Eks Petinggi Tokocrypto dan Modal Rakyat Bergabung ke Startup Teknologi Imersif Aruvana [UPDATED]

*Update 17 Feb 2023: Pihak perusahaan memberikan koreksi atas informasi yang diberikan, bahwa Teguh Harmanda bergabung sebagai advisor, bukan co-founder

Startup pengembang teknologi imersif asal Yogyakarta, Aruvana, mengumumkan bergabungnya Teguh Kurniawan Harmanda (eks. Tokocrypto) sebagai Komisaris & Advisor dan Stanislaus MC Tandelin (Modal Rakyat) sebagai co-founder per Februari 2023. Kehadiran dua sosok ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam menggali potensi pengembangan industri teknologi imersif di Indonesia.

“Kami sangat senang menyambut Manda dan Stanis. Keduanya adalah sosok yang luar biasa dengan pengalaman yang luas. Keterampilan dan pemahaman mendalam yang mereka miliki terkait teknologi web3, blockchain, dan metaverse akan membantu mengembangkan strategi, mencapai target, memperluas relasi, dan memperkuat kehadiran Aruvana sebagai perusahaan teknologi imersif di taraf nasional bahkan internasional,” ucap Co-Founder & CEO Aruvana Indra Haryadi dalam keterangan pers, Kamis (16/2).

Teguh Harmanda atau lebih akrab disapa Manda memulai kariernya di bidang teknologi dan keuangan sejak 2010. Terakhir ia menduduki posisi COO Tokocrypto dan dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) sejak 2020.

Menurut Manda, Indonesia sangat responsif melihat peluang pengembangan metaverse, terbukti dengan meningkatnya adopsi teknologi baru dari berbagai kalangan. Untuk itu sebagai pelaku industri, perlu mengembangkan use case berbasis teknologi imersif yang multi-dimensional, sehingga nantinya berpengaruh terhadap banyak bidang dan masyarakat luas. Lebih lanjut, hal ini juga berpotensi meningkatkan transaksi digital ekonomi di Indonesia.

Aruvana akan mengambil peran untuk mendukung ekosistem industri teknologi imersif yang semakin baik di Indonesia. Lalu, siap membantu pemerintah merumuskan pengembangan teknologi metaverse dengan aturan yang sifatnya definitif, yang diharapkan dapat membantu menghasilkan roadmap atau blueprint pengembangan metaverse di Indonesia.

“Kami sangat antusias untuk mengedukasi pasar dan menjadi penggerak yang dapat mempercepat proses spesifik yang berkaitan dengan metaverse atau web3. Sebagai pelaku industri, kami akan mengembangkan use cases bagi banyak bidang sehingga dapat membantu membangun, mengembangkan dan mengokohkan industri metaverse secara global,” tambah Manda.

Sama seperti Manda, Stanis juga memiliki pengalaman yang mendalam di bidang keuangan, strategi bisnis, dan pengembangan startup digital. Posisinya terakhir adalah Co-founder dan CEO Modal Rakyat, kini sedang melanjutkan pendidikan master di sebuah universitas di Amerika Serikat.

Stanis menuturkan, berdasarkan penelitian, enterprise use cases terkait metaverse yang terbukti berjalan di Amerika Serikat selaras dengan pengembangan teknologi metaverse yang difokuskan oleh Aruvana selama ini. Di antaranya sektor gaming, corporate training, education, dan healthcare. Pendekatan penelitian ini, lebih lanjut akan membantu memaksimalkan langkah strategi bisnis Aruvana ke depannya.

“Saya sangat antusias untuk mengambil tantangan dan tanggung jawab baru ini di Aruvana. Kami memiliki tim yang telah berpengalaman sebelumnya di bidang Virtual Reality (VR) dan akan terus menghasilkan produk inovatif dengan cara baru, beragam, dan memperluas pertumbuhan metaverse dan manfaatnya di masa depan. Saya yakin dengan segala upaya yang kami kerahkan akan dapat membawa Aruvana ke ke level selanjutnya,” tutur Stanis.

Aruvana

Startup yang dirintis oleh Indra pada tahun lalu ini, berfokus pada penciptaan dan pengembangan produk kustomisasi berbasis Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Mixed Reality (MR) untuk semua industri, terutama di bidang kesehatan, keinsinyuran dan alat berat, pendidikan, e-commerce, dan hiburan. Indra sebelumnya juga mendirikan startup dengan fokus yang persis sama bernama Arutala.

