MOBA dengan Karakter-Karakter Disney dan Pixar? Inilah Disney Melee Mania

Demam MOBA terus menjalar tanpa menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Setelah Pokémon Unite, kini giliran franchise lain yang bahkan lebih besar lagi yang ikut diadaptasikan ke kategori MOBA, yaitu Disney.

Adalah Disney Melee Mania, judul MOBA baru yang bakal mempertarungkan deretan karakter ikonis dari berbagai franchise milik Disney dan Pixar. Saat pertama mendengar judulnya, jujur saya langsung berpikir ini merupakan fighting game ala Super Smash Bros. Namun ternyata saya salah, dan jika melihat cuplikan singkat gameplay-nya di bawah, game ini memang sarat elemen-elemen MOBA.

Sepintas gameplay-nya terkesan cukup simpel, dengan format 3v3 dan durasi pertandingan sekitar lima menit saja. Di awal peluncurannya, bakal ada 12 karakter yang bisa dimainkan, masing-masing dengan skill unik dan elemen kosmetiknya sendiri-sendiri. Ke depannya, pengembangnya berjanji akan menambahkan lebih banyak karakter secara reguler.

Berdasarkan video teaser dan sejumlah screenshot-nya, berikut adalah karakter-karakter yang sudah terkonfirmasi:

  • Mickey Mouse (dengan kostum Sorcerer’s Apprentice)
  • Wreck-It Ralph
  • Moana
  • Elsa (Frozen)
  • Buzz Lightyear (Toy Story)
  • Jasmine (Aladdin)
  • Frozone (The Incredibles)
  • Timon (The Lion King)
  • Maleficent (Sleeping Beauty)
  • Bing Bong (Inside Out)

Disney Melee Mania rencananya akan dirilis pada bulan Desember 2021 secara eksklusif di Apple Arcade. Sebagai bagian dari katalog layanan gaming subscription milik Apple tersebut, Disney Melee Mania semestinya tidak akan menerapkan skema pay-to-win, sebab dari awal Apple Arcade memang selalu memprioritaskan pengalaman bebas in-app purchase dan bebas iklan.

Disney Melee Mania dikembangkan oleh studio asal Singapura, Mighty Bear Games. Ini bukan game pertamanya untuk Apple Arcade. Tahun lalu, mereka sempat merilis game berjudul Butter Royale di platform tersebut.

Sumber: Apple dan The Verge.

Twitter Blue Mulai Ekspansi ke Lebih Banyak Negara, Plus Hadirkan Sejumlah Fitur Anyar

Twitter resmi meluncurkan layanan subscription-nya, Twitter Blue, pada bulan Juni lalu di Australia dan Kanada. Sekarang, mereka sudah siap membawanya ke lebih banyak negara, dimulai dari Amerika Serikat dan Selandia Baru.

Di kedua negara tersebut, Twitter mematok tarif berlangganan masing-masing sebesar US$2,99 dan NZ$4,49. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, para pelanggan Twitter Blue bisa menikmati sejumlah fitur eksklusif macam Undo Tweet, Reader Mode, maupun kustomisasi UI.

Dalam kesempatan yang sama, Twitter Blue juga kedatangan tiga fitur anyar. Yang pertama adalah Ad-Free Articles, yang pada dasarnya merupakan reinkarnasi layanan bernama Scroll. Sesuai namanya, fitur ini memungkinkan pelanggan untuk mengakses konten dari sejumlah situs tanpa diganggu oleh iklan.

Situs-situs ternama yang mendukung sejauh ini mencakup The Washington Post, L.A. Times, USA Today, The Atlantic, Reuters, The Daily Beast, Rolling Stone, BuzzFeed, Insider, dan The Hollywood Reporter. Jumlahnya dipastikan bakal bertambah ke depannya, serta akan meliputi media-media publikasi di lebih banyak negara.

Twitter memastikan bahwa win-win solution yang ditawarkan oleh Scroll sebelumnya tetap mereka terapkan di Twitter Blue dengan cara membagi tarif subscription yang dibayarkan para pelanggan dengan media publikasi yang menjadi mitra. Pelanggan diuntungkan, media publikasi pun tidak kehilangan pemasukan.

