Geliat “Reseller” Berjualan di Media Sosial

Pekerja informal merupakan kelompok yang paling rentan terdampak pengaruh pandemi. Mereka harus putar otak mencari pekerjaan tambahan untuk melanjutkan hidup. Pilihan pertama yang biasanya diambil adalah berdagang menjual produk-produk yang sedang dicari masyarakat.

Dalam tulisan DailySocial sebelumnya, pemain social commerce saat ini sedang memanfaatkan momentum dalam menjaring reseller baru karena terjadi pergeseran konsumsi belanja ke platform digital. Dampak kenaikan tersebut tidak merata hanya dinikmati pemain e-commerce, tapi juga platform social commerce.

Platform social commerce menawarkan kesempatan menjadi reseller dengan mudah. Hanya bermodalkan smartphone dan tidak memerlukan modal awal. DailySocial mewawancarai tiga pemain reseller yang kini cukup berbahagia karena kenaikan jumlah reseller yang bergabung, yakni RateS, Woobiz, dan Evermos.

Evermos saat ini melakukan pendekatan yang berbeda dalam menjaring reseller baru. Mereka menggratiskan biaya pendaftaran dari awalnya harus membayar biaya komitmen awal sebesar Rp300 ribu. CEO Evermos Iqbal Muslimin mengatakan pandemi telah memakan lebih dari dua juta orang yang terkena PHK karena itulah kebutuhan orang menghasilkan penghasilan tambahan juga semakin besar.

“Kita membuat dalam rangka memberdayakan para pekerja informal yang terkena dampak langsung seperti driver ojek online dan agen travel umroh bekerja sama dengan PergiUmroh,” ucapnya.

“Alhamdulillah reseller baru juga bisa mulai lancar jualan karena konsumen juga menghindari aktivitas di luar dan mulai beralih ke pesan produk secara online atau lewat WA,” sambungnya.

Dia tidak menyebutkan seberapa besar kenaikan reseller sejak pandemi. Namun ia menyatakan bahwa sekarang ada lebih dari 100 ribu reseller yang bergabung dan tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.

Data Woobiz tak jauh berbeda. Co-Founder Woobiz Putri Noor Shaqina menuturkan banyak orang yang tertarik bergabung dengan Woobiz karena mereka bisa mendapatkan pendapatan tanpa perlu meninggalkan tempat tinggal atau pergi jauh.

“Mitra lama kami juga mengalami dampak positif di mana banyak tetangga-tetangga mereka yang berbelanja ke mitra kami. Kami melihat peningkatan rata-rata transaksi mitra kami hingga lebih dari 30% setiap bulannya sejak pandemi ini,” katanya.

Woobiz disebutkan memiliki 10 ribu mitra sejak pertama kali beroperasi pada Juli tahun lalu. Mayoritas mereka berasal dari Jabodetabek, lalu menyebar ke Jawa Barat, Timur, dan Tengah sejak bekerja sama dengan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPPNU).

RateS juga demikian. Startup asal Singapura ini baru masuk ke Indonesia sejak Juni tahun lalu namun pencapaiannya diklaim memuaskan. Chief Strategy Officer RateS Albert Ho menerangkan, perusahaan kini memiliki ratusan ribu reseller yang bergabung.

“Bisa dikatakan mayoritas reseller kami ada di Pulau Jawa, tapi juga ada di Medan, Makassar, Palembang, dan Balikpapan. Separuh reseller kami tidak ada yang datang dari kota lapis pertama. Kami banyak menyentuh kota lapis dua dan tiga, seperti Sukabumi, Cianjur, dan Malang,” kata Albert.

Terus melengkapi produk

Sama seperti pemain e-commerce, katalog produk semakin dilengkapi agar tetap relevan dengan permintaan yang sedang tinggi, seperti produk-produk yang berkaitan dengan kesehatan dan makanan pokok sehari-hari. Di Evermos, perusahaan menambah kemitraan dengan UKM produsen herbal untuk mengenalkan produk vitamin dan madu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Evermos termasuk pemain reseller yang fokus pada produk halal seperti fesyen, makanan, kosmetik, dan kebutuhan rumah tangga.

