Valve, HP dan Microsoft Sedang Mengembangkan Headset VR Next-Gen

Berbekal pengalaman serta pendekatan dari sisi software, upaya Valve melebarkan sayapnya ke ranah virtual reality terbilang sukses. Headset Index laris dan penjualannya melambung lebih tinggi lagi setelah diumumkannya Half-Life: Alyxgame yang hanya bisa dinikmati lewat VR. Begitu besarnya permintaan terhadap Index menyebabkan stoknya habis di mana-mana, dan kini Valve masih terus berupaya mengatasi masalah kelangkaan tersebut.

Ketika proyek Index telah mencapai ujungnya, Valve dikabarkan sudah memulai pekerjaan baru. Bersama dengan HP dan Microsoft, ketiga raksasa teknologi itu tengah mengembangkan head-mounted display virtual reality ‘generasi selanjutnya’. Produk sepertinya belum mempunyai nama resmi, hanya disebut Next Gen HP VR Headset baik di page Steam maupun di situs Hewlett-Packard.

Walaupun sudah muncul di dua situs, para produsen masih belum mengungkap detail mengenai perangkat ini. Mereka cuma menjelaskan bahwa headset dirancang untuk menyuguhkan konsen secara lebih immersive, lebih nyaman dikenakan, serta ditunjang aspek kompatibilitas yang lebih baik dibanding produk yang ada sebelumnya.

Produsen juga masih enggan memperlihatkan wujudnya. Foto headset di website sengaja digelapkan, namun secara garis besar penampilannya tak jauh berbeda dari HMD sejenis. Bagian visor tersambung ke strap vertikal dan horisontal, dan jika dugaan saya benar dan perangkat ini mempunyai poros di sisi samping yang memungkinkan layar dimiringkan ke atas (seperti PSVR), maka headset lebih mudah dikenakan sendiri tanpa bantuan.

Satu hal yang jelas ialah produk tampaknya akan mengusung branding HP. Microsoft kemungkinan akan mendukung dari sisi kompatibilitas ke platform dan ekosistem Windows, lalu Valve berpartipasi dari sisi teknologi. Sebagai contohnya, Index Controllers racikan Valve merupakan salah satu sistem input motion paling intuitif, memungkinkan kita melakukan aktivitas alami seperti lempar-tangkap, serta mampu mendeteksi gerakan dan arah jari.

Saat ini, satu-satunya cara untuk mendapatkan update info mengenai Next Gen HP VR Headset adalah dengan mendaftarkan email Anda. Belum diketahui spesifikasi dan fitur unik apa yang produsen bubuhkan di sana, begitu pula kapan perangkat akan dirilis serta berapa harganya.

Buat sekarang, membahas teknologi virtual reality dari Valve akan selalu dikaitkan dengan Half-Life: Alyx. Ia adalah game Half-Life pertama yang dirilis dalam periode 12 tahun, namun agar dapat menikmatinya, gamer mesti mempunyai headset VR. Meski awalnya banyak orang mengeluhkan keputusan itu, Alyx ternyata memang se-revolusioner janji Valve. Respons media terbukti sangat positif, dan Half-Life: Alyx merupakan salah satu game terbaik di tahun ini.

Via GameSpot.

HTC Perkenalkan 3 Varian Baru Headset VR Vive Cosmos

Dirilis di bulan Oktober 2019, Vive Cosmos merupakan pembaruan dari versi orisinal head-mounted display HTC. Perangkat ini menawarkan resolusi lebih tinggi dan menjanjikan efek screen-door yang minimal. Beberapa aspek di sana memang tidak berubah, misalnya pemanfaatan refresh rate 90Hz dan sudut pandang 110-derajat. Keunikan lain Cosmos dibanding Vive standar adalah, headset tak memerlukan base station agar bisa bekerja.

Minggu ini, HTC memperkenalkan tiga varian baru Vive Cosmos, terdiri dari Play, XR dan Elite. Pengembangan tiga model anyar ini merupakan upaya mengekspansi konsep Cosmos yang difokuskan pada fleksibilitas pemakaian. Mereka semua mengusung konsep modular, memungkinkan pengguna melepas bagian faceplate (pelat di sisi depan), membubuhkan adaptor wireless, serta membuka kesempatan untuk melakukan upgrade di masa depan.

