Komunitas Fighting Game Australia Bersatu untuk Menghadapi EVO 2019

Pemain video game kompetitif tentu punya impian untuk menaklukkan kancah turnamen tertinggi dunia, dan di dunia fighting game, itu berarti panggung Evolution Championship Series (EVO). Namun untuk dapat berpartisipasi saja kendalanya cukup besar, sebab EVO hanya digelar di Amerika Serikat. Butuh biaya cukup besar untuk sekadar berangkat ke sana, juga biaya akomodasi selama beberapa hari EVO berlangsung.

Komunitas fighting game di Australia punya ide menarik untuk membantu para talenta potensial berangkat ke EVO. Melalui sebuah sirkuit kompetisi lokal bernama BAM Path to EVO, mereka ingin menyatukan seluruh pemain fighting game Australia dan Selandia Baru (ANZ) dalam sebuah leaderboard nasional yang terpusat. Lewat sistem ini, mereka ingin menemukan talenta-talenta terbaik untuk dikirim sebagai perwakilan negara ke EVO.

Dalam BAM Path to EVO, para pemain fighting game akan bertarung di cabang Street Fighter V, Tekken 7, serta Super Smash Bros. Ultimate. Para pemain terbaik yang muncul kemudian akan maju ke turnamen fighting game nasional bernama Battle Arena Melbourne (BAM). Juara turnamen BAM inilah yang kemudian akan mendapat tiket penerbangan serta akomodasi ke Las Vegas untuk bertanding di EVO 2019.

BAM Path to EVO dicetuskan oleh gabungan tiga komunitas yaitu CouchWarriors, OzHadou, dan Standing Fierce. Tiga komunitas tersebut terletak di kota yang berbeda-beda, namun memiliki passion yang sama untuk memajukan dunia fighting game di wilayah ANZ. Dipimpin oleh CouchWarriors, komunitas-komunitas ini menjalin kerja sama dengan Twitch untuk mengangkat event mereka ke permukaan.

“Menarik sekali melihat bahwa ketika orang-orang bermain secara kompetitif, hal itu dapat mendatangkan perhatian. Sebagai organizer turnamen aneh rasanya berkata bahwa saya terkejut, tapi saya memang terkejut. Kami mendapat jumlah pemirsa yang baik. Kurang lebih berkisar antara 300 – 500 concurrent view, angka yang bagus untuk stream di ANZ,” ujar Daniel Chlebowczyk dari CouchWarriors, dikutip dari Esports Observer.

Pihak Twitch merasa bahwa komunitas fighting game sebetulnya punya ikatan persahabatan yang kuat, tapi mereka terlalu tersebar. Lewis Mitchell, ANZ Partnership Lead di Twitch, berkata, “Setiap kali saya berkumpul dengan komunitas fighting game, mereka selalu merupakan komunitas paling ramah dan terbuka yang pernah saya temui. Inisiatif ini bertujuan membantu mendorong (kegiatan mereka).” Mitchell berharap bahwa dalam waktu dua tahun, komunitas fighting game ANZ sudah bisa bersatu, menjalankan kegiatan sendiri, termasuk mengembangkan model bisnis secara mandiri.

Problem X - EVO 2018
Problem X (Benjamin Simon), juara EVO 2018 setelah mengalahkan Tokido | Sumber: Game Informer

Pertandingan BAM Path to EVO akan berjalan setiap satu minggu sekali. Sebagian pertandingan itu diadakan secara online, tapi ada juga offline event yang dapat memberi poin klasemen. Puncaknya, para pemegang peringkat tertinggi akan bertarung di Battle Arena Melbourne 11 pada tanggal 17 – 19 Mei 2019 nanti.

Sistem BAM Path to EVO cukup mirip dengan Capcom Pro Tour, di mana petarung dari seluruh dunia dapat mengumpulkan poin kualifikasi kemudian maju ke acara puncak yaitu Capcom Cup. Bedanya, Capcom Pro Tour berskala global, sementara BAM Path to EVO skalanya hanya nasional/regional. Twitch dapat membantu mendorong kegitan skala regional seperti ini, dan mungkin saja hal yang sama dapat diterapkan di wilayah lain, misalnya Indonesia.

Sumber: Esports Observer

Street Fighter V Season 4 Dibuka dengan Kehadiran Karakter Baru, Kage

Kejuaran tertinggi Street Fighter, Capcom Cup 2018, telah berakhir. Gachikun dari Jepang keluar sebagai juara setelah mengalahkan Itabashi Zangief dengan karakter andalannya, Rashid the Turbulent Wind. Setelahnya, seperti biasa Yoshinori Ono naik ke atas panggung. Produser Street Fighter V yang terkenal sangat menyukai karakter Blanka itu memberi sebuah pengumuman bagi para penggemar.

Bila Anda masih ingat, tahun lalu Capcom membuat kehebohan karena langsung mengumumkan enam karakter baru sekaligus. Namun kali ini mereka tampaknya sedikit menahan diri. Sebagai pembuka tahun 2019 yang juga merupakan Season 4 dari Street Fighter V, Capcom hanya mengumumkan satu karakter baru, yaitu Kage.

Sekilas Kage sangat mirip dengan Evil Ryu. Bahkan, bila Anda menonton langsung pengumuman pertamanya, mungkin Anda tidak akan menyangka bahwa ternyata dia adalah karakter baru. Selama ini kita kenal Evil Ryu sebagai wujud jahat dari Ryu yang telah teracuni oleh kekuatan Satsui no Hado. Akan tetapi, sebetulnya Evil Ryu tidak pernah masuk ke dalam cerita canon Street Fighter. Ia hanya skenario “what if”, seperti apa jadinya bila Ryu gagal melawan godaan kekuatan jahat dalam dirinya.

Di Street Fighter V kali ini, dikisahkan bahwa Ryu berhasil menolak Satsui no Hado dan meredamnya dengan bantuan The Power of Nothingness (Mu no Ken). Namun ternyata kekuatan itu memberontak keluar, membentuk wujud fisik sebagai petarung manusia. Dialah Kage, personifikasi Satsui no Hado sekaligus bayangan dari Ryu. Nama “Kage” sendiri dalam bahasa Jepang berarti “bayangan”.

Kage - Screenshot
Kage, mirip Evil Ryu tapi berbeda | Sumber: Capcom

Kage memiliki beberapa gerakan yang mirip dengan Ryu, dua yang paling jelas adalah gerakan Shoryuken dan Hadoken. Bedanya, Hadoken milik Kage tidak memunculkan proyektil bila dilakukan di darat, melainkan pukulan energi jarak dekat saja. Ini artinya Kage berbeda dengan karakter tipe shoto lainnya yang bisa melakukan zoning dengan mudah. Alih-alih ahli proyektil, Kage justru lebih fokus pada serangan jarak dekat dengan combo dan damage mematikan.

Kage juga tidak memiliki gerakan Tatsumaki Senpu Kyaku (tendangan berputar). Sebagai gantinya ia memiliki tendangan kuat yang disebut Kurekijin. Ia juga memiliki tendangan Ryusokyaku (axe kick), serupa dengan Evil Ryu di Street Fighter IV.

Kage - V-Skill
V-Skill milik Kage | Sumber: Capcom

V-Skill milik Kage adalah pukulan kuat yang memiliki kekebalan, mirip dengan Focus Attack di Street Fighter IV. Sementara itu V-Trigger I yang disebut Taigyaku Mudo memberikan keahlian teleportasi (Ashura Senku) seperti Akuma, namun lebih cepat dan dapat digunakan di udara! Ya, Kage adalah karakter yang sangat berpusat pada combo, termasuk air combo yang sebetulnya bukan ciri khas seri Street Fighter.

Kage - V-Trigger I
Ashura Senku versi Kage dapat dilakukan di udara | Sumber: Capcom

V-Trigger II miliknya yang disebut Rikudo Osatsu adalah serangan yang sangat menakutkan. Kage melakukan teleportasi ke atas musuh, lalu melancarkan pukulan kuat ke darat. Teleportasi ini bisa dilakukan kapan saja, termasuk di udara, dan dapat menyerang musuh yang sedang terjatuh (off the ground). V-Trigger II juga memberi akses ke jurus Shun Goku Satsu (Raging Demon) seperti Akuma. Bedanya, Kage dapat mengeluarkan Shun Goku Satsu di tengah combo! Capcom menyebut Kage sebagai seorang “glass cannon”, dan tampaknya ia memang memiliki potensi combo yang cukup mengerikan.

