[Review] Acer Swift 7: Kinerja Tinggi pada Laptop yang Tipis Banget!

Perlombaan untuk membuat perangkat laptop menjadi lebih tipis sepertinya belum selesai. Dengan semakin tipis sebuah laptop, tentu desainnya menjadi lebih cantik dan juga stylish. Akan tetapi, biasanya hal tersebut mengorbankan beberapa aspek, seperti kinerja dan juga panas yang dihasilkan.

Acer Swift 7 -

Akan tetapi, hal tersebut sepertinya sudah dipikirkan masak-masak oleh Acer dengan mengeluarkan seri terbaru dari Acer Swift 7 di tahun 2019 ini. Dengan ketebalan yang hanya 9.95 mm saja, Acer Swift 7 2019 ini disematkan spesifikasi yang sangat mumpuni untuk dipakai dalam bekerja.

Spesifikasi lengkapnya adalah sebagai berikut

Prosesor Intel Core i7 8500Y (2C4T @ 1.5 GHz, Turbo 4.2 GHz)
GPU Intel UHD 615
RAM 16 GB LPDDR3
Storage SSD 512 GB
Layar 14 inci 1920×1080 IPS
OS Windows 10
Bobot 890 gram
Dimensi 317.5 x 190.5 x 9.95 mm
Baterai 3 cell 36 Wh 2770 mAh

Satu yang cukup disayangkan pada spesifikasi yang diberikan adalah pemasangan RAM dengan mode single channel. Hal ini tentu saja mengurangi kinerja keseluruhan dari laptop Swift 7 ini. Tentunya, hal tersebut memang harus dilakukan mengingat dimensi dari laptop ini yang sangat tipis, sehingga tidak dapat menempatkan slot memori kedua.

Spesifikasi menurut CPU-Z dan GPU-Z adalah sebagai berikut

Unboxing

Di dalam kotak paket penjualannya, akan ditemukan perlengkapan sebagai berikut

Acer swift 7 - Unboxing

Acer Swift 7 - Case Unbox

Desain

Pertama kali membuka paket penjualannya yang terlihat cukup premium, saya tidak percaya dengan apa yang saya lihat. Sebuah Ultrabook dengan dimensi yang sangat tipis. Namun saat mengeluarkannya, terasa bahan plastik karbonat yang menyelimuti sekujur tubuh Swift 7 ini. Walaupun begitu, body dari Acer Swift 7 tidak terasa ringkih, justru cukup kokoh karena memiliki rangka aluminium.

Acer Swift 7 - Tipis

Saat saya mengangkat Acer Swift 7 pun juga seperti mengangkat sebuah amplop yang berisikan kertas A4. Yup, seringan itu. Bobotnya tidak mencapai 1 kg, sehingga sangat nyaman untuk dibawa ke mana saja. Bahkan dengan form factor 13 inci, Acer berhasil membuat Swift 7 memiliki layar dengan dimensi yang lebih tinggi.

Layar tersebut memiliki dimensi 14 inci karena Acer mengecilkan bingkai yang ada pada bagian samping dan atas-bawahnya dengan ukuran hanya 2,57 mm. Layarnya sendiri memiliki resolusi 1920×1080 dengan jenis IPS dan bisa dioperasikan dengan menyentuhnya. Untuk lebih tahan terhadap goresan, Swift 7 sudah dilindungi dengan Gorilla Glass 6.

Acer Swift 7 - Sisi Kiri

Oleh karena bingkai yang kecil, tentu saja kameranya harus diletakkan pada tempat yang berbeda. Acer pun menaruhnya pada ruang di atas keyboard, yang sayangnya akan membuat orang seperti sedang mendongak ke atas saat melakukan panggilan video. Namun hal ini tentu saja cukup unik karena Acer tidak mengurangi feature yang ada pada sebuah laptop.

Keyboard yang ada pada Acer Swift 7 juga terasa cukup nyaman untuk digunakan. Acer mendesain setiap tuts sedikit lebih besar dari keyboard pada umumnya. Feedback dari keyboard-nya sendiri juga terasa responsif sehingga nyaman digunakan untuk mengetik secara cepat.

