Facebook Luncurkan App Sosial Berbasis VR Spaces di HTC Vive

Facebook mengumumkan Spaces dalam konferensi developer F8 di bulan April silam. Space adalah versi virtual reality dari app sosial media populer tersebut yang dirancang untuk digunakan dari head-mounted display Oculus Rift, mempersilakan para penggunanya untuk berbagi ‘ruang’ dan mengakses foto-foto serta video 360 derajat dengan berbekal avatar.

Oculus VR mungkin masih terlihat enggan menghadirkan konten-kontennya ke platfform virtual reality kompetitor, namun tampaknya sang perusahaan induk tidak terlalu keberatan dengan hal itu. Pada tanggal 19 Desember kemarin, Facebook resmi meluncurkan app Spaces untuk headset HTC Vive. Aplikasi Spaces di Vive merupakan versi beta serupa seperti yang sudah tersedia di Oculus Store sejak bulan Juli 2017.

Tentu saja ada beberapa batasan yang tak mau Facebook langkahi. User Vive memang telah diperkenankan memanfaatkan aplikasi sosial ini, tapi mereka tetap harus mengunjungi laman Spaces di Facebook untuk bisa mengunduhnya karena Spaces belum tersedia di store digital Steam ataupun Viveports. Cara mendapatkannya sangat mudah, cukup dengan mengklik tautan ‘Spaces on Vive’ untuk men-download file installer-nya.

Di dalam Spaces, Anda dipersilakan menggunakan foto profile untuk diubah jadi karakter digital. Kita hanya tinggal menentukan satu foto favorit, dan kemudian, Facebook segera menyiapkan beberapa alternatif yang dapat dipilih. Selanjutnya, Anda bisa mengustomisasi avatar tersebut lebih jauh seperti memodifikasi model rambut, warnanya, warna mata, serta mengustomisasi fitur-fitur lain di wajah.

Via Spaces, kita bisa melakukan atau menerima panggilan video ke teman (meski mereka tidak mengaksesnya via virtual reality), mengaktifkan mode live, men-share foto serta video, menggambar objek-objek tiga dimensi, hingga mengambil foto selfie avatar. Spaces memanfaatkan periferal motion controller sebagai metode utama berinteraksi dengan kontennya.

Fitur menggambar 3D di Spaces sendiri sangat unik karena dapat dimanfaatkan untuk beragam permainan: gambar pedang dan Anda bisa mengajak teman buat berduel, lalu kita dapat menikmati permainan-permainan tabletop dadakan semisal tic-tac-toe. Kawan-kawan Anda di sana diperkenankan untuk berinteraksi dengan objek tiga dimensi buatan Anda, dan juga sebaliknya.

Seperti di Oculus Rift, para pemilik HTC Vive bisa menikmati versi beta dari Facebook Spaces secara gratis.

Via Games Industry.

Headset VR Oculus Rift Memperoleh Pemangkasan Harga Besar-Besaran Secara Permanen

Di awal ketersediaannya, aspek utama yang menghambat pemasaran headset VR adalah tingginya harga dan kebutuhan hardware. Pelan-pelan hal itu berubah. Kini makin banyak tersedia sistem VR ready, baik dalam wujud desktop maupun laptop. Dan ada kabar gembira saat fokus produsen mulai beralih pada penyediaan unit standalone: harga HMD VR generasi pertama mulai menurun.

Di awal bulan Oktober, HTC mengabarkan pemotongan harga head-mounted display Vive ke US$ 600 dan membundelnya dengan game  Fallout 4 VR. Facebook tampaknya tak mau ketinggalan. Setelah resmi menyingkap Oculus Go, produsen juga mengumumkan pemangkasan harga Rift secara besar-besaran. Headset virtual reality yang dahulu dibanderol US$ 600 itu kini hanya dijajakan seharga US$ 400.

Lewat blog resmi, tim Oculus menjelaskan bahwa alasan mereka mengurangi harga Rift ialah karena ingin agar konten VR dapat bisa dinikmati oleh lebih banyak orang. US$ 400 adalah harga paket all-in-one, sudah termasuk unit controller Oculus Touch serta sensor. Oculus belum mengabarkan apakah diskon berlaku buat headset yang dijual tanpa Touch.

Dan soal bonus konten, Facebook tak mau kalah dari penawaran HTC dengan Fallout 4 VR. Rift turut dibundel bersama tak kurang dari enam aplikasi gratis – di antaranya ada Robo Recall, dua tool garapan Oculus, yaitu Medium dan Quill, game shooter ARKTIKA.1, serta permainan Lone Echo dan Echo Arena.

