Cerita Violetta “Caramel” Soal EVOS Esports dan Jadi Player Esports Perempuan

Beberapa waktu lalu EVOS mengumumkan divisi Mobile Legends Ladies milik mereka. Roster ini tampil menjanjikan dengan menampilkan pemain-pemain Mobile Legends perempuan kawakan seperti Winda “Earl” Lunardi dan Crestisa “Pucci”. Tak lupa, roster terbaru ini juga memasukkan Violetta “Caramel” Aurelia.

Pemain ini bisa dibilang sebagai salah satu pemain Mobile Legends perempuan yang punya komitmen untuk mendapatkan prestasi. Terakhir kali bersama tim SFI Queen, Caramel dan kawan-kawan berhasil mendapatkan posisi runner-up. Pindah ke EVOS Esports, kami pun mencoba berbincang dengan Violetta seputar kepindahannya dan perjuangannya menjadi srikandi esports Indonesia.

Akbar (A): Halo, boleh minta waktunya untuk tanya-tanya

Violetta (V): Boleh-boleh

(A): Topiknya kali ini seputar EVOS dan perjuangan jadi player esports perempuan, agak panjang nggak apa-apa yaa.

(V): Sip, nggak apa-apa

(A): Soal kepindahannya ke EVOS, Waktu sama SFI Queen, Vio dan kawan-kawan bisa dapat prestasi yang cukup baik, chemistry permainan juga sepertinya sudah terbangun, terus sekarang pindah ke EVOS, kenapa?

(V): Soal kepindahan ke EVOS itu karena masa kontrak di SFI sudah habis. Setelah habis ada ditawari buat perpanjang tapi aku gak ambil karena kepingin rehat sebentar dan mau cari suasana yang baru.

Jadi keputusan buat lanjut atau nggak itu ada di pribadi masing2 member. Saat itu aku milih nggak lanjut dan ada juga yg milih buat perpanjang. Tapi pas milih nggak lanjut, ada jeda beberapa waktu dan ada beberapa tawaran dari berbagai tempat, dan akhirnya EVOS yang aku pilih.

Sumber: Instagram EVOS Esports
Sumber: Instagram EVOS Esports

(A): Kenapa akhirnya milih EVOS?

(V): Setelah beberapa pertimbangan dan melihat member yang sudah dikumpulkan dari beberapa tim, ternyata aku udah kenal beberapa dari mereka cukup lama, dan sering main bareng. Jadi lebih klop dan akhirnya itu jadi alasan milih EVOS.

(A): Salah satu media menyebutkan roster EVOS Ladies ini adalah roster yang kuat, karena melihat pengalaman pemain-pemainnya seperti Earl dan Pucci. Komentar Vio terhadap hal tersebut gimana?

(V): Roster EVOS Ladies yang sekarang menurutku memang udah punya basic yang cukup kuat dari pengalaman-pengalaman. Tapi harus dikembangin lagi soal chemistry.

Chemistry itu adalah yang paling penting di tim dan yang paling susah dibangun. Apalagi kami dari background tim yang beda2. Jadi kami masih banyak harus berkembang supaya bisa jadi tim yg kuat.

(A): Bersama EVOS Ladies, kompetisi terdekat apa yang dituju? Apa yang ingin Vio capai bersama roster EVOS Ladies ini?

(V): Soal tujuan, PR utama kami sekarang itu harus bangun chemistry tim yg kuat. Prepare dari sekarang supaya siap kalau ada kompetisi nanti. Untuk kompetisi terdekat belum ada, karena seperti yang kita tahu di Mobile Legends baru ada satu kompetisi khusus buat ladies, yaitu FSL (Female Esports League MLBB); yang sudah selesai beberapa waktu lalu. Ke depannya, kami bakal ikut bersaing di kompetisi untuk umum tapi untuk sekarang kami masih fokus tiap hari latihan untuk dapat chemistry dulu.

(A): Lanjut ke topik menjadi player esports perempuan. Untuk sekarang ini, kan udah cukup banyak perempuan berkarir di esports. Tapi most of them jadi influencer, caster, atau Brand Ambassador (BA). Menariknya, dibanding pilihan karir tersebut, kok Vio malah memilih jadi player, kenapa?

(V): Untuk soal karir di esports ini awalnya aku ada ditawari jadi influencer, BA, team manager, streamer tapi memang nggak berminat ke sana. Aku sendiri sudah main Mobile Legends dari season 2, udah cukup lama main dan ikutin perkembangan esports. Pas melihat pro-player bisa main di atas stage, angkat piala gitu kayak merinding dan kepingin bisa merasakan hal yang sama. Jadi mimpiku memang ke arah sana, yang membuat aku akhirnya lebih milih jalan menjadi player.

(A): Siapa sosok tersebut yang menginspirasi Vio?

(V): Kalau soal ini dulu aku sempat jadi manager tim Critical (Sekarang GEEK FAM). Pas melihat mereka yang dari tim kecil-kecilan, lalu bisa jadi kuda hitam di season 1 MPL, aku jadi terinspirasi dan kepingin jadi player juga. Mulai dari sana aku memulai karir esports sebagai player.

(A): Kenapa Vio lebih memilih main sama tim ladies? Apakah pernah mencoba gabung ke tim campuran yang berisi laki-perempuan?

(V): Pernah coba gabung ke tim campuran beberapa kali, tapi merasa memang sulit buat bersaing melihat tim-tim pro yang udah ada sekarang. Jadi udah coba gabung tim ladies sudah dari season 3. Jadi ketika itu sambil jalan dan mencoba dua-duanya (tim campuran dan ladies). Akhirnya kini merasa lebih bisa berkembang di tim ladies, yang membuat aku memilih fokus ke tim ladies.

Caramel bertanding di gelaran FSL Mobile Legends saat masih bersama tim SFI Queen Sumber: FSL Elite Official Page
Caramel bertanding di gelaran FSL Mobile Legends saat masih membela tim SFI Queen Sumber: FSL Elite Official Page.

(A): Prestasi tertinggi apa yang ingin Vio capai sebagai player

(V): Kepingin jadi best female MLBB player. Itu mimpi tertinggi yg kepingin aku capai.

(A): Pernah bermimpi bisa bertanding di MPL nggak? Terus kalau masuk MPL, kepingin sebagai tim campuran atau membawa tim ladies?

(V): Aku cukup berharap bisa ikut bertanding di kompetisi kelas itu. Untuk mencapainya aku lebih berharap dengan tim ladies, karena bakal lebih mencolok dan kelihatan dibanding tim campuran. Karena menurutku, untuk dapat masuk ke dalam tim campuran itu kecil banget kemungkinannya untuk dimainkan.

(A): Lanjut ke topik soal berkompetisi sebagai perempuan. Kalau bicara esports, bisa dibilang nggak ada batas fisik untuk pemainnya. Jadi baik laki/perempuan harusnya punya kemampuan berkompetisi yang sama. Berangkat dari hal ini, menurut Vio sendiri, perlu nggak sih kompetisi esports khusus perempuan? 

(V): Untuk ini sangat perlu. Walaupun nggak ada batasan fisik buat pemain, tapi pada kondisi esports sekarang, pemain perempuan jadi sulit ikut berkompetisi di kompetisi resmi karena alasan seperti, perempuan itu susah dikendalikan emosinya, baperan dan lain sebagainya.

(V): Untuk kenapa harus ada pembedaan, sebenarnya lebih ke arah agar dapat mendorong para pemain perempuan untuk turut berkompetisi. Karena untuk sekarang, perempuan yang main game di tingkat kompetitif itu masih sedikit. Dengan munculnya tournament khusus ladies, harapannya para pemain perempuan bisa terbuka dan menarik lebih banyak perhatian dengan pasarnya tersendiri.

(A): Untuk sekarang apakah kompetisi khusus perempuan sudah ada selain dari FSL? Adakah respon dari Moonton terhadap antusiasme player ladies seperti Vio ini?

(V): Untuk saat ini kompetisi khusus perempuan masih belum ada. Jadi mungkin bakal lebih banyak latihan dulu di turnamen umum demi membentuk mental kompetisi. Soal respon dari moonton, kebetulan belum ada sampai sekarang. Padahal sepertinya untuk game lain seperti FREE FIRE dan PUBG MOBILE sudah sering ada event kompetisi khusus perempuan dan terbilang cukup menarik perhatian di esports.

(A): Sebagai penutup, Vio ada pesan-pesan nggak buat penggemar esports secara umum atau para srikandi esports yang sedang berjuang?

(V): Pesan buat semuanya, khususnya ladies player yang kepingin masuk ke kancah kompetitif dan mau ikut kembangin esports untuk perempuan, banyak-banyak latihan dan belajar. Semangat terus, supaya perempuan di esports bisa ikut unjuk gigi. Buktikan bahwa bukan hanya laki-laki yang bisa sukses sebagai pemain di esports, tapi perempuan juga.

(A): Oke terima kasih ya Vio atas waktunya

Sama-sama.

 

Mengukur Peta Pertempuran MPL ID S4 dan Dampaknya untuk Ekosistem Esports MLBB

MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) Indonesia Season 4 akhirnya mulai berjalan akhir pekan kemarin (23-25 Agustus 2019). Menariknya, ada beberapa kejutan yang terjadi di Week 1 MPL ID S4 kemarin.

Selain ONIC Esports yang langsung menduduki puncak klasemen sementara, yang memang sudah diprediksi banyak orang, ada 2 tim yang berisikan banyak pemain baru yang ada di papan atas. Kedua tim tersebut adalah Aura Esports dan Bigetron Esports.

EVOS Esports juga sebenarnya punya poin yang sama dengan Aura dan Bigetron namun tim berlogo singa putih itu sekarang masih berisikan sejumlah pemain yang pernah merasakan megahnya panggung MPL sebelumnya, seperti Four (Afrindo), Donkey (Yurino), Oura (Eko), ataupun Rekt (Gustian).

RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB
RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB

Sedangkan Bigetron, tim ini memang selalu mengikuti MPL dari Season 1 (kala itu namanya Bigetron Player Kill) namun roster mereka sekarang sudah berbeda jauh dari musim-musim sebelumnya. Dari formasi mereka saat ini, hanya ada Arya “Hexazor” Hans yang senior di dunia persilatan MLBB Indonesia. Di sisi satunya, Aura juga turut meramaikan MPL ID di Season 3. Namun musim kemarin mereka tak mampu berbicara banyak dan hanya bisa berakhir di peringkat 9 klasemen akhir Regular Season (dari total 12 tim). Nama pemain senior yang ada di Aura saat ini adalah YAM yang di Season 1 bermain untuk Bigetron PK.

Lalu pertanyaannya, apakah para pemain-pemain muda ini nanti yang akan menguasai dunia persilatan MPL ID S4?

Jika melihat klasemen sementara di pekan pertama, RRQ, yang jadi juara MPL ID S2, justru berada di papan bawah. Dari 2x bertanding, RRQ harus pulang dengan tangan hampa meski memang lawan mereka di pekan pertama ini adalah EVOS dan ONIC. Padahal, di atas kertas, formasi tim RRQ musim ini sangat menarik karena semuanya punya pengalaman berharga. Ada para pemain juara MPL ID S1 (LJ, Billy, dan Rave) dan juara MPL ID S2 (AyamJago, Lemon, Tuturu, dan Liam). Ada pemain yang sebelumnya jadi andalan tim Star8 di MPL ID S3, Yesaya “Xin” Yehuda. Ada juga VYN (Calvin) yang mengawali petualangannya di MPL ID sejak S2, bersama BOOM Jr. Plus, ada Rivaldi “R7” Fatah yang bahkan bisa dibilang salah satu bintang di esports Dota 2 Indonesia, yang pindah ke MLBB.

Frans “Volva” Riyando, salah satu shoutcaster kawakan di MLBB, sempat memberikan komentarnya kepada saya mengenai roster RRQ musim ini beberapa waktu silam. “Mantan trio Aerowolf (LJ, Billy, dan Rave) ini memang terbilang cukup kuat dan memiliki performa yang luar biasa pada saat Playoff MPL ID S3 walau hasilnya kurang memuaskan.” Ujar Volva.

Meski memiliki formasi tim yang kuat, Volva juga beranggapan bahwa tim ini masih jauh di bawah para pemain ONIC. “ONIC memiliki draft yang bisa dibilang gak berbeda jauh dengan RRQ tapi mekanik dan skill individu ONIC sungguh di atas rata-rata pemain Indonesia.”

KB dan Volva yang sudah jadi shoutcaster sejak MPL ID S1
KB dan Volva yang sudah jadi shoutcaster langganan sejak MPL ID S1. Sumber: RevivalTV

Menurut Volva, formasi ini mungkin bisa mengejar level para pemain ex-Louvre yang sekarang di Genflix Aerowolf asalkan chemistry di tim ini bisa dibangun. Selain berbincang dengan Volva, saya juga mengajak Afrindo “Four” Valentino untuk menyuarakan pendapatnya. Afrindo adalah salah satu pemain MLBB senior yang jadi juara MPL ID S1. Saat ini, selain jadi Assistant Coach untuk Pelatnas SEA Games 2019 cabang Mobile Legends, ia juga masuk dalam formasi tim EVOS Esports MPL ID S4.

Afrindo menyebutkan 4 tim yang menurutnya layak diperhatikan di Season 4 kali ini. 4 tim tersebut adalah ONIC, EVOS, RRQ, dan Aerowolf. “ONIC karena merupakan tim paling stabil dibanding yang lain sampai hari ini. EVOS karena kekompakan para pemainnya di dalam dan di luar game yang sudah sangat solid. RRQ juga menarik karena roster barunya sangat menakutkan dan susah ditebak berkat bisa rotasi pemainnya setiap saat. Terakhir, ada Aerowolf dengan permainan yang agresif dan draft-pick tak terduga yang akan membuat musuhnya kesulitan menebak arah permainan.”

Penting dicatat, pendapat tadi memang saya tanyakan ke Afrindo sebelum Week 1 berjalan. Jadi, pengamatannya memang masih sebatas di atas kertas, alias belum menilainya langsung dari semua pertandingan di minggu pertama. Satu pertanyaan terakhir yang saya tanyakan ke Afrindo adalah, apakah ONIC mampu jadi juara lagi di Season 4? Apalagi mengingat juara MPL ID selalu berganti setiap musim.

“Kalo dari saya, selama ONIC tidak ada masalah internal, mereka pasti bisa jadi juara lagi . Walaupun sepanjang sejarah MPL ID belum ada yang bisa juara berturut-turut tapi mereka membuktikan bisa juara 3 kali berturut-turut di turnamen besar berbeda. Tapi, pesaing terberat dari ONIC untuk musim ini adalah EVOS.” Tutup Afrindo.

Afrindo saat masih bermain untuk Aerowolf. Sumber: MPL
Afrindo saat masih bermain untuk Aerowolf. Sumber: MPL

Setelah ke Afrindo, saya pun menghubungi Ryan “KB” Batistuta yang juga seorang shoutcaster langganan untuk MPL ataupun turnamen MLBB lainnya. Menariknya, KB juga memberikan pendapat yang tak jauh berbeda dengan Afrindo. Ia bahkan berani memprediksi bahwa Grand Final MPL ID S4 adalah antara ONIC melawan EVOS.

Selain itu, KB juga menyebut dua pemain dari RRQ. “Vyn dan Xin dari RRQ akan mendapatkan spotlight yg luar biasa pada MPL S4 ini.” Kata KB. “Darkness, Tanker Aura Esports, juga akan jadi salah satu pemain yang akan diperhitungkan.” Seperti Afrindo tadi, saya juga sebenarnya bertanya pada KB sebelum Week 1 dimulai namun, hebatnya, ada 2 prediksinya yang tepat.

“Jika sebelumnya EVOS selama 3 Season belum pernah mendapatkan kemenangan 1x pun melawan RRQ, mereka bisa melepaskan kutukan El Classico mereka di Week 1 MPL mendatang.” Tutur KB. Selain itu, KB juga memprediksi bahwa Bigetron akan jadi tim kuda hitam yang akan menyulitkan 7 tim lainnya di MPL ID S4. Kedua prediksi tadi terbukti karena EVOS memang berhasil mengalahkan RRQ di hari ketiga pekan pertama. Sedangkan Bigetron berhasil memenangkan semua pertandingan mereka di pekan pertama. Mereka menang lawan Alter Ego (2-0) dan Geek Fam (2-1).

MPL ID S3. Dokumentasi: Hybrid
MPL ID S3. Dokumentasi: Hybrid

Dari perbincangan saya dengan ketiga kawan saya tadi, ada beberapa hal menarik yang bisa dibahas dari dunia persilatan MLBB kasta tertinggi alias MPL. Pertama, sampai musim keempat ini, dunia persilatan MPL memang sangat dinamis. EVOS Esports memang berhasil menjadi Runner-Up berturut-turut di S1 dan S2. Namun mereka harus pulang di hari pertama Grand Final MPL ID S3. RRQ memang berhasil jadi juara di Season 2 namun performa mereka di Season 1 dan 3 kurang maksimal. Apakah ONIC mampu mempertahankan gelarnya dan menjadi tim pertama yang meraih gelar tim terhebat lebih dari 1 musim?

Dunia persilatan yang dinamis ini mungkin memang bagus untuk para pecinta esports MLBB seperti saya. Namun hal ini bisa jadi mengkhawatirkan untuk para pemainnya. Jika pengalaman bermain yang lebih lama tak mampu menunjang performa dan bahkan mudah tergantikan oleh para pemain baru, usia produktif para pemain MLBB bisa jadi lebih singkat ketimbang game esports lainnya.

Selain itu, dinamika MLBB yang tinggi berarti menuntut proses belajar yang lebih intensif untuk para pro player-nya. Hal ini juga bisa dilihat positif ataupun negatif. Positif karena memang sudah seharusnya kasta tertinggi dari scene esports sebuah game menuntut komitmen dan keseriusan untuk terus berkembang. Namun, hal ini juga bisa mengakibatkan lebih banyak pro player yang memutuskan untuk menjadi streamer ataupun content creator seperti JessNoLimit ataupun Emperor.

Klasemen sementara MPL ID S4. Sumber: MET Indonesia
Klasemen sementara MPL ID S4. Sumber: MET Indonesia

Untuk yang tertarik menonton semua pertandingan MPL ID S4, Anda bisa menyaksikannya langsung di Facebook Fanpage Mobile Legends: Bang Bang. Jika Anda juga tertarik melihat statistik, hasil pertandingan lengkap, ataupun detail lainnya dari MPL ID S4, Anda bisa mengunjungi website resmi MLP ID S4 di id-mpl.com.

Jalan Berliku Esports Mobile Legends Meraih Emas SEA Games 2019

Sudah sejak lama kompetisi menjadi satu elemen dalam komunitas gamers. Awalnya, ini hanya menjadi hiburan di kala bermain seorang diri jadi membosankan. Kalau Anda sempat mengalami era warnet, Anda mungkin pernah mengalami saling berkompetisi demi mendapatkan billing gratis.

Seiring perjalanan waktu, perebutan billing gratis berubah menjadi sebuah industri, menjadi apa yang kini kita kenal sebagai esports. Kini, esports kembali berevolusi. Berawal sebagai ajang membela ambisi pribadi, tahun 2019 esports telah berubah menjadi ajang bela negara.

Desember 2018, esports diumumkan menjadi cabang resmi SEA Games 2019. Dengan total 6 medali yang diperebutkan, 6 game yang menjadi pertandingan dalam cabang esports adalah: Dota 2, StarCraft II, Tekken 7, Arena of Valor, dan Mobile Legends.

Jalan Berliku Atlet Mobile Legends Indonesia Merebut Emas SEA Games 2019

Indonesia punya 5 cabang kontingen yang akan diberangkatkan untuk SEA Games 2019. Lewat gelaran Indonesia Esports National Championship 2019 (IENC 2019), tersaring pemain-pemain terbaik untuk bertanding dalam 3 cabang Dota 2, Tekken 7, dan Mobile Legends.