Acer Swift 7 - Webcam

Dengan desain yang tipis ini, tentu saja tidak ada ruang untuk menaruh kipas. Menggunakan prosesor seri Y memang membuat pendinginnya tidak memerlukan hembusan angin dari kipas. Jadi, tidak akan ada suara berisik yang datang dari dalam laptopnya.

Pada sisi kiri laptop ini hanya terdapat sebuah port audio 3,5 mm beserta dengan dua buah LED untuk notifikasi baterai dan penunjuk bahwa perangkat ini sedang menyala. Pada bagian kanan terdapat dua port Thunderbolt 3 yang secara standar sama dan kompatibel dengan dan USB-C.

Acer Swift 7 - Sisi Kanan

Pengujian

Acer Swift 7 2019 menggunakan prosesor Intel Core i7 8500Y yang khusus dibuat oleh Intel agar dapat berjalan tanpa kipas. Dengan kecepatan 1,5 GHz, prosesor dua inti dan empat thread ini bisa berjalan di kecepatan 4,2 GHz dalam kondisi tertentu. TDP-nya sendiri di-rating pada 7 watt.

Dengan menggunakan Intel UHD 615, Acer Swift 7 sudah dapat menjalankan berbagai game lama dan ringan. Namun, jangan berharap menjalankan game AAA yang baru saja keluar. Untuk menjalankan software yang membutuhkan hardware acceleration, tentu saja iGP yang dimiliki sudah mumpuni.

Untuk memperlihatkan kinerjanya, saya kembali menghadirkan Ryzen 3300U. Tentu saja bukan karena ingin membuat sebuah perbandingan yang tidak seimbang, hanya untuk menunjukkan seberapa baik kinerja dari prosesor yang dipasang saat dipakai untuk bekerja. Berikut adalah perbandingannya

Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop. Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata hanya bisa bertahan selama 2 jam 54 menit. Tentu saja saat digunakan dalam menggunakan Office ringan, hasilnya bisa jadi lebih lama. Tetapi jika digunakan untuk melakukan rendering video, sepertinya akan lebih cepat habis.

Verdict

Desain Ultrabook memang mengharuskan sebuah perangkat harus tipis. Oleh karena itu, dimensinya semakin tipis dari pertama kali Intel mengumumkan standarisasinya. Dan saat ini, Acer pun berhasil membuat laptop yang lebih tipis lagi lewat Swift 7.

Kinerja yang ditawarkan oleh Acer Swift 7 2019 ini memang sangat mumpuni untuk digunakan bekerja maupun melakukan editing gambar ringan. Hal tersebut tanpa harus khawatir laptopnya akan menjadi panas, karena menggunakan Intel seri Y. Game-game ringan juga dapat dimainkan pada laptop ini.

Acer melabel Swift 7 dengan harga Rp. 29.999.000. Harganya memang lebih tinggi dibandingkan yang dijual di luar negeri. Namun untuk para pecinta mode dan style, harga tersebut tentunya tidak terlihat mahal.

Sparks

  • Tipis!
  • Tanpa kipas
  • Bezel tipis
  • Kinerja cukup baik
  • Responsif
  • Ringan

Slacks

  • Harus membeli converter tambahan untuk USB-A, SD Card, dan lainnya
  • Tentunya, desain tersebut harus dibayar dengan harga yang cukup tinggi
  • Tombol Del yang terlalu dekat dengan Backspace

Razer Singkap GPU Enclosure yang Lebih Besar dan Lebih Murah, Core X

Razer Blade generasi baru bukan satu-satunya berita segar dari sang produsen periferal cap kaki tiga. Mereka turut menyingkap eksistensi Razer Core X, semacam casing untuk mengakomodasi kartu grafis, untuk kemudian disambungkan ke laptop dan mendongkrak performanya secara drastis – atau bahasa kerennya, GPU enclosure.