CEO HTC Yves Maître menjelaskan bahwa mereka sengaja menyediakan pilihan-pilihan ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen berbeda – dari mulai pengguna awam yang mulai tertarik dengan VR hingga user kelas bisnis. Apapun versi yang dipilih, tidak ada kompromi terhadap kemampuan headset dalam menyajikan konten, kenyamanan, serta build quality. Menariknya lagi, Vive Cosmos baru tak hanya difokuskan pada VR, tetapi juga cross reality (XR) secara umum.

Cosmos 1

Play ialah model entry-level, opsi paling terjangkau di antara empat tipe Vive Cosmos. Headset dilengkapi empat kamera untuk menunjang sistem pelacakan inside-out (Cosmos standar punya enam kamera), kembali mengusung desain flip-up (jadi mudah dikenakan sendiri), dan memanfaatkan panel LCD jenis baru dengan pixel yang lebih padat serta menyuguhkan resolusi total 2880x1700p. Setup layar ini diterapkan ke seluruh versi Cosmos.

Cosmos XR

Elite ialah headset Cosmos paling high-end – tampaknya disiapkan buat menyaingi Valve Index. Varian ini dibundel secara lengkap: ditunjang External Tracking Faceplate, dua unit SteamVR base station dan sepasang Vive controller. Ia juga mendukung Vive Tracker serta Wireless Adapter sehingga pengalaman menikmati konten VR tak lagi terikat di satu tempat. HTC menyampaikan, Cosmos Elite dirancang untuk menangani game-game yang menuntut keakuratan seperti Pistol Whip dan Superhot.

Sedikit berbeda dari saudara-saudaranya, perancangan Cosmos XR lebih diarahkan ke segmen mixed reality, ala Microsoft HoloLens. Berbekal dua kamera pass-through, XR bisa berperan jadi perangkat VR dengan field-of-view 100-derajat serta mampu mengintegrasikan konten virtual dan dunia nyata (via Vive Sync). XR rencananya akan mulai didistribusikan di kuartal dua 2020 sebagai developer kit. HTC berjanji buat menyingkap detail lebih jauh mengenai XR di ajang GDC tahun ini.

Di antara tiga headset baru tersebut, Cosmos Elite dijadwalkan buat meluncur lebih dulu di triwulan pertama 2020, dijajakan seharga US$ 900. External Tracking Faceplate akan dijual secara terpisah mulai kuartal kedua nanti, dibanderol US$ 200. Aksesori ini kompatibel dengan Vive Cosmos (US$ 700) serta Cosmos Play.

Via Eurogamer.

Half-Life: Alyx Bantu Dongkrak Penjualan Headset VR Valve Index

Sempat berkolaborasi dengan HTC dalam penggarapan Vive serta mengukuhkan pijakannya di ranah virtual reality lewat pengembangan SteamVR, Valve kian percaya diri untuk meramu headset VR-nya sendiri. Index diumumkan di bulan April 2018 lalu mulai dipasarkan tak lama setelahnya. Selain spesifikasi yang lebih canggih dibanding perangkat sekelas, Index menjanjikan sistem kendali intuitif lewat Knuckles Controllers.

Melengkapi upaya Valve berkiprah di segmen VR, sang pemilik Steam itu akhirnya mengumumkan kelanjutan dari seri Half-Life sesudah keheningan selama 12 tahun. Meski demikian, Half-Life: Alyx bukanlah game biasa. Untuk bisa menikmatinya, kita diharuskan mempunyai headset virtual reality. Ada cukup banyak gamer yang kecewa dengan arahan ini, namun langkah tersebut terbukti tepat. Menyusul dibukanya gerbang pre-order Alyx, penjualan Index juga terdongkrak naik.

Berdasarkan data terkini dari firma analis SuperData, permintaan terhadap Index melonjak dua kali lipat lebih di kuartal keempat 2019 dibanding triwulan sebelumnya. Valve berhasil menjual 103 ribu unit Index di antara bulan Oktober sampai Desember, dan kini total penjualan headset di 2019 mencapai 149 ribu. Hal ini sangat menarik karena Index bisa dibilang merupakan produk premium – satu setnya dibanderol US$ 1.000.