Dari tiga cabang tersebut, sorotan tentu tertuju pada cabang Mobile Legends. Selain sebagai game dengan komunitas terbesar di Indonesia, cabang ini adalah kesempatan terbesar Indonesia untuk mendapatkan emas di SEA Games 2019.

Bagaimana tidak, dari segi talent pool, Indonesia punya banyak pemain berbakat. Secara historis, belakangan prestasi Indonesia di kancah Mobile Legends juga sedang keren-kerennya. Mulai dari RRQ yang jadi Mobile Legends Star League, sampai ONIC Esports yang berhasil meraih titel tertinggi lewat gelaran Mobile Legends SEA Championship 2019 (MSC 2019).

ONIC saat jadi juara MLBB Southeast Asia Cup 2019
ONIC saat jadi juara MLBB Southeast Asia Cup 2019

Kendati demikian, merebut emas di cabang Mobile Legends SEA Games 2019 adalah perjuangan yang saya sebut panjang dan berliku. 6 Agustus 2019, panitia Kerja Timnas Mobile Legends berbagi segala hal seputar pengiriman kontingen Mobile Legends untuk SEA Games 2019, dalam sebuah gelaran konfrensi pers.

Pertama-tama, soal pelatih. Dalam acara tersebut, Panitia Kerja Timnas Mobile Legends mengumumkan dua orang pelatih, yang akan menyaring pemain-pemain yang sudah lolos ke pelatnas sebelumnya. Dua orang tersebut adalah Jeremy “Tibold” Yulianto dan Afrindo “G” Valentino.

Keduanya sudah cukup di kenal di kalangan komunitas. Jeremy sempat aktif berkompetisi di kancah League of Legends. Ia bersama kawan-kawan kampus Universitas Pelita Harapan pernah mewakili Indonesia dalam ajang kompetisi League of Legends antar kampus di Taiwan.

Setelah itu, ia memutuskan untuk gantung keyboard, dan menjadi pelatih tim League of Legends Bigetron Esports. Ketika menjadi pelatih, ia juga berhasil membawa timnya menjadi yang terbaik di tingkat Nasional, menjuarai League of Legends Garuda Series: Spring 2019 (LGS Spring 2019).

Sementara itu Afrindo “G”, juga merupakan sosok yang kerap disebut pemain yang lengkap secara otak dan otot. Tak hanya sangat lihai mengendalikan hero-hero yang ia mainkan, ia juga kerap menjadi mastermind yang membangun strategi permainan dan pemilihan hero untuk tim EVOS. Menjadi asisten pelatih bagi Jeremy, kemampuannya dalam menganalisis kemampuan serta strategi permainan seharusnya sudah tak perlu diragukan lagi.

Afrindo Valentino (tengah kiri) dan Jeremy Yulianto (tengah kanan) dua sosok pelatih timnas Mobile Legends untuk SEA Games 2019. Sumber: Hybrid - Akbar Priono
Afrindo Valentino (tengah kiri) dan Jeremy Yulianto (tengah kanan) dua sosok pelatih timnas Mobile Legends untuk SEA Games 2019. Sumber: Hybrid – Akbar Priono

Selanjutnya adalah soal seleksi. Ini adalah alasan mengapa proses ini saya sebut panjang dan berliku. Timnas Mobile Legends Indonesia untuk SEA Games 2019 bukanlah sesederhana mengirim satu tim yang sudah biasa bermain bersama untuk berangkat.

Prosesnya sebagai berikut: semua tim yang lolos dari IENC, dengan total ada 40 pemain yang jadi peserta pelatnas, akan disaring. Dari 40 disisakan 10 pemain saja untuk saling tanding. Lalu terakhir, disisakan 7 atlet terbaik saja yang akan menjadi kontingen timnas Mobile Legends SEA Games 2019. Proses ini dilakukan oleh para pelatih dalam jangka waktu yang cukup singkat, yaitu mulai dari 12-18 Agustus 2019 mendatang.

“Seperti yang kita tahu, kancah Mobile Legends Indonesia Indonesia punya banyak pemain bintang dan disegani oleh negara-negara lain. Para pemain kita pun tahu bahwa mereka adalah yang terbaik. Jadi tantangan dalam seleksi memang lebih soal menahan ego masing-masing pemain. Jawab Jeremy, membahas penyeleksian pemain untuk timnas Mobile Legends Indonesia.

“Selain itu membuat mereka untuk tetap humble, dan bisa saling bekerja sama mungkin jadi tantangan lain. Menyatukan 5 kepala menjadi 1 itu tidak mudah. Kami akan mencoba fokus membuat tim juara, bukan tim terkuat. Jika semuanya lancar, kami optimis bisa mendapatkan emas.” Tambah Jeremy “Tibold”.

Seleksi dan Persiapan Timnas Mobile Legends Indonesia

Kini, tinggal tersisa 3 sampai 4 bulan menuju SEA Games; yang akan diselenggarakan November nanti. Durasi seleksi dan pelatihan intens juga terbilang singkat, hanya 6 hari saja. Penyaringannya juga sangat ketat, dari 40 menjadi 7 pemain. Melihat beberapa hal ini, jujur saya skeptis, jika nantinya timnas Mobile Legends Indonesia bisa bicara banyak di SEA Games 2019.

Membahas hal ini, saya juga berbincang dengan Yohannes Siagian, VP Esports tim EVOS Esports, yang juga punya banyak pengalaman dalam persiapan atlet untuk SEA Games, ASIAN Games.

Yohannes Paraloan Siagian while attending JD.ID pers conference High School League. Source: Line Today
Yohannes Paraloan Siagian saat mendatangi konfrensi pers JD.ID High School League. Sumber: Line Today

Pertama-tama soal durasi pelatnas. Saya sebenarnya cukup penasaran, apakah proses dengan jangka waktu yang sempit ini terjadi di seluruh cabang kontingen SEA Games? Ternyata menurut Joey sendiri, durasi ini terbilang relatif sempit. “Kalau cabang olahraga lain, harusnya saat ini sudah masuk fase pencoretan akhir.” Jawab Joey yang memang punya pengalaman dalam proses persiapan atlet untuk festival olahraga seperti SEA Games.

“Tetapi karena esports berbeda dengan olahraga tradisional, menurut saya masih possible untuk memadatkan jadwal latihan intensif. Berhubung latihan bermain bisa dilakukan kapan saja oleh sang pemain, jadi sebenarnya tinggal mencari waktu untuk melatih chemistry, kekompakan dan strategi saja.” jawab Joey membahas durasi pelatnas yang cukup sempit ini.

Soal penyaringan, Joey juga memberikan satu pendapat yang cukup menarik. Seperti yang saya katakan pada paragraf awal bagian ini, saya sebenarnya skeptis kalau diharuskan membuat tim dari awal dengan membawa pemain-pemain terbaik dari berbagai tim. Akan lebih baik jika mengirim satu tim yang sudah jelas solid, demi memastikan emas untuk kontingen Mobile Legends bukan?

“Alasan soal chemistry, strategi dan lain sebagainya ini memang wajar, tapi menurut saya terlalu dilebih-lebihkan.” Joey membuka pembahasan. “Menurut saya, pemain-pemain Mobile Legends Indonesia sudah tidak lagi di level tersebut. Justru memang seharusnya caranya seperti ini. Kumpulkan 7 pemain terbaik, kemudian jalankan latihan intensif untuk membangun kekurangan tersebut. Terus terang, melihat kualitas pemain Indonesia, mendapat medali perak saja sudah bisa dibilang terasa kurang maksimal. Kenapa? Karena kita punya komposisi pemain yang sanggup meraih medali emas.”

Sumber: Hybrid - Akbar Priono
Tim Panitia Kerja Timnas Mobile Legends. Andrian Pauline (AP – Kiri) sedang menjawab pertanyaan dari awak media saat gelaran konfrensi pers. Sumber: Hybrid – Akbar Priono

Bicara soal latihan, uji coba, dan proses pembabakan skuat timnas Mobile Legends Indonesia, Panitia Kerja Timans Mobile Legends, yang diwakili oleh Andrian Pauline juga turut membeberkan beberapa hal.

“Untuk timnas Mobile Legends, kita sebetulnya memang disiapkan budget dari pemerintah untuk tanding uji coba di luar negeri.” tukas AP. “Tapi mengingat ada kepentingan liga, jujur, ini sulit untuk dilakukan. Jadi jalan tengah yang kami usahakan adalah dengan cari waktu saat break liga. Setelahnya, kami akan mendatangkan tim dari luar negeri untuk tanding uji coba di Indonesia.” AP menjelaskan lebih lanjut.

Jadi, apakah benar bahwa kekhawatiran ini bersifat dilebih-lebihkan seperti apa yang dikatakan Joey? Pada akhirnya Jeremy “Tibold” kembali menegaskan kepada awak media yang hadir dalam gelaran konfrensi pers kemarin untuk kedua kalinya. “Saya percaya dengan modal pemain yang kita miliki. Jadi saya pede kontingen Mobile Legends untuk SEA Games 2019 bakal dapat emas.”

Walau bukan yang pertama kali, esports menjadi cabang festival olahraga antar negara tetap menjadi hal yang baru bagi ekosistem ini. Tak heran, jika dalam praktek penyeleksian dan prosesnya terbilang masih meraba dan mencari metode yang paling efisien untuk bisa menghasilkan tim yang dapat menjadi juara.

Apapun hasilnya, bagaimanapun prosesnya, sudah menjadi tugas kita semua untuk kawal dan dukung kontingen esports Indonesia. Mari kita bersama doakan agar kontingen ini bisa mendapatkan hasil yang terbaik di SEA Games 2019.

Pentingnya Chemistry Antara Tim Esports dan Sponsor

Banyak orang yang mulai membuat tim esports karena passion. Namun, kini esports telah menjadi industri. Semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk masuk ke industri ini.

Misalnya, GoPay yang menjadi sponsor RRQ atau DANA yang mensponsori ONIC Esports. Baik GoPay dan DANA menyediakan solusi pembayaran dan bukan perusahaan yang bergerak di industri esport atau gaming.

