Riot Batalkan League of Legends MSI karena Corona

Riot Games memutuskan untuk membatalkan Mid-Season Invitational (MSI), turnamen League of Legends internasional yang biasanya diadakan pada pertengahan tahun, karena virus corona. Biasanya, MSI diadakan pada bulan Mei. Riot sempat menunda penyelenggaraan turnamen tersebut menjadi Juli sebelum akhirnya membatalkannya sama sekali. Sekarang, mereka akan fokus pada League of Legends World Championship, yang akan diadakan di Tiongkok. Tahun ini akan menjadi tahun ke-10 diselenggarakannya LWC. Karena itu, Riot berencana untuk mengadakan perayaan besar-besaran.

Salah satu fungsi MSI adalah untuk menentukan tim yang melaju ke LWC, menurut The Esports Observer. Dengan adanya Pacific Championship Series dan dibatalkannya MSI maka Riot menetapkan peraturan baru tentang tim-tim yang masuk ke LWC. Dari liga di Tiongkok dan Eropa, akan dipilih empat tim dari masing-masing liga. Sementara untuk liga di Korea Selatan dan Amerika Utara, akan terpilih tiga tim per liga. Dua tim akan dipilih dari liga di Asia Tenggara dan Vietnam. Sementara dari liga di Brasil, Turki, Jepang, Amerika Latin, Oceania, dan CIS (Commonwealth of Independent States), akan terpilih satu tim per liga.

Di tengah pandemik virus corona, banyak kegiatan olahraga yang harus dibatalkan, seperti balapan, liga basket, serta liga sepak bola. Untungnya, pertandingan esports masih bisa diadakan, walau hanya secara online. Riot meyakinkan, keputusan mereka untuk membatalkan MSI bukan berarti mereka tidak akan menyelenggarakan turnamen League of Legends lain dalam waktu dekat.

MSI batal
Riot batalkan MSI 2020 agar bisa fokus pada LWC. | Sumber: The Esports Observer

“Kami tengah berdiskusi dengan tim lain di Riot untuk mempertimbangkan acara dan kegiatan alternatif yang bisa menggantikan MSI,” kata John Needham, Global Head of League of Legends Esports, Riot, menurut laporan Polygon. “Kami berharap, kami akan bisa membuat rencana yang cukup matang sehingga kami bisa mengumumkannya dalam waktu beberapa minggu ke depan.”

Untuk menggantikan MSI, kemungkinan, Riot akan mengadakan turnamen esports regional. Dengan begitu, diharapkan tidak ada kendali terkait jaringan internet. Dalam pertandingan online, jika dua tim yang berlaga ada di region yang berbeda, kemungkinan besar, ping akan menjadi sangat tinggi. Ini tidak hanya akan membuat frustasi para pemain, tapi juga para penonton.

Dalam beberapa minggu belakangan, liga regional League of Legends masih bisa berjalan. Setelah sempat tertunda, liga League of Legends di Amerika Utara, Eropa, Korea Selatan, dan Tiongkok akhirnya kembali diselenggarakan. Mengingat pertandingan diadakan secara online, Riot mengambil sejumlah tindakan untuk memastikan bahwa tidak ada pemain yang berbuat curang sepanjang pertandingan.

Sumber header: ESTNN

ESPN Gelar Turnamen Valorant, TSM Cari Pemain Valorant Profesional

Game tactical shooter dari Riot Games, Valorant, masih dalam tahap closed beta. Meskipun begitu, telah muncul beberapa turnamen esports dari game itu. Salah satunya adalah ESPN Esports Valorant Invitational, yang diadakan pada 20 April sampai 22 April 2020. Turnamen Valorant ini akan menyertakan delapan tim. Menariknya, para pemain yang berlaga dalam turnamen itu merupakan pemain profesional dari game esports lainnya, mulai dari Overwatch, Rainbow Six Siege, Counter-Strike: Global Offensive, Fortnite, Apex Legends, sampai League of Legends.

Beberapa pemain yang akan ikut serta dalam ESPN Esports Valorant Invitational antara lain pemain Rainbow Six Siege Troy “Canadian” Jaroslawski, pemain CS:GO Tyler “Skadoodle” Latham, dan runner-up dari Fortnite World Cup Harrison “psalm” Chang. Turnamen Valorant tersebut akan disiarkan di channel Twitch dari ESPN Esports.

