BCA Dirikan Central Capital Ventura, Suntik Dana 200 Miliar Rupiah

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 25 Januari 2017 BCA dan PT BCA Finance telah menandatangani akta pendirian modal ventura dengan nama PT Central Capital Ventura (CCV). Perusahaan ini tercatat sudah mengantongi izin resmi dari OJK pada 27 Desember 2016 lewat surat OJK Nomor S-208/PB.33/2016.

Wakil Presiden Direktur BCA Armand Wahyudi Hartono menjelaskan perusahaan menyiapkan modal disetor sebesar Rp 200 miliar dengan kepemilikan saham 100% adalah BCA. Armand menjelaskan CCV nantinya akan melakukan investasi dan berkolaborasi dengan perusahaan fintech.

CCV juga diharapkan akan mendukung ekosisitem layanan keuangan BCA dan para entitas anak usaha BCA, serta secara keseluruhan memberikan nilai tambah bagi nasabah BCA, khususnya masyarakat pada umummnya.

“Mengingat di era digital ini perusahaan fintech memiliki potensi yang besar untuk tumbuh dan berkembang, maka diharapkan CCV dapat menjadi perusahaan ventura yang berkembang dan memiliki bisnis yang prospektif,” tulis Armand.

Kehadiran CCV, turut menambah portofolio anak usaha BCA. Saat ini BCA memiliki tujuh anak usaha yang bergerak di jasa keuangan, yaitu BCA Syariah, BCA Finance, BCA Insurance, BCA Finance Limited, BCA Sekuritas, CS Finance, dan BCA Life.

CCV juga turut memanaskan peta persaingan perbankan Indonesia yang mulai mendekati arah digital sebagai jalur distribusi terbarunya. Sejauh ini perbankan yang memiliki modal ventura adalah Bank Mandiri dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI). Bank BUMN lain seperti BNI menyatakan akan mengakuisisi modal ventura, sementara kabar terakhir BRI mengatakan masih dalam tahap kajian.

BNI Akan Perkuat Bisnis Melalui Strategi Fintech dan Modal Ventura

Tahun ini Bank Negara Indonesia (BNI) memiliki sejumlah rencana pertumbuhan anorganik dengan menyiapkan dana sebesar Rp 4 triliun untuk anak usaha. Selain memperkuat bisnis yang sudah ada, BNI berencana mendirikan perusahaan asuransi umum, modal ventura dan manajemen aset.

Dari total anggaran tersebut, sekitar Rp 1,5 triliun akan dipergunakan untuk mengakuisisi perusahaan fintech untuk mengembangkan bisnis digital banking.

Kepada DailySocial, Direktur Keuangan Rico Rizal Budidarmo turut menerangkan, pihaknya cenderung akan memilih perusahaan modal ventura yang sudah ada sehingga prosesnya bisa lebih cepat. Terkait akuisisi perusahaan fintech, dia memastikan pastinya BNI akan memilih perusahaan yang banyak bersentuhan dengan sistem pembayaran.

“Cenderung akuisisi yang ada [modal ventura] sehingga bisa cepat. [Untuk akusisi fintech] Tentunya yang banyak bersentuhan dengan payment system,” ucap dia.

Rico melanjutkan, “Kami membutuhkan perusahaan-perusahaan teknologi yang bisa mendukung dan bersinergi dengan bisnis digital banking, seperti startup fintech,” seperti dikutip dari Ascend.

Rencana BNI ini bisa dikatakan cukup agresif dalam rangka merangkul perkembangan fintech yang bakal masif ke depannya. Beda dengan rekan bank pelat merah lainnya seperti Bank Mandiri yang cenderung memilih untuk membangun sendiri perusahaan modal ventura, PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) pada awal tahun lalu.

Lewat MCI, Bank Mandiri secara berkala memberikan suntikan dana agar dapat diteruskan kepada para investee company di MCI. Bank Mandiri mengamanatkan MCI untuk memilih startup digital yang bergerak di bidang fintech saja.

Bank Mandiri juga menganggarkan suntikan dana untuk MCI sebesar Rp 150 miliar. Diharapkan total dana kelolaan MCI mencapai Rp 500 miliar, dari sebelumnya Rp 350 miliar.

Bank Central Asia (BCA) juga tidak mau kalah, sejak tahun lalu bank swasta terbesar di Indonesia ini sudah menyerahkan seluruh dokumen persyaratannya untuk mendirikan modal ventura ke OJK. Kabar terakhir menyebut BCA hanya tinggal menunggu persetujuan saja dari regulator. Hingga kini kami masih belum dapat mengetahui kabar terbarunya.

DBS Siap Dirikan Modal Ventura di Indonesia

Geliat pertumbuhan industri fintech Indonesia yang terus menanjak, turut memacu sejumlah bank skala besar untuk ikut berpartisipasi dengan mendirikan perusahaan modal ventura. Kali ini giliran DBS, bank terbesar Singapura.

