4 Cara Menghindari Konflik dengan Co-Founder Anda

Hubungan baik antara Founder dan Co-founder bakal menjadi faktor penentu apakah startup bisa berjalan dengan baik atau tidak. Untuk itu apa pun latar belakang Anda sebagai pendiri dengan Co-founder idealnya menjadi hal yang penting untuk bisa menjaga hubungan baik, meskipun terkadang konflik dan kesalahpahaman kerap terjadi. Setiap startup tentunya memiliki dinamika yang beragam, semua dipengaruhi oleh keterbukaan, kejujuran dan toleransi yang baik satu dan lainnya.

Artikel berikut ini akan membantu Anda meminimalisir terjadi konflik dengan Co-founder.

Kepercayaan

Sejak awal memutuskan untuk mendirikan startup, Anda sebagai Founder wajib untuk memiliki rasa kepercayaan yang tinggi kepada co-founder Anda. Pastikan juga kepada co-founder untuk memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi untuk membangun startup bersama hingga menuai kesuksesan. Tentunya tidak mudah untuk menemukan co-founder yang memiliki visi dan misi yang serupa, untuk itu temukan co-founder yang paling sesuai dengan Anda.

Hindari kesalahpahaman

Ketika co-founder Anda melakukan kesalahan, jangan terlalu cepat menilai secara negatif terhadap tindakan yang telah dilakukan, cobalah untuk pahami dan berikan kepercayaan kepada co-founder Anda dan tentunya ruang untuk menjelaskan dan memperbaiki kesalahan yang telah terjadi. Dengan melakukan hal ini, Anda dapat menjaga hubungan baik tanpa mengedepankan rasa emosional yang akan memperburuk hubungan baik dengan co-founder.

Transparansi

Hal ini biasanya banyak terjadi kepada Founder atau co-founder yang masih berusia muda. Hindari mencampur urusan pribadi dengan profesional saat melakukan relasi dengan co-founder Anda. Sebagai Founder bukan berarti Anda berhak untuk melakukan semua tindakan dan mengambil keputusan seenaknya. Komunikasikan semua hal terkait dengan perusahaan kepada co-founder Anda. Transparansi menjadikan semua hal terbuka dan tidak ada yang disembunyikan satu dan lainnya.

Segera berbaikan

Perdebatan yang terjadi antara Anda dengan co-founder idealnya tidak boleh dibiarkan terlalu lama, hal tersebut bisa mempengaruhi kinerja satu sama lain. Untuk itu ketika perdebatan antara Anda dengan co-founder terjadi, segera berbaikan dan luruskan kesalahpahaman yang ada. Jangan buang waktu memaksakan ego satu dan lainnya, ketika waktunya untuk mengalah menjadi bijak untuk dilakukan.

CEO Muda, Perhatikan 5 Hal Ini Saat Menjalankan Startup

Banyak perusahaan digital ternama di dunia awalnya dibangun dari petakan tanah berukuran beberapa meter saja. Sebut saja Apple dan Microsoft. Berkat mimpi dan kerja yang tepat dari tim, kini dua perusahaan tersebut menjadi raksasa. Kisah ini mungkin menjadi trigger bagi Anda untuk melakukan hal yang sama, mengembangkan ide menjadi usaha bisnis raksasa dan mendulang untung.

Sebagai pemimpin startup, Anda perlu memikirkan apa saja hal-hal yang perlu lakukan saat mengembangkan bisnis. Ada apa saja? Berikut rangkumannya seperti dikutip dari laman ini:

Kata “sukses” dan “besar” tidak bisa dipertukarkan dalam bisnis

Jika Anda adalah seorang founder dari perusahaan yang baru memiliki satu produk, tidak ada salahnya untuk memfokuskan seluruh sumber daya ke produk itu saja. Buat produk atau layanan berdasarkan apa yang konsumen inginkan, lalu investasikan waktu dan pikiran untuk membuatnya jadi terbaik dari yang lainnya.

Sebaiknya Anda jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk melakukan diversifikasi bisnis. Memang itu baik untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan nyawa karyawan Anda, namun dengan fokus ke satu arah menjadikan Anda lebih spesial. Terlalu gegabah mendiversifikasi bisnis yang malah akan membuat perusahaan Anda lebih cepat mati dari waktunya.

Pelajari cara membentuk tim kerja yang tepat

Banyak kasus terjadi, pengusaha muda dengan ide brilian merasa perlu memiliki kontrol yang absolut untuk segala aspek di perusahaannya. Sebagai CEO, memang itu adalah bagian dari tanggung jawab Anda untuk memastikan semua bekerja sesuai aspeknya. Meskipun demikian, Anda harus berhati-hati agar tidak ikut mengatur dalam aspek mikronya.

