Facebook Masih Mendominasi Penggunaan Media Sosial di Kuartal Ketiga 2016

Hasil survei seputar perilaku netizen di Indonesia dalam menggunakan media sosial kembali diluncurkan oleh Jakpat. Bertajuk “Indonesia Social Media Trend Q3 2016“, laporan ini mengamati pola perilaku penikmat media sosial dalam kuartal ketiga tahun ini. Secara umum penggunaan media sosial di Indonesia masih didominasi oleh Facebook dan Instagram. Kendati persentasenya menurun tipis dibandingkan kuartal pertama 2016, namun masih mendominasi jauh dari lawan mainnya.

Persentase penggunaan media sosial dalam Q1 dan Q3 2016 / Jakpat
Persentase penggunaan media sosial dalam Q1 dan Q3 2016 / Jakpat

Selain memang paling tinggi angka penggunanya, Facebook dan Instagram ternyata juga mendominasi dalam penggunaan di berbagai kepentingan bersosial secara online. Selain untuk berkomunikasi bersama teman, Facebook juga menguasai persentase dalam penggunaan sebagai penghubung dengan kolega bisnis dan juga keluarga. Menjadi hal yang cukup menarik, ketika dari sisi pemasaran Path lebih digadang-gadang sebagai media yang lebih privat.

Facebook menjadi media populer untuk terhubung dengan rekan kerja / Jakpat
Facebook menjadi media populer untuk terhubung dengan rekan kerja / Jakpat

Berbicara seputar Facebook, dari responden tercatat bahwa yang paling banyak dipasang di ponselnya adalah aplikasi FB Messenger, persentasenya melebihi (tipis) dari Facebook App. Penggunanya pun sangat fantastis, responden mengatakan bahwa rata-rata mereka pasti membuka Facebook setiap hari, kebanyakan 2-3 kali sehari (22,9 persen), namun tak sedikit juga (19,7 persen) membuka lebih dari 10 kali sehari.

FB Messenger menjadi aplikasi paling popluer di ponsel pengguna / Jakpat
FB Messenger menjadi aplikasi paling popluer di ponsel pengguna / Jakpat

Pun demikian dengan penggunaan Instagram, dari total responden survei 78 persen di antaranya mengaku selalu membuka kanal media sosial gambar tersebut setiap hari. Turut terpetakan juga berbagai aktivitas popluer yang sering dilakukan menggunakan Instagram. Persentase tertinggi (53,3 persen) orang-orang menggunakan Instagram untuk mengeksplorasi konten yang lucu dan unik, selanjutnya disusul penggunaan untuk mencari tahu suatu hal (50,3 persen), digunakan untuk mengeksplorasi produk online shop (47,8 persen) dan untuk mencari tahu aktivitas teman (74,2 persen).

Pemanfaatan Instagram oleh pengguna di Indonesia / Jakpat
Pemanfaatan Instagram oleh pengguna di Indonesia / Jakpat

Kendati tidak sebesar Facebook atau Insagram, pengguna Path juga masih memiliki ekosistem aktif di Indonesia. Dari riset Jakpat tersebut, pengguna mengaku kebanyakan memanfaatkan Path untuk mem-posting mereka sedang mendengarkan lagu apa, menonton film apa dan makan apa. Masih sama peruntukan umumnya dengan visi dari Path, untuk membagikan hal-hal yang bersifat pribadi. Snapchat juga masih memiliki komunitas pengguna. Umumnya digunakan untuk mem-posting konten pribadi dan melihat-lihat akun populer yang mengunggah kontennya.

Pemanfaatan Path oleh pengguna di Indonesia / Jakpat
Pemanfaatan Path oleh pengguna di Indonesia / Jakpat

Persentase pengguna Twitter persis di urutan ketiga setelah Facebook dan Instagram. Namun ditemukan hasil riset untuk kuartal ketiga ini antusias pengakses Twitter tak sekencang sebelumnya. Digunakan untuk memburu informasi, Twitter kini lebih jarang dibuka secara rutin setiap harinya.