Inilah delapan tim yang akan berlaga dalam ESPN Esports Valorant Invitational, menurut pernyataan resmi dari ESPN.

Team Mirage: Brax, Ska, AZK, n0thing, Hiko, Skadoodle
Team Battlegrounds: Vegas, Venerated, Valliate, YaBoiDre, Sharky, 7Teen
Team Llama: Psalm, thwifo, joseph, highsky, Xxi
Team Six: Canadian, Rampy, Thinkingnade, Nvk, Necrox
Team Canyon: Aceu, Dizzy, Mendo, Kellar, Syncdez
Team Rift: Dyrus, Xmithie, Siphtur, Doublelift, Imaqtpie

ESPN Esports Valorant Invitational
ESPN Esports Valorant Invitational diikuti oleh 8 tim. | Sumber: ESPN

Sementara itu, Team SoloMid (TSM) mengumumkan bahwa mereka akan membentuk tim Valorant profesional. Selain itu, mereka juga akan kreator konten dari game buatan Riot tersebut. TSM bukanlah satu-satunya organisasi esports yang tertarik untuk membentuk tim Valorant. Sebelum ini, ada beberapa organisasi esports yang telah melakukan hal yang sama, termasuk Cloud9, Ninja in Pyjamas, dan T1, menurut laporan Inven Global.

T1, yang dikenal dengan tim League of Legends, bergerak cepat dalam merekrut pemain Valorant. Pada 9 Maret 2020, mereka menandatangani kontrak dengan pemain Valorant pertama mereka, yaitu Braxton “Brax” Pierce, mantan pemain CS:GO profesional. Pada 7 April 2020, T1 merekrut pemain Valorant kedua mereka, yaitu Keven “AZK” Larivière, yang merupakan mantan rekan Pierce. Tak berhenti sampai di situ, T1 juga telah mengadakan turnamen Valorant dengan tujuan memamerkan kemampuan tim profesional mereka.

Sementara itu, pada 8 April, Ninjas in Pyjamas memperbarui kontrak dengan tim Paladin mereka. Hanya saja, para pemain Paladin tersebut akan banting setir dan bermain Valorant. Satu-satunya perubahan adalah Erik “Bird” Sjösten akan mengundurkan diri sebagai pemain dan mengisi posisi sebagai Head Coach. Cloud9 menjadikan Tyson “TenZNgo sebagai pemain Valorant profesional pertama mereka pada 14 April 2020. Ngo adalah pemain profesional CS:GO yang telah mengundurkan diri pada tahun lalu. Dia lalu bergabung dengan Cloud9 sebagai kreator kreator. Namun, sekarang, dia kembali aktif sebagai pemain.

Riot Tantang Hacker Cari Celah Keamanan di Software Anti-Cheat Valorant

Belum lama ini, Riot Games meluncurkan versi closed beta dari Valorant. Bersamaan dengan itu, mereka juga memperkenalkan software anti-cheat Valorant, yaitu Vanguard. Sayangnya, software anti-cheat ini menuai kontroversi. Salah satu alasannya adalah karena Vanguard langsung aktif ketika komputer dinyalakan, walau Anda tidak memainkan Valorant. Selain itu, Vanguard juga memiliki akses level kernel dari komputer.

Dalam blog, Riot menjelaskan, jika software anti-cheat Valorant hanya bisa mendapatkan akses ke level user, maka ia tidak akan bisa mendeteksi cheat yang mendapatkan akses lebih tinggi. Riot juga menegaskan bahwa mereka tidak mengumpulkan informasi pribadi para pengguna. Mereka mengatakan, Vanguard memiliki akses ke level kernel hanya untuk melakukan validasi sistem dan memastikan pemain tidak menggunakan cheat.

“Riot tidak mengumpulkan data pribadi yang tidak digunakan untuk memastikan integritas dari game yang Anda mainkan,” kata Riot, menurut laporan Euro Gamer. Meskipun begitu, Riot mengambil langkah ekstra untuk memastikan bahwa Vanguard aman. Mereka menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi hacker yang dapat menemukan celah keamanan pada Vanguard. Mereka membuat tawaran ini di HackerOne, situs yang memungkinkan perusahaan menawarkan hadiah pada hacker yang melaporkan celah keamanan di softwawre mereka.

anti-cheat valorant
Software anti-cheat Valorant menimbulkan kontroversi. | Sumber: Riot Games

“Untuk menunjukkan komitmen kami dalam melindungi keamanan data para pemain, kami menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi orang yang bisa mendemonstrasikan celah keamanan pada Vanguard,” ujar Riot. “Jika Anda bisa membantu kami melindungi para pemain kami dan data mereka dengan melaporkan celah keamanan yang ada, itu berarti Anda adalah orang hebat dan kami ingin memberikan apresiasi.”

Ini bukan kali pertama Riot memanfaatkan HackerOne untuk mencari kelemahan pada game dan software mereka. Namun, ini adalah kali pertama mereka membuat bug bounty khusus untuk Vanguard. Selain itu, hadiah yang mereka tawarkan kali ini juga lebih tinggi dari sebelumnya. Tampaknya, Riot memang serius untuk meyakinkan para pengguna mereka bahwa mereka tidak mengumpulkan data pengguna.

Meskipun masih belum diluncurkan secara resmi, Valorant memiliki hype yang sangat tinggi. Buktinya, game ini berhasil memecahkan rekor jumlah penonton conccurrent di Twitch. Selain itu, sudah muncul diskusi tentang ekosistem esports dari game tersebut. Salah satu organisasi esports ternama asal Korea Selatan, T1, bahkan telah mengadakan turnamen Valorant. Meskipun begitu, Riot mengungkap bahwa mereka tidak akan turun tangan langsung dalam pengembangan scene esports dari Valorant.

Riot tak Tangani Turnamen Esports Valorant Sendiri

Riot Games adalah salah satu developer pertama yang sadar pentingnya menyelenggarakan turnamen esports dari game yang mereka buat. Pada 2013, mereka membuat League Championship Series (LCS), turnamen esports untuk kawasan Amerika Utara. Empat tahun kemudian, pada 2017, Riot mengumumkan bahwa mereka akan mulai menerapkan sistem franchise pada LCS. Dengan begitu, Riot bisa menentukan tim yang dapat berlaga di LCS. Sementara para tim tak perlu khawatir mereka akan terdelegasi jika performa mereka tidak baik.

Keputusan Riot untuk langsung turun tangan dalam pengembangan esports League of Legends berbuah manis. Saat ini, League of Legends berhasil menjadi salah satu game esports paling populer dan paling lama di dunia, walau game tersebut tak terlalu dikenal di Indonesia. Faktanya, Blizzard juga mulai meniru cara Riot. Mereka kini aktif mengembangkan scene esports dari Overwatch dan Call of Duty. Namun, Riot tampaknya tidak akan mengembangkan scene esports dari Valorant, game tactical shooter terbaru mereka, dengan cara yang sama, lapor Polygon.

esports valorant
Saat ini, Valorant masih dalam tahap beta.

Memang, sekarang Valorant masih dalam tahap beta. Meskipun begitu, game tersebut telah menarik perhatian banyak orang. Buktinya, Valorant berhasil memecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Karena itu, tidak heran jika muncul pertanyaan tentang rencana Riot dalam pengembangan ekosistem esports Valorant. Riot menyebutkan, mereka tidak akan langsung turun tangan untuk menyelenggarakan turnamen Valorant. Sebagai gantinya, mereka akan membiarkan pihak ketiga yang bertanggung jawab atas kompetisi dari game shooter tersebut.

Riot menyebutkan, kompetisi esports Valorant akan terbagi dalam tiga tier, berdasarkan besar hadiah dan pihak yang menyelenggarakan turnamen. Tier pertama adalah turnamen kecil, yang biasanya diadakan oleh warung internet atau komunitas lokal. Tier kedua merupakan turnamen kelas menengah, biasanya diadakan oleh sebuah merek atau organisasi esports, seperti yang T1 lakukan pada minggu ini. Tier terakhir adalah turnamen besar, yang biasanya diadakan oleh penyelenggara turnamen esports ternama, seperti ESL dan DreamHack.