Entah itu perusahaan Anda masih berskala startup atau bukan, Anda perlu sadar perlunya dikelilingi oleh orang-orang yang bisa dipercaya untuk mengatasi segala urusan, sampai hal terkecilnya. Entah Anda harus berurusan dengan COO, CFO, atau manajer dari berbagai level, perlu disadari mereka bekerja untuk membantu meringankan pekerjaan Anda dan menjalankan perusahaan. Biarkan mereka membantu Anda.

Sesekali Anda perlu lakukan review atas kinerja karyawan, periksa kelemahan apa saja yang perlu diperbaiki, dan potensi yang bisa ditingkatkan. Selain itu, Anda juga perlu menempatkan pemimpin dari setiap divisi untuk memastikan pekerjaan dilakukan sesuai jobdesc masing-masing. Sebagai CEO, fokus Anda adalah pengembangan perusahaan lebih besar lagi.

Definisikan dengan jelas jobdesc dan tanggung jawab tiap karyawan

Sebagai bagian dari tim, penting untuk memberi batasan apa saja jobdesc dan tanggung jawab dari tiap karyawan, bagaimana otoritasnya, dan lain-lain. Hal ini tentu saja akan membantu meminimalisir perselisihan kecil antar karyawan, sekaligus mengurangi beban pikiran Anda sendiri.

Belajar dari mentor

Sebagai CEO muda, penting untuk mengenali ada banyak individu yang memiliki lebih banyak pengalaman daripada Anda. Sehingga, penting untuk tumbuh dengan bantuan dari mentor. Anda sebaiknya jangan merasa terancam dengan rekan kerja yang berusia lebih tua dan bijaksana dari Anda. Sebaliknya, gunakan pengalaman mereka untuk menambah eksposur Anda, memperkuat kemampuan dalam menjalankan perusahaan yang sukses.

Percaya diri

Anda harus yakin segala keputusan diambil berdasarkan pertimbangan yang matang dan percaya diri. Karyawan, pemegang saham, dan direksi lainnya akan mencari Anda untuk membimbing mereka, oleh karena itu penting bagi Anda untuk percaya pada kemampuan diri sendiri.

Saran dari pihak luar memang berharga, tapi Anda harus tetap waspada sebab tiada yang tahu apa motif di balik saran tersebut diutarakan. Percaya pada visi Anda dan ikuti dengan passion yang telah membawa Anda ke posisi CEO.

Belajar Dari Kunal Shah, Pendiri Startup India FreeCharge

Bertujuan sebagai wadah mengumpulkan para Founder startup yang mendapat investasi dari 500 Startups, secara rutin digelar kegiatan networking yang diberi nama fireside dinner chat, dengan koordinator dan moderator acara Managing Partner SEA 500 Startups Khailee Ng.

“Selain bertujuan sebagai ajang networking, kegiatan rutin fireside dinner chat ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk belajar dari Founder startup global yang dihadirkan dan diundang secara khusus oleh 500 Startups,” kata Khailee.

Dalam acara fireside dinner chat yang digelar oleh 500 Startups di Jakarta, Rabu (7/9), dihadirkan secara khusus CEO FreeCharge Kunal Shah yang sukses menjual startup miliknya, Free Charge, kepada Snapdeal senilai $400 juta tahun 2015 lalu.

Untuk memberikan inspirasi dan berbagi pengalaman kepada para Founder lainnya yang turut hadir dalam acara fireside dinner chat tersebut, Kunal menjelaskan tips dan trik yang baiknya diterapkan Founder agar bisa menjalankan bisnis dengan sehat dan sustainable.

Berawal dari ide yang original dan tidak ‘pasaran’

FreeCharge merupakan startup yang didirikan oleh Kunal Shah tahun 2010 silam berbasis di India dan menawarkan pembelian kuota/pulsa untuk pelanggan prabayar dan pascabayar secara online. Kelebihan yang dimiliki oleh Free Charge adalah penawaran kupon atau voucher dari merchant-merchant F&B favorit di India kepada pengguna yang membeli pulsa melalui FreeCharge.

“Di awal berdirinya FreeCharge kami mengalami banyak kendala, mulai dari meyakinkan mitra untuk bekerja sama, operator hingga target pasar untuk mencoba layanan FreeCharge. Kami terus menjalankan bisnis karena yakin dengan ide yang kami miliki,” kata Kunal.

Dengan bisnis model yang terbilang unik dan original, Kunal mampu meyakinkan mitra, pihak operator, hingga pengguna untuk memanfaatkan layanan FreeCharge. Terbukti keberadaan FreeCharge makin eksis sebagai layanan pembelian pulsa secara online.

“Kesuksesan FreeCharge menunjukkan bahwa ide yang masuk akal dan oroginal pastinya akan berhasil dan diterima oleh masyarakat, untuk itu sebelum memutuskan untuk mendirikan startup pastikan ide yang dimiliki memiliki potensi untuk berkembang,” kata Kunal.