Pada 5 Desember 2022, perusahaan mengumumkan kerja sama dengan PT Medika Brain Sejahtera untuk pengembangan produk terapi pasca-stroke dinamai VINERA (Virtual Neuro Engineering and Restoration). Kehadiran VINERA diharapkan dapat mempercepat perluasan solusi terapi pasca-stroke dengan teknologi VR.

VINERA dilengkapi dengan sistem gamifikasi sehingga pasien dapat melakukan latihan terapi secara mandiri tanpa bantuan profesional dan berulang dengan cara yang lebih menyenangkan. Pasien akan menjalankan serangkaian skenario latihan dengan berorientasi tugas yang dibalut dengan pendekatan game. Selanjutnya hasil latihan akan dipantau oleh terapis melalui jarak jauh secara teratur. Menggunakan teknologi VR, terapi pasien bisa berjalan lebih intens dan efektif dibanding terapi konvensional.

Mengutip data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, penyakit stroke merupakan penyebab kematian kedua tertinggi di dunia dan menjadi penyebab kematian nomor satu dengan pembiayaan kesehatan yang paling mahal di Indonesia. Pada 2018, prevalensi stroke di Indonesia secara nasional sudah mencapai 10,9 per mil.

Perawatan khusus bagi pasien pasca-stroke dapat menjadi kendala bagi pasien kala akan berkunjung ke rumah sakit, ditambah tidak adanya pendamping profesional yang dapat menyebabkan terlewatinya proses terapi mandiri di rumah. Hadirnya VINERA dapat membantu pemulihan pasien stroke tanpa terbatas waktu dan tempat dengan pendekatan yang berbeda untuk mempercepat proses terapi mandiri tersebut.

Di tahap awal, VINERA dirancang untuk membantu pemulihan pasien stroke yang memiliki disabilitas pada tangan. Ke depannya, VINERA juga akan dikembangkan untuk berbagai macam jenis penanganan pasien pasca-stroke dari level ringan sampai berat yang disesuaikan berdasarkan assesement dari pendamping pasien atau terapis.

Sebelumnya Aruvana juga telah mengimplementasikan VR pada aplikasi telekonsultasi kesehatan, hasil kolaborasi dengan RS. Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya yang ditujukan untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Penggunaan ruang virtual dalam konsultasi diharapkan akan memudahkan mekanisme penanganan kasus kekerasan dan seksual pada perempuan dan anak dengan mengedepankan perspektif korban. Pelapor atau korban dapat berkonsultasi dan melaporkan kejadian yang mereka alami dalam keadaan yang nyaman dan kondusif secara anonim, tanpa perlu khawatir privasinya terganggu. Telekonsultasi VR ini juga digunakan oleh tim kedokteran kepolisian Polda Jatim untuk melakukan proses pemeriksaan kejiwaan pelaku perempuan video asusila.

Resmikan T-Hub di Bali, Tokocrypto Ingin Dorong Penetrasi dan Literasi Aset Kripto di Indonesia

Penetrasi pasar aset kripto di Indonesia kini tengah berkembang pesat menjadi salah satu pasar terbesar di Asia Tenggara. Dengan lebih dari 273 juta orang yang tersebar di negara kepulauan terpadat ini, Indonesia layak menjadi lahan subur bagi teknologi dan bisnis apa pun yang beroperasi di atasnya dengan daya tarik yang optimal.

Di sisi lain, hal ini juga didukung oleh literasi yang semakin inklusif oleh para stakeholders yang berkecimpung di dalam ekosistem. Salah satunya platform marketplace aset kripto, Tokocrypto, dengan meluncurkan inisiatif barunya, T-Hub, di Bali. Hal ini juga disebut sebagai bentuk dukungan upaya pemulihan perekonomian daerah, sekaligus diharapkan membawa multiplier effect untuk membangkitkan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi digital dan akselerasi industri berbasis wisata dan hospitality.

Dipilihnya Bali, karena memiliki potensi ekonomi digital dan kreatif, serta respons atas besarnya animo dan permintaan pasar investasi aset kripto di Pulau Dewata tersebut. Belum lama ini, Tokocrypto juga mendukung realisasi dari salah satu galeri offline NFT di Bali oleh Superlative Secret Society.

T-Hub merupakan inisiatif Tokocrypto dalam menghadirkan ‘rumah’ yang terbuka bagi para antusias dan komunitas untuk berdiskusi dan mengembangkan berbagai ide guna mendorong perkembangan investasi aset kripto di Tanah Air. Bali menjadi T-Hub kedua Tokocrypto setelah sebelumnya hadir di Patal Senayan, Jakarta.