Mereka menyampaikan, “Rift tetap akan ada dan siap menghidangkan pengalaman virtual reality luar biasa hingga bertahun-tahun ke depan. Kami tidak sabar untuk menyingkap kejutan-kejutan yang telah disiapkan, dari mulai beragam fitur menarik di software baru, konten-konten seru, serta IP-IP kelas blockbuster.”

Sebelumnya, produsen sempat mengurangi harga Oculus Rift di bulan Juli silam, lalu memperpanjang program diskon ke bulan Agustus karena tingginya permintaan. Menurut informasi dari Oculus, konsumen mereka lebih memilih bundel all-in-one ketimbang membeli unit headset-nya saja. Promo tersebut dijadwalkan untuk berakhir pada tanggal 21 Agustus, namun kini Oculus malah menerapkannya secara permanen.

Berkat pemotongan harga di periode summer sale kemarin, penjualan Rift meningkat cukup drastis – sebesar delapan persen – membuatnya jadi pilihan lebih populer dari HTC Vive. Persentase market share sementara antara Oculus Rift dan HTC Vive yang diperoleh PCGamesN di bulan September ialah 43,81% versus 52,31% – menempatkan headset VR HTC itu di depan Rift.

Sumber: Oculus.

Developer Titanfall Garap ‘Proyek Video Game Rahasia’ Bersama Oculus

Tak banyak orang menyadari, sentuhan tangan Vince Zampella dan Jason West-lah yang membuat sejumlah game shooter memperoleh status legendaris. Kedua individu ini berjasa mendesain Medal of Honor: Allied Assault serta melambungkan kepopularitasan Call of Duty. Perseteruan keduanya dengan Activision berujung pada pengunduran diri dan terciptanya Respawn Entertainment.

Jason West akhirnya pensiun dari industri game pada tahun 2013, tapi semangatnya tetap diteruskan oleh sang rekan. Kreasi terbaru Respawn menjadi salah satu permainan action terbaik tahun lalu, dan kesuksesan tersebut membuat studio ini diberi kepercayaan untuk menggarap game  Star Wars. Namun ternyata proyek mereka tak cuma itu saja, Respawn juga digandeng Oculus Studios untuk mengerjakan sebuah permainan ‘super rahasia’.

Hal tersebut disampaikan oleh game director Peter Hirschmann di blog resmi Respawn, dibarengi penyingkapan video berisi visi serta penjelasan mengapa mereka memutuskan untuk masuk ke ranah virtual reality. Developer turut mengabarkan bahwa proyek itu betul-betul baru, tak berhubungan dengan franchise Titanfall ataupun Star Wars.

Di video, Vince Zampella menjelaskan bahwa kreasi anyar tersebut merupakan ekspansi dari pengalaman yang developer suguhkan dalam Titanfall. Di game shooter ini, pemain tak hanya harus berpikir bagaimana caranya mengapit posisi lawan secara horisontal, tapi juga mendorong gamer untuk mengawasi area atas dan bawah mereka. Elemen inilah yang diangkat oleh Respawn di permaian VR itu nantinya.

Meskipun Respawn belum mengonfirmasikan judul serta seperti apa konten game baru tersebut, di video, Zampella banyak membahas pengalaman pertempuran dalam sudut pandang orang pertama, dan upaya studio menerjemahkan apa yang dirasakan para prajurit di medan perang serta menciptakannya serealistis mungkin melalui virtual reality – contohnya faktor ketegangan, rasa takut, paranoia, dan amarah. Developer mengakui ambisi mereka untuk menggarap game yang bisa memberikan dampak besar bagi industri.

Menurut Respawn, virtual reality dapat membantu developer menyampaikan emosi ke pemain, karena layaknya simulasi, sistem ini seolah-olah membawa kita ke dunianya. Konten yang sudah ratusan kali Anda lihat di depan monitor akan jadi berbeda saat dinikmati dari headset VR, apalagi sensasi ‘immersion‘ itu disempurnakan oleh aktivitas seperti berjalan atau mengarahkan senjata secara alami – tak lagi menggunakan mouse.

Penasaran? Sayang sekali tampaknya kita harus menunggu cukup lama hingga game diumumkan secara resmi. Pengerjaannya baru saja dimulai, dan kemungkinan baru akan diluncurkan pada tahun 2019.

Sumber: Respawn.

Pasangkan Kamera Kecil Ini, Oculus Rift Seketika Menjelma Jadi HoloLens

Meski sama-sama dipasangkan di kepala, VR dan AR headset adalah dua produk yang benar-benar berbeda. Kendati demikian, hal ini bukan berarti pemilik Oculus Rift atau HTC Vive sama sekali tidak bisa mengandalkan headset miliknya itu untuk menikmati konten AR. Dengan bantuan aksesori yang tepat, kedua headset itu sejatinya dapat disulap jadi seperti Microsoft HoloLens.