Dalam perjalanan bisnisnya, FreeCharge telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor, di antaranya adalah Tandon Group, Sequoia Capital, Sofina, Ru-Net, Tybourne Capital Management, dan Valiant Capital Management. Kesuksesan Kunal melakukan penggalangan dana termasuk salah satu prestasi terbaik yang pernah dilakukan oleh startup di India.

Hal menarik yang diungkapkan oleh Kunal saat melancarkan kegiatan promosi adalah sepenuhnya dilakukan secara organik, tanpa menggunakan digital ads sepert Facebook atau Google Ads. Mengandalkan rekomendasi dari mulut ke mulut ternyata lebih ampuh dibandingkan dengan menggunakan iklan digital.

“Saya percaya akan kekuatan buzzword dan rekomendasi dari sesama pengguna, hal tersebut lebih efektif dan pastinya langsung mendapatkan impact dibandingkan hanya mengandalkan iklan secara digital,” kata Kunal.

Hal lain yang juga ditegaskan Kunal belajar tentang cara-cara yang telah diterapkannya di FreeCharge adalah pentingnya mendapatkan feedback dari pengguna dan upayakan untuk melakukan riset secara mendalam. Mulai dari mendapatkan survei hingga respon dari target pasar.

“Selain tidak melakukan riset serta mengelola feedback dari pengguna dengan baik, salah satu kegagalan dari startup adalah kebiasaan untuk meng-cloning layanan yang sudah ada sebelumnya. Untuk itu upayakan selalu menjadi original,” kata Kunal.

Cari kandidat pegawai yang tepat

Kunal juga membagikan cara tepat melakukan proses prekerutan startup. Akan menjadi hal yang positif jika startup bisa mendapatkan anggota tim yang tepat, sesuai dengan posisi yang dibutuhkan dan pastinya loyal. Hindari memperkerjakan anggota tim yang tidak sesuai dengan visi dan misi perusahaan dan fokuskan kepada kandidat yang paling sesuai.

“Posisikan dedicated person untuk melakukan pegawai dan pastikan Anda sebagai Founder sudah menerapkan dengan benar seperti apa kandidat yang diinginkan. Jika ingin menjadi perusahaan teknologi yang sukses, pekerjaan karyawan seperlunya jangan terlalu banyak,” kata Kunal.

Skalabilitas dan dedikasi penuh Founder

Sebagai Founder startup Anda bertanggung jawab untuk selalu mengawasi, memonitor serta mencermati semua perkembangan yang ada di startup, khususnya untuk startup baru. Proses di awal berdirinya startup merupakan paling krusial dan selalu untuk menjadi prioritas Founder.

“Yang saya ingat waktu saya mulai mendirikan FreeCharge, saya sering menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan dan memonitor semua jalannya proses. Jangan pernah ragu untuk menghabiskan waktu lebih banyak untuk startup Anda di masa-masa awal,” kata Kunal.

Skalabilitas tentunya merupakan tahap yang akan dilalui oleh startup, ketika waktunya tiba tidak usah terburu-buru untuk melakukan ekspansi, menambah jumlah pegawai, atau melancarkan kegiatan promosi secara masif. Fokus kepada produk dan bagaimana Anda bisa mengembangkan inovasi ke dalam produk yang ada.

Hal tersebut juga berlaku kepada pendanaan. Idealnya saat startup mendapatkan pendanaan dalam tahap lanjutan, bersikaplah lebih low profile dan tetapkan jumlah pendanaan dalam jumlah yang paling sesuai.

“Saya melihat kebanyakan startup di Asia merayakan pendanaan yang baru didapatkan dengan terlalu berlebihan. Mulai dari membangun kantor dengan desain yang super ‘fancy‘ hingga menambah jumlah pegawai yang tidak terlalu dibutuhkan. Hal tersebut tidak perlu dilakukan,” kata Kunal.

Idealnya gunakan semua kucuran dana segar yang baru saja didapatkan untuk keperluan yang lebih penting. Dengan demikian startup Anda bisa tetap survive meskipun saat ini masih berkecukupan dalam hal pendanaan.

“Untuk startup tetap bisa survive pastikan Anda sebagai Founder pintar mengelola uang dan yang paling penting jangan pernah kehabisan uang. Founder yang sukses adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk bertahan” kata Kunal.

Jika pada akhirnya startup tidak mampu untuk bertahan dan menjalankan bisnisnya dengan alasan apa pun, segera buat keputusan untuk menutup startup agar tidak berakhir lebih buruk lagi. Jangan pernah ragu atau merasa malu akan kegagalan yang ada dan jangan menutupi kegagalan tersebut dari pihak terkait seperti investor, stakeholder, hingga anggota tim.

“Di Asia ada stigma takut gagal, jangan pikirkan takut gagal segera lakukan penutupan jika startup Anda tidak sukses, jangan malu ketika usaha mengalami kegagalan,” tutup Kunal.