Kage - V-Trigger II
Mirip seperti V-Trigger I milik Akuma, tapi lebih fleksibel | Sumber: Capcom

Kage sudah bisa dimainkan mulai hari ini. Anehnya, Capcom tidak merilis Season Pass seperti biasanya. Menurut Andy Wong di situs Capcom-Unity, mereka akan “mencoba sesuatu yang baru” di Season 4 ini, entah apa yang dimaksud. Kage dapat Anda beli secara standalone dengan harga US$5,99 atau dengan Fight Money senilai 100.000 FM.

Sumber: Capcom-Unity

Bawa “Tuah” dari Indonesia, Gachikun Sabet Gelar Juara Capcom Cup 2018!

Akhir pekan ketiga di bulan Desember ini merupakan akhir pekan yang “panas” bagi para penggemar Street Fighter. Selama tiga hari dari tanggal 14 hingga 16 Desember, Capcom menggelar acara puncak kompetisi Street Fighter V tingkat dunia, yaitu Capcom Cup 2018, di HyperX Esports Arena Las Vegas. Dengan total hadiah senilai US$400.000, Capcom Cup 2018 tidak hanya merupakan pertaruhan gelar dan harga diri tapi juga pertaruhan uang yang cukup besar.

Pemain yang bertanding di Capcom Cup 2018 datang dari beberapa jalur. Selain MenaRD sang juara bertahan, Capcom juga mengadakan kualifikasi regional di empat wilayah yaitu Eropa, Asia/Oseania, Amerika Latin, dan Amerika Utara. Kemudian mereka mengambil 27 pemain Street Fighter V dengan perolehan poin Capcom Pro Tour tertinggi sepanjang 2018.

Sayangnya, salah satu partisipan yaitu Infiltration (Seon-woo Lee) akhirnya mengundurkan diri karena terlibat suatu skandal. Capcom pun membuka satu slot kualifikasi terbuka, atau “Last Chance Qualifier” untuk mencari pemain ke-32. Last Chance Qualifier ini kemudian dimenangkan ZJZ (Chia Chen) dari Taiwan.

Para unggulan gugur di 32 besar

Pertandingan 32 besar memberikan hasil yang cukup mengejutkan. Nama-nama unggulan berguguran di sini, termasuk Daigo “The Beast” Umehara, Tokido yang memegang peringkat 1 Capcom Pro Tour, MenaRD yang berusaha mempertahankan gelar, hingga Punk yang baru saja juara Capcom Pro Tour North American Finals.

Capcom Cup 2018 2

Singkat cerita, babak 32 besar merupakan babak penuh kejutan, menghasilkan jajaran kontenstan Top 8 yang cukup berbeda dari turnamen pada umumnya. Pemegang posisi delapan besar itu adalah:

  • Gachikun
  • Bonchan
  • Fujimura
  • Justin Wong
  • AngryBird
  • Itabashi Zangief
  • Xian
  • Momochi

Capcom Cup 2018 seolah jadi ajang “comeback” wajah-wajah lama yang beberapa waktu terakhir sedang tenggelam. Momochi yang sempat juara EVO 2015, di era Street Fighter V ini cukup terpuruk dan jarang memenangkan turnamen. Gachikun adalah nama yang sudah familier di dunia Street Fighter, namun ia baru mulai bermain secara profesional sejak 2017 ketika ia bergabung dengan tim Red Bull Esports. Bonchan sempat digadang-gadang sebagai salah satu pemain Nash terbaik di Street Fighter V, akan tetapi sejak Nash mendapat nerf ia pun ikut terseok.

AngryBird (Amjad Alshalabi) yang berasal dari Uni Emirat Arab tampil cukup mengejutkan dengan karakter Zeku yang termasuk mid tier. Begitu pula Momochi dengan Kolin, karakter yang juga jarang terlihat menjadi juara turnamen. Peserta paling mengejutkan mungkin Xian. Sepanjang 2018 ini karier Xian tergolong redup, ia hanya berhasil meraih juara di satu turnamen saja. Karena itu, melihat Xian maju ke Top 8, apalagi akhirnya meraih peringkat empat Capcom Cup, rasanya cukup mengesankan.

Grand Final dihiasi ronde-ronde Time Over

Grand Final mempertemukan Gachikun dengan Itabashi Zangief, alias “Itazan”. Gachikun mengandalkan Rashid, sementara Itazan kini menjagokan Abigail. Sebetulnya Itazan dikenal sebagai pemain Zangief terbaik di dunia, namun di Street Fighter V ini Zangief sangat sulit digunakan apalagi secara kompetitif. Keputusan Itazan berpindah ke Abigail wajar, mengingat Abigail punya beberapa ciri khas Zangief namun dengan potensi combo serta tools yang lebih banyak.

Rashid sendiri juga jarang digunakan oleh pemain profesional. Selain Gachikun, pemain lain yang mengandalkan Rashid mungkin hanya John Takeuchi, dua-duanya berasal dari Jepang. Di babak Grand Final ini, Itazan yang datang dari Losers’ Bracket harus meraih kemenangan dua set melawan Gachikun untuk jadi juara.

Set pertama dimenangkan oleh Itazan dengan cukup telak. Itazan dapat memanfaatkan celah-celah serangan Gachikun untuk melakukan serangan balik ber-damage luar biasa besar, dan ini tampaknya membuat Gachikun sedikit panik. Ia banyak melakukan kesalahan yang berujung pada Crush Counter, membuatnya kehilangan banyak nyawa dengan sia-sia. Gachikun yang biasanya bermain sangat menekan, kini justru tampak kebingungan menembus pertahanan Itazan. Beberapa kali Gachikun kalah gara-gara Time Over sebelum akhirnya takluk dengan skor 3-0.

Untungnya, Gachikun berhasil mendapatkan kembali konsentrasinya di set kedua. Ia kembali menunjukkan serangan-serangan agresif serta mixup yang membingungkan. Selain itu, Gachikun sangat cerdik menjaga jarak dan melakukan whiff punish di saat-saat yang tepat. Itazan sempat meraih angka, tapi akhirnya Gachikun keluar sebagai juara dengan skor 3-1.

Berkah kemenangan di Indonesia?

Sebagai juara Capcom Cup 2018, Gachikun berhak membawa pulang piala serta uang hadiah senilai US$250.000 (sekitar Rp3,6 miliar). Sebuah pencapaian yang mengagumkan, menjuarai turnamen puncak Street Fighter V hanya setahun setelah debutnya di dunia profesional. “Saya yakin bisa jadi juara dunia. Tidak menyangka secepat ini, tapi saya yakin saya bisa,” demikian ungkap Gachikun dalam wawancara di tayangan live streaming selepas pertandingan.

Gachikun - Capcom Cup 2018 Prize
Yoshinori Ono menyerahkan gelar juara pada Gachikun | Sumber: Capcom

Menariknya, sepanjang 2018 Gachikun hanya punya dua gelar juara. Gelar pertama Gachikun diraih di Indonesia pada bulan Juli lalu, dalam kompetisi Abuget Cup 2018. Abuget Cup memang merupakan bagian dari Capcom Pro Tour, jadi banyak pemain luar negeri yang datang ke acara tersebut untuk berebut CPT Point. Mungkin keberhasilan Gachikun di Capcom Cup 2018 kali ini berkat “tuah” yang ia dapat dari kemenangan di Indonesia tersebut.

Ketika ditanya oleh James Chen, akan digunakan untuk apa uang hadiah tersebut, Gachikun sempat berpikir lama. Tapi kemudian ia menjawab, “Saya akan membangun rumah.” Beda dari pemain-pemain profesional Jepang yang kebanyakan datang dari Tokyo, Gachikun tinggal di wilayah pinggiran Hiroshima. Jadi kemenangan ini merupakan kebanggan tersendiri bagi kampung halaman Gachikun. Selamat untuk Gachikun, dan sampai jumpa di Capcom Pro Tour 2019!

Disclosure: Artikel telah diubah pada tanggal 17-12-2018 untuk memperjelas gambaran pertandingan

Digelar Minggu Ini, Simak Segala Hal yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Capcom Cup 2018

Capcom Cup ialah turnamen game fighting tahunan yang diselenggarakan oleh Capcom sejak 2013. Di ajang esports tersebut, sang publisher/developer Jepang itu mempersilakan para jawara Street Fighter untuk saling menguji kemampuan satu sama lain. Acara tahun ini rencananya akan dilangsungkan di HyperX Esports Arena Las Vegas selama tiga hari, dari tanggal 14 sampai 16 Desember 2018.