Aksesori yang saya maksud adalah Zed Mini, yang pada dasarnya merupakan sebuah modul kamera 3D berukuran kecil, yang dilengkapi sebuah mount khusus agar dapat dipasangkan ke Rift atau Vive. Sesudah terpasang, seketika itu juga Rift atau Vive beralih fungsi menjadi AR headset.

Zed Mini

Zed Mini mengemas sepasang kamera yang diposisikan dengan jarak 65 mm, menyesuaikan dengan rata-rata jarak kedua mata manusia. Semua yang ditangkap akan langsung diteruskan ke headset, termasuk informasi kedalaman (depth) dari sebuah area hingga sejauh 15 meter secara real-time.

Data itu dipakai untuk menciptakan peta geometris dari sebuah area, yang kemudian akan diolah oleh komponen IMU (inertial measurement unit) guna menyajikan tracking 6-degrees of freedom. Dibandingkan HoloLens, kombinasi Zed Mini dan VR headset ini menawarkan field of view yang lebih luas.

Zed Mini

Pengembangnya, Stereolabs, sengaja mendesain Zed Mini agar kompatibel dengan Rift dan Vive supaya bisa merangkul lebih banyak developer untuk mengembangkan konten AR. Ketimbang harus membeli HoloLens seharga $3.000, mereka hanya perlu menyediakan dana seribuan dolar untuk kombinasi Zed Mini dan VR headset ini.

Pre-order Zed Mini saat ini sudah dibuka, dengan banderol $449 dan estimasi pengiriman mulai bulan November. Simak video demonstrasinya di bawah untuk mendapat gambaran terkait potensi dari Zed Mini.

Sumber: Road to VR.

Pengguna Oculus Rift dan Samsung Gear VR Kini Bisa Melakukan Refund Atas Game yang Dibeli

Sama seperti ketika TV 4K baru mulai tersedia di pasaran, salah satu kendala utama VR headset adalah ketersediaan konten. Selama satu tahun lebih sejak Oculus Rift dirilis, ekosistem kontennya sudah berkembang dengan pesat. Namun seperti yang kita semua tahu, kuantitas belum tentu menggambarkan kualitas.

Kuantitas besar berarti ada banyak game yang berkualitas, tapi banyak juga yang kurang bagus, sama kasusnya seperti di Google Play Store maupun Apple App Store. Satu game jelek yang dihargai cukup mahal saja sudah cukup untuk mengecilkan hati konsumen dan membuat mereka enggan membeli konten lain ke depannya.

Sebagai solusinya, Oculus pun menghadirkan fitur refund, baik untuk Rift maupun Samsung Gear VR. Fitur ini dapat diakses melalui halaman riwayat pembelian konten, namun hanya berlaku khusus untuk game saja – tidak termasuk film, bundle atau in-app purchase.

Oculus Home

Pastinya juga ada syarat yang harus dipenuhi untuk bisa melakukan refund. Buat pengguna Rift, game yang hendak di-refund hanya boleh dimainkan kurang dari dua jam, dan tidak boleh lewat dua minggu sejak pembelian. Untuk Gear VR, syaratnya lebih ketat: durasi main tidak boleh melebihi 30 menit, dan batas waktu sejak pembelian adalah tiga hari.

Oculus bilang kalau proses refund membutuhkan waktu sekitar lima hari. Fitur refund ini tentu saja hanya berlaku untuk game yang dibeli dari Oculus Store saja. Hal ini penting untuk dicatat mengingat Rift sekarang sudah bisa mengakses game Steam lewat portal bawaannya.

Sumber: TechCrunch dan Oculus.

Oculus Rift Kini Bisa Jalankan Game Steam Lewat Portal Aplikasi Bawaannya

Faktor pembeda utama Oculus Rift dan HTC Vive – selain desainnya tentu saja – adalah platform yang dijalankan masing-masing headset. Kendati demikian, hal ini bukan berarti Rift cuma bisa menjalankan game dari Oculus Store saja. Game VR yang dibeli dari Steam maupun GOG juga bisa selama memang kompatibel, tapi pengguna bakal sedikit direpotkan.

Repot karena setiap kali pengguna hendak memainkan game yang dibeli di luar Oculus Store tadi, mereka harus melepas headset terlebih dulu, lalu mengakses game yang bersangkutan lewat interface PC tradisional. Bukan masalah besar memang, tapi cukup membuat frustasi banyak pengguna Rift.

Beruntung Oculus telah meluncurkan software update yang menjadi solusi atas problem ini. Update versi 1.17 ini memungkinkan pengguna Rift untuk mengakses game yang dibeli di luar Oculus Store langsung melalui portal aplikasi bawaannya, tanpa harus melepas headset sama sekali.

Oculus Home

Pembaruan lain yang tak kalah menarik adalah kompatibilitas fitur Parties yang sebelumnya sudah hadir terlebih dulu untuk Gear VR. Dengan Parties, pengguna dapat tergabung dalam percakapan suara bersama tiga pengguna lain, dan percakapan ini akan terus berlanjut meski masing-masing tengah mengakses aplikasi yang berbeda.

Kehadiran Parties ini juga bisa menjadi pertanda kalau peluncuran fitur Rooms untuk Rift sudah semakin dekat, dan konsumen tak perlu khawatir fitur tersebut bakal digantikan oleh Facebook Spaces, yang secara fundamental memiliki tujuan yang berbeda.

Sumber: Gamasutra dan Oculus Forums.

Facebook Spaces Tak Akan Gantikan Oculus Rooms, Begitu Juga Sebaliknya

Diluncurkan menjelang akhir tahun lalu, Oculus Rooms menjanjikan pengalaman multiplayer yang seamless antara pengguna Samsung Gear VR dan Oculus Rift. Delapan bulan berselang, Rooms tak kunjung datang untuk Rift. Malahan, April lalu Facebook memperkenalkan app serupa bernama Spaces.

Meski sepintas mirip, dua aplikasi ini punya tujuan yang berbeda. Spaces lebih menitikberatkan aspek sosial, dimana aplikasi akan terhubung langsung dengan akun Facebook milik pengguna. Rooms di sisi lain menawarkan kemudahan untuk membentuk party di antara beberapa pemain, sebelum akhirnya masuk ke game multiplayer bersama-sama.

Berbicara kepada UploadVR, Rachel Franklin selaku Head of Facebook Spaces mengungkapkan bahwa mereka tidak punya wacana untuk menggantikan Oculus Rooms dengan Spaces, ataupun sebaliknya. Beliau lanjut menjelaskan bahwa Rooms punya peran penting terhadap platform Oculus berkat aspek multiplayer yang ditawarkannya.

Tanpa Rooms, multiplayer sebenarnya sudah bisa dinikmati, tapi harus langsung dari game yang bersangkutan. Dengan Rooms, interaksi antar pemain sejatinya bisa dilanjutkan sampai di luar game, atau ketika berpindah ke game lain.

Sayangnya sampai detik ini belum ada informasi pasti terkait kapan Rooms akan tersedia untuk Rift. Cofounder Oculus, Nate Mitchell, sebelumnya cuma mengatakan kalau timnya akan terus menyempurnakan Rooms untuk Gear VR sebelum menghadirkannya ke Rift.

Sumber: UploadVR.

Tahun Depan, Standalone VR Headset Besutan Oculus Meluncur ke Pasaran Seharga $200

Virtual reality terus menjadi topik perbincangan hangat dalam beberapa tahun terakhir. Tahun depan situasinya kurang lebih masih sama, apalagi mengingat bakal ada kategori baru yang sangat menarik perhatian konsumen, yakni standalone VR headset.

Kategori ini akan berada tepat di tengah-tengah mobile VR headset ala Gear VR dan VR headset high-end macam Oculus Rift. Immersive, praktis, tapi masih cukup terjangkau banyak kalangan, kira-kira begitu premis di balik standalone VR headset.

Oculus adalah salah satu yang sedang getol mempersiapkan standalone VR headset. Berdasarkan laporan Bloomberg, headset itu rencananya bakal diluncurkan tahun depan, dengan banderol harga tidak lebih dari $200, atau separuh harga Oculus Rift.

Terkait fisiknya, headset yang secara internal mendapat julukan “Pacific” ini disebut bakal menyerupai Rift versi ringkas. Di titik ini baik desain maupun deretan fiturnya memang belum final, akan tetapi narasumber Bloomberg mengklaim bahwa bobot perangkat ini bakal lebih ringan ketimbang Samsung Gear VR, plus dapat dioperasikan menggunakan sebuah wireless remote.

Poin menarik lain dari rumor ini adalah, Pacific berbeda dari prototipe headset bernama Santa Cruz yang Oculus pamerkan di konferensi developer mereka tahun lalu, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi pengganti Rift. Santa Cruz sendiri pada dasarnya merupakan Rift versi wireless dengan kapabilitas yang sama.

