Tanggapi Isu Privasi Data di Kasus Go-Jek, Rudiantara Siapkan Peraturan Menteri

Go-Jek sedang dihadapkan dengan permasalahan kebocoran data di sistem mereka yang mulai diungkapkan ke publik. Meski Nadiem Makarim, CEO Go-Jek, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengatasi permasalahan tersebut tapi isu kebocoran data sudah terlanjur menjadi perbincangan masyarakat. Kondisi ini langsung ditanggapi Menkominfo Rudiantara. Menurutnya pihaknya akan segera menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) untuk memberikan jaminan ke pengguna.

Seperti diberitakan Detik, saat ini sebenarnya pemerintah tengah mematangkan regulasi yang akan mengatur soal permasalahan celah keamanan yang berpotensi menimbulkan kebocoran data seperti yang dialami oleh Go-Jek. Rencananya peraturan tesebut akan masuk dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang diperkirakan baru akan selesai tahun 2017.

Sementara menunggu Undang-Undang rampung, Menkominfo merencanakan Peraturan Menteri (Permen) sebagai peraturan antara. Permen tersebut disiapkan untuk melindungi data pribadi pengguna sehingga masyarakat bisa lebih nyaman.

“Rencananya bakal keluar Permen, sehingga setidaknya ada yang mengatur. Jadi masyarakat merasa data pribadinya terlindungi,” papar Rudiantara.

Sebelumnya, seperti ramai dibicarakan di media sosial, seorang pengembang bernama Yohanes Nugroho dalam situsnya membeberkan beberapa celah keamanan Go-Jek yang bisa disalahgunakan. Ada celah yang berpotensi membuat siapapun dapat mengambil data pribadi pengguna seperti ID, nomor telepon, alamat, dan email.

Go-Jek sendiri sudah mengklarifikasi permasalahan ini. Disampaikan Nadiem, pihaknya telah membenahi dan menyelesaikan hampir semua permasalahan celah keamanan yang dipaparkan Yohanes. Ia juga memastikan bahwa saat ini data-data milik pelanggan dan mitra driver mereka aman.

“Go-Jek merupakan aset Indonesia, yang kami harapkan dapat menjadi bagian dari solusi dalam mendorong bergeraknya perekonomian masyarakat di berbagai level ekonomi. Kami apresiasi masukan maupun kritik dari seluruh komunitas teknologi, karena feedback itulah yang akan mendorong teknologi karya anak bangsa mencapai kualitas kelas dunia,” terang Nadiem.

Sudah seharusnya memang Rudiantara tanggap dengan isu privasi data di layanan-layanan daring. Seperti yang sudah-sudah, regulasi harus mampu mengimbangi laju pertumbuhan teknologi sekaligus permasalahan yang dibawanya.

Kemenkominfo Izinkan OpenBTS Beroperasi di Jaringan Tertutup dan Non-Komersial

OpenBTS yang selama ini diusahakan untuk disahkan dan dipergunakan untuk keperluan masyarakat mulai mendapat lampu hijau dari pemerintah. Menkominfo Rudiantara akhirnya memberikan izin untuk implementasi OpenBTS di Indonesia. Hanya saja ada dua syarat yang harus dipenuhi, yakni hanya digunakan di jaringan tertutup (closed network) dan tidak bersifat komersial. Continue reading Kemenkominfo Izinkan OpenBTS Beroperasi di Jaringan Tertutup dan Non-Komersial

Pemerintah Fokus ke Fixed Broadband Tahun Depan

Pemerintah melalui Menkominfo Rudiantara memastikan tahun depan akan fokus pada pengembangan fixed broadband. Ini merupakan upaya dari pemerintah untuk memperluas jangkauan akses Internet di wilayah tanah air.

Tahun ini bisa dibilang pemerintah cukup sukses dengan penyelenggaraan 4G/LTE yang menggunakan spektrum 900 MHz dan 1800 MHz. Di tahun 2016 mendatang realisasi fixed broadband yang berbasis kabel serat optic diharapkan juga berjalan lancar meski pada realisasinya lebih rumit daripada mobile broadband. Pasalnya realisasi fixed broadband perlu menyiapkan media/jalur fiber optik yakni penggalian tempat kemudian menghubungkannya ke rumah-rumah, belum lagi kendala soal regulasi.