Meskipun Riot tidak turun tangan langsung pada penyelenggaraan turnamen esports Valorant, mereka menetapkan beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh pihak penyelenggara. Salah satu aturan dari Riot adalah dalam siaran pertandingan Valorant, opsi “Show Blood” harus dinonaktifkan. Tujuannya agar konten dapat dimonetisasi dengan lebih mudah.

DreamHack dan Riot Bekerja Sama Adakan Northern League of Legends Championship

DreamHack bekerja sama dengan Riot Games untuk menyelenggarakan Northern League of Legends Championship (NLC). Liga League of Legends yang ditujukan bagi organisasi esports asal Eropa Utara ini akan mencakup Finlandia, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris Raya dan Irlandia. Pertandingan pertama dari liga tersebut akan diadakan pada Juni.

Di tengah pandemik virus corona, pertandingan reguler dari NLC akan diadakan secara online, sama seperti liga League of Legends di kawasan lain. Namun, babak final dari NLC, yang bakal diselenggarakan pada Agustus, akan diadakan dalam DreamHack Summer di Jönköping, Swedia.

“Sejak lama, DreamHack telah menjadi penyelenggara esports nomor satu di kawasan Nordik. Kami senang dapat menjalin kerja sama jangka panjang dengan Riot untuk membuat ekosistem yang lebih stabil bagi para pemain, fans, dan tim League of Legends,” kata Michael Van Driel, Chief Product Officer, DreamHack, seperti dikutip dari Esports Insider. Perjanjian antara DreamHack dan Riot Games akan berlangsung selama tiga tahun. “NLC juga telah menggandeng 12 organisasi esports dari berbagai negara di Eropa Utara. Kami percaya, ini akan menjadi turnamen esports terbaik di kawasan Nordik.”

Northern League of Legends Championship
Skema Northern League of Legends Championship.

Kehadiran NLC juga didukung oleh perusahaan telekomunikasi Telia Company. Sebelum bekerja sama dengan Riot Games, Telia telah mengadakan Telia Esports Series, yang terdiri dari liga League of Legends nasional untuk kawasan Finlandia, Swedia, Norwegia, dan Denmark, lapor Gamasutra. Dua tim terbaik dari liga nasional buatan Telia akan bisa maju ke turnamen Telia Masters. Dari sini, tim-tim terbaik akan berlaga di NLC.

“Kami bekerja sama dengan DreamHack dan Telia untuk membuat turnamen bagi pemain League of Legends terbaik di kawasan Nordik,” ujar Mo Fadl, Head of Publishing Nordics, Riot Games. “Dengan begitu, jalan dari liga amatir ke liga profesional menjadi semkain jelas. Kami tidak sabar untuk melihat para talenta yang akan berlaga di pertandingan internasional.”

Untuk musim pertama, NLC akan menawarkan total hadiah sebesar setidaknya SEK 1 juta (sekitar Rp1,6 miliar). Beberapa organisasi esports yang telah mengonfirmasi partisipasi mereka antara lain ENCE, Nordavind, Singularity, Excel Esports, Fnatic, dan Barrage.

Riot Games Wajibkan Sensor Efek Darah Pada Turnamen Valorant

Melihat antusiasme yang tinggi terhadap Valorant, Riot Games lalu segera mengumumkan rencana esports yang akan mereka lakukan. Lewat postingan resmi yang terbit 16 April 2020 ini, Riot mengumumkan segala rencananya yang akan dilakukan untuk membangun ekosistem esports Valorant dalam beberapa waktu ke depan.

Memang belakangan Valorant sedang jadi buah bibir di kalangan gamers. Walau masih beta, tapi Valorant sudah pecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Dengan karakteristik yang mirip dengan CS:GO, salah satu streamer ternama di skena FPS yaitu Shroud, bahkan mengatakan bahwa Valorant merupakan game yang luar biasa. Antusiasme untuk membuat ini menjadi esports juga tinggi, terlihat salah satunya lewat organisasi esports asal Korea Selatan yaitu T1, yang akan mengadakan turnamen Valorant.