Laporan Experian: Pola Perilaku Konsumen Digital di Indonesia 2016

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu pasar yang sangat diperhitungkan. Sehingga wajar banyak penelitian mengenai pasar dan kebiasaan pengguna di Indonesia. Tujuannya sama, mencari pola dan data mengenai seberapa besar potensi dan strategi apa yang sekiranya cocok dilakukan untuk bisa memenangi pasar Indonesia.

Yang paling baru adalah laporan bertajuk The Digital Consumer View 2016 (Asia) yang dikeluarkan oleh Experian dengan analisis dan penelitian oleh International Data Corporation (IDC). Meski tidak spesifik melaporkan kondisi di Indonesia, laporan ini banyak menyinggung tentang bagaimana pola perilaku konsumen digital di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya.

Menurut laporan yang diambil dari survei dengan 1.200 responden ini, Indonesia menunjukkan angka tertinggi untuk konsumen yang melakukan pencarian produk dan mencari harga terbaik menggunakan media sosial dengan angka 67-68%, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan Thailand (58%) dan Malaysia (49%).

Sementara itu, untuk memicu ketertarikan terhadap suatu produk, SMS disebutkan masih menjadi media paling ampuh di Indonesia dengan persentase 62%. Sementara Malaysia dan Thailand media sosial masih menjadi media yang cukup digandrungi untuk memicu ketertarikan produk.

Laporan Consumer Behaviour / Experian

Untuk kategori ketertarikan untuk membeli, dengan pendekatan online to offline lagi-lagi SMS masih menjadi media yang ampuh di Indonesia. Sementara Singapura dengan media email, dan Malaysia dan Thailand melalui media sosial. Kategori lainnya yang dipaparkan dalam laporan ini adalah brand engagement, untuk kategori ini banner ads masih menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan 56%.

Yang paling mencengangkan adalah ternyata hampir semua pelanggan di Indonesia memasukan identitas palsu jika merujuk pada keperluan-keperluan marketing. Tercatat hampir 93% untuk nama, 94% untuk nomor telepon, dan 95% persen untuk email diisikan dengan salah atau palsu oleh konsumen Indonesia kepada pemasar.

Managing Director of Southeast Asia Experian Jeff Price berkesimpulan bahwa pasar Asia Tenggara ini merupakan pasar dengan pertumbuhan yang cepat dan dengan perilaku konsumen yang unik. Ada peta perbedaan yang signifikan bagaimana konsumen mencari produk, membandingkan harga, dan memutuskan untuk membeli.

Bisnis Travel Online Diprediksi Terus Bertumbuh di Asia Tenggara, Indonesia Memimpin Pangsa Pasar

Bisnis online travel di Asia Tenggara diprediksi akan terus meningkat, angka yang didapatkan oleh hasil riset Google dan Temasek akan mencapai $76 miliar pada tahun 2025. Besarnya nilai tersebut turut disampaikan sebagai sebuah kesempatan emas bagi para pemain di sektor tersebut untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri pemain di sektor travel online sudah mulai banyak, kendati masih tampak didominasi oleh Traveloka (yang digadang-gadang sebagai pesaing Go-Jek dalam nilai valuasi startup unicorn) dan juga Tiket.com. Google turut memprediksikan konsumen pengguna layanan online secara umum akan mencapai $200 miliar, yang artinya online travel telah memangkas 38 persen sendiri.

Jika dibandingkan dengan layanan online populer lain, yakni online media (ads, gaming, produk digital lainnya) dan e-commerce, pertumbuhan pangsa pasarnya cukup signifikan jika dibandingkan antara tahun 2015 dan prediksi 2025 mendatang. Grafik berikut ini menggambarkan persentase pertumbuhan tersebut.

Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google and Temasek
Persentase sub sektor industri online travel di Asia Tenggara / Google dan Temasek

Menariknya bisnis penerbangan dan hotel menjadi yang paling signifikan diprediksi bertumbuh untuk kategori online travel. Pada tahun 2025, seiring makin akrabnya pengguna dengan layanan booking online, dan makin ramahnya penawaran hotel dan layanan maskapai penerbangan, membuat penetrasi pasarnya turut meningkat besar. Untuk layanan perjalanan sendiri juga turut terdongkrak, hanya saja persentasenya masih jauh. Dari riset yang sama diprediksikan bisnis penerbangan tahun 2025 akan mencapai nilai $40,1 miliar, bisnis perhotelan $36,4 miliar dan layanan perjalanan $13,1 miliar.

Hasil riset yang paling menarik, Indonesia memiliki persentase kenaikan yang paling tinggi di antara negara-negara lainnya.

Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Pertumbuhan industri online travel di negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Uniknya walaupun potensi tersebut sudah nyata terlihat, jika berbicara tentang aliran dana investasi, oleh venture capital ke startup, ternyata nilainya belum berbanding lurus, jika dibanding dengan aliran dana ke wilayah India atau Tiongkok misalnya. Bahkan saat berbicara tentang persentase secara keseluruhan, termasuk di dalamnya on-demand dan e-commerce yang sedang menjadi tren. Memang, belum banyak startup di sini yang memiliki valuasi di atas $10 juta, gelar Unicorn pun masih mudah dihitung dengan jari.

Selama 10 tahun ke depan, penelitian yang sama turut memprediksikan bahwa investasi di startup Asia Tenggara akan mencapai total nilai $40-50 miliar. Angka tersebut akan mendongkrak transaksi ekonomi online di wilayah Asia Tenggara meningkat hingga $200 miliar pada 2025. Indonesia, Singapura dan Vietnam dinilai sebagai negara-negara yang akan mendominasi angka tersebut.

Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google and Temasek
Proyeksi investasi startup negara-negara Asia Tenggara / Google dan Temasek

Layanan Situs “Budget Hotel” Belum Banyak Dikenal Masyarakat

Seiring makin pesatnya perkembangan industri pariwisata dan perjalanan, membuat sektor ini makin banyak bertumbuhan inovasi layanan baru.  Terlebih di negara tujuan wisata seperti Indonesia. Salah satu inovasi yang turut berkembang dewasa ini adalah layanan online berbasis situs budget hotel. Yakni sebuah layanan online yang memberikan informasi penyewaan kamar hotel atau penginapan untuk kelas menengah ke bawah, alias dengan harga sangat murah.

Memang model bisnis ini masih cukup baru, terbukti hasil survei W&S Market Research yang menyasar sekurangnya 2.000 responden dari berbagai kalangan di Indonesia, hanya 7 persen (atau sekitar 170 orang) saja yang mengetahui tentang situs budget hotel. Kendati demikian, secara “offline” model penyewaan guest house atau kamar kos harian sudah begitu menjamur di tempat-tempat populer wisata, seperti Yogyakarta atau Bandung.

Dari beberapa situs budget hotel yang kini telah melayani pengguna di Indonesia, yang paling diketahui responden dari survei tadi adalah Zenrooms (17,9%), RedDoorz (12,9%), AiryRooms (9,3%), dan NidaRooms (7,1%). Hal ini cukup senada dengan cakupan kota yang masuk dalam layanan, Zenrooms tercatat sebagai penyedia layanan situs budget hotel dengan cakupan kota paling banyak di Indonesia. Rata-rata pun harga yang ditawarkan memang cenderung lebih terjangkau, kendati demikian memang terkait harga hampir semua layanan tersebut bersaing sengit.

