Nikon Dikabarkan Sedang Menyiapkan Kamera Mirrorless Bersensor Full-Frame

Nikon boleh merajai segmen DSLR bersama Canon, tapi mereka bukan siapa-siapa di kancah mirrorless. Bukan berarti mereka tidak punya lini mirrorless, tapi seri Nikon 1 yang selama ini dipasarkan tidak mampu bersaing menghadapi gempuran dari Panasonic, Sony maupun Fujifilm.

Canon sendiri belakangan mulai menunjukkan keseriusannya dalam ranah mirrorless dengan mengadaptasikan teknologi andalan DSLR kelas atasnya ke bodi mirrorless yang jauh lebih ringkas macam EOS M5 dan EOS M100. Lalu bagaimana dengan Nikon? Apakah ke depannya mereka masih akan bersikukuh dengan DSLR dan mengabaikan pasar mirrorless begitu saja?

Tidak. Pada kenyataannya, bulan Juli kemarin Nikon telah mengonfirmasi bahwa mereka sedang mengembangkan kamera mirrorless baru yang diklaim lebih superior dibanding kompetitornya. Seperti apa jelasnya kamera tersebut masih misteri, tapi baru-baru ini ada indikasi positif yang bisa diambil dari wawancara salah satu petinggi Nikon.

Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek
Tetsuro Goto, Nikon Imaging Product R&D General Manager / Xitek

Berbicara kepada media publikasi asal Tiongkok, Xitek, Tetsuro Goto selaku General Manager divisi riset dan pengembangan produk Nikon mengungkapkan sejumlah petunjuk yang cukup menarik terkait kamera mirrorless baru Nikon. Berdasarkan hasil terjemahan NikonRumors, beliau bilang kalau Nikon ingin mendalami mirrorless, maka sensor full-frame harus menjadi syarat yang paling utama.

Tetsuro memang tidak bilang secara eksplisit kalau Nikon sedang mengerjakan kamera mirrorless bersensor full-frame, tapi beliau mengatakan bahwa alasannya mengacu pada tren yang ada sekarang. Seperti yang kita tahu, Sony saat ini adalah satu-satunya pabrikan yang memiliki kamera mirrorless full-frame, dan Nikon percaya kalau full-frame merupakan jalur yang tepat untuk bisa bersaing di kompetisi mirrorless sekaligus memenuhi permintaan konsumen dari kalangan profesional.

Rumor ini semakin diperkuat oleh bocoran hak paten yang diajukan Nikon terkait sepasang lensa baru untuk kamera mirrorless bersensor full-frame, yakni 52mm f/0.9 dan 36mm f/1.2. Meski tidak bisa dijadikan acuan, saya kira eksistensi kamera mirrorless full-frame dari Nikon hanya tinggal hitungan waktu.

Sumber: PetaPixel.

Pertahankan Gaya Rangefinder, Fujifilm X-E3 Lebih Jago Urusan Video Plus Dibekali Layar Sentuh

Fujifilm baru saja memperkenalkan kamera mirrorless baru, X-E3. Tidak seperti X-E2S yang cuma membawa pembaruan minor, X-E3 merupakan suksesor sejati dari X-E2 yang diumumkan menjelang akhir tahun 2013. Hampir semua bagian X-E2 telah disempurnakan di sini, termasuk desain bergaya rangefinder-nya.

Yang paling utama adalah penggunaan sensor APS-C X-Trans III 24,3 megapixel seperti yang terdapat pada Fujifilm X-Pro2, X-T2 dan X-T20. Kualitas gambarnya pun meningkat drastis, dengan sensitivitas ISO 200 – 12800 (bisa di-expand hingga 100 – 51200), terutama dalam kondisi low-light seperti yang sudah dibuktikan oleh X-Pro2.

Fujifilm X-E3

Akan tetapi yang tidak kalah penting juga adalah opsi perekaman video 4K 30 fps yang dipelopori oleh X-T2. Saya sendiri sampai sekarang masih menggunakan X-E2, dan saya hampir tidak pernah memakainya untuk merekam video dikarenakan hasilnya bahkan lebih jelek dari kamera smartphone – ya, sebelum ada X-T2, kualitas video kamera mirrorless Fuji memang seburuk itu.

