Semangat Komerce Jadi Penghubung Digitalisasi UMKM dan Industri E-Commerce

Dari 514 kota di Indonesia, 15 area kota masuk kategori metropolitan yang menyumbang 50%-70% dari ekonomi digital Indonesia. Besarnya pengaruh kota metropolitan ini menimbulkan pertanyaan tentang peran dan potensi kota-kota yang tersisa di kancah ekonomi digital.

Banyak pihak berpandangan gelombang pertumbuhan digital berikutnya akan didorong oleh area non-metropolitan—terutama 177 kota tier-2 dan tier-3-nya. Dengan pendekatan dan kolaborasi yang tepat, ekonomi digital di kota-kota tingkat 2 dan tingkat 3 dapat meningkat tiga kali lipat pada 2025 dan menyumbang 30%-50% dari keseluruhan ekonomi digital, naik dari 20%-40% pada 2020. Namun, membuka potensi ekonomi digital di kota-kota tier 2 dan tier 3 Indonesia tidak akan mudah. Kota-kota ini berperilaku berbeda dan menghadapi serangkaian tantangan berbeda dalam mengadopsi perilaku digital.

Kesempatan tersebut tak disia-siakan Nofi Bayu Darmawan saat kembali ke tanah kelahirannya, Purbalingga. Awalnya Komerce berbentuk gerakan sosial yang memberikan pelatihan untuk anak-anak  Purbalingga mengenai industri e-commerce, bidang yang Bayu kuasai.

“Agar dampaknya tersistem dan luas, saya ubah yang awalnya social movement menjadi sebuah perusahaan. Dulu namanya Kampung Marketer. Dinamakan itu karena mimpi saya waktu itu ingin membuat internet marketers di daerah agar mereka dapat penghasilan dengan marketing barang-barang,” ujar Bayu kepada DailySocial.id.

Dengan visi ingin membentuk pola pikir seperti startup digital, Kampung Marketer rebranding menjadi Komerce pada awal 2021 kemarin. Momentum tersebut dimanfaatkan Bayu merekrut profesional sebagai mitra. Pilihannya tertuju pada Syaefullah Syeif. Sebelumnya, Syaefullah pernah bekerja di Grab sebagai Customer Experience Team Lead, sehingga dirasa tepat secara bersama memimpin Komerce yang fokus pada penyediaan talenta outsource untuk membantu bisnis UMKM go online.

Bisnis tersebut sejalan dengan ambisi Komerce untuk menjadi end-to-end e-commerce enabler untuk UMKM. Realisasinya adalah melalui kontribusi talenta digital yang sudah dijalankan sejak 2017 untuk membantu usaha kecil, memungkinkan direkrut secara remote (remote hiring) atau on site (UMKM membawa talenta ke kantor mereka) di industri e-commerce.

Solusi ini dinamai Komhire (talent-as-a-service), dengan peranan di tiga area: training, job matchmaking, dan monitoring performance.

Talenta-talenta ini memiliki spesifikasi keahlian sebagai customer service, advertiser, admin marketplace, dan admin media sosial. UMKM tinggal mencocokkan kebutuhan mereka tanpa biaya berlangganan dan ketentuan maksimal penggunaan jasa.

UMKM cukup membayarkan biaya bulanan untuk Komerce berupa biaya administrasi, sementara untuk talenta yang direkrut berupa gaji pokok bulanan dan bonus yang telah direkap dan dibayarkan langsung ke rekening talenta.

“Kami harus menjaga performa talent tetap bagus karena ekspektasi UMKM tentu ingin bisnisnya maju. Dalam arti lain produk ini adalah ‘menjual performance manusia’. Baik remote atau pun on site, kami menyediakan pelatihan rutin untuk me-maintain knowledge dan skill mereka agar tetap ready to hire.”

Saat ini, ada lebih dari ratusan pebisnis yang menjadi mitra Komerce dan memberdayakan lebih dari 1300 talenta muda yang mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Komerce. Mereka tidak hanya datang dari Purbalingga dan wilayah Jawa Tengah saja, tetapi juga dari Yogyakarta dan daerah lainnya. Diklaim Komerce telah menyalurkan pendapatan lebih dari Rp1 miliar setiap bulannya.

Rintis Komship

Tak berhenti di situ, Komerce mulai merintis produk lainnya, Komship, yang bergerak sebagai agregator layanan logistik untuk membantu bisnis mengelola proses pesanan dan pengiriman barang ke seluruh Indonesia. Bayu bercerita, Komship ini hadir dengan latar belakang isu yang muncul setelah transaksi harian yang berhasil dibukukan talenta di Komhire menembus angka ribuan hingga puluhan ribu transaksi.

“Dari situ muncul masalah baru. Ternyata pencatatan order dan pengiriman masih kurang seamless. Akhirnya dengan konsep ‘low hanging fruit’, kami eksekusi di segmen shipping dan management orders dengan connect ke ekspedisi besar dan mengintegrasikan teknologinya, sehingga UMKM dapat mengirim paket dengan terjangkau dan dapat dijemput di mana saja.”