Jika berbicara tentang brand awareness, dari yang paling umum, tentang apa itu situs budget hotel, masih sangat sedikit yang mengetahuinya. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan strategi pemasaran dan pengenalan yang lebih menjangkau dan lebih serius. Memang tak mudah, karena layanan online ticekting yang sudah umum digunakan, seperti situs Traveloka atau Tiket.com nyatanya juga memberikan opsi sampai penginapan kelas bawah dalam daftar pencariannya.

Namun meskipun akan memfokuskan pada kalangan niche, sekali lagi, strategi pemasaran menjadi landasan yang cukup fundamental untuk mengembangkan bisnis. Masih dari hasil survei yang sama, bahwa nama Zenrooms lebih banyak dikenal melalui dua hal, yakni rekomendasi orang ke orang dan dari artikel di internet. Metode tersebut memang tak jauh dari kultur masyarakat ketika hendak merencanakan suatu perjalanan wisata, tanya kepada kerabat yang pernah berkunjung ke tempat terkait atau membaca pengalaman orang lain di internet. Nah bisa jadi dua metode ini yang layak ditekuni dan mendapatkan investasi lebih untuk memperkenalkan layanan secara lebih luas.

Survei Microsoft: Teknologi Memiliki Peran Penting dalam Memajukan Kota

Microsoft CityNext baru saja merilis hasil riset bertajuk “Microsoft CityNext Asia Pasific Survey: Your City, Your Future”. Riset yang dilakukan dengan meneliti lebih dari 200 penduduk di Jakarta itu mengemukakan fakta bahwa sebagian besar responden memandang teknologi memiliki peranan penting dalam meningkatkan kondisi kehidupan di kota-kota.

Di posisi pertama, lebih dari 93 persen responden menyetujui teknologi memiliki peranan penting dalam proses penyampaian informasi mengenai layanan-layanan kota kepada warganya. Sementara untuk posisi kedua 90 responden sepakat posisi teknologi adalah untuk menyediakan konektivitas yang lebih baik melalui jaringan Wi-Fi dan seluler, dan meningkatkan komunikasi antara warga dan kotanya untuk menciptakan kepedulian masyarakat yang lebih baik.

Teknologi juga dipercaya lebih dari 85 responden mampu untuk menciptakan peluang-peluang ekonomi baru dan mampu memudahkan perencanaan kota dengan lebih baik, khususnya menggunakan analisis big data.

Director of Public Sector Microsoft Indonesia Peter Sutiono menjelaskan teknologi-teknologi mulai dari solusi layanan cloud computing (komputasi awan) hingga aplikasi-aplikasi mobile dan teknologi big data memiliki perang yang signifikan dalam mengubah kota menjadi komunitas yang lebih aman, pinta dan berkelanjutan. Menurutnya teknologi-teknologi tersebut memiliki potensi untuk membantu pemerintah Indonesia terutama dalam hal perancangan kota dalam mengatasi permasalahan seperti transportasi dan ketertiban umum.

Infografis CityNext Survei
Infografis CityNext Survey / Microsoft

“Sebagai contoh, pemakaian alat analisis bisa dimanfaatkan untuk mengobservasi kedatangan bus dan kereta api agar bisa tiba lebih tepat waktu dan terhindar dari kemacetan lalu lintas. Sedangkan lebih banyak kamera pengawas yang dipasang di tempat-tempat umum dapat membantu pihak berwenang untuk menekan angka kriminalitas seperti pencopetan sehingga Jakarta bisa menjadi kota yang lebih aman untuk ditinggali,” ujarnya mencontohkan.

Laporan ini juga menunjukkan bahwa 67 persen responden yakin bahwa kualitas hidup mereka akan lebih baik pada tahun-tahun mendatang. Hasil ini menempatkan Jakarta sebagai kota kedua paling optimis setelah Mumbai. Namun demikian responden juga menekankan pada perbaikan infrastruktur transportasi dan beberapa faktor lain seperti keamanan dan ketertiban umum, lowongan pekerjaan, dan pendidikan.