Angka penjualan sebetulnya berpotensi melambung lebih tinggi lagi seandainya tidak ada kendala pada persediaan unit. Info Road to VR mengungkapkan bahwa produk tersebut terjual habis di mana-mana per tanggal 15 Januari 2020. Saat ini laman Index di Steam masih menunjukkan status ‘kehabisan stok’. Anda yang benar-benar menginginkannya diminta memasukkan email agar Valve bisa mengabarkan langsung jika unit telah kembali tersedia.

Selain Index, SuperData juga menyingkap penjualan HMD virtual reality lain di periode kuartal empat 2019. PlayStation VR terlihat masih memimpin di depan, tentu saja berkat ketiadaan ‘daftar kebutuhan hardware‘. Headset bisa langsung bekerja begitu disambungkan ke PlayStation 4. Posisi kedua ditempati oleh HMD virtual reality standalone Oculus Quest. Uniknya lagi, penjualan Index lebih tinggi dari Rift S, lalu Vive sendiri tidak muncul di daftar lima besar.

Top VR headsets.

Kabar gembiranya, Half-Life: Alyx bukanlah game yang dieksklusifkan untuk Valve Index. Pemilik HTC Vive, Oculus Rift dan Quest, serta headset Windows Mixed Reality juga dipersilakan menikmatinya. Tapi khusus buat pengguna Index, Alyx bisa diperoleh secara gratis. Di Indonesia, game dijual seharga Rp 225 ribu dan dijadwalkan meluncur di bulan Maret 2020 besok.

Masih ada satu hal yang membuat saya penasaran. Ketika Half-Life: Alyx baru disingkap, Valve bilang bahwa salah satu alasan mengapa game disajikan via virtual reality adalah karena pemanfaatan sistem kendali berbasis motion dalam pertempuran, eksplorasi serta menyelesaikan puzzle. Apakah itu artinya gamer wajib memiliki aksesori Knuckles atau sejenisnya, atau adakah solusi lainnya?

Via Eurogamer.

Half-Life: Alyx Bahkan Belum Bisa Meyakinkan Tim Xbox Buat Berkecimpung di VR

Beberapa tahun setelah tersedianya head-mounted display virtual reality kelas konsumen, bermunculan-lah banyak game berkualitas. Mereka bukan lagi tech demo yang dirancang buat memperkenalkan VR, namun menyajikan konten eksklusif virtual reality yang tak kalah dari permainan-permainan blockbuster. Judul-judul seperti Lone Echo dan Asgard’s Wrath ialah beberapa contohnya.

Dan Anda mungkin sudah tahu, Valve Corporation saat ini tengah mencurahkan perhatiannya untuk mengembangkan satu permainan VR raksasa, yaitu Half-Life: Alyx. Alyx merupakan game khusus virtual reality yang menjanjikan durasi bermain setara Half-Life 2, dengan konten dan dunia berskala besar demi mendorong pemain buat berjelajah. Lewat virtual reality, Valve bermaksud memperkenalkan formula gameplay baru berbasis controller motion Index.

Pengembangan Half-Life: Alyx sudah berlangsung cukup lama, dan para tester wajib menjaga kerahasiaan eksistensinya. Seorang tester bahkan telah terlibat proses pengujian selama 4,5 tahun. Beberapa individu seperti bos Xbox Phil Spencer juga diberikan kesempatan untuk mencicipinya lebih dulu sebelum game dirilis di bulan Maret nanti. Namun dengan premis yang begitu menarik, Spencer masih belum yakin game virtual reality seperti Half-Life: Alyx betul-betul diinginkan gamer.

Pernyataan tersebut diungkap sang bos Xbox pada wawancara bersama Stevivor terkait mengapa Xbox belum mengintegrasikan VR ke layanannya. Spencer bilang bahwa beberapa aspek di virtual reality terasa masih mengganjal. Menurutnya, VR mengisolasi pengguna padahal seharusnya permainan video bersifat komunal dan dapat dinikmati bersama-sama. Meski begitu, ia mengaku sangat menghargai upaya para pionir teknologi, dari mulai ahli AI, fisik, 3D, ray tracing, termasuk augmented dan virtual reality.