Dengan begitu banyak perusahaan dan startup yang tertarik untuk mendukung tim esports, muncul pertanyaan terkait karakteristik sponsor yang dicari oleh para tim profesional.

“Saya pikir, yang paling penting, apakah kita punya value yang sama,” kata Chandra Wijaya, Managing Director of ONIC Esports saat ditanya tentang karakteristik apa yang ONIC cari dari sponsor dalam acara The New Spirit of ONIC Esports yang diadakan di FX Sudirman, Selasa, 7 Agustus, 2019.

“Visi sejalan untuk bisa jalan bersama, itu yang paling penting. Selain itu, apakah kita bisa klop dari segi program. Itu benar-benar penting untuk memilih rekan yang tepat. Kalau visi tidak sejalan, saya rasa, kita tidak bisa membuat sesuatu yang memberikan impact.”

Sementara itu, Lim Wimawan, Senior Marketing Manager, DANA mengatakan bahwa alasan mereka untuk mensponsori ONIC adalah karena tim esport itu menunjukkan pertumbuhan yang cepat meski baru didirikan pada tahun lalu.

“Kami melihat ONIC sebagai inspirasi dan motor penggerak esports di Indonesia,” kata Lim saat berada di panggung. “Atlet dilatih dengan baik, tidak sekadar dijadikan wajah ONIC. Mereka juga mendapatkan fasilitas yang luar biasa.”

Sebagai profesional, pemain ONIC mendapatkan gaji bulanan. Selain itu, mereka juga mendapatkan reward berdasarkan prestasi mereka. Tidak hanya itu, ONIC juga menawarkan asuransi kesehatan dan tutor finansial.

“Karena sejak dini, mereka sudah pegang uang pendapatan. Mereka harus tahu untuk berinvestasi agar tidak menjadi lebih boros,” kata Chandra ketika membahas tentang alasan ONIC menyediakan tutor finansial.

Chandra mengatakan, ketika ONIC membawa pemain dari luar Jawa untuk bermain di timnya, mereka akan mengunjungi orangtua dan meminta izin mereka. Selain itu, mrekea juga berjanji untuk menyekolahkan pemain, baik berupa sekolah biasa atau homeschooling, tergantung keputusan sang anak.

Startup seperti DANA dan Fore bukanlah satu-satunya pihak yang tertarik untuk mendukung ONIC. Tim esports yang bertanding di Mobile Legends, Free Fire, dan PUBG Mobile itu juga mendapatkan dukungan dari Agaeti Venture Capital.

Di depan awak media, Carey Ticoalu, perwakilan Agaeti VC, mengatakan bahwa alasan mereka tertarik untuk mendukung tim esports seperti ONIC adalah karena mereka percaya, esports akan jadi industri berdampak besar pada masyarakat dalam lima sampai tujuh tahun ke depan.

Dalam tiga tahun belakangan, ungkapnnya, telah terjadi perubahan dalam budaya di Indonesia. Jika dulu bermain game dianggap tidak lebih dari sekadar penghilang stress atau hobi, kini game juga menjadi ajang untuk beradu talenta.

“Dalam tiga tahun terakhir, penonton esports tumbuh 15 persen,” kata Ticoalu. Dia merasa, esport, khususnya esports mobile, akan tumbuh pesat. Alasannya karena kini masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan akses ke perangkat mobile untuk memainkan game-game esports, seperti Mobile Legends.

Saat ditanya mengapa Agaeti mendukung ONIC Esports, Ticoalu menjelaskan, venture capital tempatnya bekerja tidak hanya peduli tentang bisnis ketika menanamkan investasi dalam sebuah startup, tapi juga dampak sosial yang diberikan. Prinsip yang sama berlaku pada tim esports.

“ONIC bisa jadi platform yang tepat untuk mendukung kemajuan anak muda, membuat mereka mengerti apa itu sukses sebagai profesional, menyediakan platform untuk menjadi aspirasi untuk para penonton,” katanya.

onic 02

Apa Aspirasi ONIC?

Ketika ditanya tentang apa tujuan ONIC, Chandra berkata bahwa tujuan utama mereka adalah untuk menjadi inspirasi bagi anak-anak muda untuk tidak takut bermimpi dan berjuang untuk merealisasikan cita-cita mereka tersebut.

“Kami mau jadi inspirasi, bagaimana anak-anak yang come from nothing, yang cuma pelajar di tempat mereka tinggal, berani mengikuti mimpi mereka, nggak takut gagal. Semangat ini kita mau sebar, bahwa kamu punya kesempatan yang sama, tidak peduli siapa kamu, apa background kamu,” katanya.

Dia bercerita, pada awalnya, ONIC fokus untuk memenangkan berbagai turnamen. Namun, ke depan, tujuan mereka mulai berubah.

“Dulu, fokus kami adalah memenangkan turnamen. Kami hanya tim kecil, bukan siapa-siapa. Kami mau jadi juara. Ternyata, jadi juara saja tidak cukup,” kata Chandra. “Semua orang bisa mengejar juara. Apa yang membedakan kami, kami tidak cuma mau jadi juara, tapi bisa memberikan dampak positif ke generasi muda,” katanya.

Untuk menunjukkan semangat barunya ini, ONIC mengganti logonya, meski mereka memutuskan untuk tetap menggunakan logo landak. Menurut Chandra, logo baru ini akan dapat mencerminkan keadaan tim sekarang.

“Landak punya filosofi yang baik. Mereka adalah binatang yang kerja samanya baik. Mereka bukan predator. Misalnya, ketika musim dingin, mereka berkumpul untuk menghangatkan diri meski mereka harus tertusuk duri satu sama lain,” ujar Chandra.

“Landak memang bukan predator, tapi ia ditakuti oleh predator lain. Walau landak itu kecil, tapi mereka punya mekanisme perlindungan diri yang bagus,” katanya.

Sekarang, landak pada logo ONIC juga terlihat tengah berdiri. Ini menunjukkan kesiapan tim untuk bertanding melawan tim-tim lain yang dianggap sebagai raksasa.

Genflix Aerowolf Ungkap Roster Untuk MPL, Calon Penantang Keras ONIC Esports?

Pasca balada polemik penerapan sistem liga franchise untuk MPL Season 4, akhirnya kini semua terjawab. Dalam gelaran konfrensi pers pada 23 Juli 2019 lalu, Moonton sudah mengungkap 8 tim yang mengikuti MPL Season 4. Selain itu, lewat sebuah video, mereka juga sudah merilis format, serta jadwal pertandingan lanjutan liga Mobile Legends Indonesia kasta pertama ini.

Kalau Anda mengikuti balada polemik tersebut, Anda tentu cukup penasaran dengan nasib divisi MLBB Louvre Esports, tim Indonesia terbaik kedua setelah ONIC Esports. Pada daftar tim peserta, sudah dipastikan bahwa mereka tidak akan ikut MPL, lalu bagaimana dengan nasib pemainnya?

Tak lama setelah itu, Aerowolf mengumumkan roster 8 pemain terbaru mereka untuk gelaran MPL S4. Siapa saja pemainnya? Betul sekali, yaitu 5 pemain utama ex-Louvre Esports, ditambah dengan Key, BarrierJr, dan BadBoy.

Sumber: Instagram @aerowolfproteam
Sumber: Instagram @aerowolfproteam

Sebelumnya, setelah kehilangan 3 jagoan mereka, Aerowolf rilis roster baru mereka lewat nama Aerowolf Genflix. Roster ini berisikan Gumiho, Lexuzzz, BarierJr, Rexxy, dan Revicii. Mereka sempat turut bertanding dalam gelaran BEKRAF Game Prime 2019: Clash of Titans. Sayangnya, mereka tidak dapat menuai hasil yang terlalu baik dalam kompetisi ini.

Selain dari hal tersebut, perkara lain yang juga memunculkan pertanyaan adalah keputusan Louvre untuk melepas semua roster MLBB mereka. Apalagi, selain dari 5 pemain inti Louvre, 2 pemain sisanya pada roster Aerowolf Genflix untuk MPL juga berasal dari Louvre. Jadi hanya menyisakan BarierJr saja, sebagai pemain asli Aerowolf Genflix .

“Setelah semuanya, kami hanya ingin mereka (roster MLBB utama ex-Louvre Esports) bisa main di MPL S4. Kami tidak ingin mematikan karir pemain. Jadi, berhubung Louvre tidak memiliki slot untuk bermain di MPL S4, maka tak ada alasan juga lagi bagi kami untuk menahan mereka tetap berada di dalam tim.” tukas Iwan Anfernee, CEO dari Louvre Esports, membahas soal pelepasan roster MLBB Louvre Esports.

Dokumentasi Hybrd - Akbar Priono
Iwan Anfernee (Tengah) CEO tim Louvre Esports, bersama dengan dua pemain dari divisi Free Fire. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Memang, pasca polemik sistem franchise MPL S4, ada dua kompetisi pihak ketiga yang menghilangkan Mobile Legends dari rangkaian acara. Pertama, ada SEACA 2019, yang sudah secara resmi mengumumkan 4 game yang akan dipertandingkan, dan tak ada Mobile Legends. Kedua, ada Piala Presiden Esports 2020. Mengutip dari Kumparan.com, Gatot Dewa Broto, Sekretaris Menpora, mengatakan bahwa Piala Presiden 2020 juga tidak menghadirkan Mobile Legends.

Roster baru Aerowolf Genflix akan bertanding dalam gelaran MPL S4 mulai pada 23 Agustus 2019 mendatang. Bicara di atas kertas, roster ini adalah yang paling mumpuni untuk menggoyahkan dominasi ONIC di musim ini. Akankah Aerowolf Genflix dapat menjadi juara baru di kancah Mobile Legends Indonesia?

 

 

Mengupas Seputar Liga Esports Berbayar, Sistem Liga Franchise

“Untuk masuk liga utama, tim esports harus membayar Rp15 miliar!?”

Isu tersebut belakangan sedang santer terdengar di ekosistem esports Indonesia. Kabarnya, sebuah tim esports harus menyetorkan sejumlah uang investasi, untuk dapat masuk ke dalam liga utama suatu cabang game esports.

