XRSpace Mova Adalah Standalone VR Headset Persembahan Eks CEO HTC

Belum lama ini, beredar rumor bahwa Oculus sedang mengerjakan standalone VR headset baru yang diperkirakan bakal dirilis tahun depan. Namun sebelum itu terwujud, ada perangkat lain yang ingin mencuri panggung. Namanya XRSpace Mova.

Sebagian besar dari kita pasti baru pertama kali ini mendengar nama XRSpace. Namun ternyata startup asal Taiwan ini punya pengalaman yang cukup panjang di industri VR. Itu dikarenakan pendirinya adalah eks CEO HTC, Peter Chou, dan XRSpace memastikan perangkat bikinannya lebih superior daripada yang sudah ada sekarang.

XRSpace Mova

Benar saja, dari segi spesifikasi, Mova selangkah lebih unggul ketimbang Oculus Quest maupun HTC Vive Focus. Chipset yang digunakan adalah Snapdragon 845 (bukan 835 seperti di Quest dan Vive Focus), RAM-nya berkapasitas 6 GB (bukan 4 GB), dan baterainya punya kapasitas 4.600 mAh (Quest cuma 3.648 mAh).

Istimewanya, semua itu dikemas dalam perangkat berdimensi hanya sekitar separuh Vive Focus. Bobotnya juga cuma berkisar 470 gram, jauh lebih ringan daripada Quest (571 gram) maupun Vive Focus (695 gram). Mova juga dipastikan kompatibel dengan jaringan 5G.

XRSpace Mova

Terkait display, Mova memakai panel beresolusi 2880 x 1440 pixel dengan refresh rate 90 Hz. Ukuran layarnya belum dirincikan, demikian pula luas sudut pandangnya, tapi semestinya lebih kecil dari biasanya mengingat kepadatan pixel-nya cukup tinggi di angka 702 ppi.

Juga menarik adalah bagaimana Mova dapat memonitor pergerakan kaki. Tracking-nya mungkin tidak sekomprehensif jika dibantu sensor eksternal, akan tetapi sudah cukup untuk memungkinkan penggunanya bermain sepak bola di dalam VR. Lebih lanjut, kemampuan tracking kaki ini juga mewujudkan pembuatan avatar digital berukuran satu badan penuh.

XRSpace Manova

XRSpace percaya avatar mereka jauh lebih immersive ketimbang milik platform social VR lain yang sering kali hanya menampilkan separuh tubuh ke atas. Avatar ini krusial untuk interaksi sosial antar sesama pengguna Mova, namun itu baru sebagian dari cerita lengkapnya.

Hal lain yang tak kalah penting adalah soal kemudahan. Setiap paket penjualan Mova dilengkapi satu unit controller untuk sesi gaming, akan tetapi metode navigasi utamanya mengandalkan hand tracking.

XRSpace Manova

Gesture yang dapat dikenali begitu beragam. Dari yang simpel seperti berjabat tangan antar avatar, sampai yang kompleks seperti mengambil objek dan melemparkannya. XRSpace menjanjikan banyak aktivitas yang dapat dilakukan di platform social VR-nya, Manova. Ya, XRSpace tidak bergantung pada platform seperti Viveport atau Steam. Mereka sudah menyiapkan sendiri platform konten untuk Mova.

Sepintas XRSpace Mova memang terkesan agak kelewat ambisius, apalagi mengingat harganya dipatok cukup mahal di angka $599. Untuk sekarang, perangkat ini baru dipasarkan di Taiwan, sebelum menyusul ke dataran Eropa dalam waktu dekat.

Sumber: Engadget.

AltspaceVR Kini Persilakan Penggunanya Menciptakan Tempat Nongkrong Virtual-nya Sendiri

Perjalanan salah satu pelopor konsep social VR, AltspaceVR, sarat akan drama, hingga akhirnya Microsoft datang sebagai penyelamat dan mengakuisisinya pada bulan Oktober tahun lalu. Dukungan finansial dari Microsoft memungkinkan AltspaceVR untuk berkembang lebih jauh lagi, dan tanda-tandanya sudah mulai kelihatan dari sekarang.

AltspaceVR baru saja merilis update yang memungkinkan siapapun untuk menciptakan tempat nongkrongnya sendiri di platform tersebut. Kata “siapapun” merujuk pada semua pengguna VR headset yang kompatibel dengan AltspaceVR, termasuk halnya Samsung Gear VR maupun Oculus Go.