Karakteristik Generasi Y dalam Lingkungan Pekerjaan

Banyak pembahasan mengenai perbedaan generasi Y (mereka yang lahir di antara tahun 1983 sampai 2001) dengan generasi-generasi sebelum atau sesudahnya. Kebanyakan menyoal kondisi mereka di tempat kerja, karena generasi Y merupakan generasi pertama yang dipengaruhi penuh oleh teknologi digital di tempat kerja mereka. Salah satunya ada JakPat, situs jajak pendapat yang memberikan laporan beberapa perbedaan antara generasi Y dengan generasi X, generasi di atasnya.

Generasi Y atau sering disebut millennial adalah generasi pertama yang dengan mudah mendapatkan akses terhadap informasi dan juga terhubung satu sama lain lintas negara di seluruh dunia. Keunggulan inilah yang pada akhirnya posisi millennial memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.

Dari total 618 responden yang tersebar di seluruh Indonesia laporan JakPat memaparkan bahwa ada beberapa kemiripan seperti keinginan memiliki lebih dari 10 atasan dalam hidup mereka dengan alasan untuk mengembangkan karier dan berpikir bahwa generasi mereka lebih baik dari generasi para orang tua mereka.

Tidak dapat dipungkiri cara millennial bekerja dan bagaimana mereka menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh budaya teknologi yang berkembang dengan pesat berbarengan dengan perkembangan usia mereka. Mereka jadi mahir dalam memanfaatkan teknologi.

Di buku Millenials @Work karya Chip Espinoza di ungkapkan banyak perbedaan-perbedaan antara para millennial dengan yang lainnya. Beberapa yang paling terlihat adalah kebiasaan mereka berganti-gati pekerjaan. Bukan karena mereka tidak kompeten, tetapi lebih mencari kebahagiaan dalam pekerjaan mereka. Para millennial percaya bekerja dengan perasaan bahagia bisa berpengaruh pada hasil kerja dan percepatan promosi mereka di tempat kerja.

7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja
7 dari 10 responden mementingkan kebahagiaan dalam bekerja / Jakpat

Di survei yang dilakukan JakPat, dengan 59,71% responden yang merupakan millennial, juga menunjukkan hal yang sama. Dari kesimpulannya, JakPat menjelaskan bahwa 7 dari 10 responden mereka akan memutuskan keluar dari pekerjaan jika memang pekerjaan mereka tidak membuat mereka bahagia. Bahagia bagi millennial bisa dikatakan setara dengan uang.

Tak hanya itu millennial juga digambarkan sering memiliki kesulitan berkomunikasi dengan atasan, terlebih dengan mereka yang berbeda generasi. Espinoza dalam bukunya menyebutkan inilah yang menjadi hal yang pada akhirnya memicu persepsi buruk terhadap millennials oleh para manajer.

Padahal sebenarnya keinginan berkomunikasi dengan generasi sebelumnya merupakan salah satu hal yang terus diupayakan millennial. Dalam laporan survei JakPat juga disebutkan bahwa kebanyakan dari responden mereka ingin bekerja satu tim dengan orang-orang yang berada di generasi di atasnya.

Laporan Akamai: Kualitas Internet di Indonesia Meningkat, Berkah Pengusaha Digital

Sebagai negara dengan wilayah yang cukup luas dan mayoritas berupa lautan, pembangunan infrastruktur dijadikan salah satu alasan mengapa kualitas internet Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Namun berkat jor-joran pemerintah dan para operator telekomunikasi kualitas internet di Indonesia mulai membaik dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan di laporan Akamai edisi kuartal pertama tahun 2016 disebutkan Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan rata-rata puncak kecepatan tertinggi untuk global. Sebuah angin segar untuk bisnis teknologi di Indonesia.

