Perjalanan dan Prediksi Tim Indonesia di DOTA Pro Circuit SEA 2021

DOTA Pro Circuit 2021 sudah berjalan beberapa pekan. Berjalan serentak di seluruh dunia termasuk di kawasan Asia Tenggara, tim maupun pemain Indonesia yang saat ini berkarir di tim luar negeri sedang berjuang untuk meraih hasil yang ditargetkan; baik lolos ke Major bagi yang berada di Upper Divisions ataupun berhasil naik kasta ke upper divisions untuk tim di Lower Divisions.

Terdapat beberapa tim Indonesia yang sedang berjuang di DOTA Pro Circuit SEA. Dari upper divisions ada BOOM Esports dan T1. Sedangkan dari lower divisions terdapat Army Geniuses, HOYO, dan Zero Two yang sedang berjuang untuk meraih tiket untuk lolos ke upper divisions.

Kami berbincang bersama caster DOTA 2 Indonesia yang turut memandu perjuangan wakil Indonesia saat ini. Mereka adalah Adit “AVILLE” Rosenda, mantan pemain EVOS DOTA 2 yang kini aktif sebagai shoutcaster melalui channel pribadinya dan Benedictus “Veenomon” Alvino Christian yang merupakan shoutcaster dari WXC Indonesia

 

HOYO

600px-Jhocam_StarLadder_Minor

Secara roster, HOYO dihuni oleh para pemain veteran DOTA 2 seperti Mizu, mantan pemain FNATIC dan Forev yang dikenal bermain di MVP Phoenix. Selain itu, roster ini diisi oleh Fearless dan Setzero yang terakhir berada di Motivate Trust dan Jhocam, eks pemain T1 yang juga satu-satunya pemain Indonesia yang berada di roster ini.

Pada minggu pertama, HOYO berhasil meraih kemenangan saat menghadapi Yangon Galacticos namun di minggu selanjutnya, mereka harus takluk saat melawan Cignal Ultra dan OMEGA Esports. Setelah minggu ketiga, HOYO harus berpisah dengan Forev dari tim yang membuat mereka menjadikan 23Savage sebagai standin di tim — meski kemudian 23Savage juga bermain untuk BOOM Esports.

HOYO kembali melakukan pergantian dengan mendatangkan Tigger, mantan pemain MG Trust saat menghadapi Army Geniuses. Saat ini, HOYO memiliki poin yang sama dengan Army Geniuses, Zero Two, dan Galaxy Racer dengan mengoleksi 2 kali kemenangan dan 3 kali kalah.

vino1
Veenomon (kanan) Sumber: Veenomon Facebook

Veenomon : “Secara komposisi tim, semua pemain sudah berpengalaman dengan role-nya masing-masing namun mundurnya Forev dari tim sangat berpengaruh ke dalam tim. Kehadiran 23Savage yang menggantikan posisi Forev, memaksa Meracle menjadi offlaner yang sebelumnya menjadi carry. Permainan mereka sangat berbeda jauh ketika takluk dari Galaxy Racer kemarin. Secara matematis, HOYO sangat sulit untuk lolos ke babak selanjutnya namun masih memiliki harapan untuk bertahan di lower divisions.

AVILLE : “Seluruh pemain di HOYO sudah mempunyai pengalaman namun karena tim ini merupakan tim stack, permasalahan mereka adalah kelima pemain harus memiliki pemikiran yang sama sebagai tim dan untuk bisa mencapai itu harus banyak bermain bersama. Hilangnya Forev membuat HOYO bakal kesulitan banget untuk pertandingan ke depan. Walau mereka tidak mungkin untuk lolos, menurut saya mereka masih memungkinkan meraih posisi 4 atau 5.”

 

Army Geniuses

armygeniuses
Sumber: Army Geniuses Fanpage

Dihuni oleh para pemain DOTA 2 Indonesia yang masih berusia belia, AG berhasil lolos ke lower divisions usai Assault dari kualifikasi karena terbukti melakukan account sharing. Bermain sangat baik di minggu pertama dengan mendapatkan kemenangan dari Galaxy Racer dan Zero Two, sayangnya AG mengalami 3 kekalahan beruntun yang membuat mereka memiliki poin yang sama dengan Zero Two, Galaxy Racer, dan HOYO.

Veenomon: “AG memiliki gameplay tersendiri dan mereka percaya diri dengan draft mereka seperti kehadiran Tidehunter dan Underlord midlaner yang dimainkan oleh MamangDaya. Permainan mereka mengingatkan kita dengan OG saat ini. Masing-masing pemain bisa saling membantu satu sama lain sehingga tidak ada pemain yang mencolok di tim. Kekalahan yang mereka alami terutama di minggu ketiga cukup menyulitkan mereka untuk bisa lolos ke upper divisions walau masih memiliki peluang untuk setidaknya bertahan di lower divisions.

Aville Sumber: Aville YouTube
Aville Sumber: Aville YouTube

AVILLE: “Dengan lolosnya AG ke kualifikasi setelah Assault dicoret dari turnamen, performa mereka terbilang sangat mengagetkan. Mereka bermain konsisten, solid, dan chemistry mereka yang sudah menyatu. Ditambah lagi mereka juga selalu mempunyai pick hero yang tidak biasa yang bisa membuat lawan harus berhati-hati ketika.

Kekalahan mereka ketika menghadapi Lilgun di minggu ini membuat peluang mereka naik ke upper divisions semakin sulit. Selain harus meraih kemenangan di pertandingan tersisa, mereka juga harus berharap tim di atas mereka saat ini yakni Cignal Ultra, Omega Esports, dan Lilgun juga terpeleset sehingga bisa saja ada babak tiebreaker.”

 

Zero Two

Sumber: ONE Esports
Sumber: ONE Esports

Sama seperti HOYO, Zero Two juga dihuni oleh pemain-pemain ternama dan diprediksi menjadi salah satu tim unggulan yang lolos ke upper divisions dengan kehadiran duo pemain Indonesia yakni inYourdreaM dan Dreamocel yang pernah satu tim di BOOM Esports. Di minggu pertama, Zero Two langsung dihajar dengan tiga kekalahan beruntun ketika berhadapan dengan Cignal Ultra, Army Geniuses, dan Omega Esports.

Perlahan mereka berhasil bangkit usai meraih kemenangan dari Lilgun dan Yangon Galacticos yang membuat mereka saat ini memiliki poin yang sama dengan Army Geniuses, Galaxy Racer, dan HOYO.

Veenomon: “Zero Two memang sejak awal harus kesulitan di awal dengan IYD yang terpaksa menjadi support karena mereka tidak bisa mendapatkan pemain di role tersebut. Sama seperti kasus dari HOYO, perubahan role di Zero Two membuang potensi IYD yang biasa bermain sebagai midlaner. Dengan rekor mereka saat ini, mereka harus berjuang keras untuk bisa setidaknya bertahan di lower divisions mengingat lawan yang dihadapi yaitu HOYO dan Galaxy Racer tidak boleh dipandang remeh.”

AVILLE: “Secara individu, skill individu para pemain Zero Two sebenarnya jago namun mereka belum bisa berpadu untuk menyamakan pemikirannya. Draft pick hero mereka cenderung hero-hero signature ataupun comfort pick sehingga strategi mereka gampang terbaca. Untuk InYourdreaM support 4, menurut saya permainan timing dan keputusannya masih bagus terutama saat ia memainkan Rubick, Shadow Shaman, atau Earth Spirit. Namun karena memang bukan role aslinya kelihatan ia terkadang melakukan kesalahan.