Hal yang paling menarik dari Core X adalah harganya yang cuma $299, jauh lebih murah ketimbang Core V2 yang dijual seharga $499. Desainnya memang tidak sekeren Core V2, apalagi mengingat sistem pencahayaan RGB absen di sini. Di samping itu, Core X juga tidak dilengkapi port USB ekstra maupun Ethernet seperti V2.

Razer Core X

Selebihnya, Core X malah lebih superior soal akomodasi. Dimensi sasis aluminiumnya yang lebih besar mampu menampung kartu grafis yang gemuk sekalipun, yang biasanya memakan tiga slot di PC. Entah itu seri Nvidia GeForce, Nvidia Quadro, AMD Radeon maupun Radeon Pro, Core X siap menjadi rumah buat salah satunya, dengan dukungan suplai daya dari PSU (power supply unit) berdaya 650 watt – V2 hanya 500 watt.

Cara kerjanya masih sama persis, di mana laptop harus disambungkan via satu kabel Thunderbolt 3 (USB-C). Selagi terhubung, baterai laptop juga akan terisi dengan laju sebesar 100 watt. Yang istimewa, Razer telah merancang supaya Core X dan Core V2 kompatibel dengan lini MacBook, dan ini jelas bakal sangat membantu para kreator konten maupun developer yang membutuhkan kinerja grafis ekstra.

Razer Core X

$299 sejatinya adalah banderol yang lebih masuk akal, apalagi mengingat ini sama sekali tidak termasuk kartu grafisnya. Core X saat ini sudah dipasarkan di bebarapa negara, tapi sayang Indonesia belum termasuk salah satunya.

Sumber: Razer.

OWC ThunderBlade Adalah SSD Eksternal Paling Ngebut dengan Kecepatan 2.800 MB/s

Secepat apa suatu hard disk eksternal bisa memindah data? Kalau isinya SSD (solid state drive) macam Samsung T5, kecepatan transfer datanya bisa mencapai angka 540 MB per detik dengan menggunakan sambungan USB-C. Sebagai informasi, Samsung T5 pada saat diluncurkan diklaim sebagai SSD eksternal yang paling ngebut, tapi itu cerita tahun lalu.

Tahun ini, titel tersebut jatuh pada OWC ThunderBlade. Tersedia dalam varian kapasitas 1 TB sampai 8 TB, ThunderBlade diklaim memiliki kecepatan baca setinggi 2.800 MB/s dan tulis 2.450 MB/s. Jangankan flash disk lawas Anda, Samsung T5 itu tadi saja tidak ada apa-apanya jika dibandingkan ini.

OWC ThunderBlade

Di balik tiap unit ThunderBlade terpasang empat keping SSD tipe M.2, dengan kapasitas hingga 2 TB per kepingnya. Semua ini dibungkus dalam sasis setebal 3 cm, sedangkan bobotnya berkisar 0,7 kg. Perihal konektivitas, ThunderBlade mengandalkan dua port USB-C yang juga merupakan port Thunderbolt 3.

Kehadiran dua port ini memungkinkan pengguna untuk membentuk serangkaian SSD yang terdiri dari 6 unit ThunderBlade, yang berarti kapasitas maksimum yang didapat bisa mencapai angka 48 TB. Berbagai konfigurasi RAID juga didukung, bahkan jika menggunakan software SoftRAID, dua ThunderBlade yang digandengkan bisa lebih ngebut lagi hingga secepat 3.800 MB/s.

OWC ThunderBlade

Dengan kapasitas yang masif dan kinerja kelas dewa, ThunderBlade jelas bukan untuk sembarang konsumen, melainkan mereka yang setiap harinya bergelut dengan foto, video maupun jenis data lain dalam jumlah besar. Harganya pun tidak murah: $1.200 untuk varian 1 TB, $1.800 2 TB, $2.800 4 TB, dan $5.000 8 TB.

Sumber: DPReview.

Card Reader Seharga $500 Ini Mengemas Dua Slot SSD dan Dua Port Thunderbolt 3

Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar istilah card reader? Bagi saya, yang langsung terbayang adalah perangkat kecil buatan Tiongkok, dengan wujud transparan dan harga jual tidak lebih dari sepuluh ribu rupiah. Ya, saya memang sepelit itu, tapi toh barang murahan seperti ini masih bisa diandalkan saat saya hendak memindah foto dari kamera ke PC.