Spencer menyampaikan, dalam menghadirkan produk, Microsoft selalu berusaha merespons keinginan pelanggan dan sejauh ini gamer Xbox belum meminta produk VR. Mayoritas konsumen tahu jika mereka menginginkan konten virtual reality, ada platform lain yang lebih baik buat menyuguhkannya: PC. Kemudian dilihat dari sisi komersial, belum ada satu produsen perangkat VR pun yang mampu menjual produknya dalam hitungan jutaan unit.

Xbox dan VR sejauh ini punya hubungan yang tidak biasa. Dahulu sebelum Xbox One X resmi diumumkan, Microsoft sempat bilang bahwa performa hardware Project Scorpio (codename-nya saat itu) tidak kesulitan buat menopang headset virtual reality layaknya PC. Namun ketika dirilis, Xbox One X malah tidak dibekali dukungan ke HMD VR.

Dan dengan pernyataan Phil Spencer tersebut, ada dugaan kuat kompatibilitas ke VR kembali absen di unit Xbox next-gen. Kita tahu, Microsoft tengah mencurahkan perhatiannya untuk mengekspansi pengalaman bermain melalui pengembangan layanan cloud gaming. Sementara itu, Sony sebagai rival utamanya memilih buat tetap mempertahankan kapabilitas VR di PlayStation 5. PSVR ‘generasi pertama’ akan kompatibel dengan console anyar mereka.

Apple Kabarnya Sedang Mengembangkan Headset VR Gaming

Minggu lalu, sebuah kabar menyatakan bahwa Apple telah menggandeng Valve dalam rangka pengembangan headset augmented reality. Langkah ini boleh jadi merupakan kelanjutan dari agenda penggarapan HMD AR yang sudah terdengar sejak dua tahun silam. Teknologi AR biasanya diarahkan ke ranah profesional, tapi Apple sepertinya tetap tertarik untuk menyuguhkan konten hiburan lewat VR.

Kali ini, Bloomberg menginformasikan upaya sang raksasa teknologi asal Cupertino itu menggarap ‘perangkat-perangkat virtual dan augmented reality yang dibekali sistem sensor 3D baru’, berdasarkan laporan sejumlah narasumber. Berdasarkan keterangan tersebut, itu berarti Apple berencana mengembangkan lebih dari satu head-mounted display. Namun sebagai langkah awalnya, perusahaan mencoba mengabungkan VR serta AR lalu memfokuskannya buat kebutuhan gaming.

Salah satu narasumber bilang, Apple berniat untuk mulai mendistribusikan kacamata AR mereka secepat-cepatnya di tahun 2023. Di artikel sebelumnya, saya sempat membahas bagaimana Apple ingin agar teknologi augmented reality mereka matang di 2019 kemudian melepas dalam bentuk produk di tahun 2020. Produsen tampaknya memutuskan buat mengundur agenda mereka. Menurut dugaan Eurogamer, Apple ingin memberi ruang lebih lapan pada peluncuran iPad Pro tahun depan.

CEO Apple Tim Cook sudah lama berbicara serta menunjukkan ketertarikannya pada AR. Segmen ini menjadi fokus Apple setelah sebelumnya mereka mencurahkan perhatian pada iPhone, iPad dan Apple Watch. Tulang punggung dari teknologi ini adalah sistem sensor 3D mutakhir yang tengah digarap selama beberapa tahun. Pada Bloomberg sang narasumber mengaku, sistem ini jauh lebih canggih dari sensor Face ID yang ada di perangkat-perangkat Apple terbaru.

Saat ini, tim teknisi iPhone dan iPad telah mulai berkerja menyambungkan aplikasi-aplikasi serta fitur-fitur di software ke sistem operasi baru (secara internal disebut ‘rOS’). Dengan begini, perangkat-perangkat yang sudah ada sekarang dapat bekerja serta kompatibel dengan headset VR, kacamata AR atau head-mounted display cross reality sejenis yang akan dirilis di masa depan.

Apple kabarnya mengerahkan sekitar 1.000 teknisi demi mengerjakan prakarasa AR dan VR. Proyek besar ini dinahkodai oleh vice president Mike Rockwell. Tim ini terdiri atas pakar dari berbagai macam bidang, dan kepemimpinannya dibagi lagi pada sejumlah eksekutif yang pernah mengerjakan software gaming Apple, hardware iPhone, serta pembuatan software dan manufaktur. Tim juga diperkuat oleh mantan insinyur NASA, mantan developer game, dan pakar grafis.