“Tahun depan fokusnya fixed broadband yang bisa dibawa ke rumah untuk telepon, data, Internet, TV kabel. Tantangannya, fixed broadband akan lebih lama dan mahal,” papar Rudiantara.

Menurutnya, mendorong perkembangan fixed broadband sama halnya dengan memaksimalkan koneksi untuk masyarakat, tanpa melupakan pengembangan mobile broadband. Sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang aktif menggelar fixed broadband secara luas antara lain Telkom, First Media, dan Biznet Networks.

Lebih lanjut Rudiantara menuturkan, secara spesifik pemerintah akan mengadakan diskusi lebih lanjut dengan perusahaan operator broadband, terutama Telkom. Selain itu pemerintah (Kominfo) akan berperan sebagai jembatan dalam hal perizinan dan regulasi. Sebab menurut Rudiantara jika ingin maju harus ada regulasi yang terintegrasi.

“Pihak Kominfo akan bantu dalam bentuk kemudahan perizinan. Saya masih menunggu gubernur untuk mengeluarkan Pergub yang mewajibkan semua gedung tinggi di kawasan bisnis menyediakan akses penarikan kabel, karena sekarang tak semua gedung perkantoran memperbolehkan operator menarik fiber optic,” lanjut Rudiantara.

Rencana membangun fixed broadband ini sejatinya merupakan bagian dari Rencana Pitalebar Indonesia yang ditargetkan rampung pada tahun 2019. Rudiantara menjanjikan kepada Gubernur DKI Jakarta bahwa di tahun 2019 mendatang kondisi Internet di Jakarta tidak jauh beda dengan Singapura.

Lebih lanjut Rudiantara menjelaskan bahwa gedung-gedung yang tergolong bangunan tingkat tinggi di kawasan bisnis harus sudah terhubung fixed broadband sampai 2019 dengan kecepatan setidaknya mencapai 10 GB hingga 100 GB.  Sedangkan untuk kawasan rural, sementara didahulukan yang memiliki pasar potensial seperti pengembang perumahan yang membangun 1000 hingga 5000 rumah. Rencana ini menurut Rudiantara akan dibicarakan lebih rinci dengan Persatuan Pengembang Real Estate.

“Tapi saya janji akan berikan kemudahan, karena captive market justru harus didorong. Kalau aturan Ahok sudah keluar, kuartal dua 2016 sudah bisa dimulai,” ujarnya.

Untuk bisnis operator seluler, di tahun 2016 mendatang Rudiantara menjanjikan akan membuka lelang frekuensi pada spektrum 2100 MHz dan 2300 MHz yang saat ini belum secara dimanfaatkan untuk implementasi 4G/LTE.

Sergey Brin Bertemu Rudiantara Bahas Project Loon dan Startup Indonesia

Sergey Brin, co-founder Google ini baru saja berkunjung ke Indonesia dan menemui sejumlah pejabat penting, salah satunya Menkominfo Rudiantara. Di pertemuan tersebut ada beberapa poin yang dibahas, di antaranya adalah masalah Project Loon dan rencana pemerintah tentang program seribu startup Indonesia.

Terkait dengan Project Loon atau proyek balon internet ini, Rudiantara mengaku saat ini masih dalam tahap menyiapkan masalah teknis, termasuk alokasi frekuensi. Nantinya frekuensi yang dialokasikan tidak hanya ke operator tetapi juga dialokasikan ke backhole.

Senada dengan Rudiantara, Brin juga mengungkapkan ada dua frekuensi yang dibicarakan terkait dengan Project Loon ini. Yang pertama adalah konjungsi yang nanti akan dibicarakan dengan rekan operator telekomunikasi dan yang kedua adalah frekuensi yang digunakan masing-masing balon untuk saling berhubungan.

