Anterin Wants to Disrupt Go-Jek and Grab’s Domination

Anterin might not be as well recognized as Grab and Go-Jek, but it has been consistent in providing services since 2016. Focus on users’ privilege to choose drivers and bringing various business models (B2C & B2B), Anterin is ready to disrupt Go-Jek and Grab’s domination in Indonesia’s logistics.

Currently, Anterin is available in Jabodetabek, Bandung, and Yogyakarta. There are 130,000 registered drivers or motorcycle owners and 80,000 users. It is predicted to increase as many Uber drivers are claimed to join Anterin.

“Indonesia’s on-demand business competition is still dominated by two big players, Go-Jek and Grab. Anterin is pursuing to be a ‘challenger’ and suppose to offer a new, different, and better option for customers or drivers, if compared to the existing dominant players. Anterin brings up the tagline ‘Bebaskan Pilihanku’ [freedom to choose],” Rachmat Efendi, Anterin’s Co-Founder, said.

Anterin is currently offering a marketplace for city transporting network using auction system that allows customers to determine the decent price, specific vehicle, and favorite driver.

Ready for any kind of delivery

Recently, Anterin has introduced an auction concept. It is to give option for women or mothers by allowing them to choose the vehicle and the driver. This is a new concept since the other players don’t have this feature.

Anterin also offers to deliver goods by truck, not only car and motorcycle. It is part of an effort in competing with the two online transportation behemoths.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Anterin Ingin Ganggu Dominasi Go-Jek dan Grab

Naman Anterin mungkin belum begitu dikenal layaknya Grab dan Go-Jek, namun kehadirannya sejak tahun 2016 membawa konsistensi dalam memberikan layanan yang berbeda. Mengedepankan kebebasan memilih driver dan membawa model bisnis yang beragam (B2C & B2B), Anterin siap mengganggu dominasi Go-Jek dan Grab di segmen logistik Indonesia.

Saat ini Anterin beroperasi dan dapat digunakan dengan baik di wilayah Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta. Dengan total 130.000 mitra pengendara atau pemilik motor yang terdaftar dan 80.000 pengguna, angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring dengan klaim banyak driver Uber yang mendaftar menjadi mitra Anterin.

“Persaingan bisnis on-demand di Indonesia saat ini masih didominasi oleh dua pemain besar, yakni Go-Jek dan Grab. Anterin saat ini menyusul untuk menjadi challanger brand dan harus menawarkan sesuatu yang baru, berbeda dan lebih menguntungkan bagi pengguna maupun pemilik kendaraan dibandingkan dengan apa yang masih ditawarkan oleh pemain dominan yang ada. Aplikasi Anterin sendiri menggangkat tagline Bebaskan Pilihanku,” terang Co-Founder Anterin Rachmat Efendi.

Anterin sendiri saat ini menawarkan konsep marketplace city transporting network yang menggunakan sistem lelang yang memungkinan para pelanggan dapat menentukan harga yang sepantasnya dibawar, memilih spesifik kendaraan yang dibutuhkan, dan memilih pengendara favorit.

Siap mengantarkan apapun

Anterin beberapa waktu lalu mengenalkan konsep lelang. Konsep ini digadang-gadang akan memberikan ruang bagi pengguna wanita atau ibu-ibu untuk mendapatkan kenyamanan dengan memungkinkan memilih kendaraan dan pengemudi yang sesuai. Konsep ini tergolong baru di Indonesia, pasalnya layanan transportasi online lain tidak memiliki fitur ini.

Selain itu Anterin juga menawarkan untuk mengantarkan barang menggunakan truk, tidak hanya motor dan mobil. Ini merupakan wujud usaha Anterin untuk menjadi layanan yang berbeda untuk bisa tetap bersaing dengan dua raksasa layanan transportasi online.

“Tahun ini kami ingin sekali membahagiakan wanita dan ibu Indonesia agar nyaman, aman dan bertambah teman demi Anterin mereka menuju cita-cita ataupun tujuan besar yang diinginkannya. Wanita dan Ibu Indonesia adalah apresiasi utama kami, memohon izin dan doa ibu agar kami selamat sampai tujuan,” tutup Rachmat.

Application Information Will Show Up Here

Grab dan Go-Jek Diminta Jadi Perusahaan Transportasi

Polemik transportasi online di Indonesia tak kunjung selesai. Jika kali pertama booming di Indonesia mereka didemo pengemudi taksi konvensional, kini mereka didemo mitra pengemudi sendiri. Salah satu tuntutannya adalah untuk menaikkan tarif transportasi ojek online yang dinilai terlalu rendah (Rp.1.600 per km). Dari demo dan mediasi yang berlangsung beberapa waktu lalu, pemerintah meminta Grab dan Go-Jek terdaftar sebagai perusahaan transportasi.

Demo yang dilakukan para driver ojek online atau juga Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) beberapa waktu lalu secara umum menuntut kenaikan tarif untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemui ojek online. Di dalamnya ada beberapa poin seperti revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 dan juga meminta Go-Jek dan Grab untuk menjadi perusahaan transportasi. Harga dan kesejahteