video 4K UHD pada 30 fps atau 24 fps, tapi dengan crop 1,25x. Agak disayangkan mengingat sensor Micro Four Thirds itu sendiri memberikan bidang pandang sudah cukup sempit. Sementara, pada resolusi 1080p mendukung hingga frame rate 120 fps.

Rencananya Lumix G95 akan tersedia mulai bulan Mei di pasar global dengan harga US$1199 atau sekitar Rp16,9 jutaan dengan lensa kit 12-60mm F3.5-5.6 ASPH Power OIS zoom. Sebagai pembanding, saat ini Lumix G85 body only dibanderol Rp9 juta dan Rp11 juta dengan lensa kit 14-42mm F3.5-5.6 OIS di Indonesia.

Semoga saja, Panasonic bisa gerak cepat dan membawa Lumix G95 ke Tanah Air bersama Lumix S1 dan S1R yang kabarnya akan dirilis bulan April ini.

Sumber: DPreview

Rode Umumkan Wireless GO, Mikrofon Nirkabel Mungil Seharga US$199

Bagi Anda yang bergelut di dunia videografi, videografer maupun seorang content creator seperti vlogger atau YouTuber – tentunya sangat memahami pentingnya kualitas audio pada sebuah video. Sebab itu, selain kamera kita juga membutuhkan mikrofon eksternal untuk memaksimalkan konten yang kita ciptakan.

Rode adalah salah satu merek mikrofon eksternal yang cukup populer di kalangan content creator. Karena harganya relatif tidak terlampau mahal dan ada banyak pilihan. Yang terbaru, Rode baru saja mengumumkan mikrofon wireless yang diklaim oleh Rode punya ukuran terkecil di dunia; Wireless GO.

Wireless-GO-2-740x422

Untuk transmitter-nya (TX), dimensinya hanya 44×45.3×18.5 mm dengan berat 31 gram. Selain memiliki jack input mic 3.5mm, mikrofon ini juga sudah built-in omnidirectional condenser. Jadi bisa langsung berfungsi meski tanpa menggunakan clip-on.

Untuk receiver-nya (RX), dimensinya 44×46.4×18.5 mm dengan bobot yang sama, 31 gram. Terdapat layar mini yang menampilkan sejumlah informasi seperti status baterai baik RX dan TX, level audio, kekuatan sinyal, dan pengaturan pad audio.

Uniknya adalah belt clip atau penjepitnya bisa ditancapkan langsung ke hot shoe kamera. Tapi bila ingin memasang aksesori lain seperti flash ke hot shoe, maka cukup jepitkan saja receiver-nya ke strap kamera.

Dalam paket penjualannya, terdapat kabel output TRS 3.5mm untuk menghubungkan receiver ke kamera mirrorless atau audio recorder. Bila kita punya kabel SC7 TRRS, harusnya kita juga bisa menggunakannya ke smartphone.

Selain dimensinya yang ringkas, yang ditawarkan Rode Wireless GO adalah kemudahan penggunaannya, antarmukanya intuitif, dan tidak butuh waktu lama untuk proses pengaturannya.

Serious-Wireless

Rode Wireless GO menggunakan digital wireless transmission 2.4GHz seri III dengan jangkauan 70 meter, harusnya bisa digunakan di mana pun tanpa masalah. Baterainya sendiri mampu bertahan tujuh jam sekali full charge dan di-charge melalui port USB Type-C.

Harga Rode Wireless GO ini dibanderol US$199 atau sekitar Rp2,8 jutaan. Direntang harga tersebut, kita juga bisa mendapatkan Rode Microphone Videomic Pro Rycote yang sudah terbukti kualitasnya.

Sumber: Newsshooter

Rp13 Juta, Kamera Mirrorless Vlogging Sony A6400 Resmi Hadir di Indonesia

Tepat dua bulan setelah peluncuran globalnya, Sony akhirnya membawa masuk secara resmi kamera mirrorless APS-C A6400 ke Indonesia. Sesuai namanya, posisi kamera ini berada di tengah-tengah antara A6300 dan A6500.