Pendaftaran Google Launchpad Accelerator Batch Ketiga Tengah Dibuka

Google kembali mengumumkan pembukaan gelaran Google Launchpad Accelerator, sebuah program yang memfokuskan pada mentoring, pelatihan, hingga inkubasi oleh Google kepada startup terpilih. Google Launchpad Accelerator sendiri sudah memasuki batch ketiga. Dan pendaftaran kini sedang dibuka sampai dengan 24 Oktober 2016 mendatang.

Hingga sampai batch ketiga ini Google Launchpad Accelerator baru membuka pendaftaran di negara-negara dengan ekosistem startup yang sedang berkembang, seperti Indonesia, Brasil, India dan Meksiko. Namun Google menjanjikan akan membuka lebih banyak kesempatan bagi startup di negara-negara lain pada batch berikutnya.

Google juga mensyaratkan bahwa startup yang terpilih harus menargetkan pasar lokal untuk solusi atau aplikasi yang diusung di negara masing-masing. Selain itu Google juga mempertimbangkan market fit, masalah yang coba dipecahkan, bagaimana startup menciptakan value untuk pengguna, dan beberapa pertimbangan intensif lainnya dalam meloloskan startup pendaftar ke dalam program ini.

Program Google Launchpad Accelerator sendiri menawarkan berbagai macam keuntungan, seperti kesempatan mengikuti bootcamp, pendampingan teknis dan bisnis yang mendalam dari mentor-mentor yang berasal dari seluruh penjuru dunia, serta didukung lebih dari 20 tim ahli korporasi Google.

Sebagai informasi tambahan, dalam batch pertama startup Indonesia yang menjadi bagian dari program Google Launchpad Accelerator adalah Jojonomic, Kakatu, HarukaEdu, Setipe, Kerjabilitas, Kurio, eFishery, dan Seekmi. Nama-nama seperti CodaShop, HijUp, IDNtimes, Jarvis Store, Ruangguru, dan Talenta juga tercatat sebagai statup Indonesia yang turut serta dalam Google Launchpad Accelerator batch yang kedua.

Dari testimoni yang diberikan para peserta batch pertama dan kedua Google Launchpad Accelerator, mereka banyak mendapatkan pembelajaran untuk bisa meningkatkan berbagai aspek dalam produk dan bisnisnya, seperti untuk lebih mengoptimalkan UI/UX, bagaimana mengakusisi pengguna dan juga talenta, hingga bagaimana menempatkan investasi di channel yang tepat.

Seperti yang pernah disampaikan President CodaPay Paul Leisshman pada acara kelulusan peserta Google Launchpad Accelerator batch pertama yang mengungkapkan bahwa informasi yang diberikan dan teknologi baru yang diperkenalkan sedikit banyak mengubah rencana CodaPay dalam mengembangkan bisnisnya. Sementara itu bagi CEO HarukaEdua Novistar Rustandi pemahaman user experience menjadi salah satu yang penting.

4 Tips Membangun Startup Niche

Dalam dunia bisnis, tingkat persaingan dalam menawarkan produk dan yang layanan terbaik sangatlah ketat. Hal ini sekaligus menjadi suatu tantangan, apakah Anda bisa memberikan seluruhnya? Bila tidak, cobalah membuat strategi baru, yakni dengan membangun startup niche.

Untuk mengembangkan dan membangun sebuah startup niche, sebelumnya Anda perlu mendefinisikan sendiri apa keahlian khusus yang nantinya bakal menjadi sumber kekuatan. Ini yang disebut dengan spesialisasi mikro. Dengan begitu, Anda bisa menjadi seseorang yang benar-benar ahli dibidangnya, tahu celah mana yang bisa ditonjolkan untuk niche startup milik Anda.

Dikutip dari laman ini, ada beberapa tips yang Anda butuhkan untuk mengembangkan spesialisasi mikro:

Tentukan basis pengetahuan Anda dan identifikasi calon pasar

Sebelum membuat niche Anda sendiri, sebaiknya Anda perlu mengidentifikasi niche tertentu yang diminati. Caranya, Anda perlu menentukan basis pengetahuan yang sudah dikuasai, sebagai titik awal dimulainya startup niche Anda. Contohnya, Anda tertarik untuk masuk ke dunia medis dan ingin menjadi ahli-nya dari sekian banyak subkategori medis, atau Anda ingin memiliki usaha di dunia kebugaran dan menjadi ahli di subkategorinya.

Potong menjadi bagian kecil

Setelah mendefinisikan bidang dasar, Anda perlu mendalami ke bagian lebih spesifik. Ambil contoh, ketika perawat mendapat lisensinya, ia akan memilih area mana yang akan diseriusi. Dia bisa memilih menjadi perawat ICU merawat pasien yang sakit kritis, atau menjadi perawat di kamar operasi membantu dokter saat bedah dan memantau kondisi pasien. Apapun bidang keahlian yang dia pilih, akan dipelajari lebih dalam dan menjadi ahli di bidangnya. Prinsip tersebut berlaku ketika Anda memilih startup niche setelah menentukan bidang dasarnya.