Mendekati digelarnya event puncak dari Capcom Pro Tour 2018 tersebut, Capcom menyingkap sejumlah detail yang perlu diketahui mengenai Capcom Cup 2018. Di sana, para peserta akan memperebutkan porsi terbesar dari total hadiah sebesar US$ 400 ribu. Penyelenggara masih mempersilakan penonton dan komunitas untuk berkontribusi menambah total prize pool dengan membeli DLC CPT 2018 buat permainan Street Fighter V: Arcade Edition.

Capcom Cup 2018 dimulai pada hari Jumat besok melalui penyisihan ‘Last Chance Qualifier’. Babak ini akan menjadi sesi yang paling ketat kompetitif karena Capcom membuka kesempatan bagi 200 pemain untuk memperebutkan kursi ke-32. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, sangat sulit memprediksi siapa yang akan keluar jadi delapan besar, dan Last Chance Qualifier membuat perhitungannya bertambah rumit lagi.

Ambil contohnya Capcom Cup 2017. Saat itu, Liquid Nemo berhasil memenangkan sesi LCQ dan ternyata pro gamer asal Jepang ini juga keluar sebagai juara ketiga.

Selanjutnya, pertarungan ronde pertama akan dilaksanakan hari Sabtu 15 Desember, pukul 10:00 pagi waktu Pasifik. Babak ini akan mempertandingkan 32 pemain – termasuk pemenang Last Chance Qualifier 2018. Daftar peserta lengkapnya bisa Anda simak di bawah, tapi penyelenggara juga mengingatkan bahwa susunan bracket sewaktu-waktu dapat berubah.

Capcom Cup 2018 2

Hari minggu tanggal 16 Desember akan menjadi momen puncaknya. Tapi sebelum babak perempat final berlangsung, Capcom terlebih dulu menggelar pertandingan ekshibisi Street Fighter 30th Anniversary Collection: Champions Collide yang memperlombakan game Super Street Fighter II Turbo dan diikuti oleh Alex Valle, John Choi, Afrolegends, serta Damdai.

Capcom Cup 2018 1

Lalu tepat jam 13:00, barulah pertarungan memperebutkan Top 8 dimulai. Dengan total hadiah mendekati US$ 400 ribu, pemenang pertama berkesempatan membawa pulang sebesar US$ 250 ribu – atau lebih dari Rp 3,6 miliar.

Capcom Cup 2018 3

Capcom Cup 2018 di HyperX Esports Arena Las Vegas baru akan terbuka untuk publik pada hari Sabtu dan Minggu. Selain menonton pertandingan dan pertunjukan dari Super Cr3w serta DJ Qbert, Capcom mempersilakan para pengunjung buat mencicipi demo game yang tengah developer garap, yaitu remake dari Resident Evil 2 serta Devil May Cry 5.

Sumber: CapcomProTour.com.

Fighting Game Esports – Sejarah, Tokoh, dan Perkembangannya

Fighting game adalah genre yang cukup unik dibanding cabang-cabang esports lainnya. Sebelum ada tipe-tipe game canggih seperti first-person shooter, MOBA, atau bahkan battle royale, fighting game sudah terlebih dahulu menanamkan akar kompetitifnya di kalangan masyarakat. Hingga kini pun, fighting game terus menjadi salah satu genre game yang sangat populer dan punya banyak penggemar setia.

Dunia fighting game berutang besar kepada Capcom, developer game asal Jepang yang merupakan pencipta seri Street Fighter. Akan tetapi dalam perjalanannya, iklim kompetitif dalam genre ini justru lebih banyak digerakkan oleh penggemar-penggemar di level akar rumput. Turnamen fighting game internasional paling bergengsi pun, yaitu Evolution Championship Series (EVO), bermula dari aktivitas penggemar yang makin lama makin membesar.

Ekosistem fighting game adalah ekosistem yang niche namun subur, kecil namun menggigit, dan tak akan pernah lekang dimakan zaman. Seperti apa perkembangan fighting game serta iklim esports di sekitarnya? Mari simak di bawah.

Pionir itu bernama Street Fighter II

Berbicara tentang sejarah fighting game, kita tak akan bisa lepas dari game legendaris yang merupakan “nenek moyang” fighting game, Street Fighter II. Dilihat dari judulnya saja kita sudah bisa menebak bahwa Street Fighter II bukan fighting game pertama di dunia. Akan tetapi game inilah yang membuat genre fighting meledak di pasaran, terutama secara kompetitif.

Ultra Street Fighter II: The Final Challengers
Ultra Street Fighter II: The Final Challengers | Sumber: Nintendo

Ada beberapa hal yang membuat Street Fighter II diminati masyarakat luas. Salah satunya yaitu jumlah karakter yang cukup banyak, penuh variasi, dan mewakili kebudayaan berbagai negara di dunia. Ada Ryu dan Ken dari Jepang, Guile dari Amerika Serikat, Zangief dari Rusia, hingga Dhalsim dari India, ragam yang begitu luas membuat Street Fighter II punya daya tarik tersendiri bagi para gamer. Apalagi setiap karakter punya gaya bertarung yang jauh berbeda.

Street Fighter II juga revolusioner dalam menciptakan berbagai pakem fighting game yang populer hingga saat ini. Mulai dari sistem special move yang bisa dieksekusi dengan kombinasi arah dan tombol, sistem combo yang memungkinkan karakter melancarkan serangan bertubi-tubi, hingga tren pertarungan satu-lawan-satu itu sendiri. Sebelum Street Fighter II, umumnya fighting game hanya berisi pertarungan melawan komputer. Tapi Capcom mengubah itu semua dengan fitur pertarungan player versus player.

Begitu populernya Street Fighter II, hingga Capcom sendiri kesulitan menyediakan arcade cabinet untuk pasar seluruh dunia. Menurut situs GameRevolution, Street Fighter II diperkirakan telah mendatangkan pemasukan hingga kurang lebih 10 miliar dolar! Tak hanya salah satu game tersukses, game ini juga dihormati sebagai salah satu game paling berpengaruh sepanjang masa.

Setiap orang punya pertaruhan

Street Fighter II (juga fighting game pada umumnya) punya sifat sangat kompetitif bukan hanya karena game ini bertema pertarungan antara dua pemain. Lebih dari itu, fighting game sangat kompetitif karena dalam genre ini semua orang selalu mempertaruhkan sesuatu. Demikian diungkapkan Tom Cannon, co-founder Evolution Championship Series, dilansir dari Inven Global.

Menurut Cannon, ada tiga hal yang dipertaruhkan dalam fighting game, terutama di arcade. Tiga hal itu adalah:

  • Waktu. Pergi ke arcade sendiri sudah makan waktu, dan sesampainya di arcade, berapa lama kita bisa bermain ditentukan oleh seberapa ahli kita memainkannya. Bila kita mampu bertarung tanpa kalah, kita dapat memainkan game untuk waktu lama, tapi bila kita payah, kita akan cepat game over.
  • Uang. Bermain di arcade butuh koin, dan ketika seseorang datang sebagai penantang, koin kita turut dipertaruhkan. Kalah darinya maka kita harus memasukkan koin kembali untuk terus bermain, tapi bila menang, koin kita selamat.
  • Harga diri. Karena fighting game adalah pertarungan satu lawan satu, apa yang kita lakukan benar-benar merupakan cerminan dari kemampuan kita. Bayangkan Anda berbadan besar dan bertampang sangar, tapi kalah main Street Fighter II melawan seorang siswa SD. Pasti rasanya salty sekali. Apalagi penantang Anda duduk (atau berdiri) tepat di sebelah Anda.
Street Fighter II SNES
Sampul Street Fighter II versi SNES | Sumber: IMDb

Pertaruhan ketiga hal ini, ditambah kenyataan bahwa arcade selalu ramai dan pertandingan Anda pasti ditonton banyak orang, memancing jiwa kompetitif yang tinggi di kalangan penggemar fighting game. Hanya masalah waktu sebelum kompetisi tersebut membesar, menjadi turnamen tingkat arcade center, kota, nasional, dan akhirnya turnamen dunia.