Berbicara mengenai peluang ke upper divisions, peluang mereka dipastikan sudah tertutup dengan 3 kekalahan mereka. Untuk bertahan di lower divisions, mereka masih ada harapan namun dengan meraih kemenangan yang tersisa namun mereka bakal bersaing ketat dengan HOYO dan Army Geniuses yang juga memiliki peluang yang sama untuk bertahan di lower divisions.

 

BOOM Esports

mikoto1
Sumber: ONE Esports

Menjelang upper divisions DOTA Pro Circuit, BOOM Esports memilih mendatangkan Drew, mantan pemain Reality Rift yang menggantikan posisi dari Dreamocel. Sayangnya kehadiran Drew sejauh ini kurang mendapat hasil memuaskan di upper divisions. Saat ini mereka berada di peringkat 5 dengan meraih 2 kemenangan dari 496 Gaming dan FNATIC dan 3 kali kalah saat menjamu Neon Esports, T1, dan TNC Predator.

Veenomon: “BOOM membutuhkan waktu lagi untuk mendapatkan gameplay mereka ditambah lagi Drew lebih ke arah hard carry yang sangat membutuhkan farming yang membuat mereka harus mengubah playstyle mereka saat masih bersama dengan Dreamocel. Selain wajib mendapat kemenangan di 2 pertandingan terakhir, mereka harus bergantung dengan hasil di tim lain seperti TNC dan T1 untuk pertandingan perebutan peringkat ketiga (slot terakhir untuk bisa lolos ke turnamen major).”

AVILLE: “Menurut gua BOOM masih sedang beradaptasi terutama bersama Drew, jadi mungkin butuh waktu beberapa saat lagi untuk bisa balik ke performa terbaiknya. Secara skill mekanik, BOOM memiliki pemain yang sangat lihai terutama dari Mikoto dan Fbz. Untuk peluang BOOM lolos ke major bergantung dengan tim yang diatas mereka, kalau mereka kepleset baru BOOM bisa masuk major atau kemungkinan besar bakal terjadi tiebreaker yang melibatkan banyak tim di upper divisions SEA asalkan BOOM bisa meraih kemenangan di 2 match terakhir mereka.

 

T1

Sumber: ESL DOTA 2
Sumber: ESL DOTA 2

T1 melakukan perombakan besar-besaran di upper divisions DOTA Pro Circuit. Jika sebelumnya ada duet inYourdreaM dan Jhocam yang sama-sama dari Indonesia, T1 kembali memakai duet pemain Indonesia di roster terbaru mereka yakni Xepher dan Whitemon. Sejauh ini, T1 menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dan saat ini berada di peringkat 4 dengan mengoleksi 3 kemenangan dan 2 kali kalah.

Veenomon: “Sebenarnya gua memprediksi jalan T1 bakal mulus dengan roster mereka yang hampir sama saat di Geek Fam kecuali Jackky yang tampil bersinar saat masih di MG Trust. Sayangnya, jalan mereka lolos ke major harus tersendat dengan kekalahan dari Fnatic dan TNC Predator.

Dibandingkan BOOM, peluang mereka untuk lolos ke major masih lebih besar namun mereka bakal menghadapi lawan yang berat yaitu Neon Esports yang menjadi tim kejutan berada di peringkat pertama dengan status tak terkalahkan sepanjang jalannya turnamen.”

AVILLE : “Secara chemistry mereka sudah satu pemikiran karena 4 di antara 5 pemain merupakan pemain dari Geek Fam. Kehadiran Jackky semakin memperkuat roster T1 dan pernah berada satu tim bersama Whitemon saat masih di EVOS. Terlepas dari kekalahan mereka saat melawan TNC dan FNATIC mereka sudah menunjukkan permainan yang bagus.

Ditambah lagi Xepher dan Whitemon aktif melakukan gerakan inisiasi yang menjadi keunggulan bagi T1. Di atas kertas, T1 seharusnya bisa meraih kemenangan dari Execration dan Vice. Sementara Neon bakal menjadi match yang seru namun mereka masih memiliki kesempatan besar untuk meraih kemenangan yang membuat mereka bisa lolos ke turnamen major.

EXP Esports Menangkan Free Fire Continental Series 2020, PUBG Mobile Kolaborasi dengan Rich Brian

Pekan lalu, ada beberapa berita menarik terkait esports. Salah satunya, EXP Esports berhasil memenangkan Free Fire Continental Series 2020 dan membawa pulang US$80 ribu (sekitar Rp1,1 miliar). Selain itu, Duracell menjadi sponsor dari Ellevens Esports milik Gareth Bale, sementara Red Bull bekerja sama dengan T1 dari Korea Selatan.

PUBG Mobile Kerja Sama dengan Rich Brian

PUBG Mobile akan berkolaborasi dengan rapper Indonesia, Rich Brian. Salah satu bentuk kerja sama itu adalah Brian akan memiliki voice pack dan mengisi suara dalam game battle royale tersebut. Selain itu, single dari Brian, Love in My Pocket, juga akan dirilis dalam PUBG Mobile. Sebelum ini, Brian juga ikut memeriahkan turnamen PMPL SEA Finals Season 2 pada Oktober 2020, seperti dikutip dari Antara. Kali ini bukan pertama kalinya PUBG Mobile menggandeng musisi sebagai rekan. PUBG Mobile juga pernah berkolaborasi dengan BlackPink.

EXP Esports Menangkan Free Fire Continental Series 2020

EXP Esports berhasil membawa pulang trofi dari Free Fire Continental Series (FFCS) 2020. Di awal babak final, performa tim asal Thailand itu tidak begitu baik. Mereka hanya dapat duduk di peringkat enam walau mereka berhasil membunuh tujuh pemain lain, menjadikan mereka sebagai tim dengan jumlah kill terbanyak kedua. Namun, perlahan, performa mereka membaik dan mereka berhasil mendapatkan satu BOOYAH!

EXP Esports menangkan FFCS
EXP Esports berhasil memenangkan FFCS 2020. | Sumber: Egg Network

EXP Esports sempat kesulitan untuk menghadapi King of Gamers Club, yang juga berasal dari Thailand, menurut Egg Network. Namun, kekukuhan mereka berhasil membuat mereka unggul walau hanya dengan selisih satu poin pada pertandingan terakhir. Dengan begitu, mereka berhasil keluar sebagai juara FFCS 2020 dan membawa pulang US$80 ribu (sekitar Rp1,1 miliar). King of Gamers Club membawa pulang US$ 50 ribu (sekitar Rp707 juta) sebagai juara dua sementara RRQ Hades US$30 ribu (sekitar Rp424 juta) sebagai juara tiga.

Duracell Jadi Sponsor dari Ellevens Esports Milik Gareth Bale

Duracell menjadi sponsor pertama dari Ellevens Esports, organisasi esports milik pesepak bola Gareth Bale. Melalui sponsorship ini, tim Ellevens akan menampilkan logo Duracell dalam seragam mereka. Tak hanya itu, mereka juga akan mempromosikan Duracell melalui berbagai program digital dan kegiatan dalam game FIFA.

“Kami tahu bahwa gaming dengan cepat menjadi hiburan yang paling digemari, tidak hanya di Inggris Raya, tapi di seluruh dunia,” kata Luke Anderson, Marketing Manager, Duracell Inggris & Irlandia, menurut laporan Game Reactor. “Data kami pada tahun ini menunjukkan meningkatnya pembelian baterai, untuk digunakan pada game controller. Hal ini menunjukkan peran Duracell dalam memberikan pengalaman bermain yang baik pada para gamer.”