“Namun, hal besar mengenai Project Loon adalah bagaimana cara balon ini mampu menjangkau tak hanya pengguna di pulau namun juga di laut. Masih banyak orang di laut seperti nelayan, traveler, dan beberapa orang yang biasa beraktivitas di tempat itu,” ujar Brin seperti dikutip dari Liputan6.

Brin merasa kondisi tersebut cocok untuk Project Loon dan bersemangat untuk bekerja sama dalam penggunaan teknologi ini, khususnya di Indonesia. Sejauh ini Brin belum mengetahui secara pasti jumlah balon yang akan digunakan dan diterbangkan pada waktu peluncuran project itu.

Menurut Brin, pihaknya belum mau mengajukan lisensi untuk Project Loon. Brin mengungkapkan bahwa saat ini kehadiran Project Loon di Indonesia masih sebatas fokus pada kerja sama dengan operator lokal.

“Kami masih fokus pada kerja sama dengan operator lokal. Sebelumnya, kami juga baru saja melakukan kerjasama dengan tiga operator, seperti XL, Telkomsel, serta Indosat. Dan untuk saat ini masih fokus pada hal itu,” ungkap Brin.

Selain Project Loon, Brin dan Menkominfo juga membicarakan tentang startup. Rudiantara meminta Google turut membantu pemerintah dengan menyinkronkan programnya dengan rencana pemerintah membesarkan 200 startup lokal berkualitas per tahun.

“Jadi tadi kami bicara bagaimana meningkatkan peran Google dalam konteks pembangunan startup, khususnya inkubator. Karena Google punya program. Sergey juga bicara, oke akan kita tingkatkan (startup yang dibimbing),” ujar Rudiantara seperti diberitakan Kompas.

Brin sendiri menanggapi positif rencana tersebut, meski belum bisa memastikan berapa besar peningkatan jumlah startup yang akan masuk ke program Google Launchpad Accelerator.

“Angkanya belum fix, tapi saat ini dari Launchpad Week ada 13 yang ikut dan dari Accelerator untuk ke Mountain View bulan depan ada delapan. Ada tujuh yang sudah diumumkan, sedangkan yang ke-8 masih belum diputuskan,” terang Communication Manager Google Indonesia Jason Tedjasukmana.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, Google Launchpad Accelerator batch pertama akan dikuti oleh beberapa startup, antara lain Jojonomic, Kakatu, HarukaEdu, Kerjabilitas, Kurio, eFishery, dan Setipe.

Jika Inovasi Dibelenggu Regulasi

Saya berkesempatan mendengarkan langsung pandangan-pandangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam acara yang digagas CSIS dan Kementerian Luar Negeri akhir September lalu. Jonan, menurut saya, memiliki visi yang menarik soal bagaimana mengembangkan transportasi di negara kita yang berbentuk kepulauan ini. Sayangnya, keputusannya tadi malam tidak mencerminkan keberpihakan terhadap publik.

Jonan, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan sempat lama berkecimpung di bebeberapa institusi finansial, memutuskan layanan transportasi berbasis aplikasi dilarang beroperasi di Indonesia.

Yang dicontohkan sebagai layanan di segmen ini adalah keluarga Go-Jek (Go-Ride dan Go-Box), keluarga Grab (GrabBike dan GrabCar), Uber, Blu-Jek, dan Ladyjek. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam pernyataannya menyebutkan:

“Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum, dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum.”

Jonan sendiri mengatakan:

“Aplikasi online itu sistem reservasi. Sementara ojek pangkalan selalu dianggap sebagai kegiatan non-transportasi publik. Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum [berpelat kuning], termasuk harus di-KIR. Jadi, silakan mengajukan ke dinas perhubungan setempat.”

Semua layanan tersebut di atas dianggap hanya memenuhi 1-2 aspek dan gagal memenuhi tiga poin yang termaktub secara keseluruhan. Kemenhub menunjuk unsur keselamatan sebagai basis pelarangan ini, sementara regulator lupa bahwa selama ini mereka membiarkan taksi gelap dan ojek pangkalan beroperasi. Mereka pun lupa memberi sanksi bagi layanan transportasi publik yang sudah tidak layak beroperasi di abad ke-21.