Twitter memang tidak merincikan persentase sistem bagi hasilnya, akan tetapi target mereka adalah supaya masing-masing media publikasi bisa menghasilkan 50% lebih banyak dari setiap pembaca ketimbang jika mereka mengandalkan pemasukan dari iklan.

Fitur yang kedua dinamai Top Articles, dan ini juga merupakan reinkarnasi layanan lain, yakni Nuzzel. Fungsinya pun sama persis, yaitu menampilkan deretan artikel yang paling banyak dibagikan selama 24 jam terakhir oleh orang-orang yang diikuti. Anggap saja ini kurasi konten otomatis dari circle masing-masing pelanggan.

Ketiga, Twitter juga mempersilakan para pelanggan untuk mengakses lebih awal fitur-fitur eksperimental lewat Twitter Blue Labs. Untuk sekarang memang baru ada dua fitur yang bisa dijajal — Longer Video Uploads dan Pinned Conversations — tapi ini tentu bakal terus berubah seiring tim produk Twitter bekerja.

Ke depannya, Twitter sudah punya rencana untuk menambahkan lebih banyak lagi fitur eksklusif buat para pelanggan Twitter Blue. Mereka tentu juga akan menghadirkan layanan tersebut ke lebih banyak negara, meski sejauh ini memang belum ada informasi kapan Indonesia bakal kebagian.

Twitter juga masih punya banyak PR, terutama terkait kompatibilitas. Setidaknya untuk sekarang, aspek ini sangat tidak konsisten. Fitur Top Articles misalnya, sejauh ini cuma tersedia di perangkat Android dan desktop. Sementara itu, fitur kustomisasi UI baru bisa dinikmati oleh pengguna perangkat iOS.

Sumber; Twitter.

Netflix Games Resmi Meluncur Secara Global, Bisa Main Sepuasnya Tanpa Biaya Tambahan

Resmi sudah. Katalog konten milik Netflix kini tak cuma berisikan film, serial, dan dokumenter saja, melainkan juga video game. Per tanggal 2 November kemarin, Netflix mengumumkan bahwa para pelanggannya sudah bisa menikmati koleksi game yang tersedia, di mana pun mereka berada.

Setidaknya untuk sekarang, Netflix Games baru bisa diakses melalui perangkat Android saja, sebab versi iOS-nya masih sedang dalam tahap pengerjaan. Koleksi game-nya dapat dilihat melalui aplikasi Netflix itu sendiri, akan tetapi masing-masing game-nya tetap harus diunduh lewat Google Play Store (atau App Store kalau di iOS).

Singkat cerita, ini bukan streaming seperti di layanan cloud gaming (atau seperti Netflix itu sendiri), melainkan lebih mirip cara kerjanya seperti layanan subscription Apple Arcade. Usai diunduh, game-nya bisa dimainkan secara offline, akan tetapi beberapa ada yang tetap memerlukan koneksi internet.

Untuk mulai bermain, Anda perlu login menggunakan akun Netflix dengan paket subscription yang aktif, dan jumlah perangkat yang bisa mengakses akan disesuaikan dengan batasan tiap-tiap paket. Jadi kalau paket yang Anda pilih mendukung fitur multi-device, maka koleksi game-nya bisa dimainkan di beberapa perangkat yang berbeda menggunakan satu akun yang sama. Perlu dicatat, Netflix Games tidak tersedia pada profil anak-anak.

Netflix memastikan bahwa semua game yang tersedia dapat dimainkan tanpa biaya tambahan, tanpa iklan, dan tanpa satu pun opsi in-app purchase. Sekali lagi, premisnya sangat mirip seperti Apple Arcade; bayar tarif bulanan, lalu main sepuasnya tanpa keluar uang lagi.

Koleksi game-nya saat ini memang belum banyak, baru lima judul lebih tepatnya: Stranger Things: 1984, Stranger Things 3: The Game, Shooting Hoops, Card Blast, dan Teeter Up. Meski begitu, Netflix sudah punya rencana besar untuk menyusun katalog yang bisa menarik perhatian semua kalangan gamer, dan mereka pun juga aktif mengakuisisi studio-studio game.