Sebagai gantinya, tembakan headshot akan memberi efek percikan. Sumber: Polygon
Sebagai gantinya, tembakan headshot akan memberi efek percikan. Sumber: Polygon

Terkait ekosistem esports yang direncanakan untuk Valorant pada jangka pendek, Riot Games mengatakan bahwa mereka akan membiarkan game ini tumbuh berkembang secara alami terlebih dahulu, memperkenankan komunitas untuk membuat kompetisinya masing-masing. Maka dari itu Riot membuat satu pedoman untuk komunitas dalam hal membuat turnamen.

Satu yang menarik adalah, turnamen Valorant yang diselenggarakan oleh komunitas, diharuskan untuk menyensor efek darah. Untungnya, pengaturan ini sudah disediakan di dalam game client, jadi pengguna cukup mematikan opsi “Show Blood”.

Dalam penerapannya, jika turnamen hanya menggunakan sudut pandang dari in-game observer, ini mungkin cukup mudah, karena hanya perlu mematikan opsi tersebut pada PC yang digunakan sebagai observer. Tetapi jika menggunakan sudut pandang dari para streamer layaknya Twitch Rivals, ini tentu akan jadi agak menyulitkan, karena penyelenggara harus memastikan semua peserta telah mematikan opsi tersebut.

Nuansa kekejaman game competitive shooter memang masih jadi polemik hingga saat ini. Masalah yang muncul dari nuansa kekejaman pada game competitive shooter adalah membuat game tersebut jadi sulit diterima secara umum.

Ini memberi dampak yang cukup besar, seperti membuat komite Olimpiade jadi enggan menyajikan esports game competitive shooter, gara-gara nuansa kekejaman yang ada di dalam game. Belum lagi salah satu pasar gaming terbesar yaitu Tiongkok, punya aturan yang melarang kehadiran darah dan kata bunuh di dalam game. Apalagi Tiongkok menerapkan peraturan tersebut dengan ketat, bahkan membuat PUBG Mobile terpaksa ubah nama jadi Game For Peace.

Kehadiran peraturan ini tentu sedikit banyak memberi pengaruh positif terhadap penerimaan Valorant secara umum. Selain peraturan tersebut, tidak banyak peraturan lain yang sifatnya restriktif dalam membuat turnamen. Pada skala kecil, penyelenggara tidak perlu melapor kepada Riot jika ingin membuat turnamen. Namun untuk gelaran yang lebih besar atau mungkin internasional, penyelenggara harus bekerja sama dengan pengembang dalam membuat turnamennya.

Apakah Riot Games Akan Hadirkan Valorant Mobile?

Valorant memang sedang menjadi game yang diperbincangkan komunitas belakangan ini. Walau masih dalam status beta, game ini sudah pecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Organisasi esports asal Korea Selatan, T1, bahkan sudah tak sabar dan akan mengadakan turnamen Valorant. Hype tersebut jadi semakin tidak terbendung setelah streamer FPS kawakan seperti Shroud, berpendapat bahwa Valorant adalah game yang luar biasa.

Seakan tidak bisa berhenti menjadi hype, baru-baru ini muncul informasi lain dari Valorant yang mungkin akan membuat para gamers Indonesia turut terhanyut dalam kehebohan. Ini karena, salah seorang pemain secara tidak sengaja menemukan skema kontrol analog dalam Valorant yang mengindikasikan kehadiran Valorant mobile.

Pemain yang menemukan ini adalah seorang pengguna Reddit, dengan username Spacixr. Pada postingan 3 hari lalu, ia mengatakan bahwa dirinya mencoba bermain Valorant menggunakan laptopnya dengan menggunakan Tablet Mode bawaan Windows 10.

Sumber: Reddit
Sumber: Reddit

Namun setelah berhasil membuka Valorant, ia malah menemukan layarnya penuh dengan berbagai ikon, yang menunjukkan skema kontrol mobile game FPS. Ia mencoba menggunakannya kontrol mobile game FPS pada Practice Mode, dan ternyata bisa digunakan.

Kebenaran akan informasi ini tentu masih dipertanyakan, karena informasinya yang datang forum, yang bisa saja gambar tersebut hanyalah hasil edit digital saja. Tetapi selain pengguna Reddit, ada juga seorang streamer bernama FireMonkey yang membongkar jeroan kode Valorant, dan menemukan ikon-ikon untuk kebutuhan tampilan skema kontrol analog FPS mobile.