Internet adalah pemagang kunci dalam bisnis digital di manapun itu. Di Indonesia internet baru mengalami pertumbuhan dalam 5 sampai 6 tahun terakhir. Banyak faktor yang mempengaruhinya, beberapa di antaranya seperti mulai diterapkannya teknologi 4G oleh hampir semua operator telekomunikasi Indonesia dan juga upaya pemerintah membangun jaringan broadband nasional.

Dari laporan Akamai disebutkan pertumbuhan rata-rata puncak kecepatan akses internet di Indonesia tumbuh hingga lima kali lipat di banding periode yang sama di tahun lalu. Angkanya mencapai 535%. Tertinggi untuk global.

Laporan Akamai State of the Internet
Laporan Akamai State of the Internet

Angka yang tak kalah fantastis juga dicatatkan untuk kategori adopsi koneksi broadband 10 Mbps. Pertumbuhan di Indonesia mencapai 7 kali lipat atau tepatnya naik 738% untuk kuartal pertama tahun ini. Meski demikian pertumbuhan ini masih kalah jika dibanding dengan Vietnam yang tumbuh lebih dari 1000%. Angka yang cukup fantastis.

Pertumbuhan kecepatan ini cukup terasa di kota-kota besar di Indonesia. Dalam urusan merata mungkin masih menunggu waktu. Tapi dengan melejitnya angka kecepatan internet di Indonesia ini menjadi berkah para startup dengan layanan-layanannya, terlebih yang merupakan mengandalkan teknologi cloud. Setidaknya untuk pelanggan di kota-kota besar para startup tidak perlu lagi memusingkan bagaimana mereka bisa mengakses layanan yang disediakan, tinggal bagaimana mereka menjaga kualitas pelayanan (selain akses ke server) mereka.

Internet cepat, transaksi semakin lancar, dan pelanggan semakin berdatangan, kurang lebih begitu pengharapan para pengusaha startup dengan membaiknya koneksi internet di Indonesia. Namun di lain sisi, ada yang juga harus diantisipasi. Yakni serangan-serangan cyber seperti DDOS (Distributed Denial of Service).

Digital Wallet Belum Banyak Diminati Konsumen Indonesia

Salah satu wujud digitalisasi yang paling banyak dirasakan saat ini adalah hasil terbentuknya ekosistem pelaku jual-beli online. Layanan e-commerce dan online marketplace yang berkembang di berbagai lini bisnis kian memanjakan masyarakat untuk dapat bertransaksi secara maya. Uniknya tren tersebut tidak serta-merta membuat pembayaran menggunakan digital wallet (dompet digital) membudaya.

Survei dari Jakpat beberapa waktu lalu, yang melibatkan lebih dari 1.500 responden di umur konsumtif Indonesia dari Sabang sampai Merauke memberikan beberapa fakta bahwa digital wallet (seperti Paypal, T-Cash, e-money dan sebagainya) kurang populer di masyarakat. Secara umum minimnya penggunaan digital wallet dikarenakan proses penggunaannya yang belum bersahabat bagi masyarakat, kendati mereka sudah tergolong tech-savvy untuk adopsi penggunaan internet dan ponsel pintar.

Namun dari total responden dalam survei 44 persen di antaranya menyatakan telah memiliki layanan digital wallet. Umumnya responden laki-laki menggunakan Paypal (29%), T-Cash (20%), e-money (19%), rekening ponsel (17%) dan Go-Pay (15%). Sedangkan untuk pengguna perempuan BCA Flazz (22%). e-money (22%), T-Cash (20%), Go-Pay (19%) dan Paypal (17%). Menarik saat melihat layanan Go-Pay yang belum lama muncul sudah memiliki persentase di dalamnya.

Dari total persentase pengguna layanan digital wallet, 75% di antaranya mengaku minat menggunakan layanan tersebut lantaran mudah dan lebih praktis untuk membayar. Alasan lainnya lebih kepada tidak memiliki yang tunai, menghindari kembalian yang tidak dikembalikan dan keamanan. Namun mereka pun tergolong cukup jarang menggunakan, karena rata-rata per bulan paling banyak menggunakan layanan tersebut antara 1-3 kali. Sangat sedikit persentase yang menggunakan lebih dari itu.

