Mekari Dorong Resiliensi Pelaku UMKM di Tengah Gejolak Ekonomi

Ajang tahunan Mekari Conference 2022 kembali digelar oleh startup pengembang SaaS untuk bisnis Mekari. Misinya kali ini adalah mengajak para pelaku UMKM di Indonesia untuk tetap resilient di tengah berbagai gejolak ekonomi yang baru.

Mekari Conference berupaya memfasilitasi para pemilik usaha yang ingin mentransformasi bisnisnya dengan menghubungkan mereka ke pelaku teknologi, investor, pakar keuangan dan HRD, hingga sektor pemerintahan.

“Untuk tetap resilient di situasi saat ini, penting bagi UMKM melakukan digital upskilling sehingga mereka tahu cara beradaptasi secara digital. Hal ini juga termasuk bagi UMKM di segmen unbanked untuk mempertimbangkan [adopsi] solusi fintech,” tutur COO Mekari Anthony Kosasih ditemui pada jumpa pers Mekari Conference, Kamis (11/8).

Saat ini, Mekari menawarkan solusi all-in-one di bawah brand Qontak (sales & support), Talenta (HR), Flex (HR), Jurnal (finance), dan Klikpajak (tax). Pihaknya mengklaim telah melayani lebih dari 600 ribu pengguna dan 35.000 bisnis di lebih dari 20 kota di Indonesia.

SMB Pulse Index

Pada ajang ini, Mekari sekaligus memaparkan risetnya bertajuk “SMB Pulse Index” yang menyoroti tiga tren terkait peran teknologi memperkuat resiliensi UMKM dalam menjaga pertumbuhan bisnis di masa pandemi.

Pertama, sebanyak 73% responden dari UMKM yang sudah go digital mengaku bisnisnya bertumbuh saat puncak pandemi di sepanjang 2021. Pergeseran perilaku belanja ke omnichannel atau online juga disebut telah membantu UMKM B2X yang sudah go digital kembali ke titik pertumbuhan positif.

Tren kedua, survei menunjukkan bahwa UMKM yang memakai solusi digital terintegrasi mencatat pertumbuhan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan UMKM yang hanya menggunakan satu solusi saja.

SMB Pulse Index / Sumber: Mekari

Selain itu, UMKM yang menggunakan berbagai solusi digital (multi-tech adopter) di segmen B2B merekam pertumbuhan 1,54 kali dibandingkan UMKM B2B yang hanya memakai satu solusi saja (single-tech adopter). Di segmen B2C, UMKM multi-tech adopter mencatat pertumbuhan 1,51 kali dibandingkan UMKM single-tech adopter di segmen serupa.

Adapun, tren ketiga menunjukkan bahwa UMKM kini mengadopsi solusi cloud yang dinilai agile dan scalable pada platform di mana solusi-solusi ini dapat berjalan alias menjadi ekosistem digital terpadu.

Ekspansi fintech

Ditanya lebih lanjut mengenai ekspansi Mekari ke layanan fintech, Anthony mengungkap bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan produk pinjaman usaha (merchant financing). Pihaknya masih berdiskusi dengan mitra penyalur pinjaman, baik dari bank dan non-bank) untuk memberikan merchant financing.

Sebagai informasi, sebelumnya Mekari sudah masuk ke layanan fintech lewat Mekari Flex yang merupakan platform Earned Wage Access (EWA).

“[Produk fintech yang disiapkan] bukan lending yang terkait dengan consumer. Kalau untuk merchant, saat ini masih in the works. Contoh [use case] adalah working capital atau supply chain financing. Di Jurnal, akan ada semacam add-ons, atau bisa jadi produk baru,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan DailySocial.id, layanan pinjaman usaha yang dimaksud, telah diperkenalkan melalui brand Mekari Capital. Namun, tampaknya Mekari Capital belum diluncurkan secara resmi. Dari sumber yang kami himpun, Mekari Capital menawarkan pinjaman bisnis dengan persetujuan dalam 1 hari setelah data tervalidasi. Limit yang ditawarkan berkisar Rp100 juta-Rp1 miliar dengan tenor 1-12 bulan.

“Realisasi akan bertahap karena kami harus berdiskusi dengan bank atau lembaga non-bank. Bagaimana caranya make it available secara mudah. Pengguna Mekari sudah submit data ke platform, tinggal bagaimana kami olah data dan mereka bisa apply secara seamless.” Tutupnya.

Disclosure: DailySocial.id merupakan media partner Mekari Conference 2022

Dalam Bisnis Kuliner, Perubahan adalah Keniscayaan

Bisnis kuliner merupakan jenis bisnis yang benar-benar mewakili semangat “beradaptasi atau mati”. Beruntung bagi Kulina, Andy Fajar Handika merupakan sosok yang cepat beradaptasi. Founder & CEO Kulina itu sudah beberapa kali melakukan perubahan dalam bisnis kuliner.

Dalam reality show Kitchen Nightmare, masalah yang dihadapi oleh chef kondang Gordon Ramsay paling sering berpangkal pada pemilik restoran yang sama sekali enggan menyesuaikan diri dengan tren dan perilaku konsumen terbaru. Cara mereka mengasingkan diri dengan kenyataan baru menempatkan mereka di ambang kebangkrutan.

#SelasaStartup edisi kali ini menyoroti bisnis Kulina dan upaya Andy yang mengakrabkan diri dengan segala bentuk perubahan yang diperlukan untuk bertahan di industri kuliner.

Akrab dengan perubahan

Andy yang sudah berbisnis kuliner sejak 2007 punya sejarah panjang dalam beradaptasi di bisnis kuliner. Bisnis kuliner bukan hanya soal cita rasa, tapi juga soal lokasi, harga, hingga cara berjualan. Andy bercerita pertama kalinya ia menggeser bisnisnya ke arah online karena kenaikan harga sewa tanah tempatnya berdagang lebih cepat ketimbang pertumbuhan bisnis mereka sendiri.

Growth bisnis restoran paling hanya 10% per tahun, sedangkan growth tanah bisa 50-80% setahun. Tempat yang strategis harganya jadi sangat-sangat mahal. Akhirnya yang bisa jualan di tempat strategis memang orang yang sangat kaya dengan modal sangat kuat,” kenang Andy.

Kulina berdiri pada 2015 dengan motivasi semua orang bisa yang bisa memasak, bisa menjual masakannya. Namun ide itu terbukti gagal. Andy menyebut di bulan pertama hanya ada satu-dua pelanggan yang notabene kawannya sendiri.

Paham ada banyak yang salah di bisnisnya, Andy langsung berbenah. Hanya dalam hitungan beberapa bulan Kulina melakukan pivot. Mereka akhirnya memilih pekerja kantoran yang minim opsi makan siang di Jakarta sebagai target produk Kulina. Pivot ini berhasil dan mengantarkan Kulina seperti yang kita kenal sekarang.

Situasi khusus

Wabah Covid-19 memukul industri kuliner. Kewajiban swakarantina dan beraktivitas dari rumah menyebabkan restoran terancam gulung tikar karena minim pemasukan. Keadaan ini tentu turut memengaruhi bisnis startup kuliner termasuk Kulina.

Andy mengatakan, saat ini ada perubahan komposisi produk yang dipesan oleh pelanggan mereka. Sebelumnya paket makan per orang mendominasi, tapi saat ini paket makan porsi keluarga justru lebih banyak dipesan. Ia mengklaim secara Kulina mengalami penurunan jumlah pemesanan, namun sebaliknya volume makanan yang dipesan justru meningkat.

Perubahan jenis pesanan itu menurut Andi disebabkan oleh banyaknya besarnya waktu masyarakat untuk mengakses peralatan masak atau kebutuhan pokok. Alhasil pelanggan mereka saat ini lebih melirik produk yang berisi lauk-pauk saja.

“Kita juga besok akan ada launch produk-produk frozen food yang siap dimasak atau dihangatkan.”

Andy mengaku, hingga saat ini Kulina selalu mengalami perubahan rutin dalam skala mikro. Ia bahkan tak bisa menjawab berapa lama waktu yang ia butuhkan sampai menemukan model bisnis yang paling tepat untuk Kulina. “Kalau ditanya apakah sudah ketemu model bisnis yang paling tepat, selalu ada penyesuaian di sana-sini,” pungkas Andy.

Transformasi Bisnis Tidak Hanya Butuh Strategi, Tetapi Juga Momentum

Kegagalan bukan hanya milik mereka yang sedang berkembang, banyak contoh startup yang sudah mapan atau bahkan perusahaan besar yang akhirnya gulung tikar. Ada banyak celah untuk titik terendah dalam bisnis tersebut, salah satunya ada pada saat transformasi bisnis. Saat bisnis membutuhkan perubahan untuk ke arah yang lebih baik, risikonya justru lebih besar. Bisa disebabkan karena terlambat, tidak diterima pengguna, atau sudah tidak relevan dengan pasar. Berikut beberapa tips untuk terhindar dari kegagalan saat melakukan transformasi.

Salah satu yang penting dalam transformasi adalah tetap dalam jalur relevansi. Jika bisnis sudah matang, memiliki banyak basis pengguna, namun mau tidak mau harus berkembang mengikuti kemajuan teknologi, pastikan transformasi yang dilakukan harus relevan. Salah satu efek terburuk dari transformasi adalah kehilangan posisi di pasar. Pasalnya transformasi bisnis adalah posisi rawan, jika tidak dilakukan dengan pertimbangan matang para pesaing atau perusahaan mapan lainnya bisa mengambil alih pengguna.

Transformasi dalam bisnis jika dalam skala besar memang bersamaan dengan risiko yang tinggi. Salah satu cara agar tetap sukses menjalani transformasi adalah dengan tetap tekun mencari model terbaik dan tetap tahan dalam masa-masa kritis. Masa-masa kritis yang dimaksud adalah ketika memutuskan untuk mengubah sesuatu yang berimbas di banyak hal, seperti layanan, pengguna, dan lain sebagainya. Bisnis harus bisa terus bertahan untuk keluar dan kembali menemukan model terbaik.

Selain strategi yang matang, waktu dan momen yang tepat saat melakukan transformasi menjadi kunci utama. Perusahaan harus membaca kapan sekiranya perlu melakukan transformasi bisnis dengan skala besar. Ini penting, karena transformasi besar membutuhkan momentum. Sekalinya menunda atau mengabaikan bisa jadi kekalahan dalam persaingan adalah imbasnya. Seperti jargon lawas, sekarang atau tidak sama sekali.

Salah satu contoh nyata transformasi besar yang luput dari momentum adalah Nokia. Dengan gempuran luar biasa smartphone Android kala itu Nokia terkesan lambat dalam mengambil keputusan apakah ikut meramaikan pasar Android atau tidak. Keterlambatan ini berujung pada dijualnya Nokia ke Microsoft yang nyatanya tidak berdampak besar pada brand Nokia itu sendiri. Apa yang terjadi pada Nokia harusnya bisa menjadi pelajaran penting bagi startup.