Jujur saya hampir tidak pernah menggunakannya, sebab di laptop sudah ada slot SD card bawaan, dan alasan yang lebih pas lagi adalah saya bukanlah seorang fotografer ataupun videografer profesional. Bagi mereka, card reader merupakan suatu komponen yang esensial, dan itulah mengapa ada perusahaan seperti Atech yang bersusah payah menciptakan card reader buat kalangan profesional.

Atech Blackjet UX-1

Produk terbaru mereka, Blackjet UX-1, bukanlah sembarang card reader, melainkan yang bisa menampung dua SSD sekaligus. Mengapa harus SSD? Karena kamera sinema kelas sultan seperti RED Monstro 8K VV memang memakai SSD sebagai media penyimpanannya, dan Atech memang mengincar pengguna kamera-kamera semacam ini sebagai target pasarnya.

Di sebelah dua slot SSD tersebut, masih ada empat slot lain: CFast 2.0, XQD 2.0, CompactFlash (CF), SD card dan microSD. Total berarti ada tujuh media penyimpanan yang bisa ditancapkan, tapi seandainya itu masih kurang, pengguna dapat memanfaatkan sepasang port Thunderbolt 3 miliknya untuk menyambungkan hingga lima Blackjet ekstra ke satu komputer yang sama (Windows atau Mac).

Atech Blackjet UX-1
Atech Blackjet UX-1 di tumpukan rak tipe 1U / Atech Flash

Berbekal sambungan Thunderbolt 3 yang memang memiliki bandwith sangat besar, transfer data dari semua media penyimpanan bisa dilakukan secara bersamaan dan dalam kecepatan maksimum. Mengedit video ‘mentah’ beresolusi amat tinggi pun bisa dilakukan tanpa harus memindahnya terlebih dulu ke komputer.

Atech Blackjet UX-1 rencananya bakal dipasarkan mulai kuartal pertama tahun ini seharga $499. Sekali lagi perangkat ini jelas bukan buat saya yang hanya menyediakan budget 10 ribu rupiah untuk sebuah card reader, dan lagi saya juga tidak mempunyai rak server tipe 1U, yang ternyata juga kompatibel dengan Blackjet UX-1.

Sumber: DPReview.

Samsung Luncurkan Monitor QLED Berdesain Curved dengan Konektivitas Thunderbolt 3

Awal tahun lalu, Samsung memperkenalkan monitor berdesain curved pertamanya yang mengusung teknologi Quantum Dot (QLED). Untuk tahun ini, Samsung memperlengkap formulanya dengan satu komposisi yang tertinggal, yakni konektivitas Thunderbolt 3 (USB-C) yang berkecepatan tinggi.

Peran Thunderbolt 3 di segmen monitor sangatlah penting, sebab konsumen jadi bisa meminimalkan jumlah kabel di atas meja kerjanya secara drastis. Gampangnya, satu kabel yang menyambung dari monitor ke laptop bertanggung jawab atas transmisi video dan audio, tidak ketinggalan pula suplai energi dengan kapasitas hingga 85 watt.

Gaya desain Samsung CJ791 QLED Monitor kelihatan mirip seperti pendahulunya, dengan kurvatur sebesar 1500R. Letak perbedaan utamanya adalah aspect ratio yang kini melebar menjadi 21:9, menyuguhkan ruang yang lebih luas untuk multitasking pada panel layar beresolusi 3440 x 1440 pixel miliknya.

Samsung CJ791 QLED Monitor

Selebihnya, panel QLED sendiri menjanjikan kontras yang lebih baik serta reproduksi warna yang lebih akurat (125% spektrum sRGB) ketimbang LED biasa – meski masih belum di level OLED, tapi toh harganya juga tidak sesinting OLED. Samsung tak lupa menyematkan fitur untuk memanjakan para gamer, macam mode khusus gaming dan response time 4 milidetik.

