RingerLaktat dan Kelase Luncurkan Platform Belajar Online Khusus Ilmu Kedokteran

RingerLaktat dan Kelase berkolaborasi meluncurkan platform kursus online di bidang kedokteran. Berbentuk Massive Open Online Course (MOOC), inovasi ini diharapkan mempermudah calon dokter untuk mengakses berbagai materi pembelajaran. Tidak hanya mengenai dunia kedokteran, situs yang bisa diakses melalui RingerLaktat.id ini juga menawarkan materi keperawatan, rekam medis, kesehatan masyarakat dan sebagainya.

Pengembangan platform MOOC RingerLaktat dilatarbelakangi tingginya minat fakultas kedokteran di universitas. Sementara perjalanan menjadi seorang dokter tidaklah sederhana. Kurikulum pendidikan kedokteran tergolong kompleks. Aspek kognitif, afektif dan psikomotor diasah selama 3,5-4 tahun di fase pra-klinik, 1,5-2 tahun di fase koasisten, dan persiapan menghadapi Uji Kompetensi Dokter (UKMPPD).

Di samping itu, menurut pemaparan tim RingerLaktat, pendidikan kedokteran di Indonesia memiliki berbagai tantangan, di antaranya keterbatasan dokter yang berperan sebagai pengajar dan penyebaran dokter di Indonesia yang belum merata. Materi kedokteran termutakhir masih didominasi oleh konten berbahasa Inggris, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi calon dokter. Di sisi lain uji kompetensi dokter sebagai syarat exit exam menyisakan ribuan calon dokter yang belum lulus.

“RingerLaktat merupakan layanan kursus online di bidang pendidikan kedokteran yang pertama di Indonesia. Sebagaimana cairan infus, RingerLaktat salah satu fungsinya untuk meresusitasi kondisi syok atau merehidrasi pasien yang lemah. RingerLaktat hadir untuk membantu calon sejawat di seluruh fakultas kedokteran di Indonesia mendapatkan asupan akses materi pendidikan kedokteran berkualitas,” ujar Co-Founder RingerLaktat dokter Penggalih Herlambang.

Co-Founder RingerLaktat lainnya, dokter Luthfi Saiful Arif, menambahkan, saat ini startupnya telah bekerja sama dengan puluhan dokter dari berbagai universitas dan rumah sakit untuk pengembangan materi berkualitas.

“Kami masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menggaet lebih banyak dokter agar mau bergabung sebagai pengembang kelas dan fasilitator online. RingerLaktat sangat membuka diri kepada para dokter yang ingin berkolaborasi dalam menyebarluaskan ilmu dan kecakapan yang dimiliki dalam bentuk kelas online gratis maupun berbayar,” ungkap Arif.

Sebagai pengembang teknologi pendidikan, peran Kelase dalam kerja sama ini menyediakan platform MOOC yang terkustomisasi.

“Kami merasa tertantang untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada bidang pendidikan kedokteran bersama RingerLaktat. Untuk itu kami begitu antusias mengakselerasi bisnis inovasi sosial yang dijalankan RingerLaktat agar dapat memberi manfaat yang lebih luas pada pendidikan kedokteran Indonesia dengan teknologi dan sumber daya yang kami miliki,” ungkap Co-Founder & COO Kelase Winastwan Gora.

Application Information Will Show Up Here

Arkademi Ramaikan Industri Teknologi Pendidikan Indonesia

Arkademi adalah startup teknologi pendidikan yang baru melakukan soft launch pada awal tahun ini. Konsep yang dibawa adalah membuat kelas-kelas online untuk membantu masyarakat mendapatkan akses ilmu dan membantu mentor menyebarkan ilmunya. Startup yang berkantor di Jakarta ini optimis bisa menyediakan sebuah layanan yang bisa memiliki sumbangsih bagi pendidikan di Indonesia.

Mulai dikembangkan sejak tahun 2017, melakukan soft launching pada awal 2018 dan resmi menjadi badan usaha beberapa bulan lalu capaian Arkademi tergolong cukup baik. Berdasarkan data internal sampai dengan bulan September 2018, Arkademi telah memiliki 35 kelas dan 22 mentor, dengan pengguna aktif mencapai lebih dari 3000 pengguna. 970 di antaranya adalah pengguna / siswa kelas berbayar. Hal ini membuat Arkademi cukup percaya diri dengan konsep dan model bisnis yang mereka usung.

“Pada prinsipnya Arkademi adalah sebuah marketplace platform yang melayani dua kategori user, provider (mentor dan instruktur), dan siswa. Sehingga kami mesti menciptakan dan mengembangkan teknologi yang berorientasi dan bermanfaat bagi kedua sisi pasar tersebut,” terang Founder Arkademi Hilman Fajrian.

Hilman sendiri melihat industri layanan teknologi pendidikan (edtech) di Indonesia masih sangat baru. Namun dengan data-data yang ada, industri ini cukup menjanjikan di masa depan. Kemajuan teknologi dan adopsinya dirasa mampu mengubah cara belajar. Saat ini cara-cara belajar pun terus berubah, diskusi mengenai pelajaran sering di lakukan melalui platform pesan instan hingga media sosial. Arkademi hadir untuk membantu menyediakan tempat belajar yang dilengkapi dengan fitur-fitur yang memudahkan mentor maupun siswa mengelola sumber belajar mereka.

Platform Arkademi memiliki fitur-fitur layanan dengan konsep MOOC (Massive Open Online Cource). Di sana mentor bisa mengunggah kursus beserta video-video pelengkapnya. Sementara para pengguna yang berperan sebagai siswa bisa ikut mendaftar kelas dan mengikuti setiap kurikulum yang telah ditetapkan mentor melalui sebuah dashboard.

“Sebenarnya belajar secara online bukanlah hal baru bagi generasi milenial yang merupakan market kami. Mereka belajar melalui group-group media sosial ataupun Messanger. Tantangannya adalah mengadopsi social learning yang lebih terstruktur, tertarget, namun juga memberi pengalaman engagement yang minimal sama dengan social learning yang dilakukan saat ini melalui medium-medium lain. Karena itu kami sesegera mungkin merilis mobile app untuk memenuhi kebutuhan akan pengalaman social learning dan mobile learning tersebut agar menghasilkan kualitas engagement yang bisa diterima pengguna,” imbuh Hilman.

Arkademi, yang berada di bawah naungan PT Arkademi Daya Indonesia, berhasil mengamankan pendanaan dari beberapa investor yang terhubung melalui jejaring Facebook. Hilman bercerita bahwa saat ini mereka berhasil mendapatkan lebih dari 1 miliar rupiah dari para investor tersebut. Rencananya investasi tersebut akan digunakan untuk beberapa pengembangan baik dari segi bisnis maupun dari segi riset dan teknologi.

Beberapa langkah strategisnya adalah membuka Arkademi Lab & Studio di kawasan Jakarta Selatan, merekrut anggota tim seperti developer dan content creator, hingga mencoba menjalin kerja sama dengan lembaga kursus dan korporasi di Jakarta dan sekitarnya. Mereka juga bakal event-event untuk menarik para siswa bergabung dan menggunakan Arkademi sebagai platform belajar.

Layanan Belajar Online Masih Belum Signifikan Diminati Masyarakat Indonesia

Massively Online Open Courses (MOOC) merupakan salah satu dari transformasi teknologi dalam pendidikan. Namun tampaknya model belajar melalui medium internet tersebut belum banyak diminati oleh masyarakat di Indonesia. Untuk memahaminya lebih dalam, secara khusus DailySocial bekerja sama dengan JakPat mengadakan survei kepada 1023 pengguna smartphone mengenai pendapatnya tentang penggunaan layanan MOOC.

Dari total responden, 51,11 persen di antaranya sudah mengetahui tentang MOOC, sisanya tidak mengetahui sama sekali. Dari total yang mengetahui pun, mayoritas (79,77 persen) belum pernah mencoba menggunakan layanan tersebut untuk alternatif belajar. Dari seluruh layanan MOOC yang ada, yang paling populer menurut responden Duolingo, OpenCourseware, Coursera, dan Khan Academy.

Untuk pengguna MOOC, responden di Indonesia paling banyak menggunakan untuk belajar materi bahasa asing dan teknologi informasi. Kendati beberapa bahasan lain seperti bisnis, sains hingga pelajaran sekolah juga ada yang menggunakan. Di Indonesia sendiri, beberapa penyedia MOOC yang banyak digunakan di antaranya BangsaCerdas, IndonesiaX dan portal belajar Kelase.