Lewat interface drag-and-drop, pengguna dapat meletakkan objek demi objek pada ruang virtual-nya (space) masing-masing. Supaya tidak menimbulkan kesan yang terlalu rumit, pengguna tidak memulainya dari nol, melainkan memodifikasi satu dari dua space yang populer di AltspaceVR, yaitu “Campfire” dan “Alien Planet”.

AltspaceVR world building kits

Tool yang disediakan AltspaceVR mencakup koleksi aset terkurasi, macam tanaman, struktur maupun objek-objek lainnya. Pengguna yang lebih advanced juga bisa memanfaatkan objek 3D bikinannya sendiri, maupun menambahkan efek suara. Setelah jadi, Anda bisa menempatkan portal di space publik untuk mengundang pengguna-pengguna lain masuk ke space bikinan Anda.

Kehadiran fitur ini membuat AltspaceVR jadi semakin mirip dengan Second Life, yang memang bisa dianggap sebagai kiblat dari konsep social VR itu sendiri. Tentu saja, untuk menjelaskan fitur-fitur barunya, AltspaceVR memilih melakukannya secara virtual ketimbang menghelat event secara fisik.

Sumber: AltspaceVR.

Mozilla Hubs Adalah Social VR untuk Semua

Fungsi utama virtual reality adalah membuat pengguna headset-nya merasa terbawa ke dalam realita buatan. Premis tersebut memicu kekhawatiran bahwa pengguna VR headset berpotensi menjadi antisosial, dan itulah mengapa social VR banyak jadi topik pembicaraan belakangan ini.

Jadi selagi berada dalam realita baru, pengguna VR headset masih bisa bersosialisasi dengan orang lain, dan tentu saja dengan sensasi yang lebih immersive ketimbang video call. Demikianlah premis sederhana social VR. Meski demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi kalangan developer, yakni menyangkut kompatibilitas platform atau perangkat.

Mozilla Hubs

Solusinya, kalau menurut Mozilla, adalah memanfaatkan platform yang benar-benar dirancang dan terbuka untuk semua. Dari situ lahirlah eksperimen terbaru mereka yang bernama Mozilla Hubs, yang pada dasarnya menawarkan social VR kepada siapapun tanpa terkecuali, bahkan mereka yang tidak memiliki VR headset sekalipun.

Hal itu dimungkinkan karena Hubs berjalan seratus persen di browser, menggunakan standar WebXR yang sudah dikembangkan Mozilla sejak lama. Alhasil, cukup dengan mengklik satu tautan, siapapun bisa bergabung dan berinteraksi dalam sebuah virtual chatroom.

Mozilla Hubs

Hubs memang masih berstatus preview, tapi Mozilla mengundang siapapun yang tertarik mencobanya. Baik yang menggunakan headset kelas atas seperti Oculus Rift atau HTC Vive, sampai yang menggunakan alternatif murahnya macam Google Cardboard maupun pengguna komputer dan smartphone. Sekali lagi yang dibutuhkan hanyalah sebuah browser, tidak perlu aplikasi tambahan.

Aspek visualnya memang bukan yang terbaik, tapi ini bukan masalah besar kalau memang semua kalangan bisa dijangkau. Gampangnya, Anda tinggal memilih: 1) social VR dengan grafik memukau tapi hanya untuk pengguna HTC Vive sehingga jumlah penggunanya terbilang sepi, atau 2) social VR dengan grafik biasa tapi terbuka seperti Mozilla Hubs ini, sehingga yang memakai begitu ramai?

Sumber: Mozilla.

Karakter Virtual dalam Facebook Spaces Kini Jauh Lebih Hidup dari Sebelumnya

Facebook memaparkan misi yang cukup ambisius ketika memperkenalkan aplikasi Spaces untuk Oculus Rift, yakni menyediakan medium di mana kita bisa berinteraksi di dalam dunia virtual seperti di dunia nyata. Namun Spaces yang kini juga tersedia di HTC Vive itu punya satu problem utama: karakter virtual alias avatar-nya sama sekali tidak kelihatan ‘hidup’.

Penampilannya lebih condong dua dimensi, dan kurang bisa menggambarkan identitas masing-masing penggunanya. Namun jangan khawatir, sebab Facebook telah menyiapkan update yang bakal merombak penampilan avatar di Spaces secara drastis. Kalau butuh komparasi, lihat saja evolusinya dari waktu ke waktu pada gambar berikut.