Red Bull Tanda Tangani Kerja Sama dengan T1

Red Bull mengumumkan kerja samanya dengan T1 Entertainment & Sports, organisasi esports asal Korea Selatan yang paling dikenal dengan tim League of Legends mereka. Kerja sama yang akan berlangsung selama lebih dari satu tahun ini akan mencakup semua tim T1, termasuk VALORANT, Fortnite, PUBG Mobile, Super Smash Bros. Ultimate, dan lain-lain. Dengan ini, para pemain T1 akan bisa menggunakan fasilitas pelatihan milik Red Bull yang terletak di Austria dan California, Amerika Serikat.

Red Bull bekerja sama dengan T1. | Sumber: Esports Insider
Red Bull bekerja sama dengan T1. | Sumber: Esports Insider

“Sebagai gamer profesional, saya minum energy drink selama latihan dan sebelum pertandingan,” kata Lee “Faker” Sang-hyeok, mid-laner League of Legends T1, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami semua di T1 senang dengan kerja sama baru kami bersama Red Bull.”

ESPN Beli Hak Siar Turnamen VALORANT First Strike di Brasil

ESPN mendapatkan hak siar atas turnamen esports VALORANT First Strike di Brasil. Melalui kolaborasi dengan Riot Games itu, ESPN juga mengamankan kontrak dengan caster VALORANT, Bernardo “BiDa” Moura dan Nicolas “Nicolino” Emerenciano serta tiga analis, yaitu Guilherme ‘Tixinha’ Cheida, Gustavo ‘Melão’ Ruzza, dan Leticia Motta. ESPN akan menyiarkan turnamen First Strike di aplikasi dan channel berbayar mereka.

Menurut laporan The Esports Oberver, ESPN mengungkap bahwa mereka akan menutup divisi esports mereka. Namun, di cabang Brasil, divisi esports ESPN tampaknya masih akan beroperasi. Biasanya, ESPN membahas berita esports di channel dan situs lokal mereka.

Ninjas in Pyjamas Berkolaborasi dengan Leeds United

Organisasi asal Swedia, Ninjas in Pyjamas (NiP), baru saja mengumumkan kerja sama mereka dengan Leeds United, klub sepak bola asal Inggris. Bersama Leeds United, NiP akan mempromosikan esports FIFA dan ikut serta dalam ePremier League Season 3, yang baru diumumkan beberapa waktu lalu. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari kerja sama ini. Satu hal yang pasti, NiP dan Leeds United akan saling mempromosikan satu sama lain, lapor The Esports Observer.

Faker Dicadangkan, Organisasi Esports T1 Mendapat Ancaman dari Fans

Dalam beberapa waktu terakhir skena kompetitif League of legend Korea Selatan mendadak dihebohkan. Pasalnya adalah tim T1 yang saat ini masih berlaga di LCK Summer Split 2020 tidak menurunkan Lee “Faker” Sang-hyeok sebagai pengisi posisi mid lane pada pertandingan minggu ke-8 yang lalu.

Kehebohan segera menjalar di dalam komunitas penggemar League of Legends, terlebih bagi mereka yang mengidolakan sosok Lee “Faker” Sang-hyeok. Menurut beberapa orang, dengan mendudukkan Faker di bangku cadangan adalah  sebuah penghinaan akan prestasinya. Sebagai catatan bersama tim T1 Faker sudah pernah memenangkan 3 kali gelar kejuaraan dunia. Apa lacur ketika tim T1 justru belum pernah kembali meraih juara di World Championship sejak tahun 2017.

Sekalipun pada pertandingna yang lalau Faker dicadangkan dan digantikan oleh Lee “Clozer” Ju-hyeon, pemain muda berumur 17 tahun, kemenangan T1 atas tim SeolHaeOne Prince nyatanya belum cukup meredam gelombang protes dari komunitas penggemar. Tercatat pada pertandingan itu Clozer bisa memberikan performa solid dan memenangkan pertandingan, 2-0 tanpa balas. Kemenangan tim T1 atas lawannya di pekan kemarin turut mengamankan 1 tiket bagi tim T1 untuk dapat berlaga di fase playoff LCK 2020 Summer Split.

Adapun belakangan ini gelombang kekecewaan dari komunitas penggemar League of legends telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. Tidak hanya sekadar komentar ataupun keberatan yang dilontarkan, di beberapa waktu lainnya muncul juga ancaman pembunuhan bagi pelatih dari tim T1, Kim “kim” Jeong-soo.

Lee "Clozer" Ju-hyeon | via oneesports
Lee “Clozer” Ju-hyeon | via oneesports

Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah tim profesional tidak akan terlepas dari penggemar yang memberikan komentar akan hasil ataupun permainan yang kurang memmuaskan yang ditunjukkan oleh player saat bertanding. Hanya saja tanpa terduga fanatisme dari penggemar esports League of Legends di Korea Selatan malahan sudah terbilang kelewatan ketika melakukan tindakan yang mengancam sekalipun disampaikan secara online.

Dari sebuah tweet, Joe Marsh sebagai CEO dari organissasi esports T1 menyatakan akan menempuh upaya hukum untuk menanggapi serangan dan ancaman yang diarahkan kepada anggota tim dari T1 maupun staf lainnya. Dengan adanya Faker dan talenta menjanjikan dari Clozer di posisi mid laner sebenarnya T1 akan memiliki peluang lebih besar untuk terus melaju di LCK Summer Split 2020. Kedalaman champion pool dan roster akan membawa potensi performa tim menjadi stabil bahkan meningkat di masa mendatang.

Organisasi Esports T1 Perpanjang Kontrak Eksklusif dengan Twitch

T1 baru saja mengumumkan perpanjangan kerja sama bersama platform layanan streaming, Twitch. Di waktu sebelumnya Twitch sudah pernah menjadi platform eksklusif yang menyiarkan konten tim divisi League of Legends T1 yang bermain di LCK beberapa waktu terakhir.

Dengan adanya pembaruan perjanjian kerja sama antara Twitch dan T1, nantinya tim T1 akan menghadirkan streamer, content creator, dan pro player dari berbagai divisi game lainnya yang bernaung di bawah manajemen T1.

T1 x Twitch | via: T1
T1 x Twitch | via: T1

Jika ditilik dari segi bisnis, organisasi esports T1 tercatat sebagai organisisasi yang menjanjikan. Hal itu dapat terlihat dari kerja sama yang terjalin antara organisasi esports T1 dengan beberapa brand non endemik di ranah gaming dan esports. Prestasi tim divisi League of Legends T1 dengan memenangkan 3 kali kejuaraan dunia League of Legends cukup mengukuhkan prestasi mereka dan di saat bersamaan terlihat meyakinkan bagi banyak perusahaan lain untuk menjalin kerja sama dengan T1. Perusahaan manufaktur mobil BMW, apparel brand Nike, dan Samsung Odyssey adalah beberapa nama brand besar yang sudah terlebih dulu menjalin kerja sama dengan T1.

“Saya dan tim merasa senang unutk dapat melanjutkan kegiatan streaming kami dan terhubung dengan penggemar kami melalui Twitch,” ungkap Lee “Faker” Sang-Hyeok kepada Inven Global, “saya berharap para penggemar bisa terus memberikan dukungannya kepada kami.”