“Ini [produk vitamin] merupakan salah satu top kategori kita. Kita selalu sesuaikan produk UKM untuk reseller agar bisa dijual dengan mudah apalagi di masa pandemi.”

Sementara itu, kategori produk yang paling laku dijual reseller di RateS adalah bahan pokok rumah tangga, alat masak, dan mainan untuk anak. Lalu alat-alat olahraga, seperti tikar yoga, juga sering dicari. Albert memperkirakan pertumbuhan transaksi di kategori tersebut setidaknya mencapai 30% sejak pandemi.

“Intinya [kenaikan] memang seperti yang kita pikirkan: selama lockdown, orang Indonesia masih ingin menghibur anak-anak mereka dengan mainan, lebih banyak memasak di rumah, lebih banyak hiburan di rumah. Tentunya, produk fesyen saat ini turun sekali,” tutur Albert.

RateS menempatkan dirinya sebagai pemain yang kuat di produk alat-alat rumah tangga dan ibu dan anak. Albert menuturkan dalam pengadaan barang ini perusahaan bekerja sama dengan produsen peralatan asli (original equipment manufacturer/OEM) di luar negeri lalu mengimpornya ke Indonesia. Ada 200 pabrikan yang sudah digaet perusahaan.

Sementara untuk pengadaan produk dari lokal, masih bisa dihitung jari baru lima brand. “Untuk penyimpanan, kami memakai inventaris kami di berbagai gudang di seluruh Indonesia. Idealnya kami ingin sedekat mungkin dengan ekonomi pedesaan, jadi pengiriman jarak jauh kami paling rendah ke pelanggan.”

Woobiz juga memperluas kerja samanya dengan brand FMCG untuk memenuhi permintaan di lapangan. Perusahaan tersebut menyediakan kurasi produk dari beragam brand dari kategori kecantikan, makanan dan minuman, fesyen muslim, aksesoris, perawatan dan kesehatan, ibu dan anak, dan produk segar.

Perlu peningkatan kapabilitas

Ketiga pemain reseller ini kompak menyatakan orang Indonesia itu sangat sosial. Masih banyak orang yang membutuhkan bantuan ketika ingin membeli produk secara online. Untuk itu dibutuhkan sosok reseller yang membantu mereka secara personal.

“Target konsumen reseller adalah mereka yang bisa di-touch langsung secara offline atau lewat aplikasi media sosial dan chat messaging mereka,” tandas Iqbal.

Kendati ketiganya membuka channel penjualan di media sosial, mereka juga membuka kesempatan untuk berjualan di platform digital lainnya, misalnya membuka toko di situs e-commerce. Iqbal menuturkan pihaknya membuka portal pribadi bernama Berikhtiar.com untuk mewadahi reseller yang terbiasa berjualan online.

Sementara itu, di RateS, semua reseller diarahkan untuk sepenuhnya berjualan di platform e-commerce. Kata Albert, pilihan tertinggi reseller untuk berjualan adalah di Shopee, disusul Tokopedia.

Di Woobiz, menurut Putri, meski fokusnya berjualan di media sosial, reseller mulai diarahkan untuk untuk berjualan di platform e-commerce agar mereka dapat menjangkau konsumen lebih luas. Reseller dapat mengikuti program kelas internal yang diberi nama Woouniversity.

Reseller kami berjualan di aplikasi media sosial seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram. Ketiganya jadi lebih sering digunakan. Fitur status di media sosial memudahkan mitra memasarkan barang tanpa harus menawarkan secara personal. Bahkan aktivitas berjualan melalui grup komunitas WA semakin gencar untuk meningkatkan penghasilan.”

Dampak ekonomi yang diberikan aplikasi reseller ini sebenarnya cukup jelas. Reseller bisa mendapatkan penghasilan tambahan untuk menyambung hidup. Pemberdayaan secara berkelanjutan tentunya harus dilakukan oleh para pemain tersebut agar reseller tersebut bisa naik tingkat hingga mampu memproduksi barang sendiri.