Sumber: Netflix.

Twitter Resmi Luncurkan Super Follow, Kreator Punya Makin Banyak Opsi Monetisasi

Twitter bukan lagi sebatas tempat untuk bercengkerama secara digital. Bagi para kreator, Twitter sekarang juga merupakan salah satu medium untuk mencari nafkah. Pergeseran ini ditandai oleh peluncuran resmi Super Follow, semacam fitur membership yang Twitter umumkan pertama kali pada bulan Februari lalu.

Prinsip fitur ini sederhana: pengguna bisa subscribe ke akun kreator yang disukainya dengan membayar tarif bulanan, dan itu akan menjadikan sang pengguna sebagai seorang Super Follower. Kreator kemudian bisa memublikasikan cuitan yang hanya bisa dilihat oleh para Super Follower-nya. Cuitan standarnya tetap bisa dilihat oleh para follower-nya yang tidak membayar.

Tidak semua kreator bisa menikmati fitur ini. Untuk sekarang, Super Follow baru tersedia di Amerika Serikat dan Kanada saja, dan kreator wajib mengajukan pendaftaran terlebih dulu. Kreator juga harus memiliki minimum 10.000 follower, dan mengunggah setidaknya 25 cuitan dalam sebulan terakhir.

Super Follow sejauh ini juga baru tersedia di aplikasi Twitter versi iOS, sementara versi Android dan desktop-nya dikabarkan bakal segera menyusul. Jatah untuk negara-negara selain AS dan Kanada diprediksi bakal menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

Di dua negara tersebut, kreator bebas menentukan tarif subscription-nya berdasarkan tiga opsi yang tersedia: $3, $5, atau $10 per bulan. Twitter hanya mengambil untung 3% dari pendapatan kreator, tapi itu cuma berlaku sampai total pendapatan yang dihasilkan kreator mencapai angka $50.000. Setelahnya, Twitter akan mengambil potongan sebesar 20%.

Kabar buruknya, apabila pengguna berlangganan via aplikasi Twitter di iOS dan Android, maka uang yang diterima kreator akan dipotong lagi 30%, sesuai dengan kebijakan yang Apple dan Google terapkan perihal in-app purchase.

Menjadi seorang Super Follower sekarang berarti pengguna dapat membaca cuitan-cuitan eksklusif dari kreator. Namun ke depannya, Super Follower juga bisa mendapat akses ke Spaces maupun newsletter eksklusif.

Kreator nantinya juga dapat menawarkan tier subscription yang berbeda-beda; misalnya $3 untuk cuitan eksklusif saja, $5 untuk cuitan plus Spaces eksklusif, dan $10 untuk cuitan plus Spaces plus newsletter.

Super Follow juga bukan satu-satunya opsi monetisasi yang bisa dimanfaatkan oleh kreator di Twitter. Mei lalu, Twitter sempat menghadirkan fitur Tip Jar yang memungkinkan pengguna untuk mengirim donasi ke akun-akun tertentu yang mencakup kreator, jurnalis, maupun organisasi nirlaba. Kemudian baru-baru ini, Twitter juga merilis fitur Ticketed Spaces yang memungkinkan kreator untuk menggelar Spaces berbayar.

Sumber: TechCrunch dan Twitter. Gambar header: Alexander Shatov via Unsplash.

Netflix Mulai Uji Konten Game di Aplikasi Android-nya

Juli lalu, Netflix secara resmi mengumumkan niatannya untuk menyisipkan game ke katalog kontennya. Netflix rupanya tidak butuh waktu lama untuk mengeksekusi rencana tersebut. Baru sebulan berselang, mereka rupanya sudah siap menguji konten gaming-nya bersama publik.

Sejauh ini pengujiannya baru dilangsungkan di Polandia. Para pelanggan Netflix di sana sekarang sudah bisa menjajal dua game di perangkat Android-nya, yakni “Stranger Things: 1984” dan “Stranger Things 3”. Dalam beberapa bulan ke depan, pengujiannya akan meluas ke negara-negara lain, dan juga bakal mencakup platform iOS.