Kepopuleran organisasi esports T1 melalui tim League of Legends-nya sudah merambah lebih jauh dari sekadar batas negara. Lee “Faker” Sang-Hyeok sebagai salah satu pemain superstar yang bergabung dengan tim T1 berhasil menarik fans dan pendukung yang antusias dari banayak negara berbeda di dunia.

Faker |via: oneesports
Faker |via: oneesports

Hal yang menarik juga baru saja terjadi dalam organsisasi esports T1. Lee “Faker” Sang-Hyeok tercatat mendapatkan proteksi asuransi untuk tangan kanannya dengan nilai yang tidak main-main. Uang sebanyak 1 milyar Won Korea akan menjadi jumlah yang dibayarkan kepadanya jika terjadi sesuatu yang tidak memungkinkan Faker beraktivitas menggunakan tangan kanannya.

Dalam sebuah pernyataan Sunita Kaur, Managing Director of APAC Twitch menyampaikan, “kemitraan dengan T1 selanjutnya akan memperdalam hubungan antara tim T1 dengan audiens esports yang antusias pada platform Twitch yang ingin belajar dari tim terbaik dan sekaligus terhibur oleh player favorit mereka.”

T1 Kerja Sama dengan Hana Bank, Buat Produk Finansial untuk Fans Esports

T1 Entertainment & Sports, organisasi esports joint venture dari SK Telecom dan Comcast, mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan Hana Bank. Melalui kerja sama ini, keduanya akan mengembangkan produk finansial untuk fans esports yang masih relatif muda. Selain itu, T1 juga akan mempromosikan aplikasi dari Hana Bank, Hana 1Q, pada jersey mereka.

“Dengan melakukan kolaborasi bersama T1, Hana Bank berusaha untuk menjangkau konsumen muda, meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan aplikasi Hana 1Q, dan memperluas cakupan industri finansial melalui esports,” kata Head of Future Finance Projects, Hana Bank, Yeom Jeong-ho, seperti dikutip dari Esports Insider.

t1 hana bank
Hana Bank boleh menamai lantai pertama dari markas T1 di Seoul.

Dari kerja sama dengan T1, Hana Bank juga mendapatkan hak untuk menamai lantai pertama dari markas T1 di Gangnam, Seoul. Mereka memutuskan untuk menggunakan nama Hana 1Q-T1 Hall of Fame. Terakhir, para pemain T1 akan mendapatkan layanan finansial dan asuransi untuk cedera dari Hana Bank.

“Saya senang karena saya dan teman-teman pemain profesional di T1 mendapatkan kesempatan untuk mempersiapkan masa depan kami melalui kerja sama dengan Hana Bank ini,” kata Lee “Faker” Sang-hyeok, pemain League of Legends dari T1. Faker dianggap sebagai salah satu pemain League of Legends terbaik dunia. Dia memperpanjang kontraknya dengan T1 selama tiga tahun pada Februari 2020. Setelah dia pensiun sebagai pemain profesional, dia akan langsung masuk menjadi bagian tim eksekutif dari T1.

Beberapa tahun belakangan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor esports. Misalnya, perusahaan otomotif BMW yang menjadi sponsor dari T1 dan beberapa organisasi esports lainnya. Sama seperti Hana Bank, tujuan BMW bekerja sama dengan T1 adalah untuk meningkatkan kesadaran generasi muda akan merek mereka.

Tim League of Legends T1 dianggap sebagai salah satu tim terbaik dunia. Pasalnya, mereka telah memenangkan tiga League of Legends World Championships. Selain itu, mereka juga telah memenangkan League of Legends Champions Korea sebanyak delapan kali. Tak hanya di League of Legends, T1 juga memiliki tim yang bertanding di StarCraft II, PUBG, dan Fortnite.

T1 Kini Punya Tim PUBG Mobile, Bakal Berlaga di PMWL East

T1, organisasi esports asal Korea Selatan yang terkenal dengan tim League of Legends mereka, kini juga akan berlaga di turnamen PUBG Mobile. Mereka mengumumkan bahwa mereka baru saja menandatangani kontrak dengan seluruh anggota Xenon, yang terdiri dari Kim “Missile” Joon Soo, Beak “Yeonjun” Yeon Jun, “Sayden”, and Han “ZZP” Jeong.

Tim Xenon memenangkan PUBG Mobile Street Challenge Season 1 pada Maret lalu. Dengan begitu, mereka mendapatkan tiket untuk bertanding di PUBG Mobile World League (PMWL) East. Kini, mereka akan berlaga di turnamen tersebut di bawah nama T1.

Total hadiah dari PMWL mencapai US$850 ribu. Turnamen tersebut dibagi menjadi dua divisi, yaitu West dan East. Dari masing-masing divisi, akan terpilih 20 tim untuk bertanding di PMWL. Karena pandemi virus corona, turnamen tersebut masih akan diadakan secara online.

Di Indonesia, esports untuk mobile game memang tumbuh dengan pesat. Hal itu tidak aneh, mengingat Indonesia adalah negara mobile-first. Namun, secara global, esports untuk mobile game masih kalah populer dari esports untuk game PC, seperti Counter-Strike: Global Offensive atau Dota 2. PUBG Mobile merupakan salah satu mobile game yang cukup populer sebagai game esports.

Selain itu, PUBG Mobile memang merupakan game yang populer. Buktinya, per Desember 2019, game ini telah diunduh sebanyak 600 juta kali. Tidak hanya itu, pada Q2 2020, PUBG Mobile menjadi game yang paling banyak ditonton kedua setelah Valorant di Twitch. Selain T1, telah ada beberapa organisasi esports global ternama yang terjun ke scene esports PUBG Mobile, seperti FaZe Clan yang mengakuisisi tim Thailand dan Fnatic yang membeli tim India.

T1 didirikan pada 2003. Pada awalnya, mereka berlaga di turnamen esports Starcraft. Sekarang, T1 dikenal sebagai salah satu tim League of Legends terbaik di dunia. Mereka berhasil memenangkan League of Legends World Championship 3 kali, yaitu pada 2013, 2015, dan 2016. Selain League of Legends, mereka juga punya tim beberapa game lain, seperti Apex Legends, Dota 2, Fortnite, Hearthstone, PUBG, Super Smash Bros., dan Valorant.

Sumber header: Twitter

Tim Ninja Turut Berlaga dalam Turnamen VALORANT T1 x Nerd Street Gamers Showdown

Game VALORANT besutan Riot Games yang baru dirilis di pertengahan bulan Juni 2020, perlahan mulai menunjukkan geliat skena kompetitifnya. Sekalipun di tengah situasi pandemi, melalui VALORANT Ignition Series turnamen berskala komunitas mulai dirintis secara global.

Salah satu talent dari streaming platform Mixer yang baru saja diumukan ditutup, Ninja, dikonfirmasikan ikut dalam gelaran turnamen yang diinisiasi T1 dan Nerd Street Gaming.

Ninja sendiri adalah streamer game Fortnite yang terkenal dan memiliki basis penggemar dalam jumlah yang tidak main-main. Keikutsertaan Ninja akan membawa antusiasme lebih banyak lagi pada game VALORANT.

Kepada ESPN, CEO T1, Joe Marsh menyatakan“kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Nerd Street Gamers untuk mengadakan VALORANT Ignition Series yang pertama di region Amerika.”

