AsteroidOS Siap Berikan Nafas Baru Bagi Smartwatch Android Wear yang Sudah Uzur

Menjajal satu demi satu custom ROM merupakan keasyikan yang hanya bisa dinikmati pengguna perangkat Android. Namun situasinya sedikit berbeda di smartwatch. Meski mayoritas menjalankan Wear OS (Android Wear) yang berbasis Android, tidak banyak sistem operasi alternatif yang bisa konsumen coba.

Namun sekarang setidaknya sudah ada satu sistem operasi open-source yang dapat digunakan di sejumlah smartwatch. Namanya AsteroidOS, dan versi stabil pertamanya (v1.0) baru saja dirilis ke publik setelah dikembangkan selama sekitar empat tahun.

AsteroidOS menawarkan fitur-fitur esensial yang sudah semestinya menjadi standar untuk smartwatch, mulai dari notifikasi, kalender, alarm, kalkulator, remote control pemutar musik sampai aplikasi ramalan cuaca. Pengembangnya juga telah menyiapkan SDK (software development kit) agar komunitas developer bisa membuat aplikasi untuk AsteroidOS.

AsteroidOS

Karena berbasis Linux, SDK AsteroidOS pada dasarnya juga menawarkan kemudahan untuk membuat porting aplikasi dari platform lain. Semua ini tentu harus menunggu keterlibatan dari kalangan developer, tapi setidaknya sekarang pengguna bisa bermain-main dengan sejumlah watch face dan aplikasi bawaan AsteroidOS.

Guna memudahkan konsumen, pengembang AsteroidOS juga telah menyediakan panduan instalasi bagi para pengguna Asus ZenWatch, ZenWatch 2, ZenWatch 3, Sony Smartwatch 3, LG G Watch, G Watch R dan G Watch Urbane. Namun mungkin yang menjadi pertanyaan, mengapa kita harus meninggalkan Android Wear dan beralih ke AsteroidOS?

Well, coba Anda lihat deretan perangkat yang kompatibel itu tadi. Mayoritas adalah smartwatch lama, dan kebanyakan juga sudah tidak menerima update OS terbaru dari pabrikannya masing-masing. Alternatif seperti AsteroidOS ini setidaknya masih bisa memberikan nafas baru seandainya pengguna masih ingin menggunakan perangkat lamanya.

Sumber: Liliputing dan AsteroidOS.

Project OpenWatch Bisa Menjadi Cikal Bakal Sistem Operasi Smartwatch Alternatif Terhadap Wear OS

Kecuali Anda Apple, Samsung atau Fitbit, sulit rasanya mengembangkan sistem operasi sendiri demi menandingi Wear OS (Android Wear) besutan Google. Seperti yang kita tahu, ketiga pabrikan besar itu punya OS smartwatch-nya sendiri-sendiri: watchOS (Apple), Tizen (Samsung), dan FitbitOS (Fitbit).

Namun ketika opsi yang tersedia secara luas (Wear OS) menjadi hambatan atas inovasi Anda, upaya untuk mengembangkan sistem operasi sendiri mau tidak mau harus dilakukan. Itulah yang menjadi motivasi bagi pengembang smartwatch Blocks, yang harus berusaha sendiri karena tidak ada OS yang tersedia yang mendukung konsep modular mereka.

Yang patut diapresiasi, Blocks tidak egois. Belum lama ini mereka meluncurkan Project OpenWatch, sebuah proyek open-source yang bertujuan untuk memudahkan developer lain dalam mengembangkan sistem operasi smartwatch-nya sendiri. Basisnya adalah Android Oreo, namun untuk sekarang baru satu jenis chipset yang didukung, yaitu MediaTek MTK6580M yang digunakan oleh Blocks.

Project OpenWatch

Sejauh ini sudah ada dua developer yang cukup tenar yang mengembangkan OS-nya dengan memanfaatkan Project OpenWatch, yakni pengembang CarbonROM dan LineageOS (penerus CyanogenMod). Sayang keduanya belum berani mengumumkan jadwal perilisannya.

Blocks melihat Project OpenWatch sebagai solusi bagi mereka yang tertarik mengembangkan smartwatch kelas budget, spesifiknya yang berharga kurang dari $100. Bagi konsumen, proyek ini berpeluang melahirkan sejumlah sistem operasi baru sebagai alternatif dari Wear OS.

Pertanyaannya, apakah kita benar-benar butuh OS smartwatch baru? Kalau dalam kasus Blocks, kehadiran OS baru sangat masuk akal mengingat konsep modular yang ditawarkan memang tergolong baru. Semoga saja OS baru yang terlahir nantinya bisa mengatasi problem-problem Wear OS, dan bukan sekadar mengandalkan interface baru yang lebih chic atau fancy.

Sumber: Liliputing dan The Verge.

Android Wear Resmi Punya Nama Baru

Dibanding watchOS (sistem operasi yang dijalankan Apple Watch), menurut saya Android Wear punya nama yang lebih catchy. Kita tahu bahwa itu merupakan sebuah sistem operasi berkat label “Android” (dengan fondasi yang memang sama), sedangkan label “Wear” mengindikasikan konteks spesifiknya di ranah wearable.

Kendati demikian, Google merasa Android Wear belum bisa merefleksikan visi mereka. Google juga bilang bahwa nama ini tidak bisa merepresentasikan para konsumennya, sebab tidak semua pengguna smartwatch Android Wear merupakan pengguna perangkat Android – seperti yang kita tahu, Android Wear sebenarnya juga kompatibel dengan iOS.