CMO Tokocrypto Nanda Ivens melihat bahwa Bali memiliki potensi pengembangan pasar kripto yang cukup besar ke depannya. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan jumlah investor aset kripto yang signifikan. Tokocrypto mencatat jumlah investor aset kripto di Pulau Dewata pada tahun 2020 sebanyak kurang lebih 900 pengguna yang berinvestasi di Tokocrypto lalu meningkat sangat pesat di tahun 2021, yaitu lebih dari 28.000 pengguna yang berinvestasi di Tokocrypto.

Melalui T-Hub, Tokocrypto bukan hanya menjadi sebuah platform, tetapi juga ekosistem yang mewadahi komunitas yang membutuhkan sarana kumpul, edukasi dan diskusi sekaligus mengembangkan berbagai ide tepat guna untuk mendorong perkembangan investasi aset kripto dan penggunaan teknologi blockchain di berbagai sektor digital di Indonesia.

“Sesuai misi kami, menjadikan crypto legitimate dan mainstream dan dengan value yang dimiliki Tokocrypto yaitu; trust, transparency, and synergy menjadi kekuatan kami untuk terus mengedukasi, mengadvokasi dan meng-empower demi perkembangan industri aset kripto dan teknologi blockchain,” tutup Nanda.

COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, pihaknya secara aktif berdiskusi dan berkolaborasi untuk membangun kesamaan value (trust, transparency & synergy) dengan berbagai stakeholders. Bukan hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan asosiasi, media dan komunitas.

T-hub, tambah Manda, merupakan wujud komitmen Tokocrypto untuk memperluas kolaborasi demi mendukung perkembangan industri aset kripto dan blockchain melalui medium diskusi-diskusi untuk penguatan regulasi dan pengawasan agar industri dan ekosistem kripto dan blockchain lebih aman dan lebih dipercaya masyarakat Indonesia.

Dukungan pemerintah

Regulasi aset kripto beserta turunannya di Indonesia masih memiliki banyak celah dan butuh lebih dielaborasi. Namun, satu yang pasti, fungsi yang bisa diamalkan oleh aset kripto saat ini hanyalah sebagai komoditas atau aset, bukan alat pembayaran. Hal ini turut dipertegas oleh Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Jerry Sambuaga, “[..] Bahwa alat pembayaran yang sah hanya Rupiah.”

Dalam kesempatan ini, Jerry  juga mengungkapkan pertumbuhan dan perkembangan aset kripto yang luar biasa di Indonesia. Hingga Desember 2021 lalu, terdapat sekitar 11,2 juta pengguna aktif aset kripto di bulan Desember 2021 dengan total transaksi mencapai 859 triliun rupiah dengan rata-rata 2,7 triliun transaksi per hari.

Selain itu, pihak Kementerian Perdagangan kembali menegaskan bahwa bursa untuk aset kripto sedang dalam proses finalisasi dan akan segera diresmikan dalam waktu dekat. Pendirian bursa ini dirasa penting untuk menghidupkan serta menggairahkan ekosistem aset kripto di Indonesia. Di samping lebih terintegrasi, juga untuk memberikan rasa aman bagi para shareholder.

Lebih lanjut, Jerry menyinggung bahwa Bappepti sebagai bagian dari Kementerian Perdagangan akan bertugas untuk memastikan operasional bursa sehingga semuanya bisa terintegrasi. Hal ini semata-mata untuk meminimalisir risiko terjadinya kecurangan atau kelalaian oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Jadi semua akan melihat ke bursa sebagai acuan dan instrumen utama. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa perlindungan konsumen adalah yang utama,” tambahnya.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Bappepti, hingga saat ini, terdapat 11 penyelenggara aset kripto yang terdaftar di serta 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.

Sehari sebelum peresmian T-Hub Bali, Tokocrypto melakukan penandatanganan MoU dengan BRI Ventures, perusahaan modal ventura milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), menciptakan TSBA (Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator) untuk bersama-sama membangun ekosistem inkubasi berbagai startup yang didukung teknologi blockchain.

Application Information Will Show Up Here

Dinamika Bursa Aset Kripto di Indonesia

Akhir tahun 2018 lalu harga mata uang kripto atau cryptocurrency terus mengalami tren penurunan. Mantan CEO Paypal Bill Harris kepada CNBC berpendapat bahwa nilai bitcoin akan terus turun karena tidak ada “nilai” yang terkandung di dalamnya.