Lakukan tes khusus untuk niche Anda

Bila Anda telah memilih niche, coba pertimbangkannya lewat faktor berikut ini:

Pertama, ketersediaan subtopik dalam niche yang Anda pilih. Jumlah subtopik akan membantu Anda dalam menentukan niche yang dipilih adalah yang terbaik. Semakin banyak subtopik, maka niche akan semakin baik.

Kedua, kebutuhan spesifik niche. Hal ini sangat penting untuk Anda identifikasi, berapa banyak klien potensial yang bisa didekati. Jika ada banyak orang yang membutuhkan keberadaan niche Anda, artinya saat awal bisnis niche berdiri akan ada banyak calon konsumen yang siap mengantre.

Terakhir, lakukan pengukuran niche. Faktor ini membahas masalah kemampuan niche Anda dalam memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan konsumen.

Jadilah informan yang baik untuk konsumen

Anda harus siap melayani konsumen dengan memberikan informasi yang baik dan berkualitas mengenai niche yang Anda pilih. Untuk mencapai itu, Anda harus membuat video informatif atau membuat blog.

Untuk menjadi yang terbaik atau ada di posisi teratas butuh banyak usaha, motivasi, dan tekad yang kuat. Saat startup niche Anda mendapat banyak penghargaan, pasti Anda akan mengatakan kepada diri sendiri semua hal yang telah dilakukan tidak sia-sia.

B Dash Camp 2016 Buka Kesempatan Startup Indonesia Dapatkan Pendanaan dan Kemitraan Strategis

Venture capital asal Jepang B Dash Ventures tahun ini kembali mengadakan pagelaran dua tahunannya B Dash Camp 2016. Acara ini diadakan untuk mempertemukan para eksekutif senior di industri teknologi dengan para pendiri startup di tahap awal. Acara ini terbuka bagi siapa saja, termasuk pelaku startup di Indonesia. Jika tertarik, pendaftaran masih akan dibuka hingga tanggal 5 September 2016.

Acara ini sendiri akan diadakan pada 17 – 18 Oktober 2016, bertempat di Royton Sapporo Jepang. Konferensi ini memfokuskan pada pendanaan startup di tahap awal, umumnya pendanaan yang akan diberikan berupa seed, early atau later stage funding. B Dash akan memilih startup yang dianggap memiliki potensi untuk menjadi “next generation tech-company”.

Terdapat dua agenda utama dalam rangkaian B Dash Camp 2016, yakni Pitch Arena dan Fundraising, Partnerships & Awards. Pitch Arena menjadi bagian utama dari acara ini, yakni kompetisi bagi startup yang sedang mencari pendanaan, mengumumkan peluncuran produk baru atau sedang mencari kemitraan strategis.

Sedangkan Fundraising, Partnerships & Awards dikhususkan bagi para peserta (startup) yang telah meraih pendanaan atau kemitraan dari Pitch Arena, pemenang akan berkesempatan melakukan pitching di depan undangan khusus (eksekutif level CXO) dan mendapatkan hadiah dari B Dash Camp.

Startup yang tertarik untuk mengikuti rangkaian acara ini, segera mendaftar melalui laman resmi B Dash Camp 2016 yang dapat diakses di sini.


Disclosure: B Dash Ventures adalah salah satu investor DailySocial

Lima Nasihat Ampuh Jika Anda Berencana Luncurkan Startup

Selama ini mungkin Anda sudah merasa siap untuk segera meluncurkan startup, namun masih membutuhkan pengetahuan hingga pengalaman yang telah dilakukan oleh pendiri startup yang sukses hingga yang gagal. Dari sekian banyak masukan, informasi hingga pengetahuan penting terkait dengan cara tepat membangun startup, tentunya tidak semua harus diterapkan, Anda sebagai Founder harus bijak memilih nasihat dan masukan yang tepat untuk startup. Artikel berikut ini akan membahas lima nasihat terbaik yang telah dibagikan oleh pendiri startup.

Biasakan diri Anda dengan keadaan yang ‘tidak nyaman’

Mendirikan startup dengan produk dan model bisnis yang Anda miliki artinya Anda harus siap masuk ke wilayah baru dan terbilang asing, untuk itu menjadi penting bagi Anda untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan, suasana hingga pihak terkait yang tergolong baru oleh Anda selama ini. Keluar dari zona aman dan masuki lingkungan baru yang serba tidak pasti dan bersiaplah membuat keputusan yang tepat

—Aaron O’Hearn, Co-founder and CEO of Startup Institute

Tunjukkan kemampuan produk

Banyak startup yang kemudian memposisikan produk mereka sebagai “Tandingannya Facebook” atau “The Next Uber dan Airbnb” dan masih banyak lagi. Jika Anda memiliki produk yang baik dan terbukti mampu untuk memiliki potensi disukai oleh konsumen, tunjukkan dengan jelas kelebihan tersebut. Jangan tempatkan startup Anda dengan pencitraan yang terlalu berlebihan.