Tyler "Ninja" Blevins | via: businessinsider.com
Tyler “Ninja” Blevins | via: businessinsider.com

Tergabung sebagai kapten dan dengan nama tim yang sama, Ninja akan ada beraksi bersama beberapa pro player dari game FPS lainnya. Sejak diluncurkan, VALORANT sudah menarik perhatian beberapa pro player dari game seperti CS:GO, Apex Legends, Overwatch, hingga Fortnite. Selain dari Ninja, empat pemain lainnya menargetkan diri untuk terjun ke skena kompetisi VALORANT sedari awal.

Berikut adalah roster line up tim Ninja:

Tyler “Ninja” Blevins (captain)
Michael “sonii” Sherman
Austin “Morgausse” Etue
Greg “Grego” McAllen
Alex “Lex” Deily

Turnamen bertajuk T1 x Nerd Street Gamers Showdown akan digelar tanggal 26 sampai 28 Juni 2020. Dengan total prize pool sebesar 50.000 Dolar Amerika, akan tersedia 16 slot tim. Adapun 12 tim akan mengisi slot direct invite dan 4 slot lainnya diperebutkan melalui kualifikasi terbuka. Nantinya pertandingan juga akan disiarkan di streaming platform Twitch.

VALORANT Ignition Series | via: playvalorant.com
VALORANT Ignition Series | via: playvalorant.com

Sebelumnya di region Eropa dan Asia sudah ada 2 turnamen yang masuk ke dalam rangkaian VALORANT Ignition Series. G2 Esports menjadi organisasi pionir yang mengadakan turnamen VALORANT di region Eropa sedangkan CyberZ melalui turnamen bertajuk RAGE Invitational menjadi penyelenggara yang pertama di region Asia.

Sekalipun game VALORANT masih seumur jagung, di region Amerika sudah hadir beberapa tim terkemuka yang lain seperti tim The Sentinels, tim Cloud9, tim TSM dan masih ada beberapa tim yang belum memperkenalkan divisi VALORANT mereka.

Dengan adanya VALORANT Ignintion Series pertama di region Amerika, akan membuka kesempatan bagi banyak player dari berbagai level untuk dapat berkompetisi dan menunjukkan kemampuan terbaik mereka.

 

 

Antara Prestasi dan Konten Tim Esports, Mana yang Lebih Penting?

Memiliki tim esports papan atas mungkin menjadi salah satu mimpi besar dari para penggemar esports. Aktualisasi diri sebagai gamers terbaik, banyak uang, dan dikagumi banyak orang, jadi beberapa alasan kenapa punya tim esports menjadi hal yang diimpikan. Tetapi membangun organisasi esports bukanlah perkara yang mudah.

Nyatanya butuh modal yang besar untuk mencapai kejayaan tersebut. Misal jika Anda bercita-cita punya tim yang menjadi juara Dota 2 The International, Anda butuh modal pada kisaran ratusan juta rupiah untuk PC High-End, internet, gaji pemain, gaming house, dan berbagai tetek-bengek biaya operasional lainnya.

Namun, selain mengejar prestasi, konten mungkin bisa dibilang menjadi alternatif yang relatif murah-meriah untuk mengumpulkan modal. Kisah sukses ini sempat saya bahas saat menulis profil FaZe Clan, sebuah organisasi esports yang mengawali hidupnya sebagai clan hura-hura dengan channel YouTube berisikan sajian konten trickshot keren.

Pada sisi lain ada juga kisah sukses tim esports lain yang mengawali perkembangannya dari prestasi. Kisah sukses tersebut datang dari Team Liquid, yang sedari awal memang diciptakan sebagai clan gaming kompetitif, dan menuai sukses dari dominasinya di ragam skena esports di dunia.

Prestasi vs Konten, jadi juara atau menjaring exposure, apa sebenarnya resep membangun organisasi esports yang sukses? Berikut pembahasan saya.

Biaya Untuk Mengelola Sebuah Tim Juara

Mengumpulkan prestasi, mungkin jadi satu resep paling umum yang dilakukan organisasi esports untuk menjadi sukses. Contoh saja T1, yang selama tahun 2020 dapat banyak sekali sponsor karena prestasi, mulai dari Nike, Logitech G, sampai monitor Samsung. Memang sih, sepertinya agak muluk-muluk jika kita ingin seperti T1 yang juara dunia 3 kali berturut-turut di salah satu skena esports paling populer di dunia, League of Legends.

Supaya tidak kejauhan, mari kita coba intip dari kacamata lokal saja. Sebagai contoh kasus di skena lokal, saya menggunakan divisi AOV milik EVOS Esports, yang pencapaiannya mirip T1, cuma saja di tingkat nasional… Hehe.

EVOS AOV mencatatkan rekor juara 3 kali berturut-turut di turnamen tingkat nasional lewat gelaran AOV Star League Musim pertama, kedua, dan ketiga.

Kemenangan ini menjadi pundi-pundi pendapatan yang cukup besar bagi manajemen EVOS Esports. Tercatat EVOS AOV menerima Rp500 juta dari ASL Season 1 juga 2, dan Rp355 dari ASL Season 3. Jika hanya menghitung hadiah ASL saja, maka EVOS AOV sudah mengumpulkan pundi-pundi sebesar Rp1,3 miliar. Kami juga pernah menuliskan total pendapatan EVOS dari hadiah kemenangan selama tahun 2019.

Jumlah yang besar?

Sepertinya sih lumayan, tapi coba kita lihat berapa biaya operasional untuk mengelola tim tersebut. Untuk mengetahui hal ini, saya mewawancarai sahabat saya, Hilmy Khairy yang juga dikenal sebagai Hiruma, Deputy of Esports di EVOS Esports. Sebelum menempati jabatannya sekarang, ia merupakan manajer tim EVOS AOV.

Lalu saya bertanya, kira-kira berapa biaya operasional yang dibutuhkan oleh tim EVOS AOV? “Wah ini rahasia sih, tapi setiap bulan kurang lebih ada total puluhan juta rupiah dikeluarkan untuk operasional tim.” Jawabnya.

Lebih lanjut, Hilmy lalu menjelaskan apa saja biaya yang dikeluarkan oleh manajemen EVOS untuk mengelola divisi AOV. “Yang pasti gaji pemain dan staf, biaya gaming house, internet, pemeliharaan rumah, air dan listrik, serta biaya sehari-hari, dan biaya katering.”

Itupun belum semua, masih ada biaya-biaya tak terduga, yang biasanya muncul ketika tim tersebut menjalani pertandingan tatap muka. “Kalau tanding offline biasanya ada biaya tambahan, seperti uang transpor untuk datang ke menuju ke dan pulang dari event, ada juga cemilan untuk mood booster ketika tanding. Kalau hotel dan akomodasi untuk pertandingan di luar kota atau luar negeri biasanya ditanggung oleh penyelenggara acara.” Tambah Hilmy.

Dari apa yang dijelaskan, mari kita kira-kira berapa biaya operasional untuk tim seperti EVOS AOV. Pertama-tama, gaji pemain. Hilmy memang tidak memberikan angkanya, namun ia mengatakan bahwa gaji tim EVOS AOV bervariasi mulai dari lebih dari UMR sampai 2 kali UMR.

UMR Jakarta saat ini adalah Rp4.276.349.906, kita bulatkan jadi Rp4,3 juta. Supaya lebih mudah, anggap saja semua gaji pemain EVOS AOV adalah 2 kali UMR yang berarti Rp8,6 juta dikalikan 5 orang. Baru menghitung gaji saja, kita sudah menyentuh angka pengeluaran sebesar Rp43 juta setiap bulannya.