Raja dari barat dan timur

Tom Cannon adalah salah satu pionir dari turnamen dunia tersebut. Bersama dengan Tony Cannon, Joey Cuellar, dan Seth Killian, mereka mencetuskan sebuah kompetisi bernama Battle By the Bay pada tahun 1996. Dalam video dokumenter yang dibuat oleh theScore Esports, mereka mengatakan bahwa Battle By the Bay awalnya diciptakan sebagai sarana untuk menyelesaikan perseteruan antara komunitas-komunitas fighting game di California. Akan tetapi pada tahun 1998 terjadi momen penting yang mengubah iklim kompetitif fighting game di seluruh dunia.

Pada tahun 1998, Capcom merilis sebuah game berjudul Street Fighter Alpha 3 (Street Fighter Zero 3 di Jepang). Demi mempromosikannya di pasar global, Capcom menggelar kompetisi akbar tingkat nasional di Jepang dan Amerika Serikat. Kemudian, juara masing-masing negara akan bertemu untuk menentukan siapakah petarung terkuat di dunia yang sebenarnya.

Juara dari Amerika Serikat adalah Alex Valle, jawara Battle By the Bay yang dikenal sebagai pencipta teknik legendaris Street Fighter Alpha 2, “Valle Custom Combo”. Sementara itu, Jepang diwakili oleh Daigo Umehara, pemuda 17 tahun yang sudah menjadi juara nasional Jepang sejak dua tahun sebelumnya. Ini adalah turnamen Street Fighter tingkat dunia pertama yang resmi diadakan oleh Capcom.

Dalam pertarungan berformat best-of-three, Alex Valle (Ryu) mencuri poin terlebih dahulu dari Daigo Umehara (Akuma). Akan tetapi Daigo, seolah sudah “men-download” isi kepala Valle, ternyata mampu beradaptasi dan mematahkan strategi lawannya itu. Daigo membalikkan keadaan, dan dinobatkan sebagai juara dunia Street Fighter pertama setelah menang dengan skor 2-1.

Seorang pemain Street Fighter dari Jepang telah berhasil menjadi juara dunia. Lalu selanjutnya apa? Ternyata tidak banyak. Pertarungan antara kedua raja dari barat dan timur itu terjadi di tahun 1998, saat internet masih belum menyebar luas dan esports belum merupakan sesuatu yang besar. Bagi komunitas pecinta fighting game, momen tersebut mungkin sangat berkesan, tapi tidak bagi masyarakat luas. Malah mungkin tidak banyak gamer yang tahu, sebab informasi masih sulit didapat.

Popularitas fighting game secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi di kalangan mereka yang bermain pada level tertinggi, mulai muncul bibit-bibit tantangan baru. Mereka yang tinggal di Amerika Serikat jadi tahu bahwa Jepang punya pemain-pemain tangguh, begitu pula sebaliknya para pemain Jepang sadar bahwa Street Fighter tidak hanya “besar” di tanah kelahirannya.

Efek dari paradigma baru ini paling terasa di kompetisi Battle By the Bay. Pada tahun 2001, untuk pertama kalinya, Battle By the Bay kedatangan pemain-pemain dari negara Jepang. Mereka sengaja terbang jauh-jauh ke San Fransisco, California, untuk bertarung melawan pemain-pemain hebat dari belahan negara lain. Tidak hanya itu, dua pemain Jepang (Ryo Yoshida dan Tomo Taguchi) bahkan meraih gelar juara untuk game Street Fighter Alpha 3 dan Capcom vs. SNK.

Street Fighter Alpha 3
Street Fighter Alpha 3 telah dirilis ulang dalam Street Fighter 30th Anniversary Collection | Sumber: Steam

Menurut keterangan dari James Chen dalam film dokumenter The Story of EVO, sejak Battle By the Bay tahun 1996 pun sudah ada pemain dari luar negeri, yaitu dari Kuwait. Tapi tahun 2001 inilah momen yang mendefinisikan Battle By the Bay sebagai puncak kompetisi fighting game, tujuan pengembaraan untuk membuktikan siapa petarung terkuat di dunia.

EVO Moment #37

Walau antusiasme penggemar fighting game kompetitif semakin meningkat, periode 2000-an sebenarnya merupakan masa yang cukup sulit bagi fighting game. Banyak fighting game berkualitas tinggi beredar di pasaran, antara lain Street Fighter III: 3rd Strike, Marvel vs. Capcom 2: New Age of Heroes, Tekken 4, hingga Guilty Gear XX. Namun akibat tingginya popularitas console rumahan seperti PlayStation 2 dan Dreamcast, arcade center mulai turun peminat.

Penurunan ini terasa hampir di seluruh dunia, kecuali Jepang di mana pasar arcade masih sangat kuat. Bila dulu penggemar fighting game harus mengeluarkan banyak koin di arcade, sekarang mereka bisa bermain di console dengan credit tak terbatas. Memang lebih hemat dari sudut pandang konsumen, tapi dampaknya adalah aktivitas komunitas fighting game jadi menurun. Orang-orang tak lagi berkumpul di arcade center, hanya mendekam di rumah masing-masing.

Di seluruh penjuru Amerika Serikat, pasar arcade sedang sekarat. Komunitas fighting game, yang banyak bergantung pada arcade, juga sama sekaratnya. Pada tahun 2002, Southern Hills Golfland yang biasanya digunakan sebagai arena pertarungan Battle By the Bay pun gulung tikar. Tapi Tom Cannon dan kawan-kawan tidak menyerah. Mereka ingin agar semangat kompetitif itu terus terjaga meski arcade center sudah punah. Sebagai penerus Battle By the Bay, mereka akhirnya mendirikan Evolution Championship Series (EVO).

Satu unsur penting dari EVO yang membedakan dari turnamen lain saat itu adalah adanya hari khusus untuk pertarungan delapan besar, alias “Top 8”. Setelah semua orang bertanding di pool/grup masing-masing, delapan petarung terkuat akan berkumpul di babak final, dengan pertandingan yang diyangkan pada layar besar atau proyektor. Semua hadirin bisa menonton pertandingan, menjadikan EVO acara yang jauh lebih menarik dari turnamen di arcade center dahulu kala. Pakem acara ini akhirnya menjadi standar yang digunakan banyak turnamen esports profesional hingga sekarang.

EVO di tahun 2002 tetap menggunakan mesin-mesin arcade cabinet sebagai platform kompetisi, tapi cara ini jelas memiliki keterbatasan. Selain masalah logistik (memindahkan begitu banyak cabinet butuh truk-truk besar), ketersediaan cabinet itu sendiri sudah semakin menipis. Akhirnya pada tahun 2004, EVO mengubah platform turnamen menjadi console, sebuah keputusan yang mendapat tentangan dari banyak pihak.

Memang masih ada game yang dipertandingkan dengan arcade cabinet asli, yaitu Street Fighter III: 3rd Strike karena versi console game ini dianggap tidak layak dimainkan secara kompetitif. Namun pada akhirnya perubahan tak bisa dihindari. Setinggi apa pun gairah kompetitif di akar rumput, komunitas fighting game pada akhirnya akan mati bila tidak ada gebrakan yang membuat popularitas genre ini meningkat kembali. Untungnya, dan tanpa disangka-sangka, pada EVO 2004 gebrakan itu terjadi.

Justin Wong dari Amerika. Daigo Umehara dari Jepang. Dua jagoan Street Fighter III: 3rd Strike, dari dua negara berbeda, dengan gaya permainan yang berbeda pula. Ketika mereka bertemu di final Losers’ Bracket EVO 2004, semua tahu mereka akan menyajikan pertandingan yang dahsyat. Tapi tidak ada yang menyangka, bahwa pertandingan ini kemudian menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah esports.

Daigo yang saat itu menjagokan Ken, sedang terdesak karena permainan Chun-Li milik Justin Wong yang ciamik. Nyawa miliknya sudah begitu sedikit sehingga satu special move apa pun akan membunuhnya meski ia bertahan, karena adanya sistem chip damage. Merasa di atas angin, Justin Wong melancarkan super combo bernama Houyokusen. Super combo yang terdiri dari 15 tendangan itu sudah pasti akan mengeliminasi Daigo, kecuali jika Daigo bisa melakukan parry 15 kali berturut-turut dan, entah bagaimana caranya, membalas dengan serangan yang tidak kalah dahsyat.

Daigo “The Beast” Umehara berhasil melakukannya.