Sejauh ini memang belum jelas seberapa banyak headset VR dan kacamata AR yang tengah Apple siapkan. Saya juga penasaran bagaimana pada cara perusaahaan memanfaatkan AR/VR di segmen gaming, kemudian akan sejauh apa partisipasi Valve di sana?

Valve Mempertimbangkan Untuk Garap Headset VR Index Versi Standalone

Undur dirinya Valve dalam kolaborasi pengembangan ekosistem HTC Vive sempat membuat orang (termasuk saya) berpikir bahwa sang pencipta Steam berniat meninggalkan ranah ini. Namun kami semua keliru. Valve ternyata berniat menggarap perangkat VR-nya sendiri. Agenda tersebut terungkap di bulan April kemarin, kemudian detail mengenai HMD bernama Index itu disingkap tak lama setelahnya.

Dilihat dari sisi hardware dan kelengkapan fitur, Index boleh dikatakan lebih superior dibanding Rift dan Vive. Namun pada dasarnya, headset VR Valve tersebut masih menggunakan solusi penyajian serupa model kompetitor. Perangkat bersandar pada PC agar dapat menghidangkan konten. Itu berarti, Index mungkin belum bisa jadi solusi bagi mereka yang menginginkan HMD virtual reality standalone.

Menariknya, Valve sempat mengakui ketertarikannya mengembangkan head-mounted display ‘mandiri’. Dalam presentasi di acara peluncuran Index beberapa hari lalu, co-founder Gabe Newell mengungkapkan bagaimana timnya tengah mempertimbangkan pembuatan versi alternatif dari Index yang tak mengikat penggunanya di satu tempat. Dengan kata lain, perangkat bisa bekerja tanpa memerlukan dukungan PC.

Newell menyampaikan bahwa Valve mempunyai banyak ide yang dapat diterapkan pada aspek layar dan optik. Kemudian, ada beragam peluang untuk meningkatkan kapabilitas sistem pelacakan sembari menyederhanakan prosesnya. Dengan tercapainya hal-hal ini, terbuka pula kesempatan buat mengembangkan permainan-permainan virtual reality revolusioner, baik dari Valve atau mitranya.

Sebelum sampai di sana, Newell sendiri berkeyakinan bahwa aksesori kendali ‘Knuckles’ dapat memicu digarapnya ‘game-game jenis baru’. Knuckles lebih mutakhir dibanding unit controller motion pendukung perangkat kompetitor. Ia dirancang agar Anda tidak perlu terus menggenggamnya. Di sana ada joystick, trackpad mini, rangkaian tombol, serta input sekunder yang mampu membaca seberapa erat genggaman tangan Anda. Valve membubuhkan tidak kurang dari 87 buah sensor di dalamnya.

Terkait Index, Gabe Newell menyebutnya sebagai tonggak sejarah penting bagi Valve, merepresentasikan terobosan signifikan di segmen virtual reality. Untuk sekarang, perusahaan akan fokus pada hal-hal sederhana, misalnya memperluas distribusi produk keluar wilayah Amerika Serikat, menuju Eropa dan negara-negara lain. Valve juga melihat adanya celah buat menurunkan harga produk, serta membuat Index lebih ringan dan lebih ergonomis.

Berbicara soal harga, Valve Index memang dibanderol cukup mahal. Harganya berada jauh di atas Oculus Rift S (setara Oculus Quest di US$ 400) namun masih lebih murah dibanding satu set lengkap HTC Vive Pro (US$ 1.400, headset-nya saja dipatok US$ 800).

Pertanyaannya kini adalah, jika Valve betul-betul mengembangkan versi standalone dari Index, apakah mereka akan menjualnya di harga lebih tinggi atau lebih rendah dibanding varian standar?

Sumber: GamesIndustry.

Valve Resmi Berkecimpung di Ranah Hardware VR Lewat Valve Index

Virtual reality sempat mencuri perhatian seisi industri teknologi kira-kira tiga sampai lima tahun silam. Ketika itu beberapa nama dianggap sebagai pionir produk VR kelas konsumen: Oculus VR yang kini dipunyai Facebook, HTC sang produsen Vive, serta Valve yang turut mengembangkan SteamVR. Kondisi ini direspons oleh para produsen lewat penyediaan hardware-hardware hingga deretan aksesori pendukungnya.