Solusi tersebut sekaligus menjawab kebutuhan konsumer atas skema pembayaran COD (Cash on delivery) yang begitu tinggi. Pebisnis sampai sekarang masih menghadirkan solusi tersebut agar tetap mendapat pembeli. Melalui Komship, pebisnis bisa memilih opsi COD Payment dan reguler (non-COD) melalui situs, setelah memasukkan inpur order transaksi.

“Jika enabling COD, deal-deal-an dengan ekspedisi langsung biasanya pencairan dana dua sampai tiga kali seminggu, tapi kami punya value dana COD bisa cari setiap hari sehingga cash flow pebisnis tidak terganggu.”

Sebagai tahap awal, Komship telah diujicobakan ke pelaku UMKM yang berada di wilayah Barlingmascakeb (Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, Cilacap dan Kebumen) untuk pengiriman ke seluruh Indonesia. Komship telah menandatangani kerja sama dengan lebih dari 5 ekspedisi besar melalui integrasi teknologi (open API) dan menawarkan efisiensi ongkos pengiriman dimulai dari penghematan 25% ongkos kirim.

Komship hadir sebagai solusi berdiri sendiri di Komerce. UMKM yang bukan pengguna Komhire tetap bisa menggunakan jasa Komship, begitupun sebaliknya. Namun, jika konsumen mengakses semua produk Komerce, dashbornya akan saling terintegrasi dan ini menjadi benefit maksimal bagi UMKM.

Pengembangan berikutnya

“Rencana berikutnya kami akan meluncurkan Kompack, agregator fulfillment yang akan dirintis Mei mendatang. Kami ingin menjembatani orang-orang di kota besar yang punya ruangan luas dan terutilisasi dengan UMKM di daerah yang ingin drop barang ke sana sebagai last mile delivery. Kami eksekusi satu per satu hingga gol kami nanti dari hulu ke hilir dapat support UMKM buat digitalisasinya.”

Konsep Komerce berhasil menarik perhatian Co-founder Bukalapak Achmad Zaky untuk berinvestasi melalui Achmad Zaky Foundation (ZAF) bersama Indigo Telkom Acceleration Program. Tidak disebutkan nominal dalam putaran tahap awal ini.

Bayu menyebutkan dana tersebut digunakan perusahaan untuk merekrut talenta teknologi. “Karena startup daerah seperti kami memiliki tantangan tersendiri mendatangkan top tech talent. Tech talent ini sebagai implementasi atas fokus Komerce untuk mendigitalisasi UMKM agar di[daya guna menggunakan platform] e-commerce lebih maksimal,” tutupnya.

Mengatasi Krisis Talenta “Engineering” dan Manajemen Tim di Kredivo

Sebagai tindak lanjut dari artikel DailySocial sebelumnya, Indonesia mengalami krisis talenta digital karena lulusan yang tersedia tidak sepadan dengan permintaan yang ada di industri. Kali ini kami berkesempatan untuk menggali lebih jauh dari sisi praktisnya, bersama Co-Founder & CTO Kredivo Alie Tan.

Kesehariannya, Alie bertugas menentukan teknologi apa saja yang dipakai Kredivo mengikuti kebutuhannya. Memastikan ketika perusahaan berencana ekspansi dan akuisisi pengguna dalam jumlah besar; apakah teknologi yang ada sudah mumpuni untuk melakukan hal tersebut.

Begitu pula dari sisi inovasi produk, bagaimana eksekusinya apakah benar-benar berasal dari masalah di lapangan. Di samping itu, Alie juga bertanggung jawab untuk perekrutan talenta khususnya di engineer, sebagai backbone dari startup fintech.

“Karena cari talenta engineer itu susah-susah gampang, untuk itu saya terjun ke sana. Cari mana yang cocok dengan culture kita,” terangnya.

Bagaimana cerita lebih detailnya? Berikut rangkumannya.

Memadukan teknik rekomendasi dan rekrut eksternal

Alie menceritakan saat ini tim engineer di Kredivo berjumlah 40 orang, dari keseluruhan karyawan mencapai 400 orang. Sebanyak 99% tim engineer di Kredivo berasal dari dalam negeri.

Dalam merekrut timnya, dia sangat mengandalkan rekomendasi dari lingkungan karyawan dan komunitas. Rasio diterimanya talenta lewat cara ini lebih tinggi daripada metode yang lain, meski semuanya tetap melalui proses seleksi lebih lanjut.

Alasannya karena secara psikologis orang yang merekomendasikan calon talenta itu cenderung punya kemiripan satu sama lain, entah dalam cara bekerja dan sebagainya. Kecil kemungkinan rekomendasi tersebut menghasilkan talenta yang suka bermalas-malasan.

“Buat kami, mayoritas talenta di sini masuk karena referensi dari karyawan kami, entah satu komunitas atau sekantor dulunya di sini,” kata Alie.

