Makeblock Neuron Ajak Anak-Anak Belajar Coding Seasyik Bermain Lego

Belakangan ini konsep tangible programming sangat populer di dunia pendidikan. Pertengahan tahun lalu, Google bahkan ingin ikut berpartisipasi melalui Project Bloks. Tujuannya simpel, yakni untuk mengajarkan ilmu dasar dan logika-logika umum di balik proses coding lewat interaksi dengan objek fisik.

Project Bloks bukan satu-satunya opsi yang tersedia. Baru-baru ini, perusahaan pembuat perangkat robotik untuk anak-anak asal Tiongkok bernama Makeblock juga mengumumkan produk serupa. Dijuluki Neuron, konsepnya kurang lebih sama, dimana anak-anak pada dasarnya bisa belajar programming dengan menyusun balok-balok seperti ketika bermain Lego.

Ada lebih dari 30 jenis modul yang berbeda yang ditawarkan Neuron, mulai dari modul kamera, sensor cahaya, sensor suara, Bluetooth, ultrasonik sampai modul display. Balok-balok lain, seperti kenop dan joystick, dimaksudkan untuk menyesuaikan atau mengendalikan modul-modul itu tadi. Lebih lanjut, mereka juga bisa mengontrol Neuron via Wi-Fi.

Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock
Tampilan software mBlock yang dipakai untuk memprogram modul-modul Neuron / Makeblock

Setelah disusun, anak-anak bisa memprogram masing-masing modul menggunakan software mBlock keluaran Makeblock sendiri. Makeblock cukup percaya diri bahwa anak-anak tidak perlu memahami dasar-dasar coding untuk bisa menggunakan mBlock. Meski demikian, pengetahuan akan Arduino bakal sangat membantu mereka memprogram dengan lebih cepat.

Hal lain yang dibanggakan Makeblock dari Neuron adalah kompatibilitas dengan platform atau software pihak ketiga, seperti misalnya platform Cognitive Services AI buatan Microsoft. Anak-anak bahkan bisa memanfaatkan balok-balok Lego sebagai struktur pelengkap untuk proyek buatannya masing-masing.

Makeblock Neuron rencananya akan dipasarkan melalui Kickstarter mulai pekan depan, dengan harga mulai $69. Total ada enam bundel yang akan ditawarkan ke konsumen, yang masing-masing berisikan kumpulan modul yang berbeda-beda, disesuaikan dengan minat masing-masing anak.

Sumber: Engadget dan Makeblock.

Aplikasi Glicode Ajak Anak-Anak Belajar Coding Menggunakan Snack Pocky

Saya yakin tidak sedikit programmer yang lebih suka bekerja sambil ngemil. Entah itu keripik kentang, keripik singkong, atau snack berwujud stik berbalut coklat yang kita semua kenal dengan nama Pocky.

Namun siapa yang menyangka kalau kudapan yang terlahir di Jepang tersebut bisa dijadikan sebagai alat bantu belajar programming atau coding? Glico, yang tidak lain dari produsen Pocky, baru-baru ini ingin mewujudkan skenario tersebut melalui kampanye bertajuk “Glicode”.

Konsep yang dipakai sebenarnya bukanlah barang baru. Dikenal dengan istilah tangible programming, teknik ini lebih memfokuskan pada pengalaman fisik, serta sudah diterapkan oleh berbagai raksasa teknologi, termasuk halnya Google lewat Project Bloks.

Jadi ketimbang harus menghadap layar dan memahami baris demi baris kode, anak-anak bisa belajar coding dengan merangkai objek fisik di hadapannya. Objek tersebut bisa berupa balok-balok Lego, atau dalam kasus Glicode ini, stik Pocky.

Dalam Glicode, anak-anak akan diajak untuk menyusun stik Pocky maupun snack lain produksi Glico dalam posisi dan urutan yang benar supaya karakter di aplikasi pendampingnya dapat bergerak dan mencapai tujuannya.

Stik-stik Pocky yang sudah disusun di atas meja tersebut kemudian bisa difoto menggunakan ponsel, lalu aplikasi akan menerjemahkannya menjadi sederet instruksi seperti maju satu langkah, melompat atau mengulangi aksi sebelumnya.