Facebook Spaces avatar evolution

Kelihatan jelas bahwa versi terbarunya (paling kanan), jauh lebih mendekati sesungguhnya. Wujudnya kini kelihatan tiga dimensi, mirip seperti karakter dalam game The Sims. Selain tampak lebih mendetail, lighting pada masing-masing avatar juga tampak jauh lebih baik. Facebook pun tidak lupa memastikan bahwa pergerakan avatar juga bakal tampak lebih luwes dan alami.

Hal lain yang tak kalah penting adalah perbaikan pada aspek kustomisasi. Avatar dalam Spaces kini jauh lebih fleksibel soal kustomisasi. Andaikata algoritma machine learning yang Facebook terapkan belum bisa menciptakan versi terbaik dari pribadi virtual Anda, Anda dipersilakan mengutak-atiknya sendiri.

Mulai dari posisi alis sampai mulut, semuanya bisa disesuaikan dengan selera masing-masing. Gaya rambut, bentuk wajah maupun bentuk tubuh avatar juga bisa diubah. Singkat cerita, pengalaman yang ditawarkan kini lebih mendekati fungsi “create a character” yang biasa ada dalam game.

Tentu saja ini bukan versi terakhir dari Spaces, dan sejatinya masih ada banyak hal yang bisa dibenahi. Kendati demikian, setidaknya kita sekarang tahu bahwa Facebook sudah berada di jalur yang benar, dan social VR kini semestinya bisa menarik perhatian lebih banyak konsumen.

Sumber: Engadget dan Facebook.

Rumii Ingin Gantikan Peran Ruang Rapat dan Ruang Kelas Fisik

Di tahun 2018 ini, Anda bisa dicap kolot apabila menganggap virtual reality hanya untuk kebutuhan hiburan saja. Andai yang Anda ajak berdebat adalah tim developer bernama Doghead Simulations, Anda pasti akan diserang dengan argumen demi argumen yang menunjukkan peran besar VR di dunia pekerjaan.

Pasalnya, mereka adalah pengembang Rumii, sebuah platform social VR baru yang dikhususkan untuk ranah enterprise maupun pendidikan. Dari kulitnya Rumii terdengar seperti AltspaceVR, akan tetapi fungsi utamanya adalah untuk menggantikan ruang rapat fisik, menjadi versi yang lebih komplet dari sekadar panggilan video Skype atau Hangouts.

Rumii

Sebanyak 20 pengguna bisa berkumpul bersama di ruang rapat virtual Rumii, masing-masing dengan avatar-nya sendiri. Komunikasi lisan maupun berbagi materi bisa dilakukan dengan mudah, mulai dari slide presentasi sampai satu tampilan desktop penuh.

Oke, ini semua sebenarnya sudah bisa dilakukan dengan Skype, akan tetapi masih ada aktivitas lain yang bakal terasa lebih ideal di medium VR, yaitu berbagi model 3D. Menggunakan Rumii, suatu tim bisa berdiskusi selagi memanipulasi objek 3D bersama-sama. Ini juga terdengar cukup ideal untuk diimplementasikan di bidang pendidikan.

Rumii

Untuk sekarang, platform yang didukung Rumii baru HTC Vive, Oculus Rift dan Windows Mixed Reality, akan tetapi ke depannya pengembangnya juga akan merilis versi mobile VR sekaligus versi smartphone, sehingga mereka yang tidak memiliki VR headset juga dapat ikut berpartisipasi dalam rapat virtual nan immersive tersebut.

Sejak versi Early Access-nya diluncurkan tahun lalu, setidaknya sudah ada lebih dari 500 perusahaan yang mencoba Rumii. Sekarang Rumii dapat digunakan secara cuma-cuma, tapi hanya untuk tiga orang saja dan dengan storage 1 GB. Paket berlangganan senilai $10 per bulan bakal memberikan storage sebesar 10 GB dan dukungan atas jumlah pengguna yang tak terbatas.

Sumber: UploadVR.

Microsoft Akuisisi AltspaceVR

Awal Agustus kemarin, AltspaceVR mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan layanan virtual reality sosialnya. Namun selang beberapa minggu saja, AltspaceVR kembali membuat pengumuman yang mengejutkan bahwa layanannya tidak jadi ditutup berkat bantuan investor baru.