Memang, hal ini terdengar cukup janggal atau malah membuat sang penyelenggara jadi terlihat jahat. Apalagi jika mengingat praktik ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun, secara internasional, praktik bisnis tersebut sebenarnya sudah cukup umum terjadi, terutama di industri olahraga Amerika Serikat.

Model liga ini, yang mematok biaya investasi bagi pemilik tim, disebut sebagai franchise league system atau North American System. Mengingat sistem liga franchise mulai menjadi patokan di dalam ekosistem esports secara global, mari kita kupas lebih dalam seputar franchise league system, serta bagaimana dampaknya jika liga ini benar diterapkan di Indonesia.

Mengenal Ragam Sistem Liga, Berkaca Dari Industri Olahraga

Secara internasional, ada dua sistem liga olahraga yang diadopsi oleh berbagai kompetisi olahraga. Selain dari North American System atau franchise league system, ada juga sistem lain yang umum digunakan dalam industri olahraga. Nama sistem tersebut adalah promotion-relegation system atau disebut juga sebagai European Sports System.

Sistem franchise lahir di Amerika Serikat. Sistem ini menjadi sistem yang diadopsi banyak liga olahraga besar di Amerika Serikat, seperti National Basketball Association, National Football League, Major League Baseball, dan National Hockey League.

Sumber:
NBA adalah salah satu contoh liga olahraga yang menggunakan sistem franchise. Sumber: SBNATION

Sementara di sisi lain, sistem promotion-relegation lahir di Eropa. Berawal digunakan sebagai sistem liga sepakbola, sistem ini akhirnya menjadi landasan bagi liga-liga sepakbola di Eropa, seperti Barclays Premiere League (Inggris), La Liga (Spanyol), Serie A (Italia), dan lain sebagainya.

Ivan Kraljevic, Marketing Promotion Manager UEFA, merangkum beberapa perbedaan jelas antar kedua sistem liga ini dalam tulisannya di Sports Bite Blog. Tetapi secara singkatnya adalah, promotion-relegation system mengusung sifat keterbukaan, sementara franchise league system lebih bersifat tertutup.

Promotion-relegation system adalah sistem liga yang diadopsi oleh industri sepakbola, secara internasional maupun Indonesia. Maksud bersifat terbuka adalah, sebuah tim bisa masuk ke dalam liga dengan cara berkompetisi, lewat proses promosi dan relegasi. Semua tim punya kesempatan yang sama untuk bisa masuk (atau keluar) dari Liga 1. Tim yang performanya terus menurun, akan terkena relegasi jika ia berada di peringkat bawah, dan turun ke liga divisi ke-2, begitu juga sebaliknya.

Pada sistem liga olahraga ini, siapapun boleh ikut, yang membuatnya jadi lebih menarik untuk disimak. Ibaratnya, tim asal kecamatan bisa saja masuk ke dalam Liga 1, asalkan mereka punya kemampuan berkompetisi (dan sokongan dana) yang baik. Kenapa saya menyebut soal sokongan dana? Karena Anda belum tentu bisa tembus dari liga divisi 2 ke Liga 1 dengan bermodal pemain terjago se-kecamatan saja. Minimal, Anda harus punya pemain terjago se-pulau Jawa, yang tentu bayarannya tidak murah.

Sumber:
Liga Inggris, contoh olahraga yang menggunakan sistem promosi-relegasi. Sumber: Forbes

Sementara itu, sistem liga franchise cenderung lebih eksklusif. Dalam sistem ini, kesempatan masuk ke dalam liga terbatas pada segelintir tim atau investor saja. Pemilik tim atau investor harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat masuk ke dalam liga, memenuhi biaya investasi bisa jadi salah satu kriteria tersebut.

Bagi tim yang sudah memenuhi kriteria pembuat liga, paling sedikit, mereka mendapat hak eksklusif untuk tetap berada di dalam liga selama beberapa waktu. Selain itu, biasanya ada juga keuntungan-keuntungan lain dalam bentuk bagi hasil antara operator liga dengan investor, seperti hak siar, penjualan tiket, merchandise ataupun sistem bagi hasil (revenue sharing).

Hasil yang dibagi biasanya tergantung dari perjanjian antar kedua belah pihak (antara operator liga dengan pemilik tim/investor). Kendati sistem ini mungkin terlihat kurang adil bagi penonton, namun sistem liga ini menjanjikan stabilitas secara finansial bagi tim yang sudah bergabung.

Liga Franchise Dalam Ekosistem Esports Global

Belakangan, sistem liga franchise akhirnya menjadi standar bagi beberapa kompetisi esports. Sampai saat ini, setidaknya ada dua kompetisi besar yang saya ingat sudah menerapkan sistem ini.

League of Legends Championship Series (LCS), liga League of Legends regional Amerika Serikat, menerapkan sistem ini sejak tahun 2018 lalu. Biaya investasi untuk dapat bergabung ke dalam LCS cukup besar. Bos besar Immortals dan Team Solo Mid mengatakan kepada Yahoo Esports, bahwa biaya investasi untuk bergabung ke dalam NA LCS mencapai US$10 juta atau sekitar Rp142 miliar.

2018-05-02 / Photo: Robert Paul for Blizzard Entertainment
Overwatch League adalah contoh sukses penerapan liga franchise untuk esports. 2018-05-02 / Photo: Robert Paul for Blizzard Entertainment

Entitas liga lain yang juga menggunakan sistem ini adalah Overwatch League (OWL). Liga OWL punya sistem yang sebenarnya cukup unik bagi ekosistem esports. Kendati membuat liga berbasiskan klub, mereka mendobrak dengan membuat liga dengan tim berbasis daerah. Nilai investasi OWL, mengutip dari Variety, malah lebih fantastis lagi. Yaitu mencapai US$20 juta atau sekitar Rp285 miliar.

Lalu bagaimana kesepakatan yang diterapkan di dalam LCS dan OWL? Tentu akan sangat panjang dan lebar sekali, jika harus saya bahas satu persatu di sini. Singkatnya, masih mengutip dari Variety, OWL menerapkan sistem bagi hasil. Investor tim akan akan mendapatkan sebagian keuntungan untuk setiap pemasukan yang diterima operator liga, entah dari penjualan tiket penonton, pembelian hak siar, sponsorship, dan lain sebagainya.

Liga Franchise dan Ekosistem Esports Indonesia

Oke, kita sudah membahas segala tetek-bengek urusan liga franchise. Kita sudah membahas mulai dari asal muasalnya, sampai penerapannya di ekosistem esports. Pertanyaannya, apa pengaruhnya pembahasan ini terhadap ekosistem esports Indonesia? Selain karena isu yang saya sebut di awal artikel, mari kita berandai-andai, jika benar ada operator liga yang melaksanakan liga franchise di Indonesia, bagaimana jadinya?

Saya mendiskusikan hal ini dengan dua orang yang terkenal kerap memberikan insight menarik seputar esports. Ada Tribekti Nasima, sosok yang bisa dibilang sebagai dedengkot di lingkup EO esports Indonesia. Satu lagi adalah Yohannes Siagian, mantan Kepala Program Pembinaan Esports SMA 1 PSKD yang sekarang menjabat sebagai VP of esports di EVOS.

Kalau melihat dari isu tersebut, franchise mungkin terasa menyeramkan bagi para pelaku industri esports Indonesia. Bayangkan saja, organisasi tim esports harus membayar sejumlah uang yang tidak kecil, hanya untuk bergabung ke dalam sebuah liga.

Tapi, tentu hal tersebut datang dengan keuntungan bukan? Tetapi Joey mengatakan pendapatnya secara to the point, bahwa kita tak bisa bilang ini akan jadi bagus atau buruk bagi ekosistem esports Indonesia. Karena sistem ini belum pernah diterapkan di Indonesia, termasuk juga industri olahraga Indonesia, maka kita tidak tahu apakah sistem ini dapat bekerja dengan baik atau tidak.

Jika MPL jadi liga franchise, apa jadinya?
Jika MPL jadi liga franchise, bagaimana nasib ke depannya? Jadi lebih berkembang atau malah mati suri? Sumber: GCube ID

“Dampak baik atau buruknya tak akan terlihat dalam waktu dekat, tetapi baru beberapa tahun ke depan.” jawab Joey. Lebih lanjut, Joey lalu menjelaskan bagaimana sebenarnya, baik itu sistem franchise atau promotion-relegation, sukses di industri olahraga.

Kalau bicara soal liga yang pakai sistem franchise, sudah ada macam-macam liga olahraga Amerika yang saya sebut di awal artikel. Banyak liga tersebut terbukti sukses besar di Amerika Serikat, walau mungkin popularitasnya tidak mencapai tingkat dunia. Sementara kalau sistem promotion-relegation, penggemar sepakbola Indonesia mungkin sudah tahu kesuksesan sistem ini. Hal itu sudah dicontohkan lewat banyak liga sepakbola, termasuk yang versi lokal.

Lalu sebenarnya, apa sih keuntungan menggunakan sistem liga franchise? Terutama kalau dibanding dengan sistem liga promosi-relegasi? “Untungnya buat pemilik tim, yang pasti mereka bisa investasi tanpa harus takut degradasi” kata Bekti. “Contohnya seperti RRQ dan EVOS di MPL Season 3. Mereka sudah investasi besar-besaran untuk memperkuat skuad Mobile Legends. Tapi kalau mereka kalah dan gugur dari liga, terus gimana? Di sini fungsi liga franchise jadi terlihat.”

Namun bukan berarti liga franchise adalah obat mujarab, yang bisa memajukan atau memperbaiki scene esports. Ini juga mengingat masing-masing titel game punya tingkat kedewasaan scene, serta jumlah perputaran uang yang berbeda-beda. “Memang nggak bisa semua game pakai sistem ini. Menurut gue, game tersebut harus punya daya jual yang tinggi, baru bisa menggunakan sistem franchise.” Bekti juga menambahkan.