Street Fighter IV, awal era renaisans

Momen comeback yang dilakukan Daigo Umehara pada tahun 2004 kemudian dikenal sebagai “EVO Moment #37”, dan menjadi viral di YouTube yang saat itu masih baru diluncurkan. Lucunya, nomor 37 dalam judul video tersebut sebetulnya tidak punya makna apa-apa. Ben Cureton, pencipta video tersebut, hanya asal menempelkan nomor untuk menunjukkan pada penonton bahwa momen heboh seperti itu tidak hanya ada satu, tapi banyak terjadi di EVO.

Popularitas EVO Moment #37 berhasil membuat komunitas fighting game bergairah kembali. EVO kemudian terus berjalan sebagai turnamen tahunan, bahkan menarik kontrak kerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar seperti Capcom dan Toyota. Sayangnya, ada satu hal krusial yang membuat EVO terasa stagnan di pertengahan tahun 2000-an. Tidak ada game baru dari Capcom.

Menuju tahun 2008, orang-orang sudah bosan menonton game lawas seperti Street Fighter III: 3rd Strike atau Marvel vs. Capcom 2. EVO memang sempat memasukkan beberapa game lain, misalnya Tekken 5, Super Smash Bros. Melee, bahkan Mario Kart. Tapi sejak awal pendiriannya, menu utama EVO selalu Street Fighter. Untungnya, Capcom paham akan “rasa lapar” para penggemar. Di EVO 2008, Capcom akhirnya memamerkan fighting game terbaru mereka, Street Fighter IV.

Street Fighter IV sangat signifikan di dunia fighting game, karena inilah sekuel sejati Street Fighter yang dinanti-nanti oleh para penggemar setelah sembilan tahun lamanya (Street Fighter III: 3rd Strike dirilis tahun 1999). Capcom juga merancang game ini agar mudah dimainkan, dengan menghilangkan mekanisme-mekanisme rumit yang dulu muncul di seri Street Fighter Alpha. Gameplay yang newbie-friendly ditambah kualitas visual 3D yang keren membuat Street Fighter IV sangat populer.

Street Fighter IV
Street Fighter IV memiliki gaya visual 3D yang unik | Sumber: Sony

Street Fighter IV menjadi angin segar yang ditunggu-tunggu komunitas fighting game. Suasana EVO kembali memanas. Dari tadinya hanya beberapa ratus orang di tahun 2008, jumlah kontestan EVO 2009 membludak hingga seribu orang lebih. Ingat, ini kontestan, bukan pengunjung. Seribu orang itu, semuanya datang sebagai peserta. Semuanya bertarung. Semuanya pecinta Street Fighter IV. Dan yang paling penting, seperti akar kompetitif fighting game di arcade center masa lampau, semuanya punya peluang untuk jadi juara.

Sejak meledaknya EVO dan Street Fighter IV, perusahaan-perusahaan penerbit fighting game seolah menyadari bahwa ternyata ada pasar yang besar di luar sana. Ada ribuan penggemar yang mencintai genre ini, dan rela berkumpul di satu tempat setiap tahun untuk merayakannya secara besar-besaran. Capcom, Nintendo, Arc System Works, dan Bandai Namco kini menjadi sponsor setia EVO, bahkan menjadikan EVO sebagai panggung untuk mengumumkan game baru atau konten baru untuk game yang sudah ada. Rekor terbesar EVO dipegang oleh Street Fighter V di tahun 2016, di mana game tersebut berhasil mendatangkan lebih dari 5.000 kontestan untuk memperebutkan gelar juara.

EVO telah mendorong dunia fighting game menjadi sebuah cabang esports profesional yang sustainable, tidak lagi dipandang sebelah mata. Bukan hanya Street Fighter, EVO terus melakukan rotasi game setiap tahunnya, sehingga tidak menutup kemungkinan game apa pun bisa mendapat exposure besar-besaran. Contoh terbaik adalah Super Smash Bros. Melee, meski usianya sudah 17 tahun tapi game ini masih menjadi salah satu turnamen dengan kontestan terbanyak di EVO 2018.

Developer game butuh penggemar, dan gamer butuh hiburan. Atlet esports butuh penghasilan, sementara sponsor butuh panggung. Semua aspek dari fighting game bertemu dalam EVO, mulai dari penonton, pemain, hingga korporat, menjadikan turnamen internasional tersebut sebuah simbiosis yang sangat kuat antara seluruh insan yang berkiprah di dunia fighting game. Kini EVO adalah “Mekkah-nya fighting game”. Siapa pun yang mencintai fighting game harus merasakan sendiri datang ke turnamen ini, paling tidak sekali seumur hidup.

Ada apa di luar EVO?

Seiring dengan tumbuhnya EVO, ekosistem fighting game di seluruh dunia juga ikut berkembang. Capcom, misalnya, mendirikan sendiri turnamen dunia bertajuk Capcom Cup pada tahun 2013, dilanjutkan dengan sirkuit global bernama Capcom Pro Tour mulai tahun 2014. Arc System Works juga mengusung game buatan mereka, yaitu seri Guilty Gear dan BlazBlue, dalam kompetisi global ArcRevo World Tour. Bandai Namco malah memiliki dua sirkuit global, yaitu Tekken World Tour dan Dragon Ball FighterZ World Tour Saga.

Menariknya, walau kini esports sudah berkembang pesat dan banyak turnamen di seluruh dunia, dunia kompetisi fighting game tetap tidak lepas dari ekosistem akar rumput. Semangat kompetisi terbuka seperti era arcade dulu, di mana siapa saja bisa bertarung dan keluar sebagai juara, hingga kini tetap dipertahankan. Karena itulah kompetisi fighting game global biasanya juga memiliki babak kualifikasi regional. Misalnya Abuget Cup di Indonesia yang merupakan bagian dari Capcom Pro Tour Asia, atau Dragon Radar Tournament di C3 AFA Jakarta yang merupakan bagian dari Dragon Ball FighterZ World Tour Saga.

Kazunoko - SEA Major
SEA Major 2018 adalah bagian dari Dragon Ball FighterZ World Tour Saga | Sumber: Bandai Namco

Seperti rumput yang tetap berdiri walau diinjak, komunitas fighting game adalah komunitas yang pantang menyerah. Mungkin kelebihan komunitas fighting game dibanding komunitas game lainnya, yaitu mereka adalah komunitas yang mau susah. Ketika tidak ada turnamen resmi, mereka mau mengadakan turnamen sendiri. Walau tidak populer, mereka tetap setia kepada game yang mereka sukai. Dan mereka dengan senang hati mau merogoh kocek untuk mewujudkan kecintaan mereka terhadap fighting game dalam wujud yang nyata.

Wajah-wajah dunia fighting game esports

Fighting game di tahun 2018 memang belum bisa dibilang mainstream, tapi keberadaannya sudah sangat kuat dan tampak masih akan terus tumbuh sehat. Indonesia pun, perlahan tapi pasti, mulai menunjukkan sejumlah prestasi di tingkat global. Siapa tahu dalam beberapa tahun ke depan akan muncul juara EVO dari Indonesia.

Berbicara tentang fighting game, tak lengkap rasanya bila kita tidak berkenalan dengan para tokoh yang berpengaruh besar di ekosistem ini. Tidak hanya atlet, fighting game juga banyak didukung oleh tokoh dari berbagai peran lain. Tanpa mereka, mungkin dunia fighting game tidak akan sebesar dan seseru sekarang. Berikut ini beberapa di antaranya.

Daigo Umehara

Daigo Umehara
Daigo Umehara | Sumber: Red Bull

Dikenal dengan julukan “The Beast”, Daigo Umehara meraih gelar juara nasional Street Fighter di Jepang pada usia 15 tahun, kemudian menjadi juara dunia dua tahun setelahnya. Daigo Umehara mungkin merupakan tokoh paling legendaris di komunitas fighting game. Selain sebagai pemain profesional, ia juga telah menulis berbagai buku, mendirikan clothing line bernama BEAST, dan tercatat di Guinness World Records sebagai atlet Street Fighter tersukses sepanjang sejarah.

Justin Wong

Justin Wong
Justin Wong | Sumber: Yahoo! Sports

Dalam EVO Moment #37, Justin Wong memang memainkan Street Fighter. Tetapi sebetulnya “wilayah kekuasaan” Justin Wong adalah Marvel vs. Capcom. Di era Marvel vs. Capcom 2, Justin Wong berhasil menjadi juara EVO sebanyak tujuh kali. Sempat terpuruk di era Marvel vs. Capcom 3, ia akhirnya mengklaim kembali takhtanya di EVO 2014, dan hingga kini tetap dihormati sebagai salah satu pemain fighting game terbaik dunia.