Tetapi lagi-lagi, kehadiran informasi ini belum bisa dipastikan, dan belum bisa membenarkan kehadiran Valorant untuk mobile. Walau demikian, sebenarnya ada beberapa kemungkinan yang membuat Riot Games dapat menyajikan Valorant untuk pengguna mobile.

https://www.twitter.com/FireMonkey__/status/1246427130696732672

Kemungkinan tersebut datang dari beberapa faktor, misalnya pasar mobile gaming yang besar, terutama di Tiongkok. Hal lain mungkin adalah status Riot Games yang sudah menjadi milik Tencent Games. Mengingat perusahaan game asal Tiongkok tersebut sudah punya banyak pengalaman dalam mengembangkan game shooter di mobile, maka Riot Games bisa saja bekerja sama dengan Tencent untuk menyajikan Valorant mobile.

Tencent Games sudah berhasil menyajikan beberapa game FPS yang ternyata secara mengejutkan, nyaman dimainkan dan dapat diterima oleh banyak pemain. PUBG Mobile jadi salah satu contohnya, yang sudah diunduh 600 juta kali pada Desember 2019 lalu. Contoh lainnya adalah Call of Duty Mobile, yang bisa dibilang sebagai salah satu FPS ternyaman untuk mobile hingga saat ini.

Jika Valorant benar-benar akan rilis di mobile, ini tentu akan menjadi berita bahagia bagi para gamers di Indonesia. Apalagi Valorant juga menarik dan cukup mudah untuk dipelajari, karena dengan gameplay familiar seperti CS:GO, serta tambahan skill yang membuat permainan jadi lebih variatif.

Kira-kira apakah akan ada Valorant untuk mobile? Semoga saja hal tersebut bisa terjadi, agar kita semua bisa mencicipi FPS terbaru besutan Riot Games tersebut.

Riot Games Ungkap Skema Kompetisi Global Teamfight Tactics

Riot Games umumkan skema kompetisi Global untuk Teamfight Tactics. Iterasi Auto-Battler besutan Riot Games ini memang mendapat banyak perhatian saat rilis pertama kali di tahun 2019 lalu. TFT sempat memiliki lebih dari 33 juta pemain setiap bulannya pada September 2019 lalu, dan Riot bahkan mengklaim TFT sudah memiliki 80 juta pemain secara global sampai sejauh ini.

Kesuksesan ini segera menjadi pembuka kesempatan bagi Riot Games untuk menciptakan ekosistem esports bagi game ini. Pada November 2019 lalu, TFT sempat melakukan percobaan, gelar turnamen Teamfight Tactics bersama dengan State Farm dan Fandom. Melihat antusiasmenya yang baik, Riot Games pun umumkan Teamfight Tactics Galaxies Championship, skema kompetisi global Teamfight Tactics.

Kompetisi global ini akan menampilkan 16 pemain dari berbagai belahan dunia, bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$200 ribu (sekitar Rp3,1 miliar). 16 pemain itu akan berebut posisi dari kualifikasi yang diadakan di 8 regional, yaitu China, Europe (termasuk CIS dan Middle-East), Japan, South Korea, North America, Brazil, Latin America, dan Turkey.

Kompetisi dimulai dari bulan Mei, Riot Games akan menghadiahi poin mingguan kepada pemain regional North Amerika dengan peringkat tertinggi. Setelah 12 pekan, 10 pemain dengan poin terbanyak akan mendapatkan spot untuk bertanding di babak final regional Amerika Utara.

Sumber: Riot Games
Sumber: Riot Games

Mengutip Esports Insider, Whalen Rozelle, Director of Global Esports at Riot Games mengatakan. “Lewat Teamfight Tactics: Galaxies Championship, kami ingin menghadiah semua pemain yang sudah berdedikasi untuk menguasai TFT dan memberikan mereka tujuan lebih dari sekadar mencapai ranking tertinggi saja. Untuk mendukung ini, kami membuat jalur menuju laga utama yang dapat diakses secara global, lewat in-game ladder ataupun turnamen online.”

