Peneliti Tak Sengaja Ciptakan Baterai yang Awet Selamanya

Bisa ditemukan di hampir semua perangkat elektronik, lithium-ion ialah salah satu tipe baterai rechargeable terpopuler karena mampu menyimpan daya paling banyak dan memiliki persentase self-discharge terkecil. Tapi seiring pemakaian, umur li-ion tentu akan berkurang. Biasanya, setelah 500 kali proses isi ulang, kapasitasnya turun hingga 80 persen.

Para ilmuwan tanpa lelah berusaha mencari cara untuk terus memperpanjang, atau menciptakan baterai yang tahan lama. Dan ada sebuah pencapaian tak terduga diperoleh tim University of California di Irvine. Para ilmuwan di sana secara tak sengaja menemukan solusi di teknologi nanowire (kawat berukuran super-kecil) sehingga baterai dapat diisi ulang sampai ratusan ribu kali.

Di makalah online, Mya Le Thai menjelaskan bahwa tim memanfaatkan nanowire untuk menciptakan baterai tersebut. Material ini beberapa ribu kali lebih tipis dari rambut manusia dan sangat efektif dalam menghantarkan arus listrik. Area di permukaannya cukup besar buat menyimpan serta mentransfer elektron, dan mempunyai sifat unik lain yang memungkinkannya dipakai di perangkat elektronik.

Problemnya, nanowire sangatlah rapuh dan siklus proses charging dan discharging berkali-kali membuatnya cepat rusak. Di baterai lithium-ion biasa, bahan ini akan mengembang dan menjadi getas. Solusi Le Thai dan kawan-kawan peneliti adalah melapisi nanowire emas dengan cangkang dari mangan dioksida, lalu menaruhnya dalam gel mirip Plexiglas untuk meningkatkan daya tahannya. Hal itu dilakukan tanpa sengaja.

“Mya sedang bermain-main dan ia melapis semua [nanowire] itu dengan lapisan tipis gel dan mulai mengujinya,” jelas chairman departemen kimia UCI Reginald Penner via The Inquirer. “Dia mendapati, gel membuat siklus [isi ulang dan pembuangan] tersebut dapat dilakukan ratusan ribu kali tanpa kehilangan kapasitas. Penemuan ini sangat mengejutkan, karena pada umumnya baterai akan mati sesudah 5.000, 6.000, atau 7.000 siklus isi ulang.”

Struktur baterai UCI diuji coba lebih dari 200.000 kali selama tiga bulan, dan ilmuwan melaporkan tidak ada kehilangan tenaga ataupun kapasitas. Thai bilang, elektroda yang diberi lapisan dapat menjadi opsi handal, dan riset ini membuktikan bahwa elektroda baterai berbasis nanowire mampunyai umur panjang dan kita bisa mengimplementasikannya di berbagai alat elektronik.

Bayangkan besarnya dampak invensi tersebut pada gadget-gadget kesayangan Anda: tak lagi ada masalah baterai ‘bocor’ di tablet, smartphone serta laptop. Dan manfaatnya tak berhenti sampai di sana, teknologi ini juga dapat diterapkan ke home appliance, mobil listrik, serta pesawat terbang.

Via The Inquirer. Sumber: ACS.org.

Ilmuwan Berhasil Gunakan DNA Untuk Tempat Menyimpan Data

Dengan makin banyaknya jumlah data yang dihasilkan manusia, upaya penciptaan medium penyimpanan baru selalu dilakukan. Di bulan Februari lalu, peneliti University of Southampton menyingkap koin kaca memori ‘5D’, bisa menampung file sebesar 360TB. Tapi penemuan University of Washington kali ini jauh lebih canggih karena menggunakan ‘elemen organik’.

Ilmuwan dari University of Washington dan Microsoft berkolaborasi demi mengerjakan proyek yang berpotensi mengubah cara manusia menyimpan data selamanya. Tim bersisi computer scientist dan ahli elektro ini menemukan teknik buat mengemas data dalam DNA, dipresentasikan di makalah untuk ACM International Conference on Architectural Support for Programming Languages and Operating Systems.