Knee

Knee
Knee | Sumber: ESPN

Atlet asal Korea Selatan ini telah memainkan Tekken sejak seri pertama di tahun 1994 dulu. Kini, Knee dikenal sebagai pemain Tekken terbaik di dunia, namun karier profesionalnya sendiri baru dimulai sejak era Tekken 5. Uniknya, nama “Knee” ia pilih karena dua karakter andalannya yaitu Bryan dan Bruce punya banyak serangan yang menggunakan lutut. Nama asli Knee sendiri adalah Bae Jae Min.

SonicFox

SonicFox
SonicFox | Sumber: XGames

Pemuda berbakat yang selalu tampil mengenakan topi serta buntut rubah berwarna biru. Dominique McLean alias SonicFox adalah raja fighting game bikinan NetherRealm Studios, yaitu seri Mortal Kombat dan Injustice. Tapi SonicFox juga memainkan game lain seperti Street Fighter V atau Skullgirls, dan selalu memberikan permainan level tinggi di game apa pun yang dipilihnya. Beberapa waktu lalu, SonicFox meraih gelar juara EVO 2018 untuk game Dragon Ball FighterZ.

Tom & Tony Cannon

Tom & Tony Cannon
Tom & Tony Cannon | Sumber: US Gamer

Dua bersaudara pencetus pembentukan EVO, mereka adalah pilar komunitas fighting game dari balik layar. Selain mendirikan kompetisi tahunan fighting game terbesar di dunia, mereka juga mendirikan situs Shoryuken.com, serta menciptakan middleware bernama GGPO yang berfungsi sebagai penyedia fitur online match dalam fighting game. GGPO sekarang telah digunakan di berbagai fighting game komersial, termasuk Skullgirls, Killer Instinct, dan Street Fighter III: 3rd Strike Online Edition.

James Chen

James Chen
James Chen | Sumber: Red Bull

Bukan atlet profesional, James Chen adalah seorang komentator dan shoutcaster yang berperan besar dalam membesarkan komunitas fighting game di Amerika Serikat, termasuk ikut berperan membesarkan EVO. Bila Anda menonton EVO, besar kemungkinan Anda akan mendengar suara James Chen di dalam narasinya. Di luar kegiatannya sebagai shoutcaster, James Chen juga banyak membuat tutorial di situs Shoryuken.com ataupun di channel YouTube miliknya sendiri.

Maximilian Dood

Maximilian Dood
Maximilian Dood | Sumber: Heightline

YouTuber yang juga bermain secara kompetitif, Maximilian Dood terkenal sebagai kreator konten seputar fighting game yang sangat lengkap. Mulai dari tutorial, info game terbaru, hingga sejarah genre ini. Maximilian telah bekerja sama dengan Square Enix untuk membuat tutorial Dissidia Final Fantasy NT, dengan Bandai Namco untuk membuat tutorial Dragon Ball FighterZ, dan lain-lain.

Komunitas fighting game adalah kendaraan lapis baja berbahan bakar passion. Di tengah beragam kontroversi, praktik bisnis yang penuh DLC, bahkan tanpa adanya dukungan dari penerbit resmi, komunitas ini tetap menolak untuk mati. Itulah yang membuat dunia fighting game punya keindahan tersendiri. Anda pun, jika sudah “tercebur” ke dalamnya, pasti tidak bisa dan tidak mau pergi keluar. Tertarik untuk masuk ke komunitas ini?

Daftar Turnamen Esports Terseru di Indonesia Tahun 2018

Esports punya sejarah yang cukup panjang di Indonesia, bahkan sebelum istilah “esports” itu sendiri populer. Semenjak popularitas game online meledak, para penerbit game serta organizer sudah mencium aroma potensi yang ada dalam game kompetitif. Apalagi berkat persebaran internet yang semakin luas, komunitas gamer yang tadinya bahkan mungkin tidak berpikir bahwa game bisa dimainkan secara profesional, lambat laun mulai terpapar dunia olahraga elektronik tersebut.

Banyak game dan perusahaan berperan terhadap perkembangan esports tanah airnya. Salah satunya cikal bakal yang patut kita kenang adalah Ragnarok Online. MMORPG fenomenal ini memperkenalkan turnamen tingkat dunia bernama Ragnarok World Championship (RWC) pada tahun 2004. Iklim kompetitif itu lalu menular ke Indonesia dalam wujud Ragnarok Indonesia Championship (RIC).

Esports Indonesia sempat stagnan di era akhir 2000-an. Memang muncul beberapa pionir seperti Team nxl> yang berkecimpung di dunia Counter-Strike. Tapi tidak ada ajang kompetitif besar dengan skala nasional seperti sekarang. Bahkan ketika popularitas esports luar negeri meledak akibat Dota 2 dan League of Legends, posisi Indonesia masih sebatas pemirsa saja.

Ragnarok World Championship 2009
Ragnarok World Championship 2009 | Sumber: Coerce

Semua itu mulai berubah ketika League of Legends terbit resmi di Indonesia di bawah bendera Garena. Garena getol mendorong perkembangan esports, dan mereka tak segan-segan menawarkan hadiah miliaran Rupiah bagi tim yang berhasil jadi juara kompetisi. Mulai dari turnamen di acara Indonesia Game Show, hingga berkembang menjadi League of Legends Garuda Series (LGS), kiprah Garena betul-betul menaikkan standar penyelenggaraan turnamen profesional di dalam negeri.

Pertengahan era 2010-an, penetrasi game kompetitif di smartphone menjamur dengan cepat di Indonesia. Negara kita memang disebut-sebut punya pola konsumsi mobile-first, sehingga wajar bila game mobile jauh lebih diminati daripada console atau PC. Moonton dengan Mobile Legends: Bang Bang berhasil meraih lebih dari 20 juta pengguna tanah air. Garena pun tak mau kalah, mereka merilis Arena of Valor yang merupakan buatan Tencent, perusahaan game terbesar di dunia.

Kini kita berada di tahun 2018. Kompetisi olahraga elektronik sudah menjadi hal yang lumrah, tidak hanya di ibukota saja tapi juga di seluruh pelosok Indonesia. Pemain-pemain berbakat muncul dari mana-mana, sebagian di antaranya berkarier bersama tim luar negeri. Penerbit-penerbit game pun seperti berlomba-lamba mengadakan turnamen terbesar, terheboh, dan paling bergengsi.

Esports is the next big thing in marketing,” demikian kata Baldwin Cunningham dalam tulisannya yang dimuat di Forbes pada tahun 2016. Dua tahun kemudian, ungkapan itu terbukti. Kita telah tiba di saat di mana esports telah menjadi “big thing”, dan menurut para analis, esports masih akan terus menjadi lebih besar.

Turnamen esports Indonesia di tahun 2018

Sama seperti olahraga konvensional, esports juga memiliki turnamen atau liga-liga yang terbagi berdasarkan level kompetisinya. Hanya saja, karena jumlah game yang dipertandingkan sangat banyak, mengikuti semua cabang esports terkadang bisa cukup memusingkan.

Seorang penggemar sepak bola biasanya hanya mengikuti satu atau dua liga utama tempat tim favoritnya berada. Sekarang bayangkan bila Anda seorang penggemar esports yang menyukai lebih dari satu game sekaligus.

Saya, contohnya, menyukai Dota 2, Arena of Valor, Mobile Legends: Bang Bang, Overwatch, dan Pro Evolution Soccer sekaligus. Berusaha mengikuti kompetisi esports di kelima game itu sama saja seperti berusaha mengikuti Barclays Premier League, NBA, Bundesliga, Major League Baseball, dan STIHL Timbersports secara bersamaan. Padahal itu belum mencakup semua cabang esports yang ada.

Abuget Cup 2017
Abuget Cup 2017 | Sumber: Capcom

Di bawah ini saya mencoba merangkum beberapa cabang esports populer di Indonesia, beserta kompetisi/liga apa saja yang mereka miliki dan di mana Anda bisa menikmatinya. Jadi Anda yang menggemari esports dapat memilih jadwal tontonan lebih mudah, atau mungkin mencoba menyaksikan kompetisi yang selama ini tidak Anda ikuti. Ada esports apa saja di Indonesia tahun 2018 ini?

Counter-Strike: Global Offensive

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Point Blank

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

PlayerUnknown’s Battleground (PUBG)

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

PUBG Mobile

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

PUBG Mobile Indonesia National Championship (PINC) 2018

Level Up!

GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018 | Winners
Evil Geniuses, juara GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018 | Sumber: NHBL

Dota 2

GESC Indonesia Dota 2 Minor 2018

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

Indonesia High School League (IHSL) 2018

  • Penyelenggara: JD.ID
  • Jadwal: Oktober 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Mobile Legends: Bang Bang

IESPL – Tokopedia Battle of Friday

  • Penyelenggara: IESPL, Tokopedia
  • Jadwal: Setiap Jumat, mulai 18:30 WIB
  • Siaran: YouTube IESPL

Mobile Legends: Bang Bang Professional League (MPL)

  • Penyelenggara: Moonton, RevivalTV, Game.ly
  • Jadwal: Setiap Jumat – Minggu, 16:00 – 22:00 WIB
  • Siaran: Facebook MLBB Indonesia

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

Level Up!

Indonesia High School League (IHSL) 2018

  • Penyelenggara: JD.ID
  • Jadwal: Oktober 2018
  • Siaran: Belum tersedia
EVOS ASL Season 1
EVOS saat menjuarai ASL Season 1 | Sumber: Kincir.com

Arena of Valor

Arena of Valor Star League (ASL)

Arena of Valor National Championship (ANC)

South East Asia Cyber Arena (SEACA)

Street Fighter V: Arcade Edition

Abuget Cup 2018

AMD Esports FIGHT! Championship 2018

Tekken 7

Abuget Cup 2018

Indonesia eSports Games (IEG) 2018

  • Penyelenggara: Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
  • Jadwal: November 2018
  • Siaran: Belum tersedia

AMD Esports FIGHT! Championship 2018

Sambut Halloween di Street Fighter V dengan Sejumlah Kostum Baru Berikut

Presensi fighting game di dunia esports memang tak sebesar genre MOBA atau RTS, namun tetap mengalami perkembangan yang cukup signifikan selama beberapa tahun terakhir. Capcom yang merupakan developer seri Street Fighter berperan besar dalam hal ini. Merekalah yang menaikkan level kompetisi fighting game di seluruh dunia dengan seri kompetisi Capcom Pro Tour sejak tahun 2013.

Ramainya iklim esports juga membuat fighting game mengalami peningkatan popularitas. Street Fighter V yang menjadi judul andalan Capcom pun sampai sekarang terus mendapat update, baik berupa karakter, kostum, atau mode permainan baru. Street Fighter V sudah memasuki usia tahun ketiga, namun belum ada tanda-tanda Capcom akan menggantinya dengan game lain, Street Fighter VI misalnya.

Menyambut Halloween yang akan datang sebulan lagi, Capcom tak ketinggalan meramaikan dengan konten bertema horor. Kali ini mereka merilis tujuh kostum baru untuk karakter Guile, Falke, Kolin, Abigail, Chun-Li, Ed, dan Menat. Seperti yang sudah-sudah, kostum-kostum premium tersebut dijual dengan harga masing-masing US$3,99.

Street Fighter V | Urien
Urien dengan kostum Donovan | Sumber: Shoryuken

Dari ketujuh kostum tersebut, empat kostum pertama adalah kostum Halloween dengan desain orisinal. Sedangkan tiga sisanya merupakan cross-over dari seri Darkstalkers. Chun-Li mendapat kostum Morrigan, Ed berdandan sebagai Demitri, sementara Menat akan cosplay menjadi Felicia.

Sebelumnya, Capcom juga pernah merilis kostum Darkstalkers pada bulan April 2018 lalu. Saat itu tiga karakter yang kebagian jatah adalah Juri (kostum Lilith), Urien (kostum Donovan), dan Menat (kostum Khaibit). Ya, Menat memiliki dua kostum dari Darkstalkers. Bila Anda belum memiliki semuanya, Capcom menawarkan paket berisi keenam kostum Darkstalkers tersebut dalam Darkstalkers Bundle seharga US$14,99.

Street Fighter V | Halloween Bundle
Street Fighter V Halloween Bundle | Sumber: Shoryuken

Capcom juga menawarkan bundel Halloween bila Anda belum memiliki kostum dari Halloween tahun 2016 dan 2017. Bundel Halloween 2016 dijual seharga US$9,99 dengan isi tujuh kostum orisinal untuk Ryu, Cammy, Vega, Nash, Necalli, Alex, Juri, serta satu stage baru yaitu Spooky Arena. Bundel Halloween 2017 sedikit lebih murah, yaitu US$6,99, tapi hanya berisi kostum lima kostum untuk Dhalsim, M. Bison, F.A.N.G., Urien, dan Birdie.

Sumber: Shoryuken.

Daftar Permainan Pemenang The Game Awards 2016

The Game Awards 2016 terasa lebih istimewa dari ajang sebelumnya. Sang produser Geoff Keighley sempat bilang bahwa timnya memutuskan buat mengurangi porsi trailer CG, dan untuk pertama kalinya, acara ini ditayangkan di Tiongkok serta disajikan dalam VR dan resolusi 4K. Event turut dimeriahkan oleh band hip hop Run the Jewels serta Mick Gordon dengan soundtrack Doom-nya.

Ada banyak video trailer turut dipamerkan di sana, dan yang paling mencuri perhatian ialah trailer terbaru Death Stranding serta potongan gameplay Mass Effect: Andromeda. Tentu saja, bagian yang dinanti-nanti oleh gamer adalah pengumuman game pemenang TGA 2016, setelah nominasinya diungkap di pertengahan bulan November kemarin. Daftar lengkapnya bisa Anda simak di sini:

Best Multiplayer Game: Overwatch (Blizzard)

Nominasi: Battlefield 1, Gears of War 4, Overcooked, Titanfall 2, Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

Best Sports/Racing Game: Forza Horizon 3 (Playground Games/Microsoft Studios)

Nominasi: FIFA 17, MLB The Show 16, NBA 2K17, Pro Evolution Soccer 2017

Best Strategy Game: Civilization 6 (Firaxis Games/2K)

Nominasi: Fire Emblem Fates, The Banner Saga 2, Total War: Warhammer, XCOM 2

Best Family Game: Pokémon Go (Niantic)

Nominasi: Dragon Quest Builders, Lego Star Wars: The Force Awakens, Ratchet & Clank, Skylanders: Imaginators

Best Fighting Game: Street Fighter V (Capcom)

Nominasi: Killer Instinct Season 3, King of Fighters XIV, Pokken Tournament

Best Role-Playing Game: The Witcher 3: Wild Hunt – Blood and Wine (CD Projekt Red)

Nominasi: Dark Souls 3, Deus Ex: Mankind Divided, World of Warcraft: Legion, Xenoblade Chronicles X

Best Action/Adventure Game: Dishonored 2 (Arkane Studios/Bethesda Softworks)

Nominasi: Hitman, Hyper Light Drifter, Ratchet & Clank, Uncharted 4: A Thief’s End

Best Action Game: Doom (id Software/Bethesda)

Nominasi: Battlefield 1, Gears of War 4, Overwatch, Titanfall 2

Best VR Game: Rez Infinite (Enhance Games)

Nominasi: Batman: Arkham VR, EVE Valkyrie, Job Simulator, Thumper

Best Mobile/Handheld Game: Pokémon Go (Niantic)

Nominasi: Clash Royale, Fire Emblem Fates, Monster Hunter Generations, Severed

Best Independent Game: Inside (PlayDead)

Nominasi: Firewatch, Hyper Light Drifter, Stardew Valley, The Witness

Games for Impact Award: That Dragon, Cancer (Numinous Games)

Nominasi: 1979 Revolution, Block’Hood, Orwell, Sea Hero Quest

Best Performance: Nolan North (Nathan Drake, Uncharted 4: A Thief’s End)

Nominasi: Alex Hernandez (Lincoln Clay, Mafia III), Cissy Jones (Delilah, Firewatch), Emily Rose (Elena, Uncharted 4: A Thief’s End), Rich Sommer (Henry, Firewatch), Troy Baker (Sam Drake, Uncharted 4: A Thief’s End)

Best Music/Sound Design: Doom (id Software/Bethesda)

Nominasi: Battlefield 1, Inside, Rez Infinite, Thumper

Best Art Direction: Inside (PlayDead)

Nominasi: Abzu, Firewatch, Overwatch, Uncharted 4: A Thief’s End

Best Narrative: Uncharted 4: A Thief’s End (Naughty Dog/Sony Interactive Entertainment)

Nominasi: Firewatch, Inside, Mafia III, Oxenfree

Best Studio/Game Direction: Blizzard (Overwatch)

Nominasi: DICE (Battlefield 1), id Software (Doom), Naugty Dog (Uncharted 4: A Thief’s End), Respawn (Titanfall 2)

Game of the Year: Overwatch (Blizzard Entertainment)

Nominasi: Doom, Inside, Titanfall 2, Uncharted 4: A Thief’s End

Pemenang di kategori di bawah ini sendiri merupakan pilihan dari fans:

Best eSports Player: Coldzera (Marcelo David – SK Gaming, Counter-Strike: Global Offensive)

Nominasi: Faker (Marcelo David – SK Telecom T1, League of Legends), Byun-Hyun Woo (Starcraft 2), Infiltration (Lee Seon-woo – Team Razer, Street Fighter V), Hungrybox (Juan Debiedma – Team Liquid, Super Smash Bros.)