Kehadiran program pendampingan untuk membimbing mereka perlu disiapkan, seperti cara pemasaran, manajemen keuangan, hingga menyiapkan mental sebagai pengusaha.

“Kami memiliki misi agar para mitra kami dapat mandiri secara finansial, meningkatkan kemampuan ekonomi mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” pungkas Putri.

Kantongi Pendanaan Seri A Rp 115 Miliar, Evermos Ingin Bangun Ekosistem Ekonomi Digital Muslim

Makin besarnya minat masyarakat Indonesia untuk membeli produk halal, menjadi salah satu alasan mengapa platform seperti Evermos hadir. Startup yang didirikan pada tahun 2018 di Bandung ini menghubungkan brand dengan konsumen melalui program reseller. Perusahaan mengklaim fokus ke semua produk muslim, halal dan sesuai dengan syariah.

“Evermos mencoba untuk menjembatani antara brand brand muslim lokal dan nasional dengan resellerreseller yang akan menjual produk produknya ke konsumennya. Reseller bisa menjual produk yang tersedia ke teman, tetangga atau keluarga secara langsung atau melalui WhatsApp atau media sosial,” kata CEO dan Co-Founder Evermos Iqbal Muslimin kepada DailySocial.

Berdasarkan data Thomson Reuters, pasar untuk produk halal dan syariah sedang bertumbuh sangat pesat mencapai $2 miliar pada tahun 2016 dan diprediksi akan naik hingga $3,8 miliar pada tahun 2022. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran besar dalam pertumbuhan ekonomi Islam di Indonesia dan Evermos mempunyai visi untuk menjadi penggerak utama ekonomi muslim di Indonesia.

“Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, pengembangan ekonomi Islam di Indonesia memiliki dampak positif bagi perekonomian negara secara umum dan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Evermos tidak hanya ingin menjadi platform kolaborasi antara pemilik merek dan reseller, tapi juga menjadi pendukung bagi keduanya dalam melakukan bisnis sesuai syariah,” kata Iqbal.

Reseller yang ingin bergabung akan dikenakan biaya pendaftaran Rp300 ribu. Untuk setiap penjualan Evermos akan mengambil komisi. Saat ini jaringan Evermos sudah tersedia di seluruh Indonesia dan aplikasinya tersedia di Google Play. Jumlah reseller sendiri disebut mencapai 20 ribu.

“Kami berharap nantinya semua reseller bisa fokus kepada penjualan. Evermos juga menghadirkan teknologi, stok produk hingga pengiriman. Untuk semua produk yang terjual, reseller bisa mendapatkan rata-rata komisi sebesar 20%,” kata Iqbal.

Rencana Evermos usai pendanaan

Setelah mendapatkan pendanaan Seri A sejumlah $8,25 juta (Rp 115 Miliar) dari Jungle Ventures, Shunwei Capital, dan Alpha JWC Ventures, ada beberapa target yang ingin dicapai oleh perusahaan, termasuk membangun ekosistem ekonomi digital Muslim dan menggandeng lebih banyak pelaku industri. Evermos juga memiliki target untuk mengakuisisi lebih banyak reseller.

Ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk menggali potensi di segmen lain, termasuk dalam hal sosial, ZISWAF, halal travel, dan fintech syariah.

“Kami sangat antusias untuk berpartner dengan tim pendiri Evermos karena mereka sangat mengenal ekonomi syariah yang besar di Indonesia dengan visi yang jelas dan menyokongnya dengan teknologi. Mereka bersungguh-sungguh membangun ekosistem untuk membantu orang Indonesia agar dapat penghasilan tambahan, membantu keluarganya tanpa memandang status pekerjaan dan pendidikannya. Mereka juga merupakan para tim pendiri yang sudah pernah membuat beberapa startup digital bersama-sama dan punya banyak pengalaman untuk bisa membangun dan menumbuhkan startup nya dengan cepat,” kata Principal Jungle Ventures Yash Sankrityayan.

Application Information Will Show Up Here