Bitcoin pernah naik lebih dari 1.300% pada 2017 menjadi hampir US$20.000, kemudian kehilangan hampir setengah nilainya dalam tiga bulan pertama tahun 2018. Bitcoin merosot di bawah US$6.000 pada bulan November 2018.

“Harus ada sesuatu yang mendukungnya. Bitcoin tidak menghasilkan pendapatan, tidak ada profitabilitas,” kata Harris.

Menurut sejumlah pemain industri di Indonesia, cryptocurrency seperti bitcoin adalah teknologi yang masih tergolong baru dan lifecycle teknologi baru tidak selalu linier atau selalu naik.

“Kita semua bisa melihat harganya yang kadang naik, kadang turun. Dengan perubahan harga yang begitu cepat, sebenarnya ini daya tarik dari cryptocurrency sendiri. Harga turun jadi momentum untuk membeli bitcoin. Lalu, bitcoin disimpan untuk jangka panjang hingga momen harganya naik untuk dijual kembali,” kata Community & Event Luno Debora Ginting kepada DailySocial.

Jaminan pemerintah

Meskipun sudah ada tanda-tanda yang memperlihatkan bahwa bitcoin secara global mengalami penurunan yang menyebabkan banyak aksi penjualan secara besar-besaran (sell-off) pada bulan November 2018, di awal tahun ini Indonesia banyak disambangi marketplace cryptocurrency asing. Mulai dari Upbit dan GoPax, keduanya dari Korea Selatan, serta Liqnet yang berbasis di Singapura.

Menurut CEO Upbit APAC Alex Kim, kedatangan Upbit ke Indonesia karena adanya potensi bisnis blockchain dan kejelasan hukum terkait dengan aset kripto yang menarik perhatian pemain asing. Indonesia juga disebutkan telah melahirkan startup unicorn dan memiliki pasar yang dinilai sangat antusias.

“Saya melihat bisnis tradisional juga dapat mengambil manfaat dengan mengeksplorasi teknologi blockchain untuk mengubah bisnis mereka, seperti yang mereka lakukan dengan teknologi internet. Blockchain tidak akan menjadi alat yang cocok untuk semua. Tetapi kepercayaan dan efisiensi yang diberikannya bisa menjadi bagian yang hilang dalam menyelesaikan banyak masalah bisnis.”

Secara khusus ada tiga faktor mengapa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pasar cryptocurrency. Mulai dari besarnya populasi hingga penetrasi pasar terhadap penggunaan smartphone yang juga tinggi, di mana lebih dari 50% orang Indonesia sudah menggunakan internet dan smartphone dalam kehidupan sehari-hari. Sementara dari sisi regulasi, para regulator juga mendukung transaksi jual-beli ini dan sepenuhnya diawasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti).

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) di awal tahun ini menelurkan Peraturan No 5 Tahun 2019 yang mengatur ketentuan penyelenggaraan pasar aset kripto di bursa berjangka.

Peraturan ini merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang perdagangan aset kripto yang menjadi pegangan exchange besar yang tertarik menjajaki bisnis di Indonesia.

“Negara kita yang sudah mulai mengulik mengenai regulasi yang sebenarnya membuat para crypto exchanger lebih berani untuk masuk. Namun, mungkin dengan regulasi yang ada, para crypto exchanger asing akan terkendala dengan besarnya minimum kapital yang diterapkan untuk mendapatkan izin beroperasi di Indonesia nantinya,” kata Debora.

Dengan keluarnya peraturan tersebut, semua pedagang aset kripto diwajibkan melengkapi dokumen yang diminta regulator. Jika sudah sesuai dengan persyaratan yang diminta, legalitas mereka sebagai platform bursa aset kripto menjadi lebih terjamin.

“Dengan memberikan kejelasan hukum tentang aset kripto sebagai komoditas, dengan jelas menetapkan standar untuk integritas pasar, perlindungan investor, dan pencegahan pencucian uang atau pendanaan teroris. Saya percaya bahwa regulator akan sangat mempercepat inovasi yang sehat ke arah yang lebih matang,” kata Alex.

Selain nama-nama yang sudah disebut di atas, setidaknya sudah ada 20 marketplace aset kripto yang beroperasi di Indonesia, seperti Indodax, Luno, Triv, Tokocrypto, NUCEX, NUSAX, Coinone, Huobi Pro, Rekeningku, UDAX, BITRADX, BITOCTO, Bitsten, Biido, Tokenomy, Pintu, Latoken, Liquid, dan Marketcrypto.