Secara keseluruhan, Glicode bisa dilihat sebagai cara belajar programming atau coding yang mudah, menyenangkan sekaligus terjangkau. Namun yang mungkin menjadi halangan adalah ketersediaan snack produksi Glico selain Pocky yang mewakili instruksi-instruksi tertentu, serta dukungan bahasa yang sejauh ini baru Jepang saja.

Sumber: TheNextWeb.

Google Umumkan Project Bloks, Seperti Lego tapi untuk Belajar Coding

Tidak bisa dipungkiri, programming atau coding itu sulit. Jangankan untuk anak kecil, orang dewasa saja bisa kewalahan kalau tidak dibekali pengetahuan dasar yang cukup. Kendati demikian, di era dimana software memegang peranan penting dalam berbagai perangkat yang kita gunakan sehari-harinya, banyak pihak yang merasa tergerak untuk menciptakan cara mudah belajar coding bagi anak-anak.

Salah satu pihak tersebut adalah Google. Baru-baru ini, mereka mengumumkan Project Bloks, hasil kolaborasinya bersama Stanford University dan IDEO. Tujuan dari proyek riset ini adalah menciptakan platform hardware yang bersifat terbuka sehingga komunitas developer dapat turut berkontribusi mengembangkan sistem pembelajaran coding yang mudah untuk anak-anak.

Project Bloks dibangun di atas konsep tangible programming, yang tidak lain merupakan metode pembelajaran coding secara fisik ketimbang berkutat dengan deretan kode yang kompleks di layar. Project Bloks mungkin belum bisa mengajarkan anak-anak mengenai suatu bahasa pemrograman, namun paling tidak mereka bisa memahami logika-logika umum di balik proses coding.

Tiga komponen utama Project Bloks: Brain Board, Base Board dan Puck / Google
Tiga komponen utama Project Bloks: Brain Board, Base Board dan Puck / Google

Project Bloks terdiri dari tiga komponen kunci: Brain Board, Base Board dan Puck. Saat ketiganya digabungkan, maka kita bisa meneruskan satu set instruksi ke sejumlah perangkat – macam mainan, robot atau tablet – lewat koneksi Bluetooth atau Wi-Fi. Gampangnya, Project Bloks ini ibarat Lego, tapi untuk belajar coding.

Puck pada dasarnya merupakan objek yang bakal paling sering berinteraksi dengan anak-anak selama proses pembelajaran. Developer dapat memprogram Puck dengan instruksi yang beragam, seperti “menyala-mati”, “geser ke kiri” atau “melompat”. Wujud Puck juga bervariasi, bisa berupa tombol, kenop atau tuas.

Masing-masing Puck ini kemudian ditempelkan di atas Base Board yang membaca instruksi milik Puck dengan sensor kapasitif. Base Board dapat disusun dalam berbagai konfigurasi sesuai kebutuhan. Sifat modular ini memungkinkan anak-anak untuk bereksperimen dengan alur instruksi dalam proses coding.

Terakhir, Base Board yang paling ujung dapat disambungkan ke Brain Board yang berperan sebagai otak dari sistem secara keseluruhan. Dibuat menggunakan modul Raspberry Pi Zero, Brain Board akan meneruskan semua instruksi dari Base Board menuju ke perangkat terhubung via Bluetooth atau Wi-Fi.

Beragam wujud sistem Project Bloks dengan fungsi dan untuk kebutuhan yang berbeda / Google
Beragam wujud sistem Project Bloks dengan fungsi dan untuk kebutuhan yang berbeda / Google

Google membebaskan developer maupun produsen mainan anak-anak untuk merancang sistem Project Bloks dalam wujud yang berbeda-beda dan fungsi yang beragam. Intinya hanya satu: Project Bloks akan menjembatani rasa ingin tahu anak-anak dan bakat motoriknya dengan logika-logika komputasi yang dibutuhkan untuk mendalami proses coding kelak.

Sumber: Google Research Blog.