Semuanya sudah berubah sekarang. Fujifilm tak lagi payah untuk urusan video. Review X-T2 membuktikan kalau hasil rekaman videonya bisa sama bagusnya seperti hasil fotonya, dan pengguna bahkan dapat mengaktifkan efek Film Simulation selagi perekaman berlangsung. Ini saja sebenarnya sudah bisa menjadi indikasi betapa signifikannya kualitas video yang ditawarkan X-E3 dibanding pendahulunya.

Kualitas gambar dan video telah ditingkatkan, demikian pula untuk performa kamera secara keseluruhan. X-E3 mengemas sistem autofocus 325 titik yang sangat cekatan dalam mengikuti objek bergerak. Fujifilm bahkan mengklaim X-E3 bisa mengunci fokus pada objek yang bergerak dua kali lebih cepat ketimbang model sebelumnya berkat penerapan algoritma baru, sedangkan dalam mode burst X-E3 dapat menjepret tanpa henti dalam kecepatan 8 fps.

Fujifilm X-E3

Soal penampilan, sepintas X-E3 tampak mirip seperti pendahulunya tapi dengan dimensi yang sedikit lebih ringkas dan bobot lebih ringan. Panel atasnya hampir tidak berubah, terkecuali ada tuas untuk mengaktifkan mode Auto serta hilangnya pop-up flash – jangan khawatir, Fuji menyertakan flash eksternal yang bisa dipasang di hot shoe pada paket penjualannya.

Hand grip-nya telah disempurnakan, dan tepat di atasnya kini terdapat sebuah dial ekstra. Beralih ke belakang, Anda akan menjumpai layout tombol yang sangat rapi dan minimalis. Begitu minimalisnya, tombol empat arah di sisi kanan sudah tidak ada lagi di sini. Sebagai gantinya, X-E3 dapat dioperasikan menggunakan layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot.

Swipe ke atas, bawah, kiri dan kanan dapat menggantikan fungsi yang sebelumnya muncul ketika pengguna menekan tombol empat arah pada X-E2, dan semuanya dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan. Menetapkan titik fokus dengan menyentuh layar seperti pada smartphone juga mungkin dilakukan di sini.

Fujifilm X-E3

Fuji tidak lupa menyematkan joystick kecil yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur titik fokus bagi mereka yang lebih memilih kontrol bergaya konvensional. Di atas layar, viewfinder elektronik beresolusi 2,36 juta dot siap ditugaskan kapan saja pengguna membutuhkannya.

Selain Wi-Fi, X-E3 rupanya turut mengemas konektivitas Bluetooth LE yang memungkinkannya untuk terus terhubung ke smartphone atau tablet sehingga proses memindah gambar bakal terasa jauh lebih mudah. Di bagian samping, terdapat port micro-HDMI dan mikrofon, namun sayang tidak ada jack headphone.

Fujifilm X-E3 dijadwalkan tiba di pasaran mulai bulan September ini juga dalam pilihan warna hitam atau silver, dan dalam tiga konfigurasi: $900 untuk bodinya saja, $1.300 bersama lensa XF 18–55mm f/2.8–4, atau $1.150 bersama lensa XF 23mm f/2 R WR.

Sumber: DPReview.

Olympus OM-D E-M10 Mark III Datang dengan Desain Lebih Ergonomis dan Perekaman Video 4K

Olympus OM-D E-M1 Mark II adalah salah satu kamera mirrorless terbaik saat ini, tapi dengan kisaran harga Rp 28 juta untuk bodinya saja, ia jelas bukan untuk semua orang. Itulah mengapa seri OM-D E-M10 eksis, dan Olympus baru saja memperkenalkan generasi ketiganya yang membawa sejumlah penyempurnaan.

Pembaruannya tergolong minor, tapi masih bisa membuat E-M10 Mark III terdengar menarik. Sensor yang digunakan masih sama, yaitu sensor Micro Four Thirds 16 megapixel, akan tetapi prosesor yang mendampinginya telah di-upgrade menjadi TruePic VIII, yang pada akhirnya memungkinkan kamera untuk merekam video dalam resolusi 4K 30 fps, sama seperti kakaknya yang jauh lebih mahal itu.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

E-M10 Mark III dilengkapi sistem autofocus 121 titik, naik dari 81 titik pada generasi sebelumnya. Performanya juga ikut naik meskipun sangat tipis; burst shooting dapat dilakukan dalam kecepatan 8,6 fps, selisih 0,1 fps saja dibandingkan pendahulunya.