Wacana tersebut dilontarkan oleh Tan Su Shan, Presiden Komisaris DBS Indonesia. Dia mengatakan membangun modal ventura menjadi opsi dalam penyaluran investasi bagi startup Indonesia.

“Kami sudah melihat di Indonesia, startup bisa tumbuh dengan bagus karena pasarnya besar,” ujarnya dalam acara Indonesia Fintech Festival & Conference 2016, beberapa hari yang lalu.

[Baca juga: Enam Modal Ventura Asing Berminat Beroperasi di Indonesia]

Shan mengungkapkan, sebelumnya DBS sudah pernah melakukan investasi untuk startup fintech di Amerika Serikat. Hasilnya pun memuaskan. “Mereka (startup) terdiri dari beragam bidang industri termasuk juga social enterprise.”

Pihaknya mengaku sangat takjub dengan pertumbuhan startup di Indonesia, khususnya yang dibangun oleh anak muda. Menurutnya, hal ini memacu DBS untuk ambil bagian dari ekosistem tersebut dan mendukung kaum muda yang semangat berwirausaha.

DBS juga telah menjalankan program DBS Accelerator di Hong Kong. Setiap tahunnya, DBS memilih delapan startup terbaik dari seluruh dunia. Selama 12 minggu, peserta diberikan pembekalan mengenai manajemen bisnis, permodalan, hingga akses ke pasar.

[Baca juga: BCA Persiapkan Pendirian Modal Ventura dan Layanan Pembiayaan FIFGroup Segera Bentuk Modal Ventura]

Dalam pelayanannya ke nasabah, DBS juga telah membentuk layanan fintech sendiri. DBS bertransformasi dari membangun ‘bank’ menjadi membangun ‘banking experience.’ Maksudnya, DBS bukan membangun bank secara fisik berbentuk kantor cabang, tetapi bagaimana perusahaan bisa hadir di setiap nasabah dengan mengadopsi digital banking.

Selain itu, DBS juga mulai menggarap pasar baru dengan edukasi inklusi keuangan menggunakan game online dan teknologi artificial intelligence, Chatbots (Chat Robots). Teknologi digital tersebut bertujuan membantu nasabah dan calon nasabah dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan keuangan misalnya belanja online atau membayar tagihan.

BCA Persiapkan Pendirian Modal Ventura

PT Bank Central Asia Tbk (BCA), bank swasta terbesar di Indonesia, tengah mempersiapkan pendirian modal ventura. Seluruh dokumen sudah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sedang menunggu persetujuan diberikan.

“Kami sudah ajukan seluruh persyaratannya ke OJK dan tinggal menunggu persetujuan dari OJK keluar,” ujar Armand Hartono, Wakil Presiden Direktur BCA, di sela-sela acara Indonesia Fintech Festival & Conference, Selasa (30/8).

Pihaknya enggan memberi tahu lebih detil berapa modal yang disiapkan untuk mendirikan perusahaan modal ventura tersebut. Armand melanjutkan sebenarnya BCA ingin membuka seluruh opsi bisnis yang bisa dijalankan demi melancarkan ambisinya untuk memiliki modal ventura, entah itu lewat cara organik maupun anorganik. Pada akhirnya perusahaan lebih memilih untuk membangun perusahaan sendiri.

Bila rencana BCA mulus, artinya akan ada pemain modal ventura lainnya yang berasal dari anak usaha perbankan setelah Bank Mandiri mendirikan PT Mandiri Capital Indonesia (MCI) pada awal tahun ini.

MCI merupakan perusahaan patungan (joint venture) yang dimiliki oleh Bank Mandiri sebesar 99% dan Mandiri Sekuritas 1%. Bank Mandiri mendirikan perusahaan tersebut dengan menyuntikkan dana sebesar Rp 500 miliar. Nilai tersebut lebih tinggi daripada ketentuan modal minimal yang sudah diatur oleh OJK sebesar Rp 50 miliar.

Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan pendirian awal MCI untuk memajukan industri startup financial technology (fintech) di Tanah Air. Nantinya seluruh startup yang dibiayai oleh perusahaan berpotensi bisa menggarap captive market nasabah Bank Mandiri yang sudah mencapai 20 juta orang.

Rencanakan bentuk JV fintech baru

Kartika, yang akrab dipanggil Tiko, melanjutkan dalam pipeline perusahaan rencananya akan membidik satu fintech baru paling lambat pada pertengahan tahun depan.

Saat ini, Bank Mandiri sudah memiliki dua perusahaan fintech berbentuk JV di bawah bendera MCI. Pertama, dengan perusahaan fintech asal Korea Selatan BC Card untuk pengembangan electronic data capture (EDC).