Monitor ini rencananya akan dipamerkan di panggung CES 2018, dan sejauh ini belum ada informasi mengenai harga dan ketersediaannya. Monitor Thunderbolt 3 sepertinya bakal menjadi tren tahun ini, sebab LG sebelumnya juga sudah menyiapkan dua monitor dengan teknologi konektivitas ciptaan Intel tersebut.

Sumber: Samsung.

Zotac Luncurkan Dua Sasis GPU Eksternal untuk Laptop dan Mini PC

Diperkenalkan pada awal tahun 2016, Razer Core merupakan bentuk pemanfaatan cerdas akan teknologi konektivitas Thunderbolt 3 (USB-C). Thunderbolt 3 yang dikembangkan oleh Intel secara teori sanggup meneruskan data dalam kecepatan 40 Gbps. Dari situ Razer berpikir bahwa kapabilitas ini bisa dimanfaatkan untuk meneruskan power yang dimiliki sebuah kartu grafis ke laptop super-tipis.

Jadi ketika sedang bekerja, kita hanya perlu membawa laptop yang berbodi sangat ringan. Lalu sesampainya di rumah, tinggal sambungkan Razer Core (yang sudah dipasangi kartu grafis) ke laptop, maka sesi gaming bisa dinikmati secara mulus tanpa kompromi soal performa.

Konsepnya terbukti menarik, hingga akhirnya pabrikan lain juga tergerak untuk mengembangkan produk serupa. Gigabyte sudah, kini giliran Zotac yang meluncurkan AMP Box dan AMP Box Mini, yang keduanya ditujukan untuk segmen yang berbeda.

Zotac AMP Box

Zotac AMP Box ditujukan untuk pemilik laptop maupun mini PC yang membutuhkan dongkrakan performa yang signifikan, terutama untuk gaming. Sasis aluminiumnya dibekali PSU (power supply unit) berdaya 450 watt, dan sanggup mengakomodasi kartu grafis dengan panjang maksimum 22,9 cm.

Mengingat mayoritas kartu grafis high-end memiliki panjang 30 cm ke atas, pengguna AMP Box berarti hanya bisa memasangkan versi mini dari model GPU yang diinginkan, macam keluaran Gigabyte atau Zotac sendiri. Satu port Thunderbolt 3 yang ‘dikorbankan’ bakal ditebus dengan empat port USB 3.0, satu di antaranya mendukung fast charging untuk perangkat mobile. Sebagai pemanis, ada pencahayaan RGB yang bisa diprogram.

Zotac AMP Box Mini

Zotac AMP Box Mini di sisi lain lebih dimaksudkan untuk menopang produktivitas. Sasis yang juga terbuat dari logam hanya mampu mengakomodasi GPU sepanjang 20 cm dan yang membutuhkan tidak lebih dari 6 pin PCIe. Dengan kata lain, Anda cuma bisa menjejalkan GPU kelas entry, yang sudah tergolong cukup untuk setup multi-monitor guna meningkatkan produktivitas.

AMP Box Mini juga dapat digunakan untuk menenagai SSD tipe PCIe berkapasitas dan berkecepatan tinggi. Sama seperti kakaknya, ia turut mengemas empat port USB 3.0, hanya saja tidak ada port fast charging.

Zotac berencana memamerkan keduanya di panggung CES 2018 dalam waktu dekat. Banderol harganya belum diungkap, sedangkan pemasarannya dijadwalkan antara kuartal pertama atau kedua tahun ini.

Sumber: Zotac dan AnandTech.

Satechi Type-C Pro Hub Adalah Aksesori Wajib untuk Pengguna MacBook Pro

Dalam beberapa tahun terakhir, Satechi terus membangun reputasinya sebagai pabrikan aksesori yang berdedikasi, terutama untuk produk Apple. Belum lama ini, mereka mengungkap sebuah aksesori yang menurut saya wajib dimiliki oleh semua pengguna MacBook Pro generasi terbaru.