Desainnya secara keseluruhan masih sama, namun Olympus sudah membenahi sejumlah elemen agar perangkat bisa menjadi lebih ergonomis lagi. Yang paling utama, handgrip-nya kini sedikit melengkung agar lebih pas dengan kontur tangan, kemudian deretan dial pada pelat atasnya sedikit diperbesar ukurannya untuk memudahkan akses.

Olympus OM-D E-M10 Mark III

Selebihnya, E-M10 Mark III masih mempertahankan fitur-fitur unggulan pendahulunya, di antara lain viewfinder OLED beresolusi 2,36 juta dot, layar sentuh 3 inci yang dapat di-tilt, dan image stabilization 5-axis yang dapat diaktifkan selagi merekam video 4K sekalipun.

Olympus OM-D E-M10 Mark III rencananya akan dipasarkan mulai akhir September mendatang seharga $650 untuk bodinya saja, atau $800 bersama lensa M.Zuiko 14–42mm EZ.

Sumber: DPReview.

Cuma $600, Canon EOS M100 Tawarkan Sensor 24 Megapixel dan Dual Pixel AF

Dirilis setahun yang lalu, Canon EOS M5 merupakan kamera mirrorless terbaik dari Canon yang bisa dibeli di pasaran saat ini. Kendati demikian, banderol harganya mungkin masih belum bisa menjangkau semua kalangan, terutama mereka yang baru berniat naik kelas dari kamera saku atau malah smartphone.

Buat mereka ini, Canon rupanya punya persembahan baru yang tak kalah menarik, yaitu EOS M100. Kamera ini merupakan penerus langsung dari EOS M10 yang Canon luncurkan dua tahun silam, dan waktu yang panjang itu rupanya sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Canon untuk menggodok suksesor yang jauh lebih bisa diandalkan.

Canon EOS M100

Yang paling utama, sensornya telah diganti dengan sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel yang memiliki sensitivitas ISO 100 – 25600. Namun ternyata bukan cuma resolusi saja yang ditingkatkan, EOS M100 juga telah dilengkapi teknologi Dual Pixel autofocus seperti yang dimiliki EOS M5 maupun sederet DSLR besutan Canon.

Dipadukan dengan prosesor DIGIC 7, performa EOS M100 pun meningkat drastis jika dibandingkan pendahulunya. Mengambil foto tanpa henti dengan continuous AF bisa ia lakukan dalam kecepatan 4 fps (6 fps dengan single AF), dan kemampuannya merekam video naik dari 1080p 30 fps menjadi 1080p 60 fps.

Canon EOS M100

Dari segi pengoperasian, M100 masih mempertahankan layar sentuh 3 inci beresolusi 1,03 juta dot milik pendahulunya, namun dengan interface yang lebih baik. Tentu saja layar ini masih bisa dilipat sampai menghadap ke depan untuk memudahkan pengambilan selfie.

Pop-up flash, Wi-Fi dan NFC tetap hadir, namun sekarang tersedia pula konektivitas Bluetooth agar kamera dapat terus terhubung dengan perangkat mobile secara konstan – sangat berguna ketika hendak mengambil foto dan langsung memindah hasilnya ke ponsel. Canon tidak lupa bilang kalau M100 merupakan model teringan dan teramping dari semua lini EOS M yang ada sekarang.

Canon EOS M100

Canon EOS M100 rencananya bakal dipasarkan mulai Oktober mendatang seharga $600 bersama lensa EF-M 15–45mm f3.5–6.3 IS STM, atau bundel dua lensa seharga $950 (tambahan EF-M 55–200mm f/4.5–6.3 IS STM).

Sumber: DPReview.

Leica TL2 Janjikan Peningkatan Kualitas Gambar dan Performa Secara Drastis dari Pendahulunya

Kamera mirrorless Leica T yang dirilis di tahun 2014 merupakan salah satu bentuk ‘serangan balik’ Leica terhadap orang-orang yang beranggapan bahwa sang produsen kamera asal Jerman itu kuno sekaligus konservatif. Bagaimana tidak, kamera tersebut hanya dibekali layar sentuh 3,7 inci di panel belakangnya, tanpa ada tombol lain sama sekali.

Namun Leica T jauh dari kata sempurna, dan suksesornya, Leica TL yang diperkenalkan tahun lalu juga tidak bisa berbuat banyak. Akan tetapi Leica rupanya masih belum mau menyerah dengan lini TL, hingga akhirnya mereka mengungkap Leica TL2 yang membawa segudang peningkatan.

Leica TL2

Secara estetika, tidak banyak yang berubah dari Leica TL2. Desainnya masih sangat minimalis sekaligus menawan, dan build quality-nya tidak perlu dipertanyakan mengingat Leica menciptakannya dari satu bongkahan aluminium utuh. Di belakang, Anda akan kembali disambut oleh layar sentuh 3,7 inci, tapi kini dengan responsivitas yang jauh lebih baik dan interface yang lebih mudah dinavigasikan.

Yang banyak dirombak adalah organ utamanya, dimana TL2 mengemas sensor APS-C 24 megapixel plus prosesor Maestro II guna menyajikan gambar yang lebih berkualitas. ISO-nya kini dapat diatur hingga ISO 50000, dan video pun siap ia tangkap dalam resolusi 4K 30 fps. Yup, ini peningkatan drastis kalau dibandingkan Leica T orisinil maupun Leica TL.

Performanya juga turut dibenahi lebih lanjut. Leica TL2 mengusung sistem autofocus 49 titik, dengan kemampuan mengunci fokus dalam waktu 165 milidetik saja, atau tiga kali lebih kencang ketimbang Leica TL. Leica tak lupa menambatkan electronic shutter dengan kecepatan maksimum 1/40.000 detik, dan dengannya pengguna dapat menikmati burst shooting secepat 20 fps dalam resolusi penuh.

Leica TL2

Secara keseluruhan, Anda bakal mendapat kamera yang lebih gegas secara keseluruhan, bahkan proses booting-nya hanya memakan waktu 0,6 detik saja. Konektivitas Wi-Fi tidak lupa eksis, demikian pula dengan port USB Type-C yang dapat dimanfaatkan untuk charging.

Leica TL2 memang bukan kamera mirrorless terbaik Leica karena masih ada Leica M10 yang mengusung sensor full-frame. Akan tetapi TL2 juga dibanderol jauh lebih murah, yakni $1.950 – meski masih jauh di atas kamera mirrorless dari merek lain – dengan pilihan warna hitam atau silver.

Sumber: DPReview dan PetaPixel.

Kamera Mirrorless Terbaru Sony Diklaim Mempunyai Performa Melampaui DSLR

Sony boleh terpuruk di ranah mobile, akan tetapi mereka masih memimpin di segmen kamera, utamanya untuk kategori mirrorless. Hal ini dibuktikan lewat kamera terbaru mereka, Sony A9, yang diklaim sanggup menyuguhkan performa setara, atau bahkan melampaui DSLR.

Rahasianya terletak pada sensor full-frame Exmor RS baru bertipe stacked, dengan resolusi 24,2 megapixel, yang didampingi oleh prosesor BIONZ X baru pula. Menurut Sony, kombinasi ini memungkinkan A9 untuk mengolah data 20 kali lebih cepat ketimbang A7R II – yang sendirinya sudah termasuk kencang.

Lewat A9, Sony sejatinya ingin menarget fotografer olahraga yang selama ini masih belum bisa menemukan kamera mirrorless yang mampu menandingi kinerja DSLR-nya. Tidak main-main, A9 sanggup menjepret hingga 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps.

Gaya desain Sony A9 mirip seperti A7R II; ringkas tapi performanya ngebut / Sony
Gaya desain Sony A9 mirip seperti A7R II; ringkas tapi performanya ngebut / Sony

Perihal autofocus, A9 dibekali dengan sistem hybrid yang mengandalkan 693 titik phase-detection, dengan coverage sekitar 93% dari keseluruhan bingkai. Dibandingkan A7R II, A9 diyakini memiliki performa autofocus 25% lebih cepat. Melengkapi semua itu adalah dukungan electronic shutter hingga secepat 1/32.000 detik.

Kualitas gambar maupun dynamic range yang dihasilkannya juga tidak perlu diragukan lagi, mengingat sensor yang digunakan adalah sensor full-frame, dan lagi perangkat juga dilengkapi sistem image stabilization 5-axis. Sensitivitasnya juga tinggi, dengan rentang ISO 100 – 51200, yang dapat diekspansi lebih jauh menjadi 50 – 204800. Soal video, A9 menjanjikan kualitas video 4K terbaik tanpa mengandalkan teknik pixel binning.