Semua ini sejalan dengan yang diberitakan bulan lalu, bahwa Netflix akan memulai di platform mobile terlebih dulu, dan game-nya dibuat berdasarkan sejumlah franchise Netflix yang sudah ada. Stranger Things sendiri memang merupakan salah satu franchise serial milik Netflix yang paling populer, dan season keempatnya sudah dijadwalkan hadir tahun depan.

Netflix tidak lupa menegaskan kembali bahwa deretan game-nya ini dapat dinikmati tanpa biaya tambahan. Pelanggan juga tidak akan menjumpai iklan maupun in-app purchase di dalam game-nya. Semua sudah termasuk dalam biaya berlangganan Netflix seperti biasanya.

Yang menarik, kalau film-film di Netflix kita stream dari cloud, rupanya konten game-nya tidak demikian. Jadi ketika mengklik “Install Game” di aplikasi Netflix, pelanggan akan dialihkan ke Google Play Store untuk mengunduh game-nya. Cara ini lebih mirip yang diterapkan Apple Arcade dan Google Play Pass ketimbang Stadia atau Xbox Cloud Gaming.

Kita sebenarnya bisa saja langsung mengunduh game-nya dari Google Play Store, tapi saat hendak bermain, kita perlu login menggunakan akun Netflix masing-masing. Sejauh ini belum ada informasi apakah ke depannya Netflix bakal beralih ke metode streaming sepenuhnya, atau malah seterusnya menggunakan metode seperti ini.

Seandainya beralih ke metode streaming ala Stadia, Netflix tentu harus memikirkan pengalaman yang bakal didapat oleh para pelanggannya yang menggunakan perangkat iOS. Pasalnya, Apple memang hanya mengizinkan platform cloud gaming untuk beroperasi menggunakan web app ketimbang native app di iOS.

Sumber: Engadget.

Pearson Luncurkan Layanan Subscription untuk Buku Kuliah

Model bisnis subscription telah mengubah cara kita mengonsumsi berbagai macam produk media dalam beberapa tahun terakhir. Hampir semua produk media yang memiliki versi digital pada dasarnya bisa ditawarkan ke konsumen melalui sistem berlangganan, tidak terkecuali buku pelajaran.

Penerbit buku pelajaran terbesar asal Amerika Serikat, Pearson, baru-baru ini mengumumkan Pearson+, sebuah layanan berlangganan khusus buku pelajaran di jenjang universitas. Anggap saja ini seperti Netflix atau Disney+, tapi yang katalognya berisikan ribuan buku kuliah ketimbang film. Lalu dengan membayar tarif bulanan, Anda bisa mengakses semuanya melalui perangkat desktop maupun mobile.

Pearson mematok tarif berlangganan sebesar $15 per bulan untuk akses lengkap ke lebih dari 1.500 judul buku kuliah yang tersedia di katalog Pearson, atau $10 per bulan untuk akses ke satu buku saja. Dibandingkan harga buku fisik yang terkadang bisa mencapai angka ratusan dolar per buku, $15 per bulan tentu tergolong sangat murah.

Buku-buku digital tersebut dapat dibuka di aplikasi Android atau iOS, atau bisa juga melalui browser desktop. Selagi membaca, kita bisa meng-highlight atau menambahkan catatan. Alternatifnya, pelanggan juga dapat mendengarkan versi audio dari beberapa judul buku. Kelebihan lain yang tidak bisa kita temui di buku fisik adalah fitur search, yang akan lebih memudahkan pencarian informasi ketimbang mengandalkan daftar isi.

Pearson+ akan diluncurkan di AS pada musim semi, tapi ke depannya Pearson sudah punya rencana untuk menghadirkannya secara global. Pearson bukanlah yang pertama menawarkan layanan subscription untuk buku pelajaran. Sebelumnya, penerbit Cengage sudah lebih dulu menyediakan layanan serupa bernama Cengage Unlimited, tapi mereka juga sempat dituntut karena dianggap merugikan kalangan penulis.