Best eSports Team: Cloud 9

Nominasi: SK Telecom T1, Wings Gaming, SK Gaming, Rox Tigers

Best eSports Game: Overwatch (Blizzard)

Nominasi: Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, League of Legends, Street Fighter V

Trending Gamer: Boogie2988

Nominasi: AngryJoeShow, Danny O’Dwyer, JackSepticEye, Lirik

Best Fan Creation: Enderal: The Shards of Order

Nominasi: Brutal Doom 64

Most Anticipated Game: The Legend of Zelda: Breath of the Wild (Nintendo)

Nominasi: God of War, Horizon: Zero Dawn, Mass Effect: Andromeda, Red Dead Redemption 2

Jika kebetulan melewatkannya, seluruh acara The Game Awards 2016 bisa Anda simak di sini.

Seminggu Sebelum Peluncurannya, Capcom Lepas Trailer Baru Street Fighter V

Berkat kesuksesan Street Fighter IV dengan penjualan lebih dari 8,1 juta kopi, kini fans sangat mengantisipasi permainan kelima (dalam seri utama) franchise populer milik Capcom. Tak terasa kita hanya perlu menunggu satu minggu lagi sebelum Street Fighter V mendarat di dua platform gaming utama. Dan sebuah trailer sengaja Capcom rilis, membuat penantian jadi semakin tak tertahankan.

Di awal minggu ini, sang publisher asal Jepang itu melepas trailer CG Street Fighter V, memamerkan aksi para karakter di arena tarung digital. Video berdurasi tiga menit lebih tersebut mengusung visual mirip gambar cat air, diiringi musik rock instrumental bertempo cepat, memperlihatkan petarung-petarung legendaris sekaligus memperkenalkan para tokoh baru.

“Tinggal seminggu lagi hingga momen peluncuran Street Fighter V dan buat merayakan era baru ini, kami memutuskan untuk berbagi trailer CG permainan tersebut,” tulis Capcom di blog mereka. “Video menyajikan adegan-adegan sinematik apik 16 karakter dalam game berdasarkan roster awal, serta memberikan sedikit petunjuk mengenai peran mereka di narasi Street Fighter V.”

Trailer bisa langsung Anda simak di bawah.

Di sana, beberapa jagoan tampak bertarung melawan rival besarnya, dan M. Bison kembali menjadi lawan tangguh. Bison mendapatkan perlawanan keras dari Nash, lalu Ryu sendiri terlihat berbaku hantam dengan Necalli. Mungkin Anda juga sudah tahu, Ken merupakan tokoh yang memperoleh perombakan desain terbesar. Produsen Yoshinori Ono pernah menyampaikan, gaya baru Ken ini terkait ke segi narasi Street Fighter V.

Capcom juga sudah mengungkap fitur anyar di permainan, mereka namai V-Gauge. Ia adalah sebuah indikator, terisi pelan-pelan ketika pemain menerima gempuran. Ia terbagi dalam tiga teknik berbeda yang bisa Anda gunakan: V-Skills, V-Reversals dan V-Triggers. V-Skills adalah gerakan istimewa tiap-tiap petarung, V-Reversals berfungsi sebagai serangan balik, kemudian V-Triggers dapat diaktifkan ketika bar V-Gauge penuh – kemampuan unik yang membuat serangan karakter lebih efektif dan mematikan.

16 karakter yang bisa langsung Anda mainkan meliputi Ryu, Chun-Li, Nash, M. Bison, Cammy, Birdie, Ken, Necalli, Vega, R. Mika, Rashid, Karin, Sangief, Laura, Dhalsim dan F.A.N.G. Nama berhuruf tebal ialah tokoh-tokoh baru.

Di bulan Januari 2016 kemarin, Capcom sempat memublikasikan trailer ‘Cinematic Story’.

Street Fighter V dijadwalkan untuk meluncur pada tanggal 16 Februari 2016 di Windows PC dan Sony PlayStation 4.

Sumber: Capcom-Unity.com.

Lewat Street Fighter V, Capcom Akan Lebih Menyeriusi Esport

Lewat Street Fighter, Capcom memiliki warisan gaming kompetitif yang jauh lebih tua dari judul-judul esport populer saat ini. Sayang entah bagaimana, ia tidak sesignifikan Dota 2 atau League of Legends, dan organisasi seperti MLG saja malah memilih Mortal Kombat. Tapi menjelang kehadiran game terbarunya, publisher mengambil sebuah arahan baru pula.

Kepada Games Industry, director of brand marketing Capcom Matt Dahlgren mengungkap strategi mereka selanjutnya dalam menyuguhkan gaming kompetitif secara lebih serius. Langkah tersebut diambil bertepatan dengan momentum pelepasan Street Fighter V yang segera tiba tidak lama lagi, sekaligus menjelaskan alasan mengapa Capcom memutuskan untuk merilis permainan hanya di PlayStation 4 dan PC.

Capcom Street Fighter Esport 01

Capcom memang sudah melihat kendala yang menghentikan Street Fighter masuk lebih dalam ke ranah esport. Judul-judul terdahulu seolah-olah disajikan untuk satu komunitas khusus. Pada dasarnya, gamer susah buat bermain bersama-sama, kemudian sistem leaderboard online juga tersegmentasi. Dengan begitu, Capcom kesulitan dalam mencari dan mengkomparasi kemampuan pemain-pemain terbaik.

Penandatanganan perjanjian eksklusif bersama Sony tentu mempunyai maksud. Banyak gamer tidak sadar, perbedaan platform menyimpan sejumlah problem. Ambil contohnya Street Fighter IV. Tingkat input lag versi Xbox 360 terhitung lebih kecil dari PlayStation 3. Artinya, tiap tekanan pada tombol mempunyai selisih respons ke action sepersekian detik. Pemain casual mungkin tidak menyadarinya, tetapi hal tersebut sangat dirasakan para veteran.

Capcom Street Fighter Esport 02

Melalui standarisasi platform, masalah input lag bisa teratasi. Dahlgren tidak banyak membahas soal versi Windows, namun kita tahu Street Fighter V menawarkan fitur cross-platform play, memungkinkan gamer di Windows, PS4 dan Linux bermain bersama. Dengan cara ini, Capcom dapat menciptakan sebuah standar turnamen. Keuntungan lain bagi IP klasik semisal Street Fighter adalah komunitasnya dibangun oleh para fans sendiri.

Kekuatan Street Fighter dibanding genre MOBA atau game berbasis tim ialah, ia merupakan kompetisi satu lawan satu murni. Hanya akan ada satu pemenang, dan khalayak juga lebih mudah menikmati pertandingannya. Menariknya lagi, Capcom mengubah cara mereka menyikapi Street Fighter sebagai esport. Dahulu sang publisher enggan ber-partner karena banyak dari perusahaan memperlakukan esport layaknya bisnis.

Capcom Street Fighter Esport 03

Jadi bukannya berkolaborasi bersama MLG atau ESL, Capcom menggandeng Twitch dan mendirikan liga Pro Tour di tahun lalu. Publisher turut mengadopsi elemen free-to-play, karena formula ini terbukti populer dalam game-game esport, seperti penggunaan in-game currency dan update konten berkala – meski Street Fighter V tetap bukanlah permainan F2P. Capcom bilang, tidak ada versi ‘Super’ atau ‘Ultra’ di waktu ke depan.

Street Fighter V akan meluncur pada tanggal 16 Februari besok di PlayStation 4 dan PC.

Gambar header: StreetFighter.com.