Sejauh ini, SteamVR merupakan kontribusi besar Valve Corporation terhadap ranah virtual reality. Sederhananya, SteamVR adalah platform virtual reality yang memungkinkan HMD serta pernak-perniknya bekerja optimal, dan saat ini telah mendapatkan dukungan penuh dari engine Unity serta terintegrasi dalam Unreal Engine 4. Selain dari sisi software, Valve memang sudah lama punya ketertarikan pada aspek penggarapan piranti keras. Dan di penghujung minggu lalu, perusahaan resmi mengungkap Valve Index.

Eksistensi Valve Index dikonfirmasi melalui kemunculan laman resminya di situs Steam Store. Hampir tidak ada informasi apa-apa mengenainya di sana kecuali penampilan head-mounted display, serta kalimat ‘upgrade your experience‘ dan ‘Mei 2019’ yang boleh kita asumsikan sebagai waktu rilis atau momen sang produsen mengungkap detailnya lebih jauh. Untuk sekarang, kita bisa membuat hipotesis dari apa yang tidak muncul di page tersebut.

Lihat lebih teliti dan Anda akan sadar absennya branding HTC yang telah lama menjadi mitra Valve dalam mengembangkan Vive. Ada kemungkinan, Index dibangun sendiri oleh perusahaan tanpa bantuan pihak ketiga. Kemudian Valve juga tidak turut mengiklankan tiga permainan berbasis virtual reality yang dikonfirmasi oleh co-founder Gabe Newell sendiri di bulan Oktober 2017. Game-game tersebut dibangun menggunakan engine Unity dan Source 2 – salah satunya di-setting di jagat Half-Life.

Rumor mengenai headset VR buatan Valve sendiri sebetulnya sudah beredar sejak bulan November tahun lalu lewat beredarnya foto-foto unit purwarupa yang menampilkan lensa, sirkuit, hingga wujud perangkat secara garis besar. Perlu digarisbawahi bahwa gambar di teaser punya penampakan hampir serupa prototype, dilihat dari penempatan kamera/sensor eksternal. Berdasarkan laporan narasumber UploadVR, HMD Valve itu punya field of view seluas 135 derajat dan resolusi setara Vive Pro.

Di teaser, Anda bisa melihat kehadiran slider di area bawah. Menurut Arstechnica, slider ini boleh jadi berfungsi untuk mengubah interpupillary distance. Fungsinya adalah agar display dapat disesuaikan dengan jarak antar mata kita sehingga pemakaiannya lebih nyaman.

Kita perlu menunggu hingga bulan Mei 2019 untuk mengetahui informasi mengenai Valve Index lebih lengkap lagi.

Via The Verge.

Rift S Adalah Versi Baru Headset VR Oculus Dengan Teknologi Pelacakan Lebih Canggih

Tes sesungguhnya bagi para pemain di industri VR dimulai dua tiga tahun setelah tersedianya perangkat kelas konsumen. Head-mounted display standalone kini dianggap banyak orang sebagai solusi paling ideal dalam mengakses konten virtual reality karena dibekali hardware pengolah data mandiri serta tidak mengunci pengguna di satu titik. Di kelas ini, Facebook sudah menyiapkan produk bernama Oculus Quest.

Namun konsep ‘tetheredvirtual reality tetap belum bisa disingkirkan. Untuk sementara, lewat metode inilah dunia maya bisa tersaji optimal karena dukungan PC. Dan di Game Developers Conference 2019, Facebook resmi memperkenalkan versi baru Oculus Rift, kini mengusung teknologi pelacakan ruang serta sistem optik yang lebih canggih demi mendongrak kualitas grafis. Headset anyar itu dinamai Oculus Rift S.

Anda bisa segera melihat perbedaan Rift S dari penampilannya. Headset ini tidak lagi menggunakan strap lentur, digantikan oleh headband melingkar dengan struktur menyerupai PlayStation VR. Itu berarti pemasangannya lebih mudah dilakukan sendiri. Anda tinggal mengenakan headband lalu menarik bagian visor. Arahan desain ini katanya dipilih karena lebih baik dalam mendistribusikan beban di kepala. Perancangan Rift S dilakukan tim Oculus bersama Lenovo.