Panel belakang Sony A9 dilengkapi sebuah joystick untuk menentukan titik fokus dengan mudah dan cepat / Sony
Panel belakang Sony A9 dilengkapi sebuah joystick untuk menentukan titik fokus dengan mudah dan cepat / Sony

Secara fisik A9 mengadopsi gaya desain A7R II, dengan sejumlah penyempurnaan. Utamanya adalah electronic viewfinder (EVF) dengan resolusi yang lebih tajam, tepatnya di angka 3,68 juta dot selagi menawarkan tingkat perbesaran 0,78x. Selain lebih tajam, tingkat kecerahan EVF-nya juga dua kali lebih tinggi ketimbang yang ada pada A7R II.

Aspek pengoperasian turut disempurnakan lewat sebuah joystick untuk menentukan titik autofocus dengan cepat – mirip seperti yang ditawarkan Fujifilm. A9 juga sudah mengemas dua slot SD card, dimana salah satunya mendukung kartu jenis UHS-II. Unik juga untuk A9 adalah kehadiran port Ethernet supaya proses transfer gambar dalam skenario profesional bisa berlangsung secara instan.

Sony cukup percaya diri menyebut A9 sebagai kamera tercanggih yang pernah mereka buat, tanpa membatasi pada kategori mirrorless atau DSLR. Namun mengingat A9 masih masuk dalam segmen mirrorless, konsumen mungkin masih khawatir soal daya tahan baterai. Well, Sony mengklaim baterai A9 dua kali lebih awet ketimbang A7R II.

Sony berencana memasarkan A9 mulai bulan Mei mendatang seharga $4.500 body only. Ingat, target pasarnya adalah fotografer olahraga yang terbiasa menggunakan DSLR kelas atas, jadi wajar kalau banderol harganya seperti itu.

Sumber: Sony.

Olympus Siap Kembangkan Sensor Micro Four Thirds dengan Kemampuan Merekam Video 8K

Dibanding Panasonic, menurut saya Olympus kurang begitu populer di kalangan konsumen kamera mirrorless, meskipun keduanya sama-sama merupakan pencetus platform Micro Four Thirds. Kamera seperti Lumix GH4 dan GH5 bisa menjadi salah satu alasan dari argumen saya ini, dimana publik tak hanya mengakui kualitas jepretannya, tetapi juga bagaimana kedua kamera tersebut berhasil menetapkan standar baru di segmen videografi.

Ke depannya, tampaknya Olympus juga akan mengejar hal yang sama. Berdasarkan wawancara salah satu petingginya dengan media Perancis, Focus Numerique, dijelaskan bahwa Olympus sudah punya niatan untuk mengembangkan sensor Micro Four Thirds yang sanggup merekam video beresolusi 8K.

8K berarti paling tidak harus ada 33 juta pixel yang tertanam pada sensor tersebut, dan Olympus percaya diri mereka bisa mengatasinya. Pasalnya, saat mulai merintis Micro Four Thirds di tahun 2003, resolusi yang ditawarkan hanya sebatas 5 megapixel, tapi sekarang kamera-kamera terbarunya menawarkan resolusi 20 megapixel dengan kualitas gambar yang lebih superior.

Selain video 8K, Olympus juga tertarik untuk mengembangkan teknologi konektivitas berbasis Bluetooth seperti Nikon Snapbridge. Snapbridge pada dasarnya memadukan sambungan Wi-Fi dan Bluetooth LE supaya kamera bisa terus tersambung ke ponsel atau tablet, sehingga setelahnya pengguna pun tak perlu repot-repot mengulangi proses pairing.

Terakhir, Olympus juga akan semakin mematangkan sistem image stabilization kamera-kameranya, sehingga pada akhirnya nanti mode pemotretan High Resolution bisa dilakukan tanpa harus mengandalkan tripod. Saya pribadi cukup yakin Olympus bisa melakukannya, sebab merekalah yang memulai tren image stabilization 5-axis ketika kamera-kamera lain masih mengandalkan sistem berbasis lensa.

Sumber: DPReview dan 4/3Rumors.

Canon Luncurkan Kamera Mirrorless Baru, EOS M6

Lewat EOS M5, Canon mulai terkesan serius menghadapi pasar kamera mirrorless. Lima bulan berselang, Canon memperkenalkan kamera baru guna melengkapi lini mirrorless-nya, sekaligus menggantikan EOS M3 yang sudah uzur dan kurang begitu populer di kalangan konsumen.