Pro dan kontra di kalangan pemerintahan

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara adalah pendukung layanan transportasi berbasis aplikasi. Di bulan Juni, Rudiantara berpendapat:

“Menurut saya soal ride sharing mesti diatur, karena ini mirip dengan e-commerce. Kalau e-commerce itu sesuatu yang pasti akan datang, yaitu digital economy. Nah, pemanfaatan teknologi TI seperti ini [ride sharing] juga akan datang.”

Tak cuma dukungan lewat kata-kata, Rudiantara membawa co-founder dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam rombongan Indonesia yang menyambangi Silicon Valley. Di sana Rudiantara membanggakan Go-Jek sebagai salah satu startup yang berpotensi menjadi unicorn.

Sejauh ini belum ada komentar dari Rudiantara terkait keputusan Menteri Perhubungan ini.

Presiden Joko Widodo sendiri setali tiga uang. Dalam dialognya saat peresmian Indonesia Convention Exhibition (ICE) di BSD, Presiden yang mendapat pertanyaan dari Nadiem mengatakan:

“Bisnis kreatif berbasis budaya dan teknologi akan jadi masa depan Indonesia. [..] Saya sangat menghargai apa yang sudah dilakukan Go-Jek dan teman-teman lainnya. Saya juga mendukung kebebasan investasi dari luar agar [pertumbuhan bisnis industri kreatif] cepat melonjak.”

Kita juga masih ingat waktu Presiden ikut mengundang mitra pengemudi Go-Jek ke istana dan makan siang bersama. Saya cukup penasaran apakah keputusan Menteri Perhubungan ini sudah berdasarkan konsultasi dengan Presiden.

Larang dulu atau ubah aturannya?

Jika berpegang teguh terhadap aturan yang ada, model bisnis yang dimiliki Uber, Grab, atau Go-Jek sulit mengakomodasinya. Mereka ingin “menghancurkan” tatanan yang sudah ada, bukan hanya semata-mata karena alasan bisnis, melainkan juga kegagalan pemerintah untuk memberikan layanan transportasi publik yang diharapkan masyarakat.

Bisa saja Uber atau GrabCar berbadan hukum lokal, menggunakan pelat kuning, membayar pajak, tetapi isunya bukan di situ. Isu sebenarnya adalah penggunaan teknologi yang menjadi kelebihan layanan ini, kemudahan pembayarannya, dan kenyamanannya.

Masyarakat meradang karena selama ini merasa manfaat layanan transportasi berbasis aplikasi lebih banyak memberi manfaat ketimbang mudharat. Pun masyarakat menggunakan layanan ini tidak semata untuk layanan transportasi, tetapi juga untuk logistik, pengantaran makanan, dan bahkan layanan on-demand baru (bisa berkembang bermacam-macam) yang tidak termasuk ranah Kementerian Perhubungan.

Masalahnya sekarang, apakah pemerintah (dan organisasi transportasi yang mulai keteteran dengan kehadiran layanan baru ini) mau mengubah aturan sesuai kondisi yang berlaku saat ini.

Buat pemerintah, sangat mudah untuk melarang suatu bisnis atau layanan yang tidak sesuai undang-undang. Buat saya, apakah mereka selama ini sudah berkaca dengan kualitas layanan yang diberikan bagi rakyat? Apakah mereka tidak menanyakan ke hati kecil mereka kenapa masyarakat mau menggunakan layanan yang dianggap tidak aman, ngemplang pajak, dan tidak mau tunduk dengan aturan pemerintah?

Sebuah artikel tahun 2010 di The Economist dengan lugas menyatakan:

The most important factor that led to America’s stunning success in information technology was not the free market but government regulation.

[…]

Countries that never experienced this great regulatory splintering are at a disadvantage. They are trapped in a mid-20th-century form, characterised by domineering, vertically integrated firms, which try to do everything in-house or at least keep it within their family of closely related companies. As a result, customers are beholden to suppliers, and innovations go under-exploited.

Sementara Luke A. Stewart dari Information Technology & Innovation Foundation dalam paper-nya menyimpulkan:

Regulation that does not require innovation for compliance will generally stifle innovation.