Sumber:
LCS sekalipun butuh bertahun-tahun sampai akhirnya dibuat jadi menggunakan format liga franchise. Sumber: Dot Esports

Soal daya jual ini merupakan satu poin yang juga saya setuju. Kenapa? Coba bayangkan Anda adalah pemilik tim esports. Apa Anda mau menginvestasikan waktu, uang, dan tenaga kepada game yang tidak jelas masa depannya? Jawabannya pasti tidak. Maka dalam konteks ini, mungkin bisa jadi tepat jika sistem franchise diterapkan untuk liga utama Mobile Legends.

Jutaan penonton online, event offline yang membeludak, fans fanatik yang rela melakukan apa saja demi sang idola, serta gengsi kompetisi yang tinggi, adalah faktor-faktor yang membuat bertanding di liga utama sebuah game jadi patut untuk dipertahankan. Apalagi jika sistem franchise ternyata menjanjikan keuntungan lain yang lebih besar daripada sekadar exsposure saja. Maka isu biaya slot liga sebesar Rp15 miliar, mungkin jadi terasa murah.

Faktor lain yang membuat sistem ini jadi tepat dilakukan saat ini, adalah soal fase hidup game Mobile Legends. Setelah booming besar-besaran di sekitar tahun 2018 lalu, Moonton kini harus memikirkan cara mempertahankan penggemar Mobile Legends. Esports bisa jadi jawaban yang tepat, tapi terlalu banyak esports mungkin malah bisa jadi jawaban yang tidak tepat, jika dilihat dari kacamata penonton.

Terlalu banyak esports mungkin bisa membuat para penggemar jadi jenuh, apalagi mengingat setiap manusia juga hanya punya waktu sebanyak 24 jam setiap harinya. Kehadiran liga franchise, setidaknya memberi patokan jelas kepada para penonton, bahwa liga tersebut adalah liga official dengan kasta tertinggi yang wajib ditonton oleh khalayak. Penyelenggara juga bisa dengan lebih mudah merangkai narasi perkembangan kemampuan dari masing-masing tim dari masa ke masa.

Sistem franchise sebenarnya tidak hanya menjanjikan keuntungan jangka pendek saja, tapi juga stabilitas dan prospek jangka panjang. Selain dari sistem liganya, sistem regenerasi pemain juga jadi hal yang sebenarnya perlu dipikirkan. Dalam liga franchise bola basket, NBA, mereka punya sistem regenerasi pemain tersendiri. Sistem tersebut bernama NCAA, yang merupakan liga bola basket antar pelajar/mahasiswa, yang berjenjang ke tingkat profesional.

Sebagai mantan kepala sekolah “SMA esports Indonesia”, hal ini menjadi salah satu yang selalu vokal disuarakan oleh Joey. “Franchise league sebetulnya hanya satu dari berbagai jalan untuk mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Jadi tidak bisa hanya dengan 1 pelaku, 1 metode.” Joey menjawab, membuka pembahasan.

“Kalau pendapat saya pribadi, sangat perlu dilakukan investasi untuk tingkat pemuda dan pelajar di ekosistem esports. Perlu ada sistem yang dapat memfasilitasi dan memastikan bahwa regenerasi atlet esports terus berjalan, serta menghasilkan bibit-bibit berkualitas.” Joey memperjelas.

High School League atau IEL University Series sebenarnya sudah menjadi langkah baik yang dilakukan oleh salah satu elemen ekosistem esports Indonesia. Sayangnya, terjadi missing link antara kompetisi antar mahasiswa/pelajar ini, dengan liga profesional. Mereka, jagoan-jagoan esports tingkat universitas/sekolah tinggi akhirnya terlontang lantung setelah jadi juara di kompetisi tingkat tersebut.

Kenapa? Karena tak ada sistem yang mengintegrasikan antara liga tingkat pelajar dengan liga profesional. Dalam NBA, sistem yang merekatkan antar dua tingkat tersebut adalah sistem NBA Drafts

Dalam sistem ini, jagoan-jagoan basket tingkat SMA, yang sudah dipantau sebelumnya, dimasukkan ke dalam daftar drafts. Selanjutnya, mereka yang sudah masuk drafts akan punya kemungkinan untuk masuk ke dalam tim profesional. Jadi, para pemain tingkat pelajar punya tujuan yang jelas, tim profesional juga tak perlu kelimpungan mencari pemain.

Impian Membuat Liga Esports Franchise yang Ideal di Indonesia

Diterapkan atau tidak, sebenarnya ini cuma hanya masalah waktu saja. Jika perputaran uang di dalam ekosistem esports Indonesia sudah semakin besar, mau tidak mau, siap tidak siap, pasti akan ada saja elemen ekosistem yang menginisiasi sistem liga ini. Jadi ketika ada yang menginisiasi, saya merasa sudah seharusnya bagi ekosistem esports Indonesia yang harus cekatan beradaptasi.

Sistem ini mungkin terlihat menyeramkan pada awalnya, tapi jika dilaksanakan dengan tepat, efeknya bisa jadi positif bagi ekosistem esports di Indonesia. Tetapi memang hal yang perlu digarisbawahi adalah soal dilaksanakan dengan tepat.

Bagaimana maksud dilaksanakan dengan tepat? Saya merasa ada beberapa hal penerapan liga franchise atau sistem beli slot jadi terasa tepat. Pertama, jika operator liga punya proposal bisnis dan penawaran yang jelas. Kedua, liga tersebut tayang di televisi lokal. Ketiga, sistem regenerasi yang jelas, entah lewat liga divisi dua, atau liga mahasiswa/pelajar.

Sumber:
High School League persembahan JD.ID adalah inisiasi yang bagus. Sayang, liga ini berjalan sendiri, tanpa ada integrasi dengan tingkat profesional. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Novarurozaq Nur

Saya masih merasa poin soal televisi lokal itu penting di Indonesia. Apalagi mengingat akses internet di Indonesia yang belum merata di berbagai daerah. Tayang di televisi lokal memudahkan penggemar esports Indonesia di berbagai daerah untuk turut menikmati tayangan tersebut.

Poin ketiga juga menjadi poin penting yang perlu dilakukan di Indonesia. Berkaca dari liga olahraga di Amerika Serikat, liga tingkat mahasiswa/pelajar memegang peran penting dalam menunjang keberlangsungan liga olahraga. Kehadiran liga mahasiswa/pelajar memastikan liga utama tetap memiliki pasokan pemain, yang secara tidak langsung memastikan keberlanjutan sang liga utama.

“Kalau bicara soal penerapan, memang perlu person in charge yang tepat untuk menentukan apa yang terbaik untuk suatu game terhadap suatu region.” kata Bekti penerapan sistem kompetisi esports di suatu negara. “akan lebih bagus lagi kalau developer/publisher punya esports manager lokal, karena orang tadi harusnya yang paling paham soal keadaan ekosistem lokal.”

Sumber:
Sosok Esports Manager lokal seperti Lius Andre, memiliki peran yang penting untuk mengkaji, apakah kebijakan esports cocok atau tidak untuk suatu negara. Sumber: Dokumentasi Resmi Revival TV

Jika berkaca kepada kesuksesan liga franchise League of Legends, mereka sebenarnya sudah mengalami perjalanan yang sangat panjang untuk mencapai titik ini. “Mereka sendiri sudah memulai inisiatif esports mulai 2011, dan intensif di tahun 2014. Awalnya penerapan liga mereka juga acak-acakan. Tapi seiring kesalahan yang dibuat, mereka belajar, kapabilitas orang belakang layarnya terus meningkat, sampai akhirnya mereka jadi seperti sekarang.” kata Bekti menutup obrolan.

Sejauh ini kita sudah melihat bagaimana pengadopsian sistem ini ke dalam esports, berhasil membuat ekosistem tumbuh dengan lebih sehat. Jadi jika sistem ini hadir di Indonesia, apakah hasilnya akan membawa perubahan menjadi lebih baik atau lebih buruk?

Satu hal yang pasti, ekosistem esports Indonesia memang perlu memikirkan soal sustainability jangka panjang. Jangan sampai esports di Indonesia hanya menjadi gelembung yang indahnya hanya sesaat, lalu meletup suatu saat dan hilang ditelan waktu.

Aerowolf Mobile Legends Lepas 3 Jagoan, Kenapa?

Kemarin (13 Juni 2019), Aerowolf mengumumkan lepas 3 pemainnya sekaligus di hari yang sama. Ketiga pemain yang berpisah dengan Aerowolf tadi adalah:

  • Agung “Billy” Tribowo
  • Fadhil “Rave” Abdurrahman
  • Joshua “LJ” Darmansyah

3 pemain ini sebenarnya layak dianggap papan atas karena mereka lah sang juara Mobile Legends: Bang Bang (MPL) Indonesia Season 1, bersama Watt (Supriadi Dwi Putra) dan G (Afrindo Valentino). Kala itu, mereka masih mengusung nama NXL.

Bagi saya pribadi, kemenangan tim tersebut di S1 juga menjadi momen tak terlupakan yang membuat MPL ID memiliki ceritanya sendiri. Pasalnya, kala itu, tak ada yang menjagokan kelima pemain ini. RRQ, EVOS, dan Bigetron PK mungkin adalah yang digadang-gadang jadi jawara di S1.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Perjuangan mereka di Grand Final S1 memang begitu dramatis: sempat turun ke lower bracket saat bertemu EVOS Esports pertama kali, namun berhasil naik kembali ke upper bracket dan membalas dendam dengan memaksa EVOS Esports bertekuk lutut di partai terakhir.

Berkat prestasi gemilang tadi, satu tim ini pun langsung diboyong ke Aerowolf. Kala itu, mereka terlihat seperti tim paling kompak di antara tim-tim lainnya. Sayangnya, kekompakan mereka tak berlangsung lama. Watt pun pindah ke ONIC di Season 2 (kemudian pindah lagi ke Louvre di Season 3). Sedangkan Afrindo berpisah dengan Aerowolf dan masuk ke EVOS Esports sebelum memasuki MPL S3.

Meski ditinggal Watt di S2, tim ini tetap terlihat konsisten performanya walau memang harus rela melepas gelar juara bertahan. Kehilangan Afrindo di S3, Billy, LJ, dan Rave tetap mampu membuat Aerowolf sebagai tim yang tak bisa dipandang sebelah mata. Sayangnya, tim ini kembali gagal mengulang cerita sukses mereka di S1.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Terlepas dari menyurutnya prestasi mereka dari waktu ke waktu, ketiga pemain ini tetap saja masuk kategori kelas kakap dan punya peluang besar untuk kembali memuncaki dunia persilatan MLBB Indonesia.