Dinamai EOS M6, kamera ini bisa dibilang sebagai versi lebih murah dari EOS M5 – pengganti M3, tapi lebih inferior dari M5, saya sendiri bingung dengan pemilihan nama yang Canon lakukan. Terlepas dari itu, M6 mengusung spesifikasi yang hampir identik dengan M5. Utamanya sensor APS-C 24,2 megapixel dengan dukungan teknologi Dual Pixel AF dan prosesor DIGIC 7.

Secara kontrol Canon EOS M6 lebih terbatas dari M5, tapi masih lebih baik daripada M3 / Canon
Secara kontrol Canon EOS M6 lebih terbatas dari M5, tapi masih lebih baik daripada M3 / Canon

Performanya cukup bisa diandalkan, dengan kemampuan memotret secara konstan dalam kecepatan 7 fps, atau 9 fps dengan posisi AF terkunci. Tingkat ISO-nya berkisar antara 100 sampai 25600. Sayang, perekaman videonya cuma terbatas di resolusi 1080p 60 fps. M6 menjanjikan image stabilization 5-axis, tapi hanya ketika digunakan bersama lensa-lensa tertentu saja.

Satu hal yang paling membedakan M6 dari M5 adalah absennya electronic viewfinder. Sebagai gantinya, M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat sampai menghadap ke depan dan digunakan untuk mengambil selfie. Canon turut menyertakan aksesori opsional EVF-DC2 yang berwujud ringkas dan bisa dipasangkan ke hot shoe M6.

Tidak ada EVF, tapi Canon EOS M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat ke depan / Canon
Tidak ada EVF, tapi Canon EOS M6 mengemas layar sentuh 3 inci yang bisa dimiringkan 180 derajat ke depan / Canon

Desain panel belakangnya persis seperti milik M5, sampai ke penempatan masing-masing tombolnya. Panel atasnya sedikit berbeda, dimana M5 punya satu kenop ekstra yang bisa digunakan. Kendati demikian, dari segi kontrol M6 masih jauh lebih baik ketimbang M3.

Canon EOS M6 rencananya akan dipasarkan mulai bulan April mendatang seharga $780 untuk bodinya saja, atau $900 bersama lensa EF-M 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM, dan$1.280 bersama lensa EF-M 18-150mm f/3.5-6.3, sedangkan aksesori EVF-DC2 dipatok seharga $250. Tersedia pilihan warna silver atau hitam, baik untuk kamera maupun aksesori EVF-nya.

Sumber: DPReview.

Berbodi Lebih Ramping, Leica M10 Tetap Janjikan Peningkatan Kualitas Gambar yang Signifikan

Leica mengawali tahun 2017 dengan sebuah kamera mirrorless baru bernama Leica M10. Leica sendiri menganggapnya sebagai suksesori dari Leica M (Typ 240), dengan sejumlah pembaruan baik dari segi teknis maupun estetika.

Meski desainnya secara garis besar sama dengan seri M lain, M10 mempunyai bodi yang jauh lebih ramping, tepatnya 4 milimeter lebih tipis ketimbang bodi M Typ 240. Bobotnya pun telah dipangkas menjadi 20 gram lebih ringan dari M Typ 262. Perubahan ini jelas membuat M10 jadi lebih ergonomis.

Bodi Leica M10 lebih tipis 4 milimeter dibanding M Typ 240 / Leica
Bodi Leica M10 lebih tipis 4 milimeter dibanding M Typ 240 / Leica

Bodi yang lebih ringkas bukan berarti kinerja M10 malah menurun. Leica telah menyematkan sensor full-frame 24 megapixel yang diklaim benar-benar baru. Leica cukup percaya diri menyebutkan bahwa peningkatan kualitas gambarnya cukup signifikan. Untuk menangkap lebih banyak detail, sensor ini tidak dilengkapi low-pass filter, sedangkan tingkat ISO-nya bisa diatur dari 100 sampai 50.000.

Sensor tersebut datang ditemani prosesor Maestro II yang memastikan performa M10 sesuai dengan zamannya. Leica bahkan tidak segan menyebut M10 sebagai seri M tercepat yang pernah mereka buat, dengan kemampuan memotret burst dalam kecepatan 5 fps dan dalam resolusi penuh.