Tentu saja, Pearson+ baru bisa menjadi solusi yang atraktif apabila seorang mahasiswa atau mahasiswi memang harus berkutat dengan beberapa buku kuliah terbitan Pearson di tiap semester. Kalau ternyata harus menggunakan buku dari beberapa penerbit yang berbeda, mereka mungkin bisa menghemat lebih banyak dengan membeli buku bekas ketimbang berlangganan layanan semacam ini.

Sumber: The Verge dan Pearson.

YouTube Sedang Uji Paket Layanan Premium Lite dengan Tarif Bulanan Lebih Terjangkau

Dengan tarif berlangganan Rp59.000 per bulan, YouTube Premium merupakan layanan subscription yang cukup menarik jika menimbang semua fasilitas yang ditawarkan. Seperti yang tercantum di situsnya, YouTube Premium tak hanya menawarkan pengalaman bebas iklan, melainkan juga akses ke YouTube Music Premium, offline download, serta background playback.

Di saat yang sama, saya tahu ada sebagian yang merasa tarif tersebut masih agak kemahalan karena yang mereka incar sebenarnya cuma sebatas kenyamanan menonton tanpa diinterupsi iklan. YouTube pun juga menyadarinya, dan mereka ingin menawarkan solusi dalam bentuk paket layanan baru bernama YouTube Premium Lite.

Premium Lite sejauh ini belum tersedia secara luas dan baru diuji di sejumlah negara di Eropa, persisnya di Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Luksemburg, Norwegia, dan Swedia. Di negara-negara tersebut, Premium Lite ditawarkan dengan tarif 6,99 euro per bulan, atau sekitar 60 persen lebih murah daripada tarif YouTube Premium versi standar yang dipatok di sana, yakni 11,99 euro.

Fasilitas yang Premium Lite hadirkan sangatlah sederhana, yakni pengalaman menonton bebas iklan di YouTube, baik di web maupun di deretan aplikasinya (iOS, Android, smart TV, game console), termasuk halnya YouTube Kids. Offline download maupun background playback tidak termasuk. Pelanggan Premium Lite juga masih akan menjumpai iklan di YouTube Music.

Jadi kalau Anda sebal disodori iklan secara bertubi-tubi oleh YouTube, tapi tidak tertarik dengan fasilitas-fasilitas lain yang ditawarkan oleh YouTube Premium, maka paket layanan Premium Lite ini bakal jadi opsi alternatif yang menarik. Di Indonesia, saya bisa membayangkan YouTube mematok tarif bulanan sekitar Rp39.000 untuk Premium Lite, hemat hampir separuh ketimbang YouTube Premium standar.

Perlu dicatat, Google bilang bahwa status Premium Lite saat ini masih eksperimental, dan mereka bakal mempertimbangkan sejumlah paket lain berdasarkan masukan dari komunitas penggunanya.

Menawarkan paket berlangganan dalam beberapa tier yang berbeda merupakan salah satu cara untuk menjangkau lebih banyak kalangan konsumen, kurang lebih sama seperti yang Netflix lakukan selama ini.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Tumblr Umumkan Post+, Mudahkan Kreator Memonetisasi Konten Lewat Sistem Subscription

Semua akan subscription pada waktunya. Bahkan Tumblr, platform blogging yang sudah berusia 14 tahun pun juga mulai mengadopsi tren ini. Mereka baru saja mengumumkan Post+, fitur anyar yang memungkinkan kreator untuk memonetisasi konten bikinannya dengan cara menarik biaya berlangganan ke para audiensnya.

Apapun jenis kontennya, entah itu teks, gambar, GIF, video, ataupun audio, baik yang sifatnya guyonan maupun serius, semuanya dapat dipublikasikan sebagai konten khusus untuk kalangan subscriber. Kreator bebas memilih di antara tiga opsi tarif berlangganan yang tersedia: $4, $6, atau $10 per bulan. Tumblr bakal mengambil 5% dari total keuntungan yang didapat masing-masing kreator.