Pada akhirnya jika produk Anda memang brilian, konsumen atau media yang nantinya akan menilai sendiri di mana posisi Anda sebagai startup nantinya. Untuk itu tonjolkan keunggulan produk Anda dan hindari untuk menjadi startup saingan perusahaan ternama.

—Shaun Johnson, Co-founder and COO of Startup Institute

Ketahui dengan benar hirarki startup

Menjadi pendiri startup artinya Anda harus mampu mengetahui informasi dan pengetahuan tentang teknologi, manajemen keuangan, sumber daya manusia dan lainnya. Jika Anda tidak mengerti salah satu dari bidang tersebut, carilah anggota tim atau Co-founder yang bisa membantu Anda.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah bangunlah hubungan baik dengan mentor, pakar serta pihak-pihak terkait yang memiliki pengalaman dan pengetahuan lebih untuk membantu Anda. Meskipun saat ini Anda masih terbilang baru sebagai pelaku startup, nantinya Anda akan menjadi senior yang kemudian banyak dicari oleh calon pendiri startup lainnya sebagai mentor.

—Christina Wallace, Director of Startup Institute NY and Former Co-founder of Quincy

Hiraukan kompetitor lainnya

Jika saat ini Anda belum berencana meluncurkan produk namun kompetitor Anda sudah terlebih dahulu meluncurkan dan berhasil mendapatkan promosi yang masif, jangan jadikan hal tersebut sebuah alasan untuk Anda tergesa-gesa meluncurkan produk. Hiraukan ‘keramaian’ berita dari kompetitor Anda, fokus kepada produk hingga pada akhirnya Anda siap dengan produk Anda untuk diluncurkan ke publik.

—Jules Pieri, Co-founder and CEO of The Grommet

Buatlah keputusan yang tepat

Sebagai Founder mungkin selama ini Anda sudah sering bertemu dengan mentor, investor hingga pihak terkait lainnya yang mengarahkan Anda untuk membuat produk, target pasar yang tepat, jenis produk hingga pemilihan B2C atau B2B. Tampung semua masukan namun pada akhirnya Anda sebagai Founder harus bisa mengambil keputusan sendiri yang tepat sesuai dengan visi dan misi startup.

—Brent Grinna, Founder of EverTrue

Pentingnya Membangun Kerangka Validasi Ide Startup

Memvalidasi ide startup lebih penting untuk dilakukan oleh seorang founder dan timnya, bahkan lebih penting daripada hal lainnya. Tanpa hal itu orang-orang tidak akan ada yang mau membeli produk. Hasil kerja keras Anda bersama tim akan terbuang percuma apabila hal itu sampai terjadi.

Dalam tulisannya di laman Medium, Michell Harper berbagi tips langkah-langkah apa yang perlu dilakukan saat membangun sebuah kerangka untuk validasi ide pasar sebelum mengucurkan dana. Menurutnya, tips ini sama persis dengan apa yang pernah ia dan timnya lakukan saat pertama kali membangun Bigcommerce di 2009 silam.

1. Tulis masalah, bukan solusi secara spesifik

Anda ingin mengutarakan dengan jelas permasalahan apa yang setiap orang rasakan setiap harinya. Untuk itu, fokuslah pada masalahnya, bukan solusinya. Anda bisa menuliskan masalah dalam sebuah pernyataan sederhana.

Contohnya: Tidak mungkin untuk melakukan follow up terhadap pelanggan yang sudah meninggalkan restoran atau terlalu sulit untuk merancang grafis berkualitas profesional di media sosial.

Intinya, Anda mendapatkan ide, tapi haruslah masalah yang sangat dasar, sehingga Anda perlu terus perbaiki sampai terbentuk satu kalimat permasalahan yang sudah utuh.

2. Tentukan apakah itu termasuk masalah tier 1 atau bukan

Mencari masalah itu pekerjaan mudah, tapi menentukan apakah itu masalah tier 1 (utama) atau bukan adalah pekerjaan yang tidak mudah karena artinya Anda sedang berusaha menyelesaikan satu dari tiga tingkat masalah yang dihadapi konsumen potensial Anda.

Bila Anda tidak memberikan solusi terhadap masalah tier 1 mereka, berarti apapun produk yang ditawarkan tidak akan berguna. Untuk tahu bagaimana memvalidasi masalah Anda itu adalah masalah tier 1 atau bukan, pertama-tama Anda perlu memetakan jenis konsumen. Caranya dengan membuat profil dasar.