Lalu kenapa Aerowolf melepas 3 pemain bintang ini sekaligus, mengingat MPL ID S4 seharusnya akan berjalan setelah MSC 2019 (jika masih mengikuti pola kompetisi MLBB di tahun 2018)?

Menurut penjelasan dari Arwanto Tanumiharja (yang mungkin lebih dikenal dengan panggilan WaWa Mania), Manajer Tim Aerowolf untuk divisi Mobile Legends, kontrak ketiga pemain ini memang sudah habis dan mereka tak ingin memperpanjang.

“Karena kontrak emang habis sih dan mereka ga perpanjang karena mungkin mau mencari peruntungan di tempat lain.” Ujar WaWa seraya berseloroh.

Dengan lepasnya tiga pemain ini, Aerowolf berarti sudah tak lagi memiliki pemain dari angkatan pertama mereka. Namun, terbersit pertanyaan juga bagaimana dengan pemain lainnya, dari angkatan yang lebih baru? Sayangnya, sang Manajer pun hanya ingin membahas soal 3 pemain tadi kali ini.

Sumber: Aerowolf
Sumber: Aerowolf

Lalu bagaimana dengan penggantinya? Sayangnya, WaWa juga belum dapat memberikan penjelasan soal ini namun ia memberikan bocoran soal timeline mereka. “Harusnya (akan diumumkan) sebelum IENC.” Jawab sang Manajer. Jadi, buat para fans Aerowolf, Anda juga bisa mengikuti sendiri perkembangan tim ini lewat Facebook Page ataupun Instagram Aerowolf.

Ke mana ketiga pemain ini akan berlabuh nanti? Saya pun menghubungi salah satu shoutcaster MLBB, Mochammad Ryan Batistuta, yang biasa dikenal dengan nama ‘KB’ untuk menanyakan pendapat dan prediksinya.

“Sayangnya, 3 player Aerowolf ini belum ada kabar akan ke mana. Potensi yang mereka miliki memang kelihatan bagus di Season 1 namun memudar setelah sang kapten (G) serta Watt hilang. Sebenarnya, Aerowolf punya nama baru, Trust, yang bisa jadi potensi besar namun 3 pemain tadi sudah terlanjur keluar.” Jelas KB.

“Ada kemungkinan 3 punggawa Aerowolf ini akan menuju RRQ tapi ini masih prediksi aja sih. Memang belum ada informasi valid soal tim selanjutnya.” Tutup kawan saya yang katanya baru punya pacar baru ini… Eh…

Jagoan-Jagoan MLBB Asia Tenggara Siap Tarung untuk MSC 2019

Buat yang belum tahu, MSC adalah singkatan dari Mobile Legends: Bang Bang Southeast Asia Cup. MSC ini adalah kompetisi esports resmi dengan kasta tertinggi untuk Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) yang digelar setiap tahun.

MSC memang bisa dibilang kasta tertinggi, meski masih meliputi wilayah Asia Tenggara; karena belum ada lagi kejuaraan MLBB yang cakupan wilayahnya di atas MSC.

Dikutip dari EGG Network, JJ Lin, Esports Manager of Moonton memberikan komentarnya, “para fans dapat melihat kompetisi yang sengit selama 3 hari karena tim-tim terbaik se-Asia Tenggara akan saling berhadapan. Kali ini, kami telah memastikan bahwa setiap tim dapat bermain di panggung megah dan fans menikmati aksi spektakuler selama acara. Jadi, pastikan Anda mendapatkan tiketnya dan bergabung bersama kami untuk menjadi saksi lahirnya legenda baru di Smart Araneta Coliseum mulai tanggal 21 Juni 2019.”

Sumber: MSC
Sumber: MSC

MSC 2019 ini adalah MSC yang ketiga karena pertama kali digelar di 2017. Menariknya, jika MSC 2017 dan MSC 2018 digelar di Indonesia, MSC 2019 tak lagi digelar di sini; melainkan di Filipina. Kompetisi bergengsi ini nantinya akan digelar di Smart Araneta Coliseum, di kota Manila, tanggal 21-23 Juni 2019.

Sayangnya, hanya babak Grand Finalnya tadi yang bisa disaksikan secara langsung di tempat. Babak grupnya, tanggal 19-20 Juni 2019, hanya bisa ditonton lewat live streaming di Facebook Fanpage MLBB.

Tiket Menonton Langsung

Buat Anda yang ingin menonton langsung di tempatnya, ada berbagai jenis tiket yang harus ditebus dengan detail sebagai berikut:

Jenis tiket MSC 2019. Sumber: EGG Network
Jenis tiket MSC 2019. Sumber: EGG Network

Harga tiket tertinggi (paket 3 hari tiket Mythic), mungkin memang cukup mahal, yakni ₱1710 (sekitar Rp470 ribu), namun Anda bisa mendapatkan Skin EPIC juga dengan membeli tiket ini. Sedangkan untuk pemegang tiket Legendary (sekitar Rp350 ribu), Anda juga bisa mendapatkan Skin SPECIAL.

Buat pemegang paket tiket 3 hari di bawah dua kelas tadi, Anda juga masih bisa mendapatkan Skin namun dengan rarity Normal.

Skema tempat duduk MSC 2019. Sumber: EGG Network.
Skema tempat duduk MSC 2019. Sumber: EGG Network.

Peserta MSC 2019 dan Pembagian Grupnya

Seperti yang kami tuliskan tadi, berhubung MSC memang merupakan ajang paling bergengsi untuk esports MLBB, peserta MSC 2019 ini juga merupakan tim-tim terbaik dari berbagai penjuru Asia Tenggara. Ada 12 tim peserta yang akan memperebutkan total hadiah US$120 ribu (sekitar Rp 1,7 miliar).

Penentuan tim peserta yang berhak berlaga di sini ditentukan oleh 2 hal. Buat negara-negara yang sudah memiliki MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) seperti Indonesia, Malaysia-Singapura, Filipina, dan Myanmar, peserta MSC 2019 adalah Juara 1 dan Juara 2 dari MPL Season 3 di masing-masing negara.

Sedangkan buat negara-negara yang belum ada MPL nya (Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos), ada kualifikasi khusus untuk MSC 2019 namun negara-negara tersebut hanya berhak mengirimkan satu perwakilan tim saja.

Berikut ini adalah 12 peserta MSC 2019 beserta jalurnya masing-masing:

  • ArkAngel (Juara 1 MPL-PH Season 3)
  • Bren Esports (Juara 2 MPL-PH Season 3)
  • ONIC Esports (Juara 1 MPL-ID Season 3)
  • Louvre Esports (Juara 2 MPL-ID Season 3)
  • Geek Fam (Juara 1 MPL-MY/SG Season 3)
  • EVOS Esports (Juara 2 MPL-MY/SG Season 3)
  • Team Resolution (Juara 1 MPL-MM Season 2)
  • Burmese Ghouls (Juara 2 MPL-MM Season 2)
  • Team IDNS (dari kualifikasi Thailand)
  • Overclockers (dari kualifikasi Vietnam)
  • Diversity Helheim (dari kualifikasi Kamboja)
  • WAWA Gaming (dari kualifikasi Laos)

Dari 12 nama tadi, buat yang belum terlalu tahu soal sejarah peta kekuatan tim MLBB di Asia Tenggara, ada 3 tim peserta yang sebelumnya ikut serta meramaikan MSC 2018.

Pembagian Grup MSC 2019. Sumber: EGG Network.
Pembagian Grup MSC 2019. Sumber: EGG Network

Pertama, IDNS bisa dibilang tim terkuat MLBB dari Thailand dari tahun 2017. Mereka adalah juara pertama MSC saat digelar pertama kali di 2017. IDNS kembali bertarung di MSC 2018 namun sayangnya mereka tak meraih hasil maksimal kala itu.

Kedua, ada Bren Esports. Tim ini sebenarnya begitu mengerikan, baik di Filipina ataupun di Asia Tenggara. Inilah sang juara bertahan di MSC 2018. Saat itu, mereka (yang kala itu masih menggunakan nama Aether Main) tak terkalahkan di MSC 2018. Sayangnya, sepertinya mereka sedikit menurun performanya karena bahkan tak berhasil jadi juara di MPL-PH Season 3.

Tim terakhir yang juga pernah ikut serta di MSC 2018 adalah Burmese Ghouls dari Myanmar. Kala itu, tim Myanmar ini memang tak terlalu mendapatkan sorotan. Namun tahun kemarin memang belum ada MPL-MM. Jadi, bisa saja mereka belum punya banyak jam terbang di kompetisi tingkat profesional. Siapa tahu, tim ini dapat memberikan kejutan yang berarti di MSC 2019 ini nanti.

Satu lagi yang mungkin menarik untuk dibahas adalah nama EVOS Esports yang turut serta di MSC 2019. EVOS Esports yang berhak bertanding di MSC 2019 ini adalah EVOS Esports SG yang menjadi juara 2 di MPL MY-SG. Padahal, sebelumnya, EVOS Esports Indonesia yang beranggotakan JessNoLimit, Oura, dan kawan-kawannya turut meramaikan MSC 2018. Sayangnya, EVOS Esports tadi justru kalah di hari pertama Grand Final MPL-ID Season 3.

Akhirnya, buat para fans esports MLBB yang tidak bisa pergi ke Manila nanti, Anda tetap bisa menonton semua pertandingan MSC 2019 lewat live streaming di Facebook Fanpage Mobile Legends: Bang Bang. Sedangkan untuk informasi lebih lanjut tentang MSC 2019 dan pembelian tiketnya, Anda bisa mengunjungi laman resmi MSC 2019.

Apakah ONIC Esports masih bisa mendominasi ajang kompetitif MLBB jika lawan-lawannya adalah tim-tim terbaik se-Asia Tenggara (mengingat mereka memang begitu dominan di dunia persilatan MLBB Indonesia belakangan ini)?