Pertanyaannya, siapakah investor baru itu? Well, sekarang kita sudah punya jawabannya, yaitu Microsoft. Ya, Microsoft baru saja mengakuisisi AltspaceVR secara resmi, dan ini semakin menunjukkan komitmen Microsoft dalam mengembangkan platform Windows Mixed Reality-nya.

Apa yang membuat Microsoft tertarik dengan AltspaceVR? Menurut penjelasan AltspaceVR sendiri, Microsoft punya visi untuk meleburkan teknologi komunikasi ke dalam ekosistem mixed reality. Timing-nya memang sangat pas dengan dimulainya pemasaran headset Windows Mixed Reality dari sejumlah pabrikan, termasuk Samsung.

Baik Microsoft maupun AltspaceVR tidak mengungkap nilai akuisisinya. Kendati demikian, AltspaceVR memastikan bahwa layanannya bakal tetap beroperasi dan akuisisi ini tidak akan berdampak buruk pada komunitas penggunanya.

AltspaceVR pun memastikan kalau layanannya bakal tetap tersedia secara cross-platform di HTC Vive, Oculus Rift, Samsung Gear VR, Google Daydream View maupun PC dan Mac dalam tampilan 2D. Ya, ini berarti pengguna headset Windows Mixed Reality nantinya dapat berjumpa dengan pengguna VR headset lain melalui AltspaceVR.

Sumber: TechCrunch dan AltspaceVR.

Dapat Investor Baru, AltspaceVR Tidak Jadi Tutup

35 ribu pengguna aktif setiap bulan dan ketersediaan di berbagai platform tidak mampu menyelamatkan AltspaceVR. Layanan social VR yang teramat niche ini baru saja menggelar pesta perpisahan dengan komunitas penggunanya pada tanggal 3 Agustus lalu, tapi pada kenyataannya, AltspaceVR jauh dari kata mati.

Rupanya sejumlah anggota tim AltspaceVR tidak rela hasil jerih payah mereka harus terbuang begitu saja karena masalah finansial. Mereka pun memutuskan untuk tetap mengoperasikan layanan AltspaceVR, dibantu oleh sejumlah pengguna pilihan mereka.

Seakan pengumuman penutupannya itu tidak pernah terjadi, kru tidak resmi itu tanpa ragu menyambut pengguna-pengguna baru dan memandunya selama berada di dalam AltspaceVR. Akan tetapi bukan ini sebenarnya yang berhasil menyelamatkan AltspaceVR dari kematian, melainkan kehadiran sejumlah investor baru.

AltspaceVR

Dukungan dari investor baru ini membuat AltspaceVR cukup percaya diri untuk mengumumkan bahwa mereka bakal mengoperasikan layanannya kembali secara resmi dalam beberapa minggu ke depan. Dengan kata lain, pengumuman penutupannya yang lalu itu tidak ada artinya sama sekali sekarang.

Lalu yang mungkin menjadi pertanyaan, siapakah investor baru tersebut? TechCrunch pun mencoba menelusuri, dan mereka menemukan bahwa cofounder Oculus, Palmer Luckey, sempat membuat polling di Twitter, menanyakan kepada follower-nya apakah ia harus turun tangan menyelamatkan AltspaceVR.

Tweet itu datang tidak lama setelah AltspaceVR mengumumkan bakal menutup layanannya, dan sekarang, Palmer Luckey pun kembali menuliskan Tweet baru dengan link menuju blog AltspaceVR yang memberitakan ‘kebangkitannya’. Singkat cerita, bisa jadi Palmer Luckey yang sudah tidak lagi di Oculus itu adalah salah satu investor baru AltspaceVR, atau paling tidak dia yang menggagaskan ide penyelamatan ke jaringannya.

Sumber: TechCrunch dan AltspaceVR.

Sansar Adalah Platform Social VR Garapan Kreator Second Life

Tepat tanggal 3 Agustus ini, AltspaceVR resmi menutup layanan social VR-nya. Meski konsep yang ditawarkan cukup menarik, lambatnya pertumbuhan pasar VR pada akhirnya membuat langkah AltspaceVR terhenti. Kendati demikian, hal ini tidak mencegah developer lain untuk mematangkan konsep social VR ini.