Mulai dengan membuat skala perusahaan, jabatan yang dituju, jenis industri, dan lokasinya. Ini bisa dicari lewat LinkedIn. Berikutnya, membuat janji telepon lewat email. Bentuknya harus to the point, jangan sampai waktu calon konsumen terbuang percuma. Anda bisa langsung menuliskan tujuan menghubungi mereka sebagai penelitian awal, sebutkan dengan rinci kapan waktunya, dan durasinya.

Dalam proses ini, berlaku hukum probabilitas. Artinya, dari sekian banyak orang yang Anda hubungi hanya sekian persennya akan membalas pesan. Jadi, bila Anda ingin mendapat 20 responden paling tidak perlu hubungi sekitar 60 orang.

3. Menentukan solusi yang ada

Setelah mendapat koresponden, Anda akan mendapat bayangan ide baru bagaimana strategi mereka menyelesaikan masalah tier 1. Ada baiknya, menurur Harper, untuk tidak menanyakan produk apa yang membantu mereka menyelesaikan masalah itu, karena sudah pasti mereka tidak akan memberi tahu. Sebaliknya Anda tanyakan bagaimana caranya.

Seringkali, ketika Anda ingin menyelesaikan masalah, ada perusahaan lainnya yang sedang melakukan hal yang sama. Akan tetapi, hal ini juga bisa jadi bumerang. Apabila tidak ada perusahaan yang berusaha memecahkan masalah yang juga sedang Anda selesaikan bisa jadi ini dikarenakan tidak ada pasar atau masalah Anda terlalu spesifik bagi sedikit orang saja.

Oleh karena itu, Anda perlu menyeimbangkan antara masalah yang spesifik dengan kondisi pasar.

4. Cari kelemahan dari solusi yang ada

Entah koresponden menggunakan produk yang ada di pasaran atau tidak. Anda perlu identifikasi apakah ada kelemahan dari produk tersebut. Tanyakan ke mereka, apakah suka dengan produk yang ada saat ini, bila tidak apa yang mereka inginkan.

Ini berguna agar produk yang Anda luncurkan tidak memiliki solusi dengan kesamaan yang identik dengan kompetitor. Kira-kira dengan persentase perbedaan minimal 20% adalah ambang batas terbaik bagi produk Anda untuk dipilih calon konsumen dibandingkan produk lainnya.

5. Cek kembali budget

Jika Anda memiliki kompetitor dengan tujuan memecahkan masalah yang sama, perhatikan traksi mereka. Apakah berkembang pesat? Bagaimana volumenya? Apakah mereka sudah mendulang profit? Coba Anda cari petunjuk dari semua pertanyaan itu.

Kebanyakan, bila kompetitor tidak memiliki produk yang baik tapi memiliki profit dan ada pembelinya, ini menandakan ada orang yang yang memiliki alokasi budget untuk membelanjakan produk yang sama seperti Anda.

Dari responden yang Anda hubungi, tanyakan ke mereka bila ada produk yang lebih baik dari yang sudah ada diluncurkan ke pasar berapa harga yang pantas mereka rela bayarkan. Bila responnya tidak akan membeli, Anda perlu gali lebih dalam alasannya.

6. Gunakan responden sebagai penentu roadmap Anda

Dengan memakai asumsi Anda sudah memecahkan masalah tier 1 dalam produk yang sedang Anda buat, artinya akan ada orang yang akan membeli produk Anda. Setelah Anda menyelesaikan keenam langkah ini, secara harafiah Anda belum mengeluarkan uang sepeser pun.

Empat Hal yang Perlu Dicermati Saat Memilih Kantor Startup

Idealnya sebuah startup memiliki gedung kantor yang bisa menampung semua anggota tim menyelesaikan tugas dan pengembangan produk setiap harinya. Namun demikian ketika di awal mulai mendirikan startup, apakah perlu langsung memiliki kantor? Atau memanfaatkan coworking space, inkubator atau akselerator terlebih dahulu? Artikel berikut ini akan membantu Anda untuk mempertimbangkan dan mengambil langkah-langkah yang tepat saat memutuskan untuk memilih ruang kerja untuk startup.

Tentukan tempat

Pada umumnya ketika startup baru mulai didirikan dan oprasional mulai dijalankan tidak banyak anggota tim yang terlibat, hanya 2-4 tim inti saja yang menjalankan pengembangan startup. Untuk itu tentukan ruang kerja yang paling cocok untuk bisa menampung semua anggota tim ‘kecil’ Anda, apakah itu memanfaatkan coworking space, menyewa ruko/rumah hingga memutuskan untuk menyewa ruangan kantor di gedung perkantoran. Penting untuk melihat semua pertimbangan tersebut dari budget, prioritas dan rencana jangka panjang.

Jika saat ini startup Anda telah memiliki pendapatan yang stabil, baru saja mendapatkan kucuran dana segar dalam jumlah yang cukup fantastis dan menambah jumlah pegawai, ada baiknya untuk memilih gedung perkantoran atau tempat khusus yang bisa Anda renovasi, desain dengan semangat dan ciri khas dari startup. Sewalah tenaga ahli seperti real estate broker, contractor dan pihak terkait lainnya yang nantinya bisa mewujudkan keinginan Anda sebagai pemilik startup untuk menciptakan gedung kantor yang ideal dan tentunya menyenangkan untuk semua pegawai.