[…]

What is clear is that regulators can design regulation such that it minimizes the compliance burden on firms while maximizing the probability that the compliance innovation will be successful.

Sungguh sayang jika inovasi dilemahkan langkahnya oleh regulasi yang tidak mengakomodasi perkembangan zaman.

Draft Perbaikan UU ITE Selesai, Masih Tunggu Keputusan DPR

Menurut pemberitaan The Jakarta Post, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengabarkan bahwa draft pasal 27 UU ITE telah selesai direvisi. Dalam revisi tersebut salah satu poinnya adalah perubahan tuntutan penjara bagi mereka yang terlibat pencemaran nama baik di dunia maya yang semula enam tahun menjadi tiga tahun. Continue reading Draft Perbaikan UU ITE Selesai, Masih Tunggu Keputusan DPR

Menkominfo Berambisi Konsolidasikan Pelayanan Operator Seluler Nasional

Demi memberikan efisiensi industri guna meningkatkan skala ekonomi, Menkominfo Rudiantara mendorong adanya infrastructure sharing antara operator telekomunikasi di Indonesia. Tidak hanya untuk infrastruktur, namun dalam kaitannya dengan pelanggan diharapkan masing-masing operator seluler dapat bersinergi, seperti contohnya untuk bekerja sama dalam roaming nasional.

Selain itu Rudiantara juga menyampaikan bahwa kementerian berencana untuk memangkas jumlah operator telekomunikasi. Ditargetkan pada tahun 2019 mendatang di Indonesia hanya akan ada 4 operator seluler. Salah satu langkah untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan terjadinya konsolidasi antar operator.

Namun Rudiantara juga memaparkan bahwa pihaknya juga cukup berhati-hati dalam menjalankan misi penyatuan ini, pasalnya ia tak menginginkan adanya sharing yang bersifat paksaan. Sharing yang diinginkan juga benar-benar memperhatikan peningkatan skala ekonomi, baik bagi bisnis operator ataupun masyarakat yang terus mapan bergantung dengan sistem telekomunikasi modern.

Dari sisi penyampaian layanan kepada konsumen, rencana ini terlihat akan memberikan dampak pada kualitas penyampaian layanan. Namun justru terlihat “tak mudah” jika dari sisi bisnis operator. Kendati di kalangan operator sudah memiliki standardisasi dari sisi infrastruktur dan layanan, seperti terlihat saat ini, secara bisnis dan market share setiap operator terus berambisi untuk menjadi nomor satu, persaingan begitu ketat.

Sebagai regulator, Kemenkominfo memiliki wewenang dan tugas untuk melakukan pengaturan tersebut, karena pada hakikatnya visi utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi nasional. Dapat dibayangkan bahwa dengan adanya penyatuan infrastruktur memungkinkan penguatan kualitas jaringan di setiap sudut Indonesia. Terlebih jika masing-masing operator saat ini memiliki basis kuat di blok-blok daerah tertentu.

Rudiantara Ungkap Keseriusan Pemerintah Bantu Industri Digital

Beberapa tahun belakangan ini startup teknologi menjadi sorotan lantaran perkembangannya yang signifikan. Selain potensi pasar, para pemain lokal juga tak kalah mentereng perkembangannya. Yang banyak menjadi pertanyaan adalah bagaimana pemerintah memainkan perannya di industri ini. Rudiantara, selaku Menkominfo aktif saat ini, dalam sebuah tulisan yang dimuat di Beritagar mengungkapkan bahwa pemerintah mendukung penuh industri ini. Selain peta jalan untuk industri e-commerce menurut Rudiantara saat ini pemerintah tengah mencari jalan untuk mendukung pertumbuhan startup dari segi pendanaan. Continue reading Rudiantara Ungkap Keseriusan Pemerintah Bantu Industri Digital

Insinyur Lokal Bakal Uji Coba Konsep Balon Router Wi-Fi

Beberapa waktu lalu kesepakatan Google dan tiga operator Indonesia yang menggelar uji teknis Project Loon di tanah air menyita banyak perhatian. Project Loon dinilai bisa menjadi salah satu solusi kesenjangan internet di daerah-daerah terpencil di pelosok tanah air. Konsep balon udara yang membawa konektivitas ini tampaknya menginspirasi banyak orang, salah satunya insinyur asal Indonesia. Menkominfo Rudiantara, seperti diberitakan di beberapa media, menyinggung tentang adanya orang Indonesia yang juga memiliki teknologi serupa balon Loon milik Google. Continue reading Insinyur Lokal Bakal Uji Coba Konsep Balon Router Wi-Fi

Menkominfo: Indonesia Siap Adopsi Segala Jenis Teknologi, Termasuk Konektivitas 5G

Pemerintah mengakui peran teknologi sebagai enabler dalam berbagai aspek perkembangan ekonomi bangsa. Pemanfaatan teknologi melalui program Pita Lebar dinilai mampu meratakan penyebaran infrastruktur dan adopsi yang lebih luas. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pun bersemangat menyambut teknologi komunikasi mobile generasi kelima (5G), namun menurutnya harus ada beberapa penyesuaian terlebih dahulu.

Ditemui pada hari ini (19/11) dalam acara “Next Generation Broadband-5G Forum” yang diprakarsai oleh ZTE dan Masyarakat Telematika (Mastel), Rudiantara mengakui 5G memang memberikan keuntungan yang lebih baik, seperti jumlah koneksi yang lebih besar, kapasitas 1000 kali lebih besar, throughput 10 kali lebih cepat, dan latency yang lebih rendah. Meski begitu, ia melihat sisi lain dari implementasi teknologi ini.

“Pada dasarnya Indonesia terbuka pada berbagai macam teknologi, termasuk 5G. Yang perlu diperhatikan adalah, apakah teknologi ini affordable atau tidak? Model bisnisnya untuk operator bagaimana? Poin-poin tersebut bukan hambatan, hanya saja memang harus jelas,” ucap Rudiantara.

Pentingnya membangun persepsi bersama bahwa membangun jaringan pita lebar yang lebih luas mampu memberi manfaat yang lebih besar. Fokusnya dalam rencana ini hingga tahun 2019 ialah demi mencapai tiga tujuan, yaitu  mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing bangsa;  mendukung peningkatan kualitas pembangunan manusia Indonesia; dan menjaga kedaulatan bangsa.

Untuk memenuhi target pembangunan pita lebar ini, Indonesia memiliki beberapa tantangan, seperti meratakan penyebaran infrastruktur ke seluruh wilayah Indonesia, menyiapkan pendanaan dalam jumlah besar, dan menciptakan ekosistem yang siap untuk perkembangan teknologi.

“Strategi Indonesia adalah harus terus keep up. Adopsi 5G harus dipersiapkan matang-matang seperti aplikasinya, layanannya, regulasinya, serta edukasinya,” tambah Rudiantara.

Aplikasi yang tepat di jaringan 5G yang cocok untuk masyarakat Indonesia saat ini belum benar-benar ada. Menurut Rudiantara, pemanfaatannya justru cenderung cocok untuk pasar dan solusi korporasi atau machine-to-machine. Sementara untuk sisi konsumen, jaringan 4G saja dinilai sudah cukup untuk streaming video dengan kualitas terbaik.

“Kesiapannya tergantung bagaimana kita mengedukasi. Juga terjangkau ke berbagai kelas dan lapisan masyarakat. Kalau disamakan harganya, hal itu jelas menyulitkan,” kata Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia Kristiono pada kesempatan yang sama.

Senada dengan Rudiantara, Kristiono menggarisbawahi model bisnis yang nantinya dibutuhkan oleh operator telekomunikasi untuk memberikan pelayanan yang lebih tepat perihal jaringan 5G ke konsumen. Migrasi 4G ke 5G seharusnya tidak sesulit 2G ke 3G, karena perangkat kerasnya kini lebih terjangkau dan kanal edukasinya lebih baik.

Jika tak ada aral melintang, teknologi jaringan 5G kabarnya akan mulai digarap di Indonesia pada tahun 2020 nanti.