Panel belakangnya didominasi oleh LCD 3 inci beresolusi 1,04 juta dot. Leica tidak lupa menyempurnakan viewfinder yang terletak di ujung kiri M10, dimana field of view-nya kini lebih luas sekitar 30 persen, sedangkan tingkat magnifikasinya naik menjadi 0,73x. Leica juta memastikan pengguna berkacamata tidak merasa didiskriminasikan berkat jarak optimal antara mata dan viewfinder yang lebih jauh.

Optical viewfinder milik Leica M10 dipastikan lebih nyaman digunakan berkat peningkatan field of view dan tingkat magnifikasinya / Leica
Optical viewfinder milik Leica M10 dipastikan lebih nyaman digunakan berkat peningkatan field of view dan tingkat magnifikasinya / Leica

Baru juga untuk Leica M10 adalah konektivitas Wi-Fi terintegrasi. Dengan demikian, pengguna dapat memindah gambar dari kamera ke smartphone dengan mudah, bahkan untuk format RAW sekalipun. Sementara baru kompatibel dengan iOS, Leica berjanji akan segera menghadirkan kompatibilitas dengan perangkat Android, termasuk untuk fitur remote control-nya.

Saat ini Leica sudah mulai memasarkan M10 seharga $6.595. Dibandingkan pendahulu-pendahulunya yang lebih tebal, kekurangan M10 hanyalah daya tahan baterai yang lebih singkat dan tidak adanya port I/O sama sekali.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T20 Adalah Versi Mini dan Ekonomis dari X-T2 yang Juga Siap Merekam Video 4K

Dengan segala kelebihannya, Fujifilm X-T2 bisa dianggap sebagai salah satu kamera mirrorless terbaik yang ada di pasaran saat ini. Namun dengan banderol harga yang cukup mahal, X-T2 jelas bukan untuk semua orang. Bagi sebagian konsumen, mereka mungkin lebih memilih harga yang terjangkau ketimbang fitur seperti bodi tahan cipratan air.

Pertimbangan-pertimbangan semacam ini menjadi penggerak Fujifilm dalam mengembangkan X-T20. Kamera ini pada dasarnya merupakan X-T2 versi mini, dengan banderol harga yang mini pula. Pun begitu, X-T20 masih menawarkan sejumlah fitur uniknya sendiri.

Desain X-T20 mirip seperti X-T2, hanya saja tanpa weather sealing, ISO dial dan AF joystick / Fujifilm
Desain X-T20 mirip seperti X-T2, hanya saja tanpa weather sealing, ISO dial dan AF joystick / Fujifilm

X-T20 banyak mengadopsi gaya desain X-T2, dan secara garis besar tidak jauh berbeda dari pendahulunya, yakni X-T10. Bodinya tetap terkesan kokoh, namun tanpa weather sealing seperti yang diandalkan oleh kakaknya yang berharga lebih mahal tersebut.

Kontrolnya juga sedikit lebih terbatas, dimana X-T20 tidak mengemas joystick untuk menentukan titik fokus dan kenop ISO. Kelebihan lain X-T2 yang tak dimiliki X-T20 adalah perekaman video dalam mode Log serta kompatibilitas dengan aksesori battery grip.

Namun semua itu bisa ditutupi oleh spesifikasi setara X-T2, mulai dari sensor APS-C X-Trans III 24,3 megapixel – sama seperti yang tertanam di Fujifilm X100F – plus kemampuan untuk merekam video 4K 30 fps, menjadikannya sebagai kamera Fujifilm kedua yang tergolong jagoan soal video.

X-T20 mengemas layar sentuh yang bisa digunakan selama pemotretan maupun perekaman video / Fujifilm
X-T20 mengemas layar sentuh yang bisa digunakan selama pemotretan maupun perekaman video / Fujifilm

Beralih ke panel belakang, pengguna akan menjumpai sebuah electronic viewfinder (EVF) dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot, serta layar sentuh 3 inci. Yup, layar sentuh, frasa yang termasuk langka ketika membicarakan mengenai kamera dari Fujifilm. Menutup semuanya, X-T20 juga mengemas sebuah pop-up flash.

Akhir Februari mendatang, konsumen di AS dan Kanada sudah bisa membeli Fujifilm X-T20. Harganya $900 untuk body only – $700 lebih murah dibanding X-T2 – $1.000 dengan lensa XC 18-55mm f/3.5-5.6, dan $1.200 dengan lensa XF 18-55mm f/2.8-4.0. Warna yang tersedia ada dua, yakni silver dan hitam.

Sumber: DPReview.