Namun karena referensi itu sifatnya terbatas, perusahaan juga mencari talenta dengan cara eksternal. Misalnya buka booth atau menjadi pembicara di kampus-kampus untuk menarik minat mereka.

Bicara kualitas lulusan, menurutnya justru tidak kalah dengan lulusan luar negeri. Hanya saja jumlah suplainya yang tidak banyak, menyebabkan ketimpangan yang tajam dari sisi permintaannya.

Merebaknya istilah startup di Indonesia sebenarnya baru dimulai beberapa tahun belakangan. Karenanya, tiba-tiba talenta di bidang engineer dibutuhkan dalam waktu cepat, sementara kondisi di lapangan belum bisa memenuhinya.

“Jadi bukan karena skill isunya, tapi lebih ke culture shock. Beda dengan di luar negeri, startup itu sudah ada lebih dulu daripada Indonesia.”

Tahun ini perusahaan berencana untuk melipatgandakan jumlah talenta engineer hingga 80 orang.

Kerja di startup bukan karena gaji, tapi karena ilmunya

Alie juga menekankan bahwa startup itu adalah fase awal sebuah perusahaan. Fase ini memang cukup menantang dan menjadi ajang untuk menggenjot kemampuan, karena di sinilah banyak ilmu yang bisa diambil.

Segala “kemewahan” yang disediakan manajemen untuk karyawan, seperti area bermain, kasur tidur, bean bag, dan sebagainya adalah cara untuk menekankan bahwa work life balance itu sangat penting dalam keseharian.

“Masih banyak orang salah paham startup itu apa, kerjanya senang-senang, gaji besar. Aslinya startup itu kerja mati-matian. Ada hiburan dalam kantor itu hanya tools di rekrutmen, agar mereka merasa dihargai oleh kantornya.”

Seseorang akan digenjot sampai tingkat maksimal, mengerjakan berbagai pekerjaan di luar tugas utamanya, sebenarnya punya maksud yang baik, yakni ingin menanamkan jiwa kewirausahaan dan mental yang kuat apabila punya ambisi ingin jadi CEO.

Begitupula ketika ingin jadi CTO, caranya bukan dengan menguasai di bidang engineer saja. CTO harus paham bisnis juga karena tidak bisa selalu mengandalkan orang lain.

“Tujuan gabung ke startup itu, sebaiknya bukan karena uang tapi ilmunya. Makanya masuk ke startup yang masih awal banget, harus dimanfaatin jangan disia-siain.”

OKR untuk manajemen kerja dan transparansi

Kredivo sudah menerapkan cara bekerja dengan OKR sejak dua tahun lalu, seiring semakin bertambahnya jumlah karyawannya. DailySocial pernah menuliskan apa itu OKR dan tujuannya untuk dukung startup berinovasi.

Alie menjelaskan seluruh divisi dalam Kredivo sudah menerapkan OKR dan merasakan dampaknya dalam percepatan jalannya inovasi. OKR juga mendukung semangat perusahaan untuk transparan kepada seluruh karyawannya.

Contoh singkatnya, setiap bulan selalu ada rapat besar seluruh divisi. Semua orang akan diperlihatkan target perusahaan (objective) dan cara-cara untuk menembusnya (key results).

Perusahaan juga memperlihatkan status pencapaian saat ini secara lengkap untuk memberikan gambaran besar, agar mereka bisa kerja lebih mudah. Tim engineer diberi akses seluruh data tersebut.

“Biar mereka tahu sebenarnya perusahaannya itu seperti apa, ada tujuan kerja buat apa. Akses data kami berikan, tapi berharap ada kedewasaan bahwa data ini rahasia tidak bisa disebar. Kalau kinerja perusahaan turun kami kasih tahu sebabnya, lalu mengajak tim untuk kejar lagi dan bahas bareng-bareng, dari situ mereka bisa dapat ilmu.”

Setiap kuartal perusahaan menyusun OKR, bila ada target yang cukup berat maka akan di-set untuk per enam bulan.

Berangkat dari OKR, perusahaan jadi lebih mendorong adanya komunikasi antar tim, tidak hanya membicarakan soal pekerjaan juga soal pribadi. Apabila ini dibatasi, tentunya akan berdampak tidak baik, yang terburuknya sampai karyawan tiba-tiba resign.

“Kami mendorong kemampuan berkomunikasi itu harus selalu ditingkatkan karena ini adalah salah satu kunci kesuksesan. Tanpa itu kita semua tidak bisa seperti sekarang, kalau ada masalah dan diam saja itu bisa jadi masalah. Karena ini juga kami berhasil menekan turn over di tim engineer.”

Alie menutup, “Lalu dari komunikasi ini, kami berharap mereka bisa bawa budaya ini ke luar ketika resign dari Kredivo. Kami tidak berharap mereka kerja selamanya di sini, kalau mau coba di tempat lain silakan. Kalau mau buka startup kita sangat dukung, ada beberapa dari sini yang buka startup.”

Application Information Will Show Up Here