Aksesori yang saya maksud itu adalah Satechi Type-C Pro Hub. Dari namanya saja sebenarnya sudah bisa ditebak bahwa ia merupakan sebuah USB-C hub, namun yang dirancang secara spesifik dan cuma kompatibel dengan MacBook Pro terbaru (13 inci maupun 15 inci), sebab ia menghuni dua port USB-C sekaligus dengan layout yang sama persis.

Yang membuatnya terkesan begitu esensial adalah deretan port yang dikemasnya, yang mencakup: 2 x USB 3.0, 2 x USB-C (satu di antaranya kompatibel dengan Thunderbolt 3), slot SD card, slot microSD card, serta output HDMI – spesifikasi lengkapnya bisa Anda lihat langsung pada gambar di atas.

Dua port USB-C Anda korbankan untuk semua ini / Satechi
Dua port USB-C Anda korbankan untuk semua ini / Satechi

Semua ini dikemas dalam bentuk yang elegan dan konstruksi aluminium, dengan dua pilihan warna yang senada dengan MacBook Pro itu sendiri. Namun tetap saja fungsionalitasnya jauh lebih penting daripada penampilannya, dan saya yakin tidak ada pengguna MacBook Pro yang tidak diuntungkan oleh aksesori ini.

Satechi Type-C Pro Hub saat ini sudah dipasarkan seharga $100. Mahal memang, tapi masih lebih murah daripada harus membeli semua jenis dongle atau adapter yang Apple tawarkan – plus jauh lebih praktis.

Sumber: BetaNews.

LG Perkenalkan Monitor 5K dan 4K untuk MacBook Pro Generasi Baru

Bukan Apple namanya kalau produknya tidak mengundang kontroversi. Coba simak obrolan mengenai MacBook Pro generasi baru di media sosial, dan saya yakin tidak sedikit yang kecewa dengan keputusan Apple menanamkan hanya port USB-C saja di laptop terbarunya itu.

Hilang sudah port HDMI, slot SD card maupun MagSafe, semuanya telah digantikan oleh empat port USB-C plus bantuan adapter atau dongle. Pun demikian, port USB-C yang juga merupakan Thunderbolt 3 ini membawa manfaat tersendiri, apalagi jika disandingkan dengan performa ganas MacBook Pro.

Salah satu manfaat yang ditawarkan adalah ekspansi ruang kerja dengan bantuan monitor eksternal seperti lini LG UltraFine. LG bahkan telah merancang dua monitor UltraFine baru secara khusus untuk dikawinkan dengan MacBook Pro via Thunderbolt 3.

Monitor yang pertama punya ukuran 27 inci dan resolusi 5K (5120 x 2880 pixel), dengan kerapatan pixel 218 ppi. Panel yang digunakan memakai teknologi IPS, serta dapat menjangkau 99 persen spektrum warna DCI-P3. Sebagai referensi tambahan, Surface Studio dari Microsoft juga sudah mendukung DCI-P3, demikian pula dengan MacBook Pro generasi baru itu sendiri.

Selain menerima dan mentransfer video, audio dan data, monitor juga akan menyuplai daya ke MacBook Pro via Thunderbolt 3 / LG
Selain menerima dan mentransfer video, audio dan data, monitor juga akan menyuplai daya ke MacBook Pro via Thunderbolt 3 / LG

Namun bagian yang paling menarik adalah bagaimana monitor ini dapat menerima dan mentransfer video, audio, data dari dan ke MacBook Pro melalui satu kabel Thunderbolt 3 saja. Lebih hebat lagi, MacBook Pro juga akan di-charge selama ia tersambung dengan monitor. Berdasarkan keterangan Apple, MacBook Pro 15 inci yang mengusung GPU Radeon Pro bisa disambungkan dengan dua monitor UltraFine 5K ini sekaligus.

Karena terintegrasi dengan baik, pengguna bisa mengatur tingkat kecerahan maupun volume menggunakan Touch Bar milik MacBook Pro. Selain dibekali kamera depan yang bisa digunakan untuk FaceTime, monitor ini juga mengemas tiga port USB-C sendiri, sehingga ia dapat disambungkan dengan berbagai aksesori pendukung.