Melalui prosedur tersebut, besarnya volume yang diperlukan untuk menaruh data menjadi sangat kecil. Ilmuwan University of Washington memberikan sebuah komparasi: data center sebesar Walmart Supercenter bisa diciutkan hingga seukuran kubus gula – terhitung jutaan kali lebih padat dibanding teknologi pengarsipan saat ini. Langkah-langkahnya tentu saja meliputi proses encoding, penyimpanan, dan restorasi dokumen.

Dalam eksperimen, tim berhasil mengodekan data digital berupa empat gambar ke potongan nucleotide DNA sintetis, memanfaatkan metode super-presisi buat mengubahnya jadi adenine, guanine, cytosine dan thymine. Dan tak cuma menempatkan, peneliti sukses membalikkan mekanismenya – mengambil lagi data-data tersebut dari pool DNA yang lebih besar serta mengkonstruksi gambar-gambar itu kembali tanpa kehilangan satupun byte informasi (berkat metode mirip deteksi kode pos).

“Alam telah menciptakan sebuah molekul fantastis bernama DNA yang memiliki kemampuan untuk menyimpan informasi mengenai gen dan bagaimana sistem tubuh bekerja. Ia sangat padat dan kuat,” jelas salah satu penulis makalah, associate professor UW Luis Ceze. “Pada dasarnya kami mengubah fungsinya buat mengemas gambar, video, dan dokumen; dengan penyampaian yang mudah dikelola bahkan dalam waktu ratusan atau ribuan tahun ke depan.”

Untuk sekarang, kendala terbesar bagi teknik storage berbekal DNA ialah besarnya biaya dan masalah efisiensi yang dibutuhkan buat memproduksi DNA sintetis serta proses penempatan data, terutama di skala besar. Namun peneliti percaya, kesuksesan mereka membuktikan tidak ada penghalang dari segi teknis.

Ceze menyampaikan, “Proyek ini adalah contoh bagaimana kami meminjam sesuatu dari alam – yaitu DNA – buat menempatkan informasi. Kami juga menggunakan ilmu komputer – untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan pada memori – dan mengaplikasikannya ke DNA.”

UW team stores digital images in DNA 01

Sumber: Washinton.edu.

Drone Canggih Ini Mampu Mencari Pendaki yang Tersesat di Hutan

Dengan tersedianya perangkat pintar dan kemudahan akses informasi, ternyata masih banyak orang tersesat di hutan tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa keselamatan merupakan salah satu ranah penting di mana teknologi bisa dikembangkan secara lebih ekspansif lagi. Dan gabungan tim peneliti Swiss mencoba memberi jalan keluar melalui pendekatan familier.

Di Swiss, ada 1.000 panggilan darurat dilakukan oleh para pendaki yang terluka atau tersesat selama 12 bulan. Kendala ini mendorong tim dari University of Zurich dan Dalle Molle Institute of Artificial Intelligence buat melangsungkan riset secara bersama-sama. Hasil dari upaya kolaboratif tersebut adalah drone unik, mempunyai spesialisasi untuk menemukan orang-orang yang hilang di belantara.

Anda mungkin sudah tidak asing dengan cara kerja drone, namun kunci dari kemampuan device penyelamat nyawa itu terletak pada sisi software-nya. UAV dilengkapi kecerdasan buatan canggih, berjalan dengan rangkaian algoritma mutakhir. Perangkat lunak bekerja terus menerus dalam memindai area di sekitar drone via kamera build-in yang diposisikan di bagian luar. Teknologi tersebut sangat kompleks, mengharuskan peneliti menciptakan otak komputer sebelum memulai riset.

Swiss Drone 01

Algoritma tersebut ialah faktor wajib. Drone umunya memang dapat terbang tinggi dan banyak orang telah menggunakannya untuk keperluan komersial, tapi kendalanya, ia tidak bisa terbang secara otomatis di area-area ‘kompleks’ seperti hutan lebat. Satu kesalahan perhitungan kecil saja beresiko tabrakan. Oleh karenanya, diperlukan komponen otak pintar – agar UAV sanggup mengetahui seberapa rumit lingkungan itu.

Software drone mensimulasikan cara kerja otak manusia, menjadi semakin pandai berkat latihan, dinamai Deep Neural Networks. Dalam proses pembuatannya, tim peneliti diharuskan mendaki jalan setapak di Swiss Alps (bagian pegunungan Alpine) sembari menjepret puluhan ribu foto sebagai bekal data drone. Informasi tersebut diunggah ke software, dan langsung diuji secara praktek.

Kerja keras mereka memperoleh hasil mengagumkan. Tes dilaksanakan di jalan setapak baru, dan saat terbang, drone sanggup menemukan arah dengan keakuratan sebesar 85 persen – lebih tinggi tiga persen dibanding manusia. Tentu supaya drone dapat membantu penyelamatan, masih banyak aspek yang harus disempurnakan. Target jangka pendek mereka adalah mengajarkan UAV supaya bisa mengenal manusia.

Setelah hal itu terpenuhi, Profesor Luca Maria dari Dalle Molle juga menyampai, kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melihat drone bekerja sama dengan manusia di masa-masa krisis.

Sumber: IEEE.org & Digital Trends.

Kamera Fuji X-T1 IR, Ditujukan Buat ‘Sherlock Holmes Modern’

Ada beragam sebab mengapa belakangan kamera mirrorless Fujifilm banyak dipilih para fotografer. Perhatian sang produsen pada warna, detail dan desain ialah alasan umum mengapa ia begitu disukai (juga digemari penulis kami, Glenn). Kira-kira dua bulan silam lalu, Fuji menyingkap versi terjangkau dari X-T1, dan kali ini mereka memperkenalkan model spin-off-nya. Continue reading Kamera Fuji X-T1 IR, Ditujukan Buat ‘Sherlock Holmes Modern’

Peneliti Klaim Fitur Factory Reset di Android Cacat

Di semua perangkat mobile ada fitur standar yang disebut Factory Reset. Fitur bawaan yang gunanya untuk kembali ke pengaturan awal pabrik yang juga menghapus seluruh data perangkat.

Continue reading Peneliti Klaim Fitur Factory Reset di Android Cacat

Peneliti Berhasil Buat Robot Logam Cair yang Bisa Berubah Bentuk Ala Terminator 2

Masih ingatkah Anda pada seramnya robot yang bisa berubah bentuk T-1000 yang mengejar-ngejar para tokoh utama dalam film Terminator 2 garapan sutradara James Cameron? Fans franchise Terminator mungkin akan bergembira (atau segera siap-siap perang melawan robot) jika tahu baru-baru ini tim ilmuwan berhasil menciptakan robot ‘logam hidup’ berkemampuan serupa. Continue reading Peneliti Berhasil Buat Robot Logam Cair yang Bisa Berubah Bentuk Ala Terminator 2

Teknologi Internet Baru Berpotensi Sentuh Kecepatan 3Tbps

Apa yang akan Anda lakukan seandainya tersedia sambungan internet super-cepat di rumah? Segera membeli hard disk eksternal buat ‘persiapan’ atau mungkin langsung berlangganan PlayStation Now? Ada kabar baik untuk kita semua, tim riset Inggris sedang mengembangkan teknologi internet berbasis cahaya, membuka potensi kecepatan akses hingga 3Tbps. Continue reading Teknologi Internet Baru Berpotensi Sentuh Kecepatan 3Tbps

Ilmuwan Berhasil Buat Perangkat ‘Teleportasi’ Berbasis 3D Printer

Tak cuma berdampak besar bagi budaya perfilman, Star Trek menginspirasi banyak desainer dalam membuat terobosan teknologi contohnya Palm PDA hingga telepon seluler. Alat bernama Tricorder menggagas ide Google Earth, bahkan NASA menamai prototype pesawat angkasa mereka Enterprise. Tapi sampai sekarang, teleportasi masih jauh berada di luar jangkauan kita. Continue reading Ilmuwan Berhasil Buat Perangkat ‘Teleportasi’ Berbasis 3D Printer

Bukan Gurita Atau Spesies Baru, Ini Adalah Robot Ciptaan Tim Peneliti Yunani

Gurita memiliki tingkat kecerdasan jauh lebih tinggi dibanding hewan tak bertulang belakang lain. Hewan ini mampu belajar serta bermain ketika mereka menginginkannya. Satu hal yang membuat para ilmuwan terpesona ialah cara gurita bergerak. Dan tim peneliti Yunani akhirnya terinspirasi untuk membuat robot menyerupai hewan berlengan delapan tersebut. Continue reading Bukan Gurita Atau Spesies Baru, Ini Adalah Robot Ciptaan Tim Peneliti Yunani