Ini kita belum menghitung biaya sewa gaming house, internet, listrik dan air, laundry, katering, serta operasional bulanan lainnya. Anggap saja, jika ditotal semua, angka kasarnya bisa mencapai kisaran Rp80 juta setiap bulan. Dengan angka tersebut setiap bulannya, maka biaya operasional dari tim juara seperti EVOS AOV adalah Rp960 juta per tahun.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
EVOS AOV saat memenangkan gelarn juara nasionalnya yang ketiga dalam gelaran ASL Indonesia Season 3. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Angka yang cukup mengejutkan, apalagi pendapatan turnamen EVOS AOV dari turnamen AOV Star League cuma Rp1,3 miliar. Itupun didapatkan selama 3 musim yang berjalan selama satu setengah tahun. ASL Season 1 dan 2 diadakan pada tahun 2018, yang berarti EVOS AOV mendapatkan Rp1 miliar selama seathun dari turnamen.

Manajemen tim tidak mengambil semua hadiah turnamen, mereka hanya mengambil sebagian saja dari hadiah yang didapatkan. Hilmy menceritakan, organisasi esports punya sistem potongan hadiah yang bervariasi mulai dari 20% hingga 40%. Dengan asumsi EVOS menggunakan potongan yang terbesar, ini berarti manajemen hanya mendapat Rp400 juta saja. Jika hanya mengandalkan hadiah turnamen, sudah pasti manajemen tidak dapat menutup biaya operasional tahunan tim tersebut.

Tetapi memang pada kenyataannya pendapatan bagi organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports tidak terbatas pada satu tim saja dan juga tidak berasal hanya dari satu muara saja. Pembahasan singkat tadi mungkin bisa menjadi gambaran yang sangat kasar, bahwa biaya operasional tim itu besar dan hadiah turnamen tidak dapat menutupnya.

Namun itu harusnya tidak masalah. Menurut asumsi saya, semua biaya yang dikeluarkan tersebut lebih bersifat investasi, yang timbal baliknya bisa sangat beragam bagi sang organisasi di masa depan nanti.

Mengintip Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum kita melaju ke pembahasan berikutnya, mari kita bahas dulu, sebenarnya apa saja ladang bisnis dari tim esports. Memang sebenarnya asumsi bahwa organisasi esports hanya mengandalkan hadiah turnamen sebagai satu-satunya sumber pendapatan adalah penyederhanaan yang kelewatan. Mungkin hanya tim amatir atau semi-pro yang melakukan praktik seperti itu.

Organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports, Rex Regum Qeon, BOOM Esports, atau Bigetron Esports, biasanya punya lebih dari satu sumber pendapatan. Bahkan, hadiah turnamen mungkin bukan dianggap sebagai sumber pendapatan, melainkan hanya bonus atas kerja keras yang dilakukan manajemen dan pemain saja.

Dalam sebuah artikel blog milik penasihat investasi asal Amerika Serikat, Roundhill Investment, disebutkan bahwa setidaknya ada 6 sumber pemasukan lain dari sebuah organisasi esports. Dalam artikel berjudul “How Esports Teams Make Money”, dikatakan bahwa sumber pemasukan organisasi esports termasuk sponsorship, advertising, merchandise, league revenue sharing, dan ticket sales.

Sponsorship mungkin jadi satu pemasukan terbesar. Anda pembaca setia Hybrid.co.id mungkin sadar akan hal ini. Berita soal sponsorship menjadi salah satu berita yang paling sering berseliweran di portal kami. Dari ekosistem lokal terakhir kali kita melihat EVOS disponsori oleh Lazada pada 15 April 2020 lalu. Dari ekosistem internasional biasanya lebih banyak lagi berita-berita sponsorship terhadap tim esports.

Mengutip data dari Newzoo, sponsorship ternyata memang sumber pemasukan terbesar esports, baik bagi organisasi esports atau penyelenggara turnamen esports. Menurut catatan sponsorship menyumbangkan pemasukan sebesar US$636,9 juta (sekitar Rp9,3 triliun) sampai Februari 2020 kemarin. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang terbanyak, dibanding sumber pemasukan lainnya.

Lalu penjualan merchandise. Ini juga menjadi satu sumber pemasukan yang menggiurkan, terutama jika tim esports tersebut punya derajat yang tinggi di dalam skena, dan dilengkapi dengan ragam rancangan busana yang mencerminkan personalita para penggemarnya.

Di luar negeri, FaZe Clan jadi organisasi esports yang giat menjalankan bisnis merchandise. Mereka bahkan dengan berani menyatakan ambisinya untuk menjadi Supreme-nya esports. Di Indonesia, EVOS jadi salah satu organisasi esports yang meraup cukup banyak dari bisnis merchandise. Menurut laporan terakhir, EVOS dikabarkan menerima Rp150 juta hanya dari penjualan merchandise selama M1 dan MPL ID Season 4.

Selanjutnya, bagi hasil kompetisi liga dan penjualan tiket mungkin jadi sumber pemasukan yang masih gelap di kancah lokal. Sejauh ini, belum ada pertandingan esports dalam negeri yang berhasil untung besar dari penjualan tiket. Sehingga kita masih belum bisa membahas penjualan tiket sebagai sumber pemasukan tim esports.

Lalu kalau soal bagi hasil, MPL Indonesia menerapkan sistem liga franchise pada musim keempat yang juga menerapkan sistem bagi hasil antara tim-tim yang berlaga.

Jumlahnya tidak diketahui, namun Senior Editor Hybrid Esports, Yabes Elia sempat berbincang dengan Chandra Wijaya, Managing Director ONIC Esports membahas buah investasi slot MPL ID Season 4. Jika Anda penasaran bagaimana dampak franchise league MPL ID S4 kepada aspek bisnis sebuah tim esports, Anda bisa menyaksikan video interview tersebut di bawah ini.

Dari semua beragam sumber pemasukan tim esports, bagaimana konten berperan dalam perkembangan tim esports? Mari kita bahas pada bagian berikutnya.

Konten Sebagai Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan persepsi terlebih terhadap apa yang dimaksud dengan konten. Dalam pembahasan ini, kita akan membatasi pembahasan konten kepada konten kanal media sosial Instagram, konten video kreatif pada platform YouTube, dan juga konten video live-streaming.

Dari sumber pemasukan tim esports yang kita bahas sebelumnya, pemasukan yang bisa didapatkan oleh konten mungkin bisa dibilang di dalam irisan pemasukan advertising dan juga sponsorship. Mengapa demikian? Karena sponsorship bisa menyertakan kerja sama konten di dalamnya dan konten juga bisa mendapat pemasukan khusus berupa advertising atau iklan brand dalam satu konten milik tim esports.

Jika kita berkaca kepada esports di luar negeri, FaZe Clan mungkin bisa dibilang menjadi contoh paling ideal dari bagaimana sebuah organisasi esports memanfaatkan konten sebagai sumber pemasukan mereka. Jika kita merujuk kepada situs analitik media sosial, Socialblade, kita bisa melihat bahwa channel YouTube milik FaZe Clan merupakan salah satu yang terbesar dalam kategori gaming. Tercatat channel YouTube FaZe Clan sudah di-subscribe oleh 7 juta orang dan bisa menghasilkan sampai dengan US$1,5 juta (sekitar Rp22 juta).

Namun estimasi penghasilan tersebut sebenarnya baru berasal dari Google AdSense saja. Terlebih, walau terlihat sangat besar, jumlah tersebut sebenarnya belum seberapa bagi organisasi esports yang, menurut Forbes, memiliki nilai valuasi sebesar US$240 juta (sekitar Rp3,5 triliun).