Post+ pada dasarnya merupakan jawaban Tumblr terhadap tren paid newsletter yang sedang marak. Angka 5% tadi tentu bukan suatu kebetulan, sebab kita tahu bahwa Substack — salah satu platform newsletter terpopuler — mengambil untung 10% dari komunitas kreatornya.

Di tempat lain, ada pula Bulletin, platform paid newsletter besutan Facebook, yang berkomitmen untuk tidak mengambil untung sama sekali dari para kreator selama periode awal peluncurannya.

Tumblr tidak membatasi siapa saja yang bisa memanfaatkan Post+. Dengan kata lain, kreator tidak perlu memiliki follower dalam jumlah tertentu untuk bisa menawarkan konten berbayar. Pun begitu, berhubung Post+ statusnya masih beta, sejauh ini Tumblr masih membatasinya untuk sejumlah kreator terpilih saja.

Tumblr memang sudah tidak sepopuler dulu. Meski demikian, setiap harinya masih ada lebih dari 11 juta post baru yang berseliweran di platform Tumblr. Jumlah pengguna aktifnya saat ini tidak diketahui, tapi jumlah blog-nya tercatat ada lebih dari 500 juta blog. Angka ini tentu tidak bisa jadi patokan, sebab kita tidak tahu seberapa banyak dari 500 juta blog itu yang sudah nonaktif dan tidak pernah merilis konten baru.

Menariknya, Tumblr bilang bahwa 48% dari total semua penggunanya adalah kalangan Gen Z. Pengguna Gen Z ini menghabiskan waktu 26% lebih lama di Tumblr ketimbang pengguna yang lebih tua, dan rata-rata waktu penggunaan hariannya naik lebih dari 100% dari tahun ke tahun. Bisa jadi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong Tumblr untuk menghadirkan Post+, sebab kalangan Gen Z memang sudah sangat terbiasa dengan budaya subscription.

Sumber: TechCrunch dan The Verge.

Twitter Luncurkan Layanan Berlangganan Twitter Blue, Tawarkan Sejumlah Fitur Eksklusif untuk Power User

Setelah dinanti-nanti, Twitter akhirnya resmi memperkenalkan layanan berlangganan (subscription) perdananya yang dijuluki Twitter Blue. Di tahap awal peluncurannya ini, untuk sementara Twitter Blue baru tersedia bagi konsumen di dua negara saja, yakni Kanada dan Australia.

Tarif berlangganan Twitter Blue di kedua negara tersebut dipatok 3,49 dolar Kanada (CAD) atau 4,49 dolar Australia (AUD) per bulannya. Masing-masing pelanggan tentu saja bisa menikmati sejumlah fitur eksklusif, seperti misalnya fitur Bookmark Folders, Undo Tweet, Reader Mode, dan opsi kustomisasi tampilan antarmuka.

Bookmark Folders, sesuai namanya, memungkinkan para pelanggan untuk merapikan kumpulan Tweet yang mereka simpan agar lebih mudah dicari ke depannya. Bookmark bukanlah fitur baru di Twitter, dan ke depannya masih akan tersedia bagi seluruh pengguna Twitter. Bedanya, khusus para pelanggan Twitter Blue, mereka dapat menyimpan Tweet di beberapa folder yang berbeda.

Beralih ke Undo Tweet, fitur ini memang bukan fitur Edit Tweet seperti yang selama ini diimajinasikan oleh kalangan power user Twitter, tapi setidaknya fitur ini masih memungkinkan pengguna untuk merevisi cuitan sebelum cuitan tersebut dapat terbaca oleh seluruh jagat maya.

Cara kerjanya adalah, pengguna bisa menetapkan timer dengan durasi maksimum 30 detik. Setelahnya, setiap kali pengguna mengunggah sebuah cuitan, mereka punya waktu maksimal hingga 30 detik untuk mengklik tombol “Undo” dan membatalkannya. Dari situ mereka bisa merevisi cuitan seandainya ada saltik (typo), atau seandainya ada seseorang yang lupa di-mention.