Potongan bagian luarnya sedikit berbeda dan Anda akan melihat modul-modul lensa. Ia merupakan komponen dari sistem pelacakan berskala ruang Oculus Insight, yang memungkinkan headset bekerja tanpa membutuhkan sensor eksternal. Berbekal Insight dan lima lensa (dua di depan, masing-masing di kiri dan kanan, dan satu lagi di atas), Rift S dapat melacak dan menangkap objek yang ada di sekitar pengguna. Dan ketika dikombinasikan bersama periferal Oculus Touch barunya, pengalaman pemakaiannya jadi jauh lebih natural.

Oculus Rift S 2.

Oculus sebetulnya belum secara resmi mengungkap spesifikasi Rift S, tapi UploadVR menginformasikan pemanfaatan resolusi 2560×1440p – setara Oculus Go. Itu berarti ia punya kepadatan pixel 40 persen lebih tinggi dari Rift standar di 2160x1200p, kemudian bagian optiknya diperbarui buat mengurangi efek screen door dan menghilangkan god rays. Perlu dicatat bahwa layar HMD masih mengusung LCD dan menggunakan backlight sehingga belum bisa menampilkan hitam yang benar-benar pekat. Lalu saya juga baca ada sedikit penurunan refresh rate dari 90Hz ke 80Hz.

Oculus Touch Rift S.

Selain itu, periferal Touch yang menemani Rift S juga mendapatkan modifikasi. Desainer memindahkan bagian ‘cincin pelacak’ dari bawah ke atas, dimaksudkan agar pemancar inframerah dapat mudah terdeteksi headset. Penempatan tombol-tombolnya sendiri masih sama.

Oculus Rift S 1.

Oculus Rift S rencananya akan mulai dipasarkan di ‘musim semi’ tahun ini. Satu unitnya dibanderol US$ 400 untuk varian dengan penyimpanan internal 64GB. Akan tersedia pula opsi ber-storage 128GB.

Headset VR Oculus Quest Mungkin Malah Akan Berkompetisi Dengan Nintendo Switch

Perjalanan industri gaming sangat dinamis: home console membawa aktivitas tersebut dari arena arcade ke dalam rumah, lalu kemunculan sistem handheld memungkinkan kita menikmati game di mana saja. Dan di era modern ini, muncul lagi satu jenis konten serta segenap platform pendukung yang berpotensi mendisrupsi industri hiburan interaktif: VR.

Virtual reality bukanlah cerita baru, namun teknologi ini baru benar-benar bisa dijangkau oleh konsumen setelah Oculus Rift dan HTC Vive dirilis beberapa tahun silam. Meski demikian, saat itu masih ada sejumlah tantangan besar yang menghambat adopsi headset virtual reality: ia membutuhkan dukungan sistem berspesifikasi tinggi, masih minimnya konten, serta pemakaiannya yang mengekang user di satu lokasi.

Kendala terakhir ini mendorong sejumlah perusahaan teknologi untuk megembangkan headset berkonsep VR standalone, dan Anda mungkin tak lagi asing dengannya. Facebook punya Oculus Go, HTV menyediakan Vive Focus, bahkan Lenovo punya penawaran berupa Mirage Solo. Dan minggu lalu, Facebook kembali membuat terobosan di segmen itu lewat pengumuman Oculus Quest.

Oculus Quest merupakan head-mounted display yang difokuskan pada ranah gaming, menjanjikan kinerja hardware mendekati Rift dengan fleksibiltas ala Go. Produsen memang belum mengungkap detailnya lebih jauh, namun kabarnya headset didukung oleh sistem tracking mutakhir. Facebook juga punya agenda buat meramaikan peluncuran Quest di ‘musim semi 2019’ dengan lebih dari 50 judul game.

Dalam presentasinya, CTO Oculus VR John Carmack memprediksi bahwa saat dirlis nanti, Oculus Quest boleh jadi malah akan berkompetisi dengan perangkat yang tak terduga, yakni Nintendo Switch. Menurut mantan lead programmer Commander Keen, Wolfenstein 3D dan Doom itu, Quest akan dipilih oleh konsumen sebagai perangkat gaming sekunder, saat mereka sudah memiliki platform gaming utama, misalnya PC atau console current-gen.

