SyarQ Tawarkan Layanan Kredit Berbasis Syariah untuk Pembelian Barang Secara Online

Tingginya peminat layanan belanja online memberikan kesempatan bagi berbagai elemen industri untuk turut meraup untung dari konsumen yang terus meningkat. Salah satunya bagi SyarQ, sebuah startup fintech yang mencoba menyuguhkan layanan kredit dengan mekanisme ekonomi syariah. SyarQ sudah diluncurkan sejak Maret 2017 dan saat ini layanan sudah bisa digunakan secara umum.

Proses bisnis yang dijalankan bukan dengan sistem kredit bunga, melainkan mengacu pada fatwa Dewan Syariah MUI tentang Murabahah, yakni perjanjian jual-beli antara penjual dengan pembeli. SyarQ mendapatkan keuntungan dengan mengambil margin profit, oleh karena itu harga cicilannya lebih mahal daripada harga pasar. Setiap penawaran SyarQ akan ditambah dengan profit terlebih dulu, baru dibagi berdasarkan jangka cicilan yang dipilih.

Proses transaksi di SyarQ tidak meminjamkan uang untuk membeli barang, namun membeli barang kemudian menjual kepada pembeli dengan cicilan. SyarQ membeli barang dari supplier, setelah pembayaran lunas dan secara prinsip menjadi milik SyarQ, barang tersebut kemudian dijual kepada pembeli. SyarQ tidak menjual barang yang belum menjadi kepemilikan SyarQ. Berbasis syariah, SyarQ tidak akan menerima pembayaran melalui kartu kredit.

“Dengan semangat anti riba dan menjunjung tinggi konsep ekonomi syariah, SyarQ lahir di tengah masyarakat yang membutuhkan solusi bagi mereka yang butuh cicilan barang-barang kebutuhan mereka namun ingin terhindar dari riba. Visi terdepan SyarQ adalah untuk menyediakan solusi keuangan syariah bagi masyarakat yang membutuhkan,” ujar Chief Marketing Officer SyarQ Corina Indrianti.

Saat ini SyarQ telah menjalin kemitraan dengan BMT/Koperasi untuk penyediaan dana pembelian dan bekerja sama dengan beberapa pemain e-commerce di Indonesia untuk penyediaan barang. Cara menggunakan cukup simpel, ketika pengguna sudah terdaftar dan terverifikasi, cari barang di layanan e-commerce terkait, lalu masukkan tautan barang tersebut ke sistem SyarQ. Dari sana akan ditampilkan penyesuaian harga dan jangka waktu kredit yang diberikan.

Sistem pengajuan kredit di SyarQ

SyarQ didirikan oleh M. Salman Alfarisy (CEO), Wisnu Manupraba (CTO), Raden Nanda Teguh Perkasa (COO), dan Corina Indrianti (CMO). Saat ini SyarQ dijalankan dengan pendanaan sendiri atau bootstrapping. Untuk roadmap dalam waktu dekat, SyarQ akan segera meluncurkan aplikasi mobile. Selain itu pihaknya juga menginginkan layanan SyarQ dapat menjadi payment channel marketplace, dan menjangkau masyarakat umum, karena saat ini sebagian besar pengguna adalah dari kalangan pegawai.

“Pertumbuhan startup di bidang fintech sangat cepat setahun ke belakang, dari informasi yang kami dapat sudah lebih dari 100 fintech dengan berbagai jenis layanan. Khusus untuk ekonomi syariah juga, peluang untuk tumbuhnya masih sangat besar karena market share-nya kurang lebih 5%-an, harapannya dengan munculnya fintech dapat memberikan kemudahan bagi para pengguna sehingga gap antara potential market share dengan actual market share-nya bisa menipis,” pungkas Corina.

JavanLabs Kembangkan Aplikasi SyarQ untuk Ajukan Kredit Tanpa Kartu Kredit

Perkembangan bisnis teknologi finansial di Indonesia semakin beragam bentuknya. Mulai dari bisnis peminjaman uang, payment gateway, dan lain-lain. Salah satu bisnis yang coba meramaikan hiruk pikuk bisnis teknologi finansial di Indonesia adalah Javanlabs. Menyasar masyarakat beragama Islam, Javanlabs menghadirkan layanan SyarQ, sebuah layanan yang disiapkan untuk melayani cicilan tanpa kartu kredit dengan konsep yang menghindari riba.

Layanan ini dikonsep dengan skema kredit murabahah, sebuah skema jual beli antara penjual dengan pembeli. Penjual membeli barang yang diperlukan oleh pembeli kemudian menjualnya dengan harga dan keuntungan yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Transparansi dan kesepakatan di awal.

Untuk penggunaannya sejauh ini hanya tersedia bagi pegawai di perusahaan yang bermitra dengan SyarQ. Dengan kata lain perusahaan harus mengetahui jika pegawainya melakukan kredit melalui layanan SyarQ. Perusahaan yang sudah bermitra dengan SyarQ wajib mengisi daftar anggota pegawai yang akan diberi fasilitas cicilan di SyarQ. Selain itu SyarQ juga terbuka bagi pemilik perusahaan untuk mendaftarkan perusahaannya sendiri sebagai mitra SyarQ.

Konsep yang ditawarkan SyarQ ini juga disebut akan membantu para penggunanya untuk bisa mendapatkan cicilan tanpa harus terdaftar sebagai pemegang kartu kredit. Dengan konsep syariah yang ditawarkan SyarQ akan memaparkan dengan jelas berapa harga barang yang dibayar, keuntungan yang diambil, dan besaran cicilan yang harus dibayarkan oleh pengguna.

Dijelaskan Product Development JavanLabs Reksa Pasha SyarQ mendapatkan keuntungan dengan mengambil selisih harga tunai dan harga cicilan ditetapkan di muka sebesar 2,5% (besarnya tidak berubah) dengan keuntungan lain yakni bebas ongkos kirim. Reksa mencontohkan misal harga tunai suatu barang di toko online adalah Rp10.000.000, SyarQ menjual barang tersebut dengan sistem cicilan selama waktu tertentu (1-12 bulan) sebesar Rp10.250.000. Pendapatan SyarQ adalah sebesar Rp250.000.

SyarQ juga menawarkan cara mudah untuk melihat besaran yang harus dibayarkan atau dicicil. Tinggal menyalin dan menempelkan tautan barang di e-commerce di aplikasi SyarQ kemudian sistem akan otomatis menampilkan harga dan jumlah cicilan yang harus dibayarkan.

“[…] SyarQ memberi kesempatan bagi masyarakat memenuhi kebutuhan secara kredit tanpa harus memiliki jaminan atau kartu kredit. Selain itu masyarakat tidak dibebani cicilan dengan bunga namun SyarQ mengambil sedikit keuntungan setiap barang. Karena keseluruhan harga barang ditetapkan pada awal hingga masyarakat dapat melihat harga awal, total cicilan dan selisih keuntungan yang diambil SyarQ. Masyarakat tidak perlu khawatir total harga cicilan terlalu mahal dan takut transaksi riba jika mengajukan cicilan di SyarQ,” tulis pihak SyarQ dalam rilisnya.

Dijelaskan Reksa saat ini SyarQ menyasar pegawai startup sebagai pangsa pasar mereka. Alasannya, para pegawai startup sudah memiliki penghasilan tetap hingga mampu untuk membayar cicilan. Selain itu pengawai startup juga dinilai cukup konsumtif untuk membeli barang terlebih gadget atau barang elektronik.