Monitor yang kedua tidak jauh berbeda, hanya saja ukuran dan resolusinya lebih kecil: 21,5 inci, 4K (4096 x 2304 pixel). Selebihnya, fitur-fitur yang ditawarkan identik dengan kakaknya yang lebih bongsor, termasuk dukungan spektrum warna DCI-P3 maupun koneksi via kabel tunggal.

LG UltraFine 4K 21,5 inci akan tersedia mulai November mendatang di AS seharga $700, sedangkan UltraFine 5K 27 inci mulai Desember seharga $1.300.

Sumber: LG.

Apple Hadirkan Update Untuk MacBook, Tambahkan Pilihan Warna Rose Gold

Sehari setelah mengumumkan WWDC yang akan digelar Juni mendatang, Apple langsung mengeluarkan update untuk MacBook. Diperkenalkan pada April tahun lalu, update ini merupakan update hardware pertama yang diterima oleh MacBook. Lini laptop tertipis Apple tersebut kini mengusung prosesor Intel Skylake Core M.

Dengan perbaikan hardware ini otomatis MacBook mendapat peningkatan performa meskipun tak signifikan. Meski mengkonsumsi daya yang sama dengan prosesor sebelumnya namun Skylake Core M mampu meningkatkan performa CPU dan GPU. Dengan membawa Intel HD 515 GPU, MacBook diklaim mampu berjalan 25% lebih cepat dibandingkan dengan generasi pertamanya dan mampu bertahan lebih lama beberapa jam untuk waktu penggunaan.

Masih dibanderol dengan harga yang sama dengan versi sebelumnya, Anda bisa mendapatkan MacBook dengan harga $1.299 untuk model dengan konfigurasi dasar 1,1 GHz (2,2 GHz Turbo) Core M3 CPU, 8 GB 1866 MHz DDR3 RAM dan 256 GB storage. Tak hanya jeroan yang mendapat update, Apple pun menambahkan pilihan warna Rose Gold agar selaras dengan iPhone 6s, iPhone SE, Apple Watch dan iPad Pro 9,7 inci.

Untuk masalah konektivitas dan pengisian daya, Apple masih mengandalkan satu port USB type C. Dukungan terhadap teknologi Thunderbolt 3 pun belum didapatkan pada update MacBook kali ini. Sangat disayangkan memang, mengingat dulu Apple getol sekali mempromosikan dukungan port Thunderbolt di lini Mac yang dimiliki.

Varian warna MacBook: Rose Gold, Space Gray, Gold dan Silver / Apple
Varian warna MacBook: Rose Gold, Space Gray, Gold dan Silver / Apple

MacBook Air juga tak ketinggalan mendapat update walaupun minor. MacBook Air dengan layar 13 inci kini mengusung RAM 8 GB secara default. Sebelumnya Anda harus menambah $100 untuk meng-upgrade RAM menjadi 8GB. Tipe 11 inci masih mengusung RAM 4 GB yang dapat di-upgrade hingga 8 GB. Menurut prediksi saya, ini adalah update terakhir yang akan diterima oleh lini MacBook Air. Apple akan lebih berfokus pada MacBook dan MacBook Pro yang sudah mendukung layar retina.

MacBook menjadi pilihan yang tepat bagi Anda yang menginginkan laptop dengan portabilitas yang tinggi. Meski demikian ada beberapa hal yang harus dikompromikan ketika menggunakan MacBook seperti konektor yang hanya terdapat satu dan Anda tidak bisa meng-upgrade RAM ataupun storage-nya.

Sumber: ArsTechnica.

Thunderbolt 3 Akan Gunakan Konektor USB-C

Setelah sekitar empat tahun dan melalui dua generasi, Thunderbolt masih saja kurang begitu dikenal oleh konsumen. Padahal, di atas kertas hardware interface rancangan Intel ini sanggup memberikan kecepatan transfer data yang super-ngebut – Thunderbolt 10 Gbps dan Thunderbolt 2 20 Gbps, bandingkan dengan USB 3.0 yang cuma 5 Gbps. Continue reading Thunderbolt 3 Akan Gunakan Konektor USB-C