Demografi pengguna

Meskipun sebagian marketplace aset kripto melakukan edukasi ke pasar guna menarik lebih banyak pengguna, saat ini belum banyak pengguna yang melakukan transaksi jual-beli aset kripto di Indonesia.

“Sebagai operator pasar sekunder, kami memiliki dua jenis pengguna, investor dan emiten. Di sisi investor, pengguna target saat ini adalah generasi yang mengerti teknologi. Mereka terbuka untuk teknologi baru dan mengikuti tren global terbaru dengan rasa ingin tahu yang besar. Meski demikian, jumlah investor crypto-asset sangat kecil saat ini,” kata Alex.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, populasi Indonesia saat ini paling banyak berada di usia produktif.

“Kaum muda atau milenial punya perhatian dan ketertarikan terhadap sebuah inovasi, utamanya teknologi. Sebab mereka pada umumnya menginginkan sesuatu yang serba cepat, mudah dan aman. Teknologi menjawab aspirasi mereka, salah satunya melalui Blockchain yang mendukung eksistensi Bitcoin sebagai aset digital yang perlu dimiliki dan telah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda masa kini.”

Jika diurai lebih lanjut, di Indonesia sendiri terdapat beberapa target pasar yang diincar pemain bursa aset kripto di Indonesia, pertama adalah rentang usia produktif 23-44 tahun.

Berikutnya adalah pengkategorian berdasarkan interest dan background. Para penggiat dan pelaku investasi digolongkan ke dalam beberapa subgrup berdasarkan jenis investasi yang mereka lakukan, di antaranya adalah penggemar aset kripto, stocks, dan forex investor/trader, dan wealth atau fund manager.

Kategori yang terakhir diklaim merupakan pengguna bursa aset kripto terbanyak saat ini. Mereka sudah mengetahui dan terbiasa melakukan transaksi jual-beli, di luar aset kripto.

Salah satu investor, sebut saja Cak Uding, mengatakan kebanyakan investor Indonesia saat ini cenderung sekadar “main-main” di bursa kripto. Meskipun ia tidak menampik ada trader yang berani bertransaksi dengan jumlah besar, kebanyakan tidak berbasiskan pertimbangan matang. Hal ini berbeda dengan investor di pasar saham konvensional.

“Saya melihat masih banyak yang prematur [sebagai produk investasi] dan volatilitas transaksi kebanyakan didorong oleh rumor atau gosip. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah persoalan jaminan hukum,” ujarnya.

Seorang investor lain, sebut saja Andre, melihat kebanyakan bertransaksi di aset kripto karena ikutan-ikutan.

“Sebagai trader, saya melihat di Indonesia sepertinya banyak yang ‘ikut-ikutan’. Trading setelah terjadi booming bitcoin di tahun 2017. Banyak orang berbondong-bondong mencari keuntungan dari bertransaksi jual beli di kripto waktu itu. Tapi kalau melihat tren sekarang, saat harga kripto merosot tajam, banyak yang melakukan withdrawal untuk mengamankan asetnya atau bahkan mengalihkannya ke investasi lain,” katanya.

Fase awal

CCO Tokocrypto Teguh Harmanda kepada DailySocial mengakui bursa aset kripto saat ini masih berada di fase awal. Sampai saat ini secara demografi belum bisa diketahui secara jelas siapa trader bursa mata uang digital di Indonesia.

“Terus terang untuk old trader [yang sudah cukup lama berkecimpung di produk ini -Red] mereka tidak menemukan masalah, karena masih tetap bisa menemukan profit saat ini. Tapi bagi trader baru yang melihat sentimen harga kripto yang luar biasa, saya rasa mentalnya belum cukup mampu untuk melihat pasar yang sedang bearish ini.”

Teguh sendiri masih percaya jika suatu saat kripto akan memberikan keuntungan positif, ketika teknologi yang melandasinya berbasis blockchain, sudah diadopsi secara masif.

Sementara menurut Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Steven Suhadi, meskipun mengalami penurunan secara besar-besaran sepanjang tahun 2018, namun ia melihat untuk beberapa tahun ke depan tren bursa aset kripto akan makin meningkat. Bukan hanya digunakan oleh existing user tapi pengguna baru.

“Jika kita lihat di Amerika Serikat dan negara lain, trennya makin meningkat. Dan dengan adanya regulasi serta aturan yang mengatur soal crypto asset exchange paling tidak bisa membantu meyakinkan masyarakat untuk menggunakan bursa aset kripto lokal dan asing di Indonesia,” kata Steven.