Data responden survei dalam melakukan pengisian saldo layanan dompet digital / Jakpat
Data tempat responden survei dalam melakukan pengisian saldo layanan dompet digital / Jakpat

Kebanyakan juga menggunakan layanan digital wallet untuk melakukan pembayaran di minimarket, cafe dan penyedia layanan digital (online shop, Go-Jek dan sebagainya). Penggunaan digital wallet pun masih didominasi untuk pemenuhan kebutuhan cepat saji, tergambar dari persentase pengisian saldo yang didominasi antara Rp 50.000 – Rp 150.000 per bulannya.

Persentase penggunaan dompet digital dalam bertransaksi / Jakpat
Persentase penggunaan dompet digital dalam bertransaksi / Jakpat

Sedangkan bagi yang belum tertarik mencoba, selain tidak mengerti cara penggunaan, rata-rata pengguna masih ragu akan isu keamanan dan proses pengisian saldo yang tergolong rumit. Seperti diketahui penggunaan kartu kredit pun masih rendah, kebanyakan transaksi perbankan dilakukan melalui transfer (umumnya di ATM). Sehingga mereka merasa bahwa dengan membayar tunai lebih efisien.

Laporan JakPat Sebut Pengguna Perangkat Mobile Indonesia Paling Sering Mengakses Media Sosial

JakPat baru-baru ini merilis laporan hasil survei mengenai kebiasaan penggunaan perangkat mobile di Indonesia. Dari laporan yang melibatkan 3.000 responden tersebut disebutkan smartphone merupakan handset yang paling banyak digunakan, dan aktivitas paling banyak dilakukan ialah menggunakan media sosial.

Dari laporan survei ini setidaknya mewakili wajah penggunaan perangkat mobile di Indonesia. Dari data penggunaan keseharian perangkat mobile penggunaan untuk mengakses media sosial, aplikasi chatting dan gaming menjadi yang paling tinggi. Beberapa kegiatan lain meliputi mendengarkan musik, menonton film, belajar, bekerja, melakukan panggilan dan penunjuk arah.

Untuk media sosial berturut-turut yang menempati tertinggi adalah Facebook dengan persentase 35%, Instagram 29%, Twitter 11% dan Path 11%. Data yang tidak mengejutkan mengingat Indonesia termasuk salah satu pengguna Facebook dan Instagram tertinggi di Indonesia.

Survei JakPat
Survei JakPat – Aplikasi media sosial populer

Yang paling menarik dari laporan survei ini adalah aplikasi teratas yang paling sering digunakan untuk melakukan chatting. Seperti kita ketahui bersama ,Line dan WhatsApp adalah layanan yang beberapa kali diberitakan susul menyusul dalam akuisisi pengguna di Indonesia, di survei ini peringkat teratas justru adalah aplikasi BlackBerry Messenger (BBM). BBM digunakan lebih dari 80% responden, melebihi WhatsApp dan Line yang berturut-turut mendapatkan 71,1% dan 59,5%. Bahkan berbeda cukup jauh dari pengguna Telegram dengan 3,7%. Sebagai catatan, beberapa responden memang menggunakan lebih dari satu aplikasi pesan instan.

Fakta menarik lainnya dari survei ini adalah masuknya JOOX dan Spotify sebagai aplikasi yang paling sering digunakan untuk memutar musik. Ini bisa diartikan layanan streaming musik sudah mulai mendapat tempat di masyarakat, sekaligus masyarakat sudah mulai menikmati mendengarkan musik legal. Sebuah langkah penghargaan untuk para musisi.