Semoga Indonesia akhirnya bisa mengklaim sebagai jagoan terbaik untuk MLBB di Asia Tenggara setelah gagal meraih predikat tersebut 2 tahun berturut-turut…

SFI Queen, Sang Srikandi Mobile Legends, Juarai FSL Indonesia Qualifier

Prestasi di kancah esports sebenarnya bukan monopoli para Arjuna saja. Walau jumlahnya tak banyak, namun juga ada para Srikandi esports yang tak mau kalah dengan para lelaki. Selain dari EVOS.Galaxy Sades yang sebegitu kuat di kompetisi ladies, sampai dinobatkan sebagai ratunya kancah Point Blank Indonesia, ternyata baru-baru ini juga ada SFI Queen yang menunjukkan tajinya. Tim Mobile Legends ladies yang satu ini baru saja lolos ke tingkat Asia Tenggara setelah menjadi juara di Female Esports League Indonesia Qualifier 2019.

Akhir pekan lalu (19 Mei 2019), mereka berhasil lolos dari kualifikasi Indonesia dengan catatan yang sangat baik, tak terkalahkan satu kalipun oleh tim lain yang berusaha menjatuhkan mereka. Padahal penantang mereka datang dari nama-nama yang cukup besar di esports Indonesia. Dari 16 tim peserta FSL Indonesia Qualifier, terselip tim seperti Saints Ladies atau tim campuran Winda “Earl” Lunardi yang bernama Pokemon.

Sumber: Instagram @sfiesportsteam
Sumber: Facebook @FSLMobileGames

Lolos dari kualifikasi Indonesia, perjuangan SFI Queen berlanjut pada 8-9 Juni 2019 mendatang. Mereka akan bertanding dalam kompetisi FSL Elite, yang akan diselenggarakan di Singapura, melawan tim Mobile Legends perempuan terhebat dari berbagai negara di regional Asia Tenggara. Saat ini sendiri sudah ada Bren Esports Victress dari kualifikasi Filipina dan Venus Vixens dari kualifikasi Myanmar, yang siap menghadang mereka di gelaran utama FSL Elite 2019.

Selain dari dua tim tersebut, masih tersisa satu kualifikasi terakhir sebelum menuju gelaran final, yaitu kualifikasi SG/MY yang diselenggarakan pada 25-26 Mei. Menghadapi kompetisi yang cukup besar dan melihat torehan prestasi SFI Queen pada gelaran kualifikasi Indonesia, saya cukup penasaran dan mewawancara kapten tim SFI Queen, Violetta “Caramel” Aurelia.

Bercerita tentang asal usul terciptanya SFI Queen, Caramel mengatakan bahwa tim Mobile Legends perempuan dari SFI Esports ini sudah terbentuk sejak Agustus 2018. “Awalnya kami terbentuk untuk wacana akan diadakannya MPL Ladies. Walau MPL Ladies akhirnya belum juga terlaksana, tapi kami tetap mempertahankan tim ini, dan coba ikut turnamen umum. Sampai akhirnya ada pengumuman kompetisi FSL yang bikin tim kami excited, dan latihan lebih giat lagi.” Jawab Violet.

SFI Queen terbilang cukup getol latihan sehari-harinya. Violetta bercerita bahwa tim mereka sudah punya jadwal latihan rutin tersendiri. “Tapi setelah mendengar pengumuman FSL, latihan kami diperketat, durasinya ditambah, dan meningkatkan komitmen antar player juga.” cerita Violet.

Sumber: Instagram @sfiesportsteam
Sumber: Instagram @sfiesportsteam

Ternyata berkat latihan keras tersebut, terbukti SFI Queen bisa menang sapu bersih, tak terkalahkan satu pertandingan pun sepanjang fase kualifikasi. “Pas menang, kita seneng banget, apalagi kita menang mulus tanpa kecolongan skor, mulus sampai final. Tapi sebenarnya kami juga sudah cukup percaya diri bakal lolos, karena tahu nggak semua tim punya komitmen latihan seperti tim kami.” kata Violetta.

Jelang FSL Elite, bagaimana persiapan SFI Queen menghadapi kompetisi tersebut. Violetta mengatakan, salah satunya adalah dengan latihan yang lebih intensif. Intensif yang bagaimana? Yaitu dengan fokus bootcamp, alias latihan bersama di dalam satu tempat, supaya lebih fokus, bisa lebih mantap, dan membangun chemistry antar anggota tim SFI Queen.

Caramel juga bercerita, bahwa ia dan kawan-kawannya cukup optimis untuk kompetisi ini. “Walau kami was-was dengan tim Bren Victress, tapi kami tetap optimis untuk FSL Elite nanti. Pastinya kami akan berusaha yang maksimal agar Indonesia bisa menjadi juara satu di kompetisi setingkat Asia Tenggara.”

Sumber: Instagram @sfiesportsteam
Sumber: Instagram @sfiesportsteam

Terakhir, Violetta juga bercerita soal harapannya terhadap scene esports perempuan dan juga para srikandi esports yang ada di luar sana. “Kalau soal harapan terhadap scene, tentunya kompetisi seperti FSL ini bisa terus ada. Bahkan kalau bisa, pada suatu hari nanti ada liga format liga seperti MPL untuk para ladies. Kalau bicara pesan-pesannya untuk para srikandi esports lainnya, kembangkan terus skill individu, teamwork, dan chemistry. Harus pantang menyerah!”

Mari kita doakan agar Caramel dan kawan-kawan SFI Queen bisa mendapatkan hasil yang terbaik di gelaran FSL Elite 2019, yang akan diselenggarakan pada 8-9 Juni mendatang. Maju terus Srikandi esports Indonesia!

ONIC Esports Sah Jadi Tim Terkuat di Indonesia Berkat Kemenangan Mereka di MPL ID S3

MPL Indonesia Season 3 (MPL ID S3) akhirnya selesai digelar dan menemukan juaranya. ONIC, yang beberapa bulan terakhir selalu juara di setiap pertandingan Mobile Legends tingkat nasional, akhirnya sah menjadi tim MLBB terkuat di Indonesia musim ini.

Perjalanan ONIC menjadi juara MPL ID S3 memang terbilang mulus tanpa hambatan. Tim ini memang sudah dominan dan menempati peringkat pertama di klasemen akhir Regular Season. Sama seperti tajuk MPL ID S3 kali ini (New History), ONIC juga berhasil membuat sejarah baru dengan mematahkan ‘kutukan’.

Pasalnya, di Season 1 dan 2, posisi pertama di Regular Season justru tak berhasil jadi juara di Playoff/Grand Final. Di Season 2, ONIC juga sebenarnya yang berhasil meraih posisi pertama di klasemen akhir Regular Season. Namun, kala itu, RRQ yang berhasil jadi juara MPL ID S2.

Di Grand Final MPL ID S3 ini, ONIC berhasil melanggeng mulus di Upper Bracket tanpa kekalahan. Namun demikian, ada beberapa hal menarik yang bisa dibahas dari Grand Final Season 3 ini.

2 tim dari organisasi esports besar Indonesia, PSG.RRQ dan EVOS Esports, yang jadi finalis MPL ID S2 justru gugur di hari pertama. Keduanya memang harus memulai Playoff ini dari Lower Bracket karena performa mereka yang tak maksimal di Regular Season. Performa mereka juga tak beranjak naik di babak ini.

PSG.RRQ sebenarnya sempat memenangkan game pertama melawan Bigetron. Namun Bigetron yang sekarang diasuh oleh mantan pemain LoL legendaris asal Indonesia, Ruben “rubeN” Sutanto, berhasil membalikkan keadaan dan menutup kemenangan dengan skor 2-1. Di sisi lainnya, EVOS juga berhasil ditaklukkan oleh Alter Ego. Masuknya dua bintang, Afrindo ‘G’ Valentino dan Gustian ‘Rekt’, ke EVOS di awal musim kemarin ternyata tak membuahkan hasil yang memuaskan.

Namun demikian, menariknya lagi, Bigetron dan Alter Ego yang berhasil mengalahkan dua finalis Season 2 juga langsung kandas keesokan harinya. Bigetron harus kalah dari Tantyo ‘Doyok’ dan kawan-kawannya dari SFI Critical. Sedangkan Alter Ego harus pulang merasakan dominasi Louvre Esports yang sekarang berisikan pemain bintang seperti Kido, Watt, Marsha, Jeel, dan Yor.

Sayangnya, pemain-pemain bintang tadi masih tak mampu menundukkan Udil dan kawan-kawannya di ONIC di partai pamungkas, setelah mengalahkan SFI Critical di final Lower Bracket. ONIC Esports bahkan berhasil menuai hasil sempurna tanpa balas di pertandingan terakhir mereka dengan skor 3-0 (Bo5).

Dominasi ONIC di dunia persilatan MLBB musim ini memang begitu kental. Hybrid pun sempat bertanya ke Ryan ‘KB’ Batistuta, yang bisa dibilang sebagai shoutcaster paling aktif untuk MLBB tentang hal ini.

Ia percaya tim ONIC memiliki bonding yang unik, yang makin akrab saat bertengkar. Namun tak hanya itu, latihan, mekanik, dan skill individu mereka juga cukup stabil. “Mungkin para pemain ONIC cinta banget sama game-nya. Feeling mereka berbeda dengan tim-tim lain. ONIC mampu memberikan kejutan di saat tim-tim lain tak terpikirkan untuk melakukan hal yang sama.” Jawab KB yang juga memandu jalannya pertandingan final MPL ID S3.

Meski begitu, performa RRQ di musim kedua MPL ID juga begitu cantik. Namun, belum sampai berselang satu tahun, kedigdayaan mereka luntur. Namun justru karena itulah, dunia persilatan esports MLBB di Indonesia akan selalu menarik untuk diikuti.

Apakah ONIC masih bisa mempertahankan keperkasaannya sampai di Season 4 nanti? Bagaimana mereka akan menghadapi tim-tim tangguh di tingkat Asia Tenggara di MSC 2019? Kita tunggu saja ya!

Dokumentasi: Hybrid / Akbar Priono
Dokumentasi: Hybrid / Akbar Priono