Walau secara estimasi pemasukan Google AdSense tidak sebegitu besar, namun sajian konten menghibur yang dinikmati oleh banyak orang dari FaZe Clan membuka peluang bisnis lain. Seperti yang saya sebut di awal, yaitu sponsorship dan advertising. Contoh nyata dari hal ini adalah kolaborasi antara FaZe Clan dengan Manchester City.

Dalam kerja sama Co-Branding tersebut dikatakan bahwa penggunaan jersey Manchester City dengan elemen brand Faze Clan menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam kerja sama ini. Namun selain itu, ada juga kerja sama konten yang dilakukan oleh keduanya. Dengan jutaan view dari setiap konten yang diungga oleh FaZe Clan, tak heran jika sponsor berebut ingin dapat kesempatan berkolaborasi dengan organisasi esports yang mengawali perjalanannya dari Call of Duty tersebut.

Melihat industri gaming dan esports yang sedang “panas” belakangan. Tak heran jika berbagai brand, baik endemik dan non-endemik, ingin merebut perhatian sebagian dari seluruh penonton esports yang menurut Newzoo mencapai 495 juta orang di dunia.

Selain konten di YouTube, bidang lain yang tak kalah menjanjikan dari aspek konten bagi organisasi esports adalah live-streaming. Twitch sebagai platform yang paling menonjol dengan total waktu tonton mencapai 3 miliar jam pada Q1 2020 lalu, menjadi wadah terbaik bagi organisasi esports untuk menjangkau para penggemarnya.

Pada ekosistem esports luar negeri, tak heran jika kita melihat organisasi esports memiliki seorang streamer yang melakukan streaming dengan menggunakan nama organisasi tersebut. Team SoloMid misalnya, punya Ali Kabbani (Myth) sebagai kreator konten serta streamer untuk mewakili brand organisasi esports asal Amerika Serikat tersebut. FaZe Clan juga, yang dahulu memiliki Turner Tenney (tfue) sebagai streamer serta konten kreator andalan mereka, walaupun akhirnya ditinggal karena skandal kontrak yang eksploitatif.

Dari contoh kasus di atas, kita melihat bagaimana konten juga menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan bagi organisasi esports. Lalu bagaimana dengan organisasi esports di Indonesia? Jika bicara live-streaming, satu perbedaan yang paling terasa adalah posisi Twitch yang tidak relevan bagi pasar gaming Indonesia.

Mengutip laporan Esports Markets Trend yang dirangkum oleh DSResearch pada September 2019 lalu, 84,6 persen dari 1.445 total responden masih memilih YouTube sebagai platform favorit untuk menonton konten gaming.

Untuk melihat peran konten bagi organisasi esports Indonesia, saya mengmbil contoh Rex Regum Qeon, yang punya kanal YouTube dengan 1,49 juta subscriber, salah satu yang terbanyak di Indonesia. Jika mengutip data Socialblade, channel milik salah satu tim esports papan atas Indonesia ini ternyata bisa menghasilkan paling banyak sebesar US$17,4 ribu (sekitar Rp258 juta) per bulan dengan total US$208,5 ribu (sekitar Rp3 miliar) per tahun dari Google AdSense.

Lucunya angka tersebut ternyata bersaing dengan total hadiah kemenangan yang didapat RRQ sepanjang tahun 2019 yang setidaknya mencapai Rp5,7 miliar. Apalagi, seperti yang sudah kita bahas di awal artikel tadi, tim esports biasanya tidak mengambil semua hadiah turnamen, melainkan paling banyak hanya 40% bagian saja.

Jadi, jika dengan asumsi RRQ memotong 40% bagian dari hadiah turnamen yang didapat pemain, manajemen RRQ berarti hanya menerima Rp2,2 miliar, Rp800 juta lebih kecil dibanding dari pendapatan Google AdSense YouTube Channel yang mereka miliki.

Lalu bagaimana soal pengeluaran untuk membuat konten? Gaji untuk seorang streamer bisa jadi lebih mahal atau lebih murah ketimbang gaji yang dibutuhkan untuk satu tim esports. Anggaplah tadi gaji untuk tim AOV untuk EVOS ada di kisaran Rp43 juta sebulan atau gaji minimal untuk tim MPL ID adalah Rp45 juta sebulan (Rp7,5 juta x6), nominal ini juga bisa jadi sama besarnya untuk membayar gaji bulanan streamer beserta tim produksinya (video editor, videografer, dkk.). Belum lagi jika kita berbicara soal alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera, webcam, PC untuk editing video. Modal awal untuk kebutuhan peralatan tadi mungkin saja mencapai Rp50-100 jutaan untuk sebuah kanal konten video. Untungnya, modal untuk peralatan ini mungkin memang tidak rutin — kecuali setiap bulan banting kamera.

Meski pengeluaran untuk tim esports dan tim kreator konten bisa jadi sama besar atau bahkan lebih mahal tim konten-nya (tergantung dari prestasi para pemain tim esports-nya), satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah membangun tim juara itu mungkin lebih sulit dilakukan ketimbang membangun tim konten yang populer.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Kenapa? alasannya ada 2. Pertama, industri konten sudah jauh lebih matang dan tua ketimbang industri esports. Para profesional yang piawai merekam video atau mengedit bisa ditemukan dari industri-industri hiburan di luar esports. Demikian juga peralatannya. Misalnya, Anda bisa saja menemukan setiap komponen untuk merakit desktop PC kelas proletar sampai kelas sultan di Indonesia. Sedangkan di esports, para pemain yang masuk di kategori papan atas masih sangat terbatas. Demikian juga dengan pelatihnya, misalnya. Anda tidak bisa merekrut pelatih sepak bola untuk melatih tim Dota 2 dan berharap ia bisa dengan mudah beradaptasi — tidak seperti videografer atau video editor dari industri hiburan di luar esports.

Alasan kedua kenapa membangun tim juara lebih sulit karena memang caranya cuma satu; yaitu memiliki kemampuan yang hebat agar bisa jadi juara. Kemampuan ini kemungkinan besar tidak akan bisa didapat dengan cara instan. Kekompakan tim saat bertanding juga demikian.

Sedangkan popularitas konten? Ada banyak cara untuk bisa mencari popularitas. Para streamer perempuan bisa saja memanfaatkan eksplorasi tubuh dan wajah. Faktanya, wajah cantik ataupun bodi ciamik bisa didapatkan dengan mudah — jika Anda beruntung dalam undian genetik. Ada juga streamer yang lebih suka memanfaatkan perilaku menyimpang dan kata-kata kasar untuk memancing popularitas. Kenyataannya, popularitas itu memang seringnya tidak berbanding lurus dengan kapabilitas. Anak kecil makan bakso saja bisa jadi populer tanpa perlu ribuan jam berlatih layaknya tim esports. Sebaliknya, Anda tidak bisa jadi juara kompetisi hanya dengan menunjukkan belahan dada — kecuali mungkin memang kompetisinya soal itu…

Batasan etika dari definisi juara itu memang jauh lebih sempit, ketimbang populer. Faktanya, organisasi esports juga memanfaatkan gadis-gadis cantik untuk mendulang popularitas — yang sebelumnya juga pernah kami bahas.

Kesimpulan

Melalui pembahasan yang telah kita lakukan, kita setidaknya bisa mendapat gambaran kasar, apa yang bisa didapatkan organisasi esports atas prestasi yang mereka kejar dan konten-konten kreatif yang mereka produksi.