Pada kenyataannya, di tahun 2017 kemarin setidaknya satu dari tiga pengguna smartwatch Android Wear adalah pengguna iPhone. Data ini diungkap oleh Google sendiri, dan mereka pun menilai harus ada nama baru yang lebih pas untuk Android Wear.

Wear OS by Google

Pilihannya jatuh pada “Wear OS”, diikuti oleh embel-embel “by Google”. Nama baru ini diumumkan menjelang event Baselworld, di mana kemungkinan besar kita bakal melihat beberapa smartwatch baru yang menjalankan sistem operasi besutan Google tersebut.

Selain namanya, logonya juga berubah, tapi sayangnya sejauh ini Google hanya mau berbagi soal itu saja. Kemungkinan Google bakal membahas lebih detail mengenai versi baru Wear OS pada ajang Google I/O di bulan Mei mendatang. Selagi menunggu, sebaiknya kita membiasakan diri dulu dengan nama barunya yang jadi kurang catchy itu.

Sumber: Google.

Swatch Sedang Kembangkan Sistem Operasi Smartwatch-nya Sendiri

Sudah sejak awal 2015 kita mendengar kabar bahwa Swatch berniat untuk meluncurkan rival Apple Watch. Namun sampai titik ini, yang kita dapati hanyalah smartwatch untuk penggemar voli pantai dan arloji dengan sistem pembayaran elektronik terintegrasi. Singkat cerita, belum ada smartwatch besutan Swatch yang benar-benar setara fiturnya dengan Apple Watch.

Tahun depan, kemungkinan Swatch akan menepati janji lamanya tersebut. Baru-baru ini mereka mengumumkan kerja samanya dengan CSEM, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang riset dan teknologi, untuk mendesain sistem operasi smartwatch-nya sendiri. Untuk sementara, nama yang dipilih adalah Swiss OS.

Swiss OS nantinya akan bersaing langsung dengan watchOS dan Tizen, yang keduanya berjalan di atas hardware buatan perancangnya sendiri (Apple dan Samsung). Hardware dan software yang dikembangkan oleh pihak yang sama akan berdampak pada sejumlah hal positif, salah satunya peningkatan keamanan, seperti yang Apple tunjukkan selama ini lewat iOS.

Keunggulan lain yang dijanjikan Swiss OS adalah efisiensi daya, dimana nantinya smartwatch yang menjalankan sistem ini dipastikan punya daya tahan baterai yang cukup mengesankan. Terakhir dan yang terkesan agak aneh adalah, Swiss OS tidak akan memerlukan terlalu banyak update secara berkala.

Hal ini ditujukan supaya smartwatch tidak dicap kuno karena menjalankan sistem operasi lawas dan tidak lagi menerima update terbaru dari pengembangnya. Seperti yang kita tahu, beberapa smartwatch Android Wear generasi awal tidak lagi menerima update yang diluncurkan oleh Google. Apa yang Swiss OS tawarkan sejatinya merupakan solusi dari problem seperti ini.

Pertanyaan selanjutnya, apakah Swiss OS datang pada saat yang tepat? Pasar smartwatch yang kita tahu sekarang tidak lagi seramai dulu. Belum lagi, Swatch nantinya juga harus berhadapan dengan Fitbit, yang belum lama ini mengonfirmasi rencananya untuk meluncurkan smartwatch baru.

Sumber: Business Insider.

Jolla Demonstrasikan Sailfish OS untuk Smartwatch

Di saat perkembangan smartwatch tengah terbilang stagnan, startup asal Finlandia yang didirikan oleh mantan karyawan Nokia dan Intel, Jolla, malah melihatnya sebagai peluang untuk memamerkan kreasinya. Bukan dalam wujud hardware, melainkan sistem operasi Sailfish OS yang mereka kembangkan sendiri.

Jolla menilai Sailfish OS sangat ideal untuk perangkat berlayar kecil – smartwatch salah satunya – karena pengoperasiannya banyak mengandalkan gesture. Gagasan ini pun langsung mereka terapkan dengan menyematkan Sailfish OS ke dalam LG Watch Urbane.

Dari video demonstrasinya, terlihat bahwa Sailfish OS versi smartwatch ini banyak terinspirasi oleh Asteroid OS yang bersifat open-source, baik dari segi desain maupun teknis. Kendati demikian, sejumlah elemen utama Sailfish OS yang sudah diterapkan di ponsel dan tablet turut diadopsi, semisal akses aplikasi dari bagian bawah dan tema dari atas layar.

Hampir semua pengoperasian Sailfish OS di smartwatch tidak perlu melibatkan tombol fisik. Prototipenya sendiri sudah mampu melakukan berbagai hal, termasuk meneruskan panggilan telepon dari smartphone. Pun begitu, koneksinya masih memanfaatkan Wi-Fi, sebab Jolla butuh waktu lebih lama untuk mengembangkan versi Bluetooth-nya.

Sejauh ini Jolla memang belum punya rencana untuk benar-benar menyiapkan Sailfish OS sebagai sistem operasi untuk smartwatch. Akan tetapi mengingat Sailfish yang berbasis Linux ini juga bersifat open-source, tidak menutup kemungkinan bagi komunitas developer untauk mengutak-atik dan mengembangkan perangkatnya sendiri.

Sumber: Wareable dan Jolla.