Gambar 1 Survei MOOC DailySocial

Alasan yang cukup signifikan mengapa masyarakat Indonesia tidak hobi menggunakan internet untuk mengakses MOOC pertama ialah karena tidak ada waktu (45,94 persen), kemudian kendala koneksi internet (32,94 persen) dan harga layanan yang dinilai mahal (27,66 persen). Kendati demikian sebenarnya layanan MOOC disediakan untuk mengakomodasi pengguna dengan mobilitas tinggi, sehingga lebih fleksibel untuk mengakses bahan belajar yang interaktif dengan berbagai perangkat yang dimiliki. Tak sedikit juga yang menawarkan materi belajar gratis di portalnya.

Disajikan dalam mode digital, MOOC memang menawarkan ragam varian bentuk materi belajar yang disampaikan. Mulai dari berbentuk modul, kuis, materi interaktif hingga video. Namun responden menilai bahwa video lebih mudah dimengerti. Mayoritas (53,37 persen) responden setuju bahwa salah satu keuntungan dari MOOC karena konten video tersebut, sehingga dinilai penting oleh responden bagi penyedia MOOC menghadirkan konten berjenis multimedia tersebut.

MOOC juga kerap dikaitkan dengan salah satu evolusi dari e-learning sehingga tak sedikit yang menggunakan sebagai alternatif belajar untuk materi sekolah. Terkait dengan implementasinya untuk mendukung pembelajaran formal, bisa dikatakan bahwa pemanfaatannya belum optimal. Karena ada yang menganggap bahwa hasilnya sangat efisien, namun ada pula yang menganggap tidak efisien.

Gambar 2 Survei MOOC DailySocial

Beberapa sekolah dan universitas di luar negeri secara serius memanfaatkan model MOOC untuk pembelajaran, beberapa di antaranya bahkan secara penuh menggunakan layanan terkait untuk pembelajaran. Tren e-learning di Indonesia sendiri sebenarnya bisa dikatakan masih berada dalam masa transisi, saat ini justru kalangan bisnis yang terpantau tertarik untuk mengeksplorasi manfaatnya untuk pengembangan SDM di lingkungannya. Sedangkan untuk kalangan konsumer memang belum terlihat signifikan. Mungkin masih banyak faktor yang perlu dibenahi dan disesuaikan, terutama terkait infrastruktur dan kultur.

Lebih lengkap tentang temuan survei seputar MOOC, termasuk daftar penyedia MOOC lokal dan internasional mana yang lebih disukai, dapat diunduh gratis melalui laporan survei berjudul: “MOOC in Indonesia Survey 2017”. Simak juga pemberitaan tentang perkembangan startup di bidang pendidikan yang dirangkum dalam kolom edtech DailySocial.

Survei MOOC di Indonesia

MOOC (Massively Online Open Courses), juga dikenal sebagai Kelas Belajar Online, memanfaatkan jaringan Internet untuk memberikan kepada masyarakat sebuah cara untuk belajar jarak jauh (distance learning). Selain yang diadakan Universitas MIT dan Stanford di Amerika Serikat, dan juga oleh beberapa pihak swasta, beberapa startup lokal Indonesia pun melakukan pengadaan MOOC. Baik yang gratis pun berbayar.

DailySocial bekerja sama dengan JakPat mengadakan sebuah survey untuk mendapat gambaran tanggapan masyarakat Indonesia sejauh ini terhadap MOOC. Survei diadakan terhadap sejumlah 1023 responden yang disampel dari seluruh populasi Indonesia.

Beberapa temuan survei antara lain:

  • Sejumlah besar responden (56,11%) pernah mendengar istilah MOOC atau Kelas Belajar Online, namun sebagian besar juga (78.30%) belum pernah mencobanya
  • Di antara mereka yang pernah berpartisipasi dalam MOOC, bagian paling besar (57,5%) mempelajari sebuah bahasa asing.
  • Sejumlah besar responden juga menyambut baik ide bahan pelajaran alternatif yang belum disediakan di berbagai MOOC, seperti perpajakan untuk wiraswasta dan pekerja freelance (51.90%) dan kajian kesenian tradisional Indonesia (48.39%)

Untuk laporan hasil lengkap survei kami mengenai MOOC di Indonesia, unduh laporan “MOOC in Indonesia Report 2017” dari DailySocial.