Anda boleh merasa skeptis dengan kabar ini, akan tetapi juru bicara Oculus, Alan Cooper, sempat mengonfirmasi kepada Bloomberg bahwa mereka memang sedang mengembangkan sesuatu yang signifikan di kategori standalone VR headset, meski untuk sekarang belum ada produk yang bisa mereka ungkap ke hadapan publik.

Sumber: Bloomberg.

Blocks Adalah Aplikasi untuk Menciptakan Objek 3D dalam VR Persembahan Google

Augmented reality dan virtual reality tidak akan begitu berkesan tanpa adanya objek 3D di dalamnya. Proses menciptakan objek 3D, atau yang biasa dikenal dengan istilah 3D modeling, jelas bukan hal yang mudah. Kompleksitasnya pun akan semakin terasa saat harus mengerjakannya di layar 2D.

Menurut Google, 3D modeling akan jauh lebih mudah apabila dilakukan dalam lingkup 3D juga, spesifiknya VR. Maka dari itu, mereka pun menciptakan sebuah aplikasi untuk HTC Vive dan Oculus Rift bernama Blocks.

Google Blocks

Ini bukan pertama kalinya Google merilis aplikasi VR dengan tujuan untuk mengasah kreativitas para penggunanya. Jauh sebelum ini sudah ada Tilt Brush, tapi tujuan yang ingin dicapai Google dengan Blocks sejatinya lebih spesifik karena hanya melibatkan 3D modeling saja. Lebih lanjut, kalau Tilt Brush berbayar, Blocks gratis.

Yang justru lebih istimewa, Google mengklaim bahwa Blocks sangat mudah digunakan, bahkan oleh pengguna yang tidak punya pengalaman 3D modeling sebelumnya. Lebih mirip Lego atau mainan sejenisnya ketimbang software 3D modeling kalau kata Google.

Google Blocks

Pengguna awalnya hanya akan berhadapan dengan bangun ruang biasa. Lalu dengan bantuan sejumlah tool dan palet warna, pengguna bisa menciptakan objek 3D apapun yang mereka mau, mulai dari sebatas buah semangka, robot ala Gundam yang lebih kompleks, sampai satu pemandangan perkotaan atau hutan sekaligus.

Selanjutnya, semua objek 3D yang diciptakan menggunakan Blocks bisa di-export untuk digunakan dalam aplikasi AR atau VR. Pengguna pun bisa saling berbagi dan menginspirasi lewat vr.google.com/objects, dan Blocks sendiri sudah bisa didapat secara cuma-cuma lewat Oculus Store maupun Steam.

Sumber: Google.

Tak Lagi Bikin Konten VR Sendiri, Facebook Tutup Oculus Story Studio

Di saat ekosistem konten virtual reality masih belum begitu besar, kabar sedikit mengejutkan datang dari Oculus. Facebook selaku sang empunya memutuskan untuk menutup divisi khusus Oculus Story Studio yang selama ini berfokus pada kreasi konten VR sinematik.

Bukannya mereka putus asa, hanya saja Oculus menilai lebih baik mereka mengalihkan perhatian ekstranya ke arah pemecahan masalah yang masih menyelimuti hardware dan software seputar AR dan VR. Untuk urusan konten, mereka bisa menyerahkannya ke pihak luar yang sejatinya tidak kalah kreatif, hanya saja kerap terbatasi masalah dana.

Untuk itu, modal sebesar $250 juta telah Oculus siapkan sejak tahun lalu guna mendanai pengembangan konten VR dari komunitas developer. Dari angka sebesar itu, setidaknya $50 juta dikhususkan untuk pengembangan konten VR interaktif yang bukan gaming.

Henry memiliki kualitas visual dan animasi sekelas Pixar, tapi disajikan dalam format virtual reality yang immersive / Oculus
Henry memiliki kualitas visual dan animasi sekelas Pixar, tapi disajikan dalam format virtual reality yang immersive / Oculus

Kabar ini terkesan mengejutkan karena Oculus Story Studio sendiri sempat memenangkan penghargaan dari ajang bergengsi Emmy Awards lewat film pendeknya yang berjudul Henry. Proyek mereka selanjutnya, The Wolves in the Walls, kemungkinan besar terpaksa harus dibatalkan.

Beruntung mereka tidak mencabut Quill dari Oculus Store, yang pada dasarnya merupakan tool untuk keperluan storytelling, dimana kreator dapat memanfaatkannya untuk menggambar adegan 3D selagi menggunakan headset Rift, dengan art style seperti di film Dear Angelica.

Sumber: Variety dan Oculus.