Sebelum lanjut membahas fitur-fiturnya, saya ingin sedikit memberikan gambaran mengenai persaingan kamera mirrorless. Menurut saya, tahun ini Sony mungkin akan sibuk karena harus menghadapi lawan-lawan tangguh dari Nikon, Canon, dan Panasonic yang kini terjun ke ranah full frame.

Di sisi lain, Sony juga tidak boleh kendor di ranah APS-C. Saya melihat Sony mendapatkan persaingan yang sengit dari Fujifilm. Belum lagi kamera Micro Four Thirds besutan Panasonic dan Olympus.

Sejauh ini, Sony A6300 dan A6500 sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik di kelas menengah. Keduanya diakui punya kemampuan perekam video yang mumpuni.

Kehadiran A6400 dengan layar sentuh yang bisa di lipat ke atas dan sistem autofocus canggih menjadikannya kamera yang nyaris sempurna untuk para videografer dan content creator (vlogger).

Inovasi autofocus tersebut menggunakan teknologi kecerdasan buatan, Sony menyebutnya ‘Speed X AI’ dengan fitur Real-time Tracking, Real-time Eye AF, dan Real-time Eye AF for Animals. Kecepatan autofocus-nya hanya 0,02 detik, meliputi 425 titik phase-detection AF dan 425 titik contrast-detection AF yang mencakup sekitar 84% dari area frame.

Hands-on Sony A6400

Sony-A6400

Garis besarnya, kamera ini masih mengusung desain yang identik dengan seri A6XXX. Namun, alih-alih menggunakan mekanisme fully articulated yang bisa ditarik ke samping dan putar ke segala arah, layar A6400 hanya bisa dimiringkan hingga 180 derajat ke atas.

Sony-A6400

Artinya, sangat memudahkan aktivitas vlogging. Namun layar tersebut sedikit terhalangi oleh cup mata EVF dan akan tertutupi saat kita memasang mikrofon eksternal di hot shoe. Solusinya kita memang bisa memasang aksesori cold shoe, tapi memasangnya di bagian bawah melalui soket tripod sehingga tidak menghalangi layar.

Pilihan kamera mirrorless dengan layar yang bisa dihadapkan ke depan ini memang tidak banyak. Di rentang harga Rp10 jutaan setidaknya ada tiga yang menjadi pesaing utama A6400 yaitu Panasonic Lumix G85, Canon EOS M50, dan Fujifilm X-T100.

Sony-A6400

Layar A6400 berukuran 3 inci dengan resolusi 921,6 ribu dot dan sudah touchscreen. Jadi, bisa digunakan untuk touch pad, touch focus, touch shutter, dan touch tracking dengan cepat melalui layar. Sementara, electronic viewfinder (EVF) memiliki panel OLED resolusi 2,36 juta dot.

Body A6400 ini dibungkus dengan material magnesium alloy yang tahan debu dan kelembaban. Saat pertama kali memegangnya, konstruksinya terasa begitu kokoh. Build quality yang baik itu sangat penting, karena mirrorless juga bagian dari gaya hidup dan prestise.

Sony A6400 sendiri hadir dalam warna black dan silver. Warna silver-nya terlihat cukup manis, para vlogger cewek mungkin akan menyukainya – dengan kombinasi grip dan cup mata EVF berwarna hitam. Berikut beberapa hasil foto dari Sony A6400:

Kamera Hybrid Foto dan Video

Sony-A6400

Di jantung Sony A6400 tertanam sensor CMOS berukuran APS-C resolusi 24,2-megapixel dengan enhanced skin tone. Kualitas fotonya mungkin tidak akan berbeda signifikan dengan A6500 dan A6300.

Dipadu image processor Bionz X, rentang sensitivitasnya mencapai ISO 100 hingga ISO 32.000 dan bisa diperluas sampai 102.800. Kecepatan foto berturut-turut 11 fps dan 8 fps pada silent mode dengan buffer hingga 116 jepretan.