Salah satunya adalah Linden Lab, yang dikenal lewat game online buatannya yang berjudul Second Life. Second Life masih terus beroperasi sampai detik ini, akan tetapi Linden Lab rupanya sudah menyiapkan ‘suksesornya’, yang diyakini bisa memberikan pengalaman yang bahkan lebih nyata lagi melalui virtual reality.

Dijuluki Sansar, ia boleh saja kita anggap sebagai Second Life versi VR, dimana para pemain dapat saling bertemu dan berinteraksi di suatu dunia virtual. Namun ketimbang hanya secara dua dimensi melalui monitor, Sansar menjanjikan pengalaman yang lebih immersive dengan bantuan VR headset seperti Oculus Rift dan HTC Vive.

Sansar

Sansar memegang slogan “created reality”, dimana dunia-dunia virtual yang bisa dieksplorasi merupakan hasil karya para pemain sendiri. Setidaknya sekarang sudah ada kurang lebih 1.700 dunia virtual yang dihasilkan oleh beberapa ribu kreator selama tahap preview yang cukup lama, dan Sansar sendiri sekarang sudah memasuki tahap “creator beta”, alias sudah bisa dijajal oleh publik.

Siapapun bisa menjadi kreator dalam Sansar tanpa membayar biaya sepeser pun. Lalu dari mana developer-nya mendapatkan uang? Apakah Sansar ke depannya bakal bernasib sama seperti AltspaceVR yang harus tutup karena persoalan finansial?

Sansar

Tidak. Sansar memang gratis, tapi Anda hanya bisa menciptakan tiga lahan atau dunia virtual saja. Kalau mau lebih, Anda harus membayar biaya berlangganan; bisa $10 per bulan, bisa juga $100 per bulan kalau Anda memang memerlukan hingga 20 lahan virtual.

Di samping itu, pemain juga bebas mendesain objek virtual-nya sendiri dan menjualnya ke pemain lain. Beberapa persen dari nilai transaksi akan masuk ke kantong Linden Lab, dan inilah yang sejatinya bisa membuat Sansar lebih sustainable ketimbang platform garapan AltspaceVR.

Sansar dikerjakan menggunakan engine rancangan Linden Lab sendiri, bukan Unreal, bukan Unity, bukan juga engine milik Second Life. Pemain – ataupun kreator yang tertarik menambah penghasilan – sekarang sudah bisa mencoba Sansar lewat Rift, Vive maupun secara 2D lewat PC.

Sumber: TechCrunch.

Berkat Facebook Spaces, Pengguna Oculus Rift Dapat Berinteraksi dalam VR Seperti Sesungguhnya

Sebagai sang empunya Oculus, Facebook punya misi besar akan masa depan virtual reality. VR sendiri juga memiliki porsi materi yang cukup besar dalam konferensi developer F8 tahun ini, utamanya dengan diperkenalkannya Facebook Spaces untuk Oculus Rift.

Sama-sama ditujukan untuk merealisasikan konsep social VR, Spaces boleh dibilang merupakan penyempurnaan dari Oculus Rooms. Premis yang ditawarkan cukup mirip, dimana Anda bersama tiga orang lainnya bisa bergabung di dalam satu lokasi virtual untuk saling berinteraksi.

Anda memiliki karakter virtual dalam Facebook Spaces yang dirancang semirip mungkin dengan identitas Anda sebenarnya / Facebook
Anda memiliki karakter virtual dalam Facebook Spaces yang dirancang semirip mungkin dengan identitas Anda sebenarnya / Facebook

Perbedaan utamanya, Anda akan diwakili oleh seorang avatar atau karakter virtual dalam Spaces. Karakter ini dirancang semirip mungkin dengan rupa Anda berdasarkan foto yang pernah Anda unggah ke Facebook, yang selanjutnya bisa Anda kustomisasi secara lebih spesifik lagi.

Kehadiran avatar ini membuat interaksi dalam Spaces bisa terasa lebih alami ketimbang Rooms. Avatar tersebut memang tidak punya kaki dan yang ditampilkan hanyalah dari pinggang ke atas, akan tetapi paling tidak gerakan tangannya bisa meniru gerakan tangan Anda sebenarnya berkat bantuan controller Oculus Touch.

Ekspresi wajah avatar juga belum bisa meniru ekspresi kita sebenarnya. Akan tetapi lagi-lagi Oculus Touch bisa sedikit membantu, dimana pengguna dapat mengangkat dan mengarahkan tangannya yang menggenggam controller tersebut ke pipi untuk menunjukkan mimik wajah terkejut, atau ekspresi ketakutan dengan menempatkannya di depan mata.