Untuk Reader Mode, fitur ini dirancang agar pengguna bisa membaca sebuah utas (thread) dengan tampilan yang jauh lebih rapi layaknya sebuah artikel. Fitur ini berbeda dari yang Twitter janjikan ketika mereka mengakuisisi Scroll, namun Twitter memastikan bahwa platform tersebut bakal mereka integrasikan ke Twitter Blue ke depannya.

Terakhir, pelanggan Twitter Blue juga dapat mengatur kustomisasi tampilan antarmuka aplikasi Twitter, mulai dari mengganti icon aplikasinya di home screen, sampai mengganti tema warna di dalam aplikasinya. Menurut Twitter, semua fitur ini mereka buat berdasarkan masukan-masukan yang mereka terima dari kalangan power user selama ini.

Belum diketahui kapan Twitter Blue akan merambah konsumen di negara-negara lain. Namun satu hal yang pasti, Twitter bakal tetap bisa digunakan secara gratis selamanya. Kehadiran layanan subscription ini semata hanya untuk memenuhi hasrat kalangan power user, dan tentu saja di saat yang sama bisa menjadi salah satu sumber pemasukan tambahan yang sustainable buat Twitter.

Sumber: Twitter dan TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

Twitter Sedang Siapkan Layanan Subscription, Salah Satu Fasilitasnya Adalah Pengalaman Membaca Bebas Iklan

Twitter sedang sibuk menyiapkan sebuah layanan berlangganan (subscription) demi meningkatkan pendapatannya di luar pemasukan dari iklan. Seperti halnya layanan subscription di banyak platform lain, Twitter bakal memberikan sejumlah fasilitas menarik yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mau membayar.

Salah satu fasilitasnya adalah pengalaman membaca berita tanpa diganggu oleh iklan. Ini dikarenakan Twitter baru saja mengakuisisi Scroll, sebuah layanan subscription yang pada dasarnya mencoba menjadi penengah antara pembaca dan penerbit berita, memberikan pengalaman membaca yang nyaman (bebas iklan), tapi di saat yang sama tidak mengurangi pemasukan yang diterima oleh sang penerbit berita.

Tampilan standar artikel (kiri) dan tampilan setelah dipermak Scroll (kanan) / Twitter

Dengan kata lain, para pelanggan layanan subscription Twitter nantinya bisa membaca artikel atau newsletter di Twitter dengan tampilan yang bersih dan terfokus seperti yang ditawarkan oleh Scroll selama ini. Pengguna gratisan Twitter tentu masih bisa mengakses konten yang sama, hanya saja tampilannya bakal berbeda karena iklan-iklan yang ada di masing-masing situs berita masih akan muncul seperti biasa.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tidak semua situs berita dapat dipermak tampilannya oleh Scroll, sebab masing-masing situs harus menjadi mitra Scroll terlebih dulu. Sejauh ini sudah ada ratusan situs berita yang tergabung sebagai mitra Scroll, termasuk halnya media-media kenamaan seperti BuzzFeed, Insider, Salon, Slate, Vox, The Atlantic, The Daily Beast, dan masih banyak lagi.

Ilustrasi pemasukan yang diterima mitra-mitra Scroll dari tarif subscription yang dibayarkan oleh pelanggan / Twitter

Menurut Scroll, mitra-mitranya bisa memperoleh pemasukan hingga 40% lebih banyak ketimbang sebatas mengandalkan pemasukan dari iklan berkat adanya semacam sistem bagi hasil. Situasinya masih akan tetap sama pasca akuisisi ini, di mana sebagian dari biaya subscription yang dibayarkan oleh pelanggan Twitter akan diteruskan ke media-media yang tergabung sebagai mitra Scroll.

Sejauh ini Twitter masih sibuk menggodok layanan subscription-nya, dan kita belum tahu fitur premium apa lagi yang bakal mereka tawarkan nantinya. Selain mencari sumber pemasukan baru, Twitter belum lama ini juga mengumumkan inisiatif supaya kalangan kreator juga bisa ikut mendapatkan pemasukan tambahan dengan memanfaatkan platform Twitter.

Sumber: TechCrunch dan Twitter. Gambar header: Depositphotos.com.