Sony-A6400

Soal video, A6400 memang tergolong istimewa. Kamera ini mampu merekam video 4K full pixel readout dan tanpa pixel binning pada 24 fps dan 30 fps, video Full HD pada 30 fps, 60 fps, dan 120 fps dengan bit rate maksimal 100 Mbps. Serta, mendukung profil gambar HLG (Hybrig Log-Gamma) S&Q, perekaman Proxy, S-Log2, dan S-Log3 untuk fleksibilitas color grading.

Hasil foto maupun video 4K yang diambil bisa langsung ditransfer ke smartphone lewat konektivitas WiFi menggunakan aplikasi Imaging Edge Mobile (pengganti Sony PlayMemories Mobile). Ada NFC untuk menghubungkan kamera dan smartphone secara instan.

Harga dan Ketersediaan

Sony-A6400

Sony A6400 akan tersedia di Indonesia mulai tanggal 6 April 2019 dengan harga Rp12.999.000 untuk body only dan Rp14.999.000 dengan lensa kit SELP1650. Anda juga bisa mendapatkan paket khusus untuk pembelian kamera A6400 secara pre-order dari tanggal 15-31 Maret 2019 dengan bonus sebagai berikut:

  • Camera bag
  • Camera screen protector
  • Leather camera strap
  • 64GB Sony SD Card

Dapatkan juga promo Purchase with Purchase (PWP) berikut:

Cashback senilai Rp500.000 untuk pembelian:

  • ILCE-6400 body only + shooting grip GP-VPT1
  • ILCE-6400 + lensa SELP1650 + shooting grip GP-VPT1.

Cashback senilai Rp2.000.000 untuk pembelian:

  • ILCE-6400 body only + lensa SELP18105G
  • ILCE-6400 + lensa SELP1650 + lensa SELP18105G

Cashback senilai Rp3.500.000 untuk pembelian:

  • ILCE-6400 body only + lensa SEL1670Z
  • ILCE-6400 + lensa SELP1650 + lensa SEL1670Z

Sony-A6400

Selain mirrorless A6400, Sony juga mengumumkan lensa telephoto prime full frame dengan aparture besar seri G Master 135mm f1.8 (model SEL135F18GM). Lensa FE 135mm F1.8 GM akan tersedia di Indonesia pada bulan April 2019 dengan harga Rp26.999.000.

Verdict

Sony-A6400

Sony A6400 adalah penerus dari A6300 yang dirilis sejak tiga tahun lalu. Dengan semua fitur yang disebutkan di atas, A6400 adalah kamera mirrorless yang nyaris sempurna untuk aktivitas vlogging maupun videografer untuk membuat konten video yang cukup series.

Nyaris ya, karena ada satu fitur yang sangat disayangkan tidak hadir pada A6400 dan juga ini yang membedakannya dengan A6500 yakni tanpa 5-axis in-body image stabilization.

Terus terang, harga A6300 body only sekarang Rp9 juta juga sangatlah menarik. Bedanya Rp4 juta dengan A6400 body only yang dijual Rp13 juta. Dengan budget Rp13 juta sendiri kita juga bisa mendapatkan kamera mirrorless full frame Sony A7 dengan lensa fix 50mm f1.8. Kalau nambah Rp3 juta lagi dapat Sony A6500 body only.

Fujifilm X-T30, Versi Hematnya X-T3 dengan X-Trans 4 26-MP

Berbeda dengan Canon, Nikon, dan Panasonic yang tengah sibuk mengembangkan ekosistem mirrorless full frame mereka masing-masing, Fujifilm masih enggan berkecimpung di ranah full frame.

Setidaknya untuk saat ini, menurut mereka peningkatan yang dibawa oleh sensor full frame dari APS-C tidak terlalu signifikan dan Fujifilm lebih memilih lompat langsung ke medium format.

Setelah merilis Fujifilm X-T3, kamera mirrorless APS-C flagship dengan sensor X-Trans 4 pada bulan September 2018 lalu, kini mereka telah mengumumkan Fujifilm X-T30.

7375721263

Penerus dari Fujifilm X-T20 ini mengangkut banyak fitur baru yang terdapat pada Fujifilm X-T3, sensor baru BSI CMOS X-Trans 4 26-megapixel salah satunya.