Survei JakPat
Survei JakPat – Aplikasi untuk belajar yang paling banyak digunakan

Untuk aplikasi yang paling sering digunakan untuk belajar Google, Duolingo, Kamus Bahasa Indonesia-Inggris dan Brainly menjadi beberapa aplikasi populer. Kebanyakan diakses melalui smartphone dengan responden aktif per hari mencapai 28%. Sedangkan untuk aplikasi permainan Clash of Clan, Candy Rush dan Get Rich menempati posisi teratas.

Dari semua aktivitas menggunakan perangkat mobile kebanyakan didominasi oleh kegiatan online, artinya koneksi internet di Indonesia sudah mulai diandalkan. Meski baru 23,34% yang menggunakan jaringan 4G.

Survei: Masyarakat Umum Tidak Terpengaruh Kampanye Nasionalisme Go-Jek

Kampanye Go-Jek “Kembali Ke Merah Putih” menuai kritik dari media dan netizen di media sosial. Pihak Go-Jek pun akhirnya memutuskan untuk menutup akses ke video tersebut, setelah sebelumnya menutup akses komentar karena komentar yang masuk cenderung bernada negatif. Terlepas dari dinamika masyarakat di Internet, bagaimanakah pandangan masyarakat umum terhadap kampanye ini?

DailySocial dan JakPat mengadakan survei terhadap 501 responden untuk menggali pandangan masyarakat terhadap kampanye layanan yang mengusung tagline Karya Anak Bangsa tersebut. Mayoritas responden berusia antara 20-35 tahun, kelas sosial ekonomi menengah ke atas (A dan B), berdomilisi di Pulau Jawa, dan menggunakan smartphone.

Pertama kami menanyakan apakah mereka menggunakan layanan transportasi berbasis aplikasi (bisa berupa Go-Jek, Grab, atau Uber) dalam 30 hari terakhir. Lebih dari 58% mengatakan tidak.

Pertanyaan (1) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih
Pertanyaan (1) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih

Berikutnya kami menanyakan apakah mereka sudah menonton video ajakan CEO Go-Jek Nadiem Makarim tentang kampanye Merah Putih, yang mengajak pengemudi GrabBike dan UberMOTOR berpindah ke Go-Jek dengan alasan nasionalisme. 54% responden mengatakan sudah.

Untuk sisanya, kami memberikan tautan ke halaman kampanye “Kembali Ke Merah Putih” agar responden mengetahui konteks yang dimaksudkan.

Pertanyaan (2) dan (3) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih
Pertanyaan (2) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih. No (3) adalah pemberian informasi tautan kampanye jika belum melihat video

Berdasarkan pemahaman tersebut, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana pendapat mereka terhadap kampanye ajakan yang menggunakan alasan nasionalisme dan “karya anak bangsa” tersebut. Ternyata 65% responden menyatakan hal tersebut sah-sah saja. Hanya 34% yang menyatakan hal tersebut tidak etis.

Pertanyaan (4) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih
Pertanyaan (4) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih

Tidak heran jika 82% responden menyatakan tidak terpengaruh dengan sentimen yang ditimbulkan layanan tersebut dan akan tetap menggunakan Go-Jek. Hanya 17% responden yang terang-terangan mengaku tidak akan menggunakan layanan Go-Jek lagi.

Pertanyaan (5) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih
Pertanyaan (5) survei tentang Kampanye Kembali Merah Putih

Survei ini mungkin tidak mewakili semua suara masyarakat, tetapi meskipun kampanye ini bisa dianggap blunder secara kehumasan, ternyata secara umum banyak orang, yang tidak sevokal mereka-mereka di media sosial, tidak terpengaruh sentimen kampanye ini, menganggap hal tersebut boleh-boleh saja, dan akan terus menggunakan Go-Jek karena manfaatnya.


Disclosure: Survei ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan JakPat. JakPat adalah platform survei terbuka yang memudahkan pemasar, brand, dan startup untuk terkoneksi dengan 53 ribu responden mobile dan mendapat insight dalam hitungan jam.