Jadi, prestasi atau konten? Sepertinya keduanya seperti dua sejoli yang tak terpisahkan dan saling melengkapi dalam proses perkembangan sebuah organisasi esports.

Toh tim yang berat ke konten seperti FaZe Clan, pada akhirnya juga berambisi menjadi juara, sampai-sampai rela keluar US$700.000 pada tahun 2016 hanya untuk membeli roster CS:GO. Team Liquid yang gencar mengejar prestasi juga tetap membuat konten agar mereka tetap eksis di dunia maya.

Bahkan RRQ yang punya orientasi menjadi juara, tetap memanfaatkan popularitas atas kemenangan mereka sebagai konten agar tetap menghasilkan pundi-pundi untuk membantu membawa RRQ kepada kesuksesan.

Apalagi, faktanya, membangun tim juara itu tetap butuh waktu yang panjang — setidaknya tidak sesingkat menemukan gadis-gadis berparas menarik ataupun streamer yang lucu dan kontroversial.

T1 Kerja Sama Dengan Samsung Sebagai Official Display Partner

T1 atau yang dahulu dikenal sebagai SKT T1, menjadi salah satu organisasi esports paling aktif belakangan. Dari sisi esports, mereka cepat menanggapi FPS baru besutan Riot, Valorant, yang akan rilis 2 Juni 2020 ini. Digadang-gadang akan menjadi tren, Mereka segera buat tim dengan mantan pemain CS:GO sebagai salah satu anggotanya. Mereka juga mengadakan turnamen Valorant, walau akhirnya dimenangkan oleh Gen.G.

Secara bisnis, mereka juga aktif menjalin kerja sama, bahkan melakukan investasi walau ekonomi sedang melambat selama masa pandemi. Terakhir, mereka melakukan investasi ke startup analitik esports, mobalytic. Selain dari itu, yang terbaru ada Samsung, yang secara resmi menjadi display partner bagi organisasi esports asal Korea Selatan tersebut.

T1 turnamen valorant
T1 mengadakan turnamen Valorant.

Dalam kerja sama ini, semua anggota T1 yang berbasis di Korea Selatan akan menggunakan monitor curved terbaru milik Samsung. Tak hanya itu, dalam kerja sama ini, Samsung dan T1 akan melakukan berbagai aktivitas yang melibatkan tim League of Legends milik T1. Aktivitas tersebut termasuk acara meet-and-greet, yang juga menjadi ajang pameran ragam monitor milik konglomerat elektronik asal Korea Selatan tersebut.

Mengutip Esports Insider, Lee Sang-Hyeok (Faker), Part-owner T1 yang juga merupakan pemain League of Legends untuk T1 mengatakan. “Saya sangat gembira Samsung mensponsori T1, dan menyediakan tim kami monitor terbaik di kelasnya. Saya tidak sabar untuk berlatih menggunakan monitor Samsung seri Odyssey saat pindah ke markas baru T1 nanti.”

LCK kembali diadakan.
Faker, pemain League of Legends andalan T1, sekaligus part-owner dari organisasi esports tersebut.

Lebih lanjut Hyesung Ha, Senior Vice President of Visual Display Business Samsung menambahkan. “Kami bangga telah menjalin kerja sama dengan T1 yang merupakan jenama papan atas di kancah esports, dan kerja sama ini memungkinkan kami membantu melanjutkan kesuksesan mereka dan perkembangan bisnis kami secara global sebagai official display partner. Lini monitor Odyssey kami yang punya teknologi terbaru dengan respon berkecepatan tinggi, lengkungan yang nyaman dan rancangan yang apik, pastinya akan membantu para gamers profesional mencapai puncak performa yang mereka butuhkan, ketika setiap detik momen sangat berarti.”

Ini menjadi kerja sama T1 dengan brand untuk yang kesekian kali sepanjang tahun 2020 ini. Sebelumnya pada awal Januari, mereka mengamankan sponsorship dengan brand olahraga ternama asal Amerika Serikat, Nike. Lalu, satu bulan setelahnya mereka mengamankan sponsorship dengan salah satu brand peripheral komputer ternama, Logitech G.

Melihat ini, sepertinya terbukti, bahwa prestasi yang didapat T1 membuat brand memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap organisasi esports yang satu ini. Sebagai tim League of Legends kelas satu di Korea maupun dunia, tak heran jika T1 menjadi magnet bagi brand yang ingin mensponsori esports, baik itu endemik maupun non-endemik.

T1 Investasi ke Startup Analitik Esports, Mobalytics

Organisasi esports T1 Entertainment & Sports mengumumkan bahwa mereka menanamkan investasi di startup analitik esports, Mobalytics. Sayangnya, tidak disebutkan berapa besar investasi yang T1 tanamkan. Dalam kerja sama ini, fokus pertama dari kedua perusahaan adalah Valorant, game shooter buatan Riot Games yang kini masih dalam tahap beta. Mobalytics akan membuat program latihan untuk tim Valorant dari T1.

“Semua pemain, pelatih, dan tim di T1 menggantungkan diri pada analisa in-game. Inilah alasan mengapa kami pikir, kami harus berinvestasi di Mobalytics,” kata CEO T1, Joe Marsh, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan tim Mobalytics dalam membuat program latihan baru untuk tim Valorant. Jadi, kami akan bisa mengembangkan talenta baru dan berkembang dalam game terbaru dari Riot.”

Mobalytics memenangkan TechCrunch Disrupt Battlegrounds pada 2016. Tak hanya itu, mereka juga telah menjalin kerja sama dengan sejumlah publisher game. Selain membuat program latihan untuk Valorant, Mobalytics juga akan menyediakan tool dan analitik untuk game-game buatan Riot lainnya, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, dan Legends of Runeterra. Sebelum ini, Mobalytics juga pernah bekerja sama dengan tim esports League of Legends lain, seperti Golden Guardians.

T1 Mobalytics
Brax jadi pemain Valorant pertama dari T1. | Sumber: ONE Esports

“T1 akan menjadi rekan strategis yang sangat baik untuk Mobalytics,” kata Marsh. “Dari segi tim, para pemain dan pelatih Valorant kami dapat memberikan insight penting untuk tool mereka. Sementara untuk produk terkait League, setelah tool tersebut dioptimasi untuk liga Korea Selatan, kami akan bekerja sama dalam mendekatkan diri dengan komunitas esports Korea Selatan dan fans T1 agar dapat meningkatkan performa tool mereka. Saya juga akan menjadi penasehat internal bagi tim Mobalytics saat mereka berusaha membuat lebih banyak layanan baru.”

T1 paling dikenal dengan tim League of Legends mereka. Tim tersebut berlaga di League of Legends Champions Korea (LCK). Saat ini, mereka adalah tim dengan jumlah trofi League of Legends World Championship (LCW) paling banyak. T1 juga tertarik untuk masuk ke dalam scene esports Valorant. Mereka telah merekrut Braxton “Brax” Pierce, mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional, untuk menjadi anggota tim Valorant. Selain itu, mereka juga telah mengadakan turnamen Valorant pada April 2020 lalu.

“Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan T1 dan belajar dari pemain serta staf elite seperti Faker serta Brax dan membantu mereka berlatih dengan lebih baik,” kata pendiri Mobalytics, Amine Issa, menurut laporan Esports Insider. “Tujuan kami adalah untuk membantu semua pemain yang ingin dapat bermain lebih baik, tidak hanya para pemain profesional.”