Pemilihan lokasi

Setelah prioritas telah dibuat langkah selanjutnya yang bisa diambil adalah menentukan lokasi kantor. Banyak pemilik startup yang kemudian memilih lokasi kantor dekat dengan rumah mereka, jika hal tersebut menjadi salah satu hal penentu, pastikan anggota tim lainnya bisa menikmati pilihan lokasi tersebut. Caranya adalah dengan mencermati akses transportasi yang ada, lahan parkir yang tersedia hingga waktu yang dibutuhkan oleh masing-masing pegawai menjangkau lokasi kantor. Jangan sampai karena keinginan Anda pribadi sebagai pemilik startup, anggota tim lainnya merasa kesulitan untuk menuju lokasi kantor.

Besarnya ruangan

Hal yang satu ini tentunya menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan saat mencari gedung kantor startup, pastikan Anda bisa memiliki perkiraan, berapa jumlah anggota tim yang akan ditambah? Apakah ruangan kantor saat ini sudah cukup proporsional untuk menampung mereka semua? Berapa banyak ruang meeting yang Anda butuhkan? Apakah ruangan santai atau ruang makan perlu Anda buat?

Pengeluaran khusus

Ketika startup Anda memutuskan untuk menyewa gedung perkantoran atau ruang kerja, yang perlu diperhatikan adalah berapa banyak pengeluaran yang harus Anda siapkan setiap bulannya. Mulai dari listrik, air, tenaga kebersihan, pemeliharaan gedung, parkir dan lainnya. Buatlah budget khusus untuk bisa memenuhi semua keperluan tersebut dan pastikan Anda telah memiliki simpanan cukup yang telah dialokasikan untuk keperluan ini setiap bulannya. Berfokus hanya pada alternatif yang tidak melebihi anggaran Anda akan membantu mempersempit pencarian Anda ke daftar yang bisa dikelola.

Pembagian Ekuitas Di Antara Founder Bisa Jadi Masalah Serius dalam Tubuh Startup

Pendiri startup dilatih untuk banyak memikirkan pertimbangan dan keputusan. Baik itu mengenai pasar, produk, dan beberapa hal krusial lain. Tapi setelah semua dilalui dengan baik, seolah-olah startup sudah memenangkan segalanya kesalahan pertama dan paling sering dilakukan para founder adalah pembagian ekuitas founder. Aspek-aspek seperti hubungan, peran, dan tanggung jawab dari masing-masing “The winning team” sering membuat goyang saat pembagian ekuitas. Bahkan jika tidak bisa menyelesaikan perkara pembagian ekuitas ini dengan baik-baik permasalahan ini bisa berubah menjadi masalah pribadi dan mengantarkan pihak-pihak yang berselisih hingga ke pengadilan.

Setiap startup tentu punya cara dan jalan masing-masing dalam menentukan pembagian ekuitas. Beberapa melakukan perjanjiannya di awal, sementara yang lain menunggu hingga saling mengenal satu sama lain. Beberapa tim melakukan proses perjanjian dengan sangat hati-hati, dan beberapa yang lain melakukan kesepakatan dengan cepat. Ada yang membaginya sama rata untuk setiap pendiri atau tim, ada juga yang membaginya sesuai dengan tanggung jawab atau sumbangsih yang diberikan masing-masing. Semua punya caranya masing-masing. Tak terkecuali sesama anggota keluarga.

Tim founder yang terdiri dari anggota keluarga nyatanya tidak lantas meringankan beban pembagian ekuitas ini. Justru karena ada ikatan darah di setiap individunya pembagiannya kemudian bisa menjadi sangat objektif. Negosiasi pun akan menjadi lebih alot karena satu sama lain sudah mengenal baik dari luar maupun dalam. “Adil” seolah menjadi sesuatu yang susah jika sudah mulai masuk ke ranah subjek. Tapi masalah pembagian ekuitas ini bukan tanpa solusi.

Selain profesionalisme yang dibutuhkan, khususnya untuk mengatasi negosiasi sesama anggota keluarga, profesionalisme juga diperlukan untuk masalah-masalah lain. Sisanya tinggal bagaimana kita membangun kepercayaan dan komunikasi dalam tim.

Masalah pembagian ekuitas sejatinya bisa diselesaikan dengan berbagai macam cara, mulai dari menjelaskan pada pembicaraan awal pembentukan startup dengan membuat sebuah perjanjian, atau duduk bersama untuk membagi sesuai porsinya masing-masing dengan komunikasi yang baik dan terbuka. Inilah mengapa perlu terjalin suasana yang kondusif dan komunikasi yang baik dalam tubuh startup.