Kemudian, dengan PT Kresna Graha Investama Tbk membentuk PT Digital Artha Media (DAM) untuk pengembangan produk Mandiri E-Cash. Pihaknya pun membuka seluruh opsi ingin membidik pemain fintech yang sudah memiliki model bisnis yang berkembang dan memiliki basis konsumen.

“Bila pipeline bisnis berjalan sesuai rencana, paling lambat pertengahan tahun depan kami akan menambah satu perusahaan fintech baru. Kami akan menempatkan saham di sana,” ujar Tiko.

Layanan Pembiayaan FIFGroup Segera Bentuk Modal Ventura (Updated)

Ekosistem bisnis startup di Indonesia mulai dilirik banyak pihak. Mulai dari pelaku startup sendiri yang melihat keuntungan yang menjanjikan hingga para investor. Dalam beberapa tahun belakangan ini, layanan finansial dan perbankan mulai melihat ekosistem startup semakin feasible secara bisnis dan berniat masuk sebagai venture capital. Yang teranyar, seperti diberitakan Bisnis, PT Federal International Finance (FIFGroup) akan turut serta di hiruk-pikuk industri startup sebagai modal ventura.

Modal ventura sebagai pihak yang memberikan modal bagi perusahaan rintisan atau startup yang sedang tumbuh dinilai bisa mendatangkan keuntungan bagi institusi finansial, termasuk FIFGroup. Presiden Direktur dan CEO FIFGroup Suhartono menyebutkan bahwa pihaknya tengah menyiapkan blue print untuk rencana pengembangan bisnis perusahaannya ini.

“FIFGroup sudah menyiapkan blue print pengembangan bisnis itu,” ujar Suhartono.

Saat dikonfirmasi pihak Dailysocial Suhartono juga menjelaskan bahwa kondisi startup di Indonesia juga cukup baik, dan juga masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah dan swasta.  Tak hanya FIFGroup, sejak tahun lalu bank-bank besar mulai melirik ekosistem startup teknologi Indonesia. Sebut saja Bank Mandiri yang meluncurkan Mandiri Capital dengan membawa modal awal sebesar Rp 500 miliar dan akan berfokus pada pengembangan layanan pembayaran inovatif yang sesuai dengan perkembangan industri e-commerce.

Bank-bank lain, seperti BRI dan BCA, diberitakan juga tertarik untuk mendirikan modal ventura untuk membiayai startup. Sikap kooperatif pemerintah yang menjanjikan insentif pajak bagi modal ventura bisa menjadi salah satu hal yang meringankan langkah kehadiran perusahaan modal ventura. Belum lagi OJK yang menyiratkan keinginan pembuatan regulasi khusus pasar modal guna membantu UKM dan startup mendapatkan investasi.

Perusahaan modal ventura di Indonesia sendiri jumlahnya saat ini sudah cukup banyak, dengan dua buah asosiasi perusahaan modal ventura yang telah diresmikan. Mereka adalah AMVI dan Amvesindo.

Update : Konfirmasi kepada pihak FIFGroup

Pemerintah Akan Berikan Insentif Pajak Bagi Modal Ventura

Regulasi yang memihak merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah yang saat ini diharapkan oleh para pemain di industri startup, termasuk para pemodal atau modal ventura. Untuk merangsang pertumbuhan startup dari sisi modal pemerintah berencana untuk memberikan insentif pajak bagi dana modal ventura yang dapat mendanai perusahaan startup di Indonesia.

Pernyataan ini dikemukakan langsung oleh Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Ia berujar bahwa modal ventura yang diperuntukkan bagi startup tidak akan bergantung sepenuhnya pada APBN, untuk itulah insentif pajak diberikan. Insentif pajak ini diharapkan mampu untuk meningkatkan minta investor untuk menyuntikkan modalnya ke startup-startup yang ada di Indonesia.

“Kita mau kasih tax incentives untuk venture capital fund-nya itu sendiri. Bukan pakai persen, pakai skema. Pokoknya skema dia jadi murah, kalau sekarang itu kaya double taxation, gitu aja,” ujar Bambang.

Bambang seperti dikutip di Media Indonesia juga menjelaskan selama ini perusahaan modal ventura masih terkena pajak berganda ketika menginvestasikan asetnya ke startup. Hal ini yang coba diperbaiki melalui regulasi insentif pajak. Insentif diberikan agar menghidupkan perusahaan modal ventura terlebih dahulu.

Dengan begitu peluang startup yang mendapatkan pendanaan semakin banyak. Efek dominonya juga diharapkan mampu menghidupkan ekosistem startup secara keseluruhan. Termasuk perbaikan ekonomi dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin.

Sebelumnya beberapa bulan lalu OJK juga dikabarkan tengah menyiapkan regulasi khusus di pasar modal guna memudahkan startup dan UKM mendapatkan modal. Bentuk dukungan seperti inilah yang dibutuhkan startup Indonesia untuk tumbuh dan berkembang.