Nantinya, tak hanya lewat ranking, tetapi juga akan ada turnamen online yang berhadiah spot untuk bertanding di laga final dari masing-masing regional. Riot juga sudah menyiapkan pedoman komunitas, untuk para penyelenggara pihak ketiga yang ingin kompetisinya diikutsertakan ke dalam ekosistem Teamfight Tactics Galaxies Championship.

Dari pengumuman ini, satu yang cukup janggal adalah ketidakhadiran regional Southeast Asia di dalam skema TFT Galaxies Championship. Memang regional yang ada dalam skema adalah regional tempat di mana Riot Games menangani sendiri distribusi MOBA besutan mereka, League of Legends.

Sampai saat ini, distribusi game besutan Riot Games di Southeast Asia masih ditangani oleh publisher lokal, Garena. Akankah Garena memberi jalan tersendiri untuk menuju ke tingkat global dalam kompetisi Teamfight Tactics?

Bagaimana Rencana Riot Games Dalam Pengembangan Komunitas Legends of Runeterra di Indonesia?

Beberapa waktu yang lalu Riot Games mengumumkan tanggal rilis dari Legends of Runeterra, game dengan genre Collectible Card Game (CCG), yang merupakan salah satu dari beberapa game terbaru yang sedang mereka kembangkan. Lewat sebuah rilis, Riot Games mengungkap bahwa Legends of Runeterra akan rilis pada tanggal 1 Mei 2020 mendatang untuk PC dan Mobile (Android dan iOS).

Memang menarik jika melihat jajaran game terbaru besutan Riot Games. Masing-masing dari mereka seakan tampil untuk menyaingi game terpopuler dari masing-masing genre. Legends of Runeterra bisa dibilang hadir untuk menyaingi Hearthstone, game kartu digital besutan Blizzard Entertainment.

Membahas soal posisi Legends of Runeterra sebagai pesaing Hearthstone dan usaha mereka mengembangkan komunitas lokal, terutama di Indonesia, Hybrid lalu mencoba menghubungi Riot Games. Diwakili oleh Jennifer Poulson, selaku Head of Growth & Launch, Southeast Asia, Hong Kong, and Taiwan, Riot Games, berikut hasil wawancara tersebut:

Bagaimana strategi Riot Games untuk bisa memenangkan persaingan genre CCG, mengingat sudah ada Hearthstone, dan banyaknya game lain dalam genre ini?

Kami berusaha memikirkan masak-masak bagaimana bisa menyajikan Legends of Runeterra dengan cara yang berbeda. Kami juga jadi bersemangat untuk dapat mengutak-atik genre ini secara lebih jauh. Apa yang bagus dari genre ini dipertahankan, apa yang tidak bagus ditingkatkan, dan bahkan jika perlu menambahkan elemen baru. Ini kami lakukan semata-mata karena tujuan utama kami adalah membangun game kartu terbaik yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Legends of Runeterra dibuat dengan latar cerita berupa perpanjangan semesta League of Legends. Jadi harapannya adalah nanti para pemain tidak hanya sekadar bermain, tapi juga bisa mendalami lebih jauh cerita dari dunia Runeterra dan berbagai karakternya di dalam game ini.

Sumber: Asiaone
Jennifer Poulson, saat diwawancara oleh Asia One membahas soal kasus perilaku seksis Riot Games yang sempat marak beberapa waktu lalu. Sumber: Asiaone

Kami berusaha tetap mempertahankan elemen League of Legends di dalam game ini, salah satunya lewat elemen Champion, yang tetap bisa naik level dan punya skill serupa seperti League of Legends. Jadi walaupun ini adalah game kartu, Anda tetap bisa melihat aksi ala League of Legends seperti Lux menembakkan laser, Draven yang melempar pisau, atau Tryndamere yang sulit untuk mati.

Tantangan terbesar dalam membuat LoR adalah memastikan game ini mudah dimainkan namun tetap mempertahankan kedalaman strategi, serta menciptakan META atau kemungkinan menang yang beragam. Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan menerapkan Active Round System, yang memperkenankan pemain untuk bereaksi walau bukan mereka tidak sedang dalam giliran untuk jalan.

Tak hanya itu kami juga ingin membuat Legends of Runeterra menjadi game CCG yang setara bagi semua orang. Kami ingin semua pemain tetap setara dalam persaingan, terlepas dari seberapa banyak uang yang mereka habiskan untuk game ini.