Hal tersebut ternyata berkaitan dengan kapabilitas hardware dari Quest. Headset ini kabarnya mempunyai kinerja grafis setara PlayStation 3 dan Xbox 360. Mayoritas permainan di era last-gen di-render di resolusi 1280×720 30fps. Di Oculus Quest, game disuguhkan di 1280x1280p 72fps buat masing-masing mata. Jika dikalkulasi, itu berarti Quest menghidangkan pixel 8,5 kali lebih banyak dari console Xbox 360.

Namun tentu ada banyak hal yang membuatnya lebih unggul dari sistem last-gen. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Quest dibekali sistem pelacakan gerakan tanpa sensor eksternal dengan ruang deteksi seluas 370 meter persegi, kemudian ia juga mampu membaca gerakan 6DoF (degrees of freedom), dapat mengetahui ketika Anda berdiri, jongkok, atau memiringkan kepala.

Oculus Quest rencananya akan dijajakan seharga US$ 400.

Via Games Industry.

Headset StarVR Baru Turut Ditunjang Teknologi Pelacak Gerakan Mata Tobii

Produk racikan Oculus dan HTC mungkin akan selalu jadi standar penyajian konten virtual reality, tapi Acer juga sudah cukup lama mendalami ranah ini jauh sebelum mereka mulai memasarkan headset  Windows Mixed Reality. Lewat kolaborasi bersama studio pencipta The Chronicles of Riddick: Escape from Butcher Bay, perusahaan Taiwan itu menggarap StarVR.

Berbeda dari Vive dan Rift, StarVR dari awal dispesialisasikan untuk ranah sinematik. Device menyuguhkan tingkat resolusi di atas rata-rata, yakni 2560x1440p, namun perangkat tidak dijual bebas ke publik – melainkan ke perusahaan-perusahaan hiburan. Dan dalam acara SIGGRAPH 2018 yang dilangsungkan di Vancouver, Acer menyingkap versi baru StarVR. Produsen menamainya StarVR One.

Sejauh ini Acer belum menyingkap detail spesifik dari StarVR One, tapi pastinya, head-mounted display anyar itu mengusung fitur dan teknologi yang lebih canggih dari varian sebelumnya. Produsen menyampaikan bahwa StarVR One didesain untuk meningkatkan sensasi keberadaan Anda di dalam dunia virtual, ditunjang oleh arsitektur ‘terobosan baru’ yang memungkinkan field of view mencapai 100 persen ketika mata melihat ke depan.

StarVR One 5

StarVR One menyajikan FoV horisontal 210 derajat dan vertikal di 130 derajat. Dalam demo game simulasi balap Project CARS 2 yang ditampilkan melalui perspektif orang pertama, headset ini mempersilakan kita melihat jelas pintu mobil di sebelah supir hingga bagian ujung dashboard. Di HMD lain, sudut pandang kita mungkin hanya terbatas pada area di depan mata.

StarVR One 2

Lalu demi memastikan kualitas visual konten tersaji detail dan jernih dengan kemampuan reproduksi warna optimal, Acer dan StarBreeze Studios memanfaatkan jenis layar AMOLED RGB, kabarnya menyuguhkan 16 juta sub-pixel di refresh rate 90 gambar per detik. Panel tersebut dipasangkan bersama lensa Fresnel, gunanya ialah agar ketajaman gambar tetap terjaga di seluruh ruang pandang Anda.

StarVR One 4

Satu aspek lagi yang membuat StarVR One istimewa adalah dukungan sistem pelacak gerakan mata racikan Tobii Technology yang sempat diusung oleh sejumlah perangkat konsumen seperti laptop gaming dan SteelSeries Sentry. Dengannya, produsen bisa menerapkan fitur foveated rendering dinamis. Sistem mampu membaca fokus mata, kemudian me-render objek di kualitas tinggi pada area tempat mata melihat sembari mengurangi detail di zona lain sehingga kerja hardware lebih efisien.

StarVR One 1

StarVR One mempunyai penampilan menajam seperti pendahulunya dengan bobot kurang lebih 450g. Di sisi depannya, kita bisa melihat cekungan-cekungan sensor yang siap mendukung tracker SteamVR 2.0, lalu ia tersambung ke PC via kabel. Belum diketahui kapan StarVR One akan tersedia dan berapa harganya.

Via VentureBeat.