Fujifilm X-T30 juga didukung X-Processor 4 dengan CPU quad-core yang sama. Memiliki sistem AF hybrid 425 poin mencakup seluruh frame dan native ISO terendahnya adalah 160. Ia mampu memotret berturut-turut hingga 20 fps dengan continuous autofocus dan 8 fps dengan mechanical shutter.

9175420850

Selain itu, fitur seperti face detection diklaim lebih cepat dibanding X-T20, eye detection AF kini dapat digunakan dalam mode AF-C, dan phase detection AF dapat bekerja di kondisi cahaya yang lebih rendah.

Urusan perekaman video, Fujifilm X-T30 memang tidak secakap X-T3 yang mampu merekam video 4K 60 fps. X-T30 hanya mampu merekam video 4K 30 fps saja, 8-bit 4:2:0 internal recording dan 10-bit 4:2:2 ke external recorder melalui HDMI.

6219299555

Soal tampilan, bisa dibilang keduanya punya desain mirip-mirip. Namun, dimensi Fujifilm X-T30 sedikit lebih ringkas (119x72x60 mm) dan bobotnya lebih ringan hanya 423 gram. Layarnya sudah touchscreen dengan mekanisme tilting yang bisa dimiringkan ke atas-bawah, berukuran 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot.

Di atas layar terdapat viewfinder electronic dengan panel OLED resolusi 2,36 juta dot. Tentu saja, Fujifilm X-T30 sudah dilengkapi konektivitas WiFi dan Bluetooth. Daya tahan baterainya sendiri diklaim lebih lama, hingga 380 jepretan sekali charge.

3061679876

Harga Fujifilm X-T30 dibanderol US$899 atau sekitar Rp12,6 juta untuk body only. Bila dengan lensa XC 15-45mm F3.5-5.6 OIS Power Zoom dibanderol US$999 (Rp14 juta) dan US$1.299 (Rp18,3 juta) dengan lensa 18-55mm F2.8-4.

Fujifilm juga turut mengumumkan lensa prime wide-angle XF 16mm f/2.8 R WR. Focal lenght 16mm ini setara dengan 24mm di full frame dan dibanderol US$400 atau sekitar Rp5,6 juta.

Sumber: DPreview

Kamlan Umumkan Lensa Fisheye 7.5mm F3.2 Terjangkau untuk Sistem Micro Four Thirds

Saat ini, ada beberapa sistem kamera mirrorless yang populer. Kalau diurut dari besaran ukuran sensor, ada medium format, full frame, APS-C, dan Micro Four Thirds (MFT).

Setiap sistem tentunya memiliki keunggulan dan kelemahannya. Misalnya, sistem Micro Four Thirds yang ada pada jajaran kamera mirrorless Panasonic dan Olympus.

Mereka memiliki fitur yang tergolong lengkap, seperti perekam video 4K, dan stabilizer di body kamera, dan ukuran lensa relatif kecil. Tapi, lensa Micro Four Thirds ini memiliki crop factor (focal length multiplier) sekitar 2X dibanding full frame.

Jadi, bila Anda membeli lensa dengan focal lenght 25mm, maka ekuivalen dengan 50mm di full frame yang mana itu masih cukup sempit. Tapi itu bukan masalah besar, karena ekosistem mirrorless Micro Four Thirds kuat.

kamlan-umumkan-lensa-fisheye-micro-four-thirds-2

Nah yang terbaru datang dari produsen optik asal Tiongkok yakni Kamlan Optical. Mereka telah mengumumkan lensa fisheye 7.5mm F3.2 untuk sistem Micro Four Thirds.

Lensa fix manual fokus ini menyuguhkan sudut pandang 160 derajat, konstruksinya terdiri dari tujuh elemen dalam enam grup. Body-nya berukuran 48x58mm dan beratnya 250 gram.

kamlan-umumkan-lensa-fisheye-micro-four-thirds-3

Lebih lanjut, lensa Kamlan ini memiliki jarak fokus minium 10mm dan aperture paling kecil F16. Harga lensa Kamlan fisheye 7.5mm F3.2 ini dibanderol cukup terjangkau yakni US$230 atau sekitar Rp3,2 juta.

Sumber: DPreview