Untuk mencapai hal itu maka kami memutuskan membuang sistem random card pack berbayar dan memilih menggunakan model progression based on objective dengan kesempatan bagi pemain untuk mendapatkan kartu bernilai tinggi.

Akankah Riot Games mengembangkan komunitas lokal? Apakah Riot Games juga akan mengembangkan komunitas di Indonesia?

Misi utama dan ciri khas Riot Games adalah komitmen kami kepada komunitas. Ini berarti kami senantiasa menempatkan pemain sebagai prioritas utama dalam segala sesuatu yang kami kerjakan. Salah satu caranya adalah dengan mendengarkan masukan langsung dari pemain, membangun komunitas, dan bersikap terbuka serta transparan terhadap komunitas.

Karena itu kami akan memanjakan komunitas online kami lewat beberapa kegiatan seperti turnamen online berkelanjutan untuk Legends of Runeterra, namun di Singapura. Tetapi bukan berarti komunitas Indonesia ditinggalkan, karena kami punya server Discord Legends of Runeterra SEA sebagai sarana komunikasi dengan komunitas Asia Tenggara.

Besar harapan kami para pemain Indonesia bisa bergabung dengan komunitas ini dan mulai terlibat secara aktif, sehingga suara kalian dapat kami tampung dan kami tindak lanjuti sesuai dengan harapan kalian.

Legends of Runeterra akan rilis untuk PC dan Mobile pada tanggal 1 Mei 2020 mendatang. Untuk saat ini, Anda dapat melakukan pre-registrasi terlebih dahulu pada laman sea.playruneterra.com. Apakah Anda juga tidak sabar untuk mencoba game kartu yang satu ini?

T1 Adakan Turnamen Valorant

Valorant, game terbaru dari Riot Games, masih belum resmi diluncurkan. Meskipun begitu, telah muncul pertanyaan apakah Riot tertarik untuk mengembangkan scene esports dari game shooter tersebut. Ini tidak aneh, mengingat League of Legends merupakan salah satu game esports paling populer di dunia. Organisasi esports ternama pun menunjukkan ketertarikan untuk membuat tim Valorant.

Faktanya, T1 merekrut mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive, Braxton “swag” Pierce untuk menjadi pemain pertama dari tim Valorant mereka. Tak berhenti sampai di situ, T1 juga akan menyelenggarakan turnamen Valorant. Melalui akun resmi Twitter mereka, T1 mengatakan bahwa mereka akan mengadakan T1 Valorant Invitational pada 16 April, menurut laporan dari Dot Esports.

T1 bukanlah satu-satunya organisasi esports yang menunjukkan ketertarikan pada Valorant. Sebelum T1, 100 Thieves juga mengungkap bahwa mereka akan mengadakan turnamen Valorant pada 14 April 2020. Salah satu hal yang membedakan turnamen yang diadakan dua organisasi esports ini adalah fokus turnamen. Tujuan T1 mengadakan turnamen Valorant adalah untuk mengadu tim mereka dengan para kreator konten dan pemain terbaik dari game buatan Riot tersebut. Sementara 100 Thieves fokus untuk menampilkan tim yang berisi kreator konten mereka.

Memang, hype atas Valorant sangat tinggi. Salah satu buktinya, Valorant sukses memecahkan rekor penonton concurrent di Twitch meski ia masih ada dalam tahap beta. Selain itu, mantan pemain CS:GO profesional, Michael “Shroud” Grzesiek juga mengatakan bahwa Valorant adalah game yang sangat bagus. Namun, Riot sendiri tak banyak berbicara soal rencana mereka dalam mengembangkan scene esports dari Valorant.

Scene esports tumbuh dari sebuah game. Harapan kami saat meluncurkan Valorant adalah agar game ini memiliki ekosistem esports yang besar, jika memang itu yang diinginkan oleh para fans,” kata Executive Producer, Riot Games, Anna “SuperCakes” Donlon, seperti yang dikutip dari Dot Esports. Meskipun begitu, dia juga menyebutkan bahwa Riot berharap, ekosistem esports Valorant akan tumbuh dari komunitas.