Facebook Spaces menawarkan beragam aktivitas grup, termasuk halnya video call dengan pengguna Messenger jika suasana dirasa kurang ramai / Facebook
Facebook Spaces menawarkan beragam aktivitas grup, termasuk halnya video call dengan pengguna Messenger jika suasana dirasa kurang ramai / Facebook

Spaces menawarkan sejumlah aktivitas grup yang cukup menarik. Salah satu yang paling unik adalah kemampuan untuk menggambar di udara, lalu menyulap gambar itu menjadi objek interaktif yang bisa Anda mainkan – insting bocah saya langsung berpikiran kalau fitur ini bisa dimanfaatkan untuk bermain pedang-pedangan dalam VR.

Berada dalam dunia virtual sudah semestinya tidak membendung jiwa narsis Anda / Facebook
Berada dalam dunia virtual sudah semestinya tidak membendung jiwa narsis Anda / Facebook

Menikmati foto kenang-kenangan atau video juga bisa dilakukan bersama-sama, dan Anda bahkan juga bisa menjadikan foto 360 derajat Anda sebagai background. Video calling dengan pengguna Messenger juga memungkinkan seandainya Anda merasa suasana kurang ramai, dan tentu saja Anda juga dapat mengambil selfie menggunakan tongsis virtual.

Meski masih dalam tahap beta, siapapun yang memiliki Oculus Rift dan controller Touch saat ini sudah bisa mengunduh Facebook Spaces langsung dari Oculus Store.

Sumber: The Verge dan Facebook.

VR Headset ke Depannya Dapat Mendeteksi Raut Muka Sehingga Karakter Virtual Anda Bisa Menirunya

Konsep “Social VR” perlahan mulai menunjukkan daya tarik yang cukup kuat, salah satunya berkat fitur Oculus Rooms yang diluncurkan buat Gear VR dan Rift akhir tahun kemarin. Di tempat lain, AltspaceVR yang bisa dibilang sebagai pencetus konsep ini sedang bersiap untuk memfasilitasi upacara pernikahan dalam VR.

Sayangnya sejauh ini pengguna masih belum memiliki cara yang mudah untuk mengekspresikan emosinya dalam VR. Saat kita tersenyum melihat pasangan pengantin VR itu tadi misalnya, karakter atau avatar kita dalam VR tidak akan ikut tersenyum.

Namun sebuah perusahaan bernama MindMaze punya ambisi untuk memperbaiki keterbatasan tersebut. Mereka mengembangkan teknologi unik yang dapat mendeteksi sekaligus menerjemahkan ekspresi wajah pengguna ke dalam VR.

Dijuluki Mask, teknologi ini melibatkan sebuah foam atau bantalan yang bisa menggantikan foam bawaan berbagai VR headset macam Gear VR atau HTC Vive. Tentunya ini bukan sembarang foam, melainkan yang telah ditanami delapan buah dioda yang bertugas untuk membaca impuls elektrik beserta aktivitas otot pada wajah pengguna headset.

Bantalan wajah berisikan delapan dioda ini kompatibel dengan beragam VR headset / MindMaze
Bantalan wajah berisikan delapan dioda ini kompatibel dengan beragam VR headset / MindMaze

Data itu kemudian dianalisa menggunakan algoritma machine learning guna menentukan raut muka seperti apa yang sedang Anda buat – apakah sedang tersenyum, cemberut atau ekspresi lainnya – lalu meneruskan informasinya supaya karakter virtual Anda bisa menirunya. Prosesnya diklaim dapat berlangsung secara instan, dan Engadget rupanya sependapat usai mencobanya.

MindMaze mengklaim teknologi yang mereka rancang ini aman. Reputasi mereka sebagai produsen peralatan medis bisa menjadi jaminan bahwa dioda yang menempel pada wajah Anda tersebut tidak akan berakibat apa-apa.

MindMaze rencananya tidak akan memasarkan Mask langsung ke konsumen. Mereka lebih memilih untuk menjalin kerja sama dengan produsen VR headset, melisensikan teknologinya yang diyakini sangat mudah untuk diintegrasikan ke produk yang sudah tersedia di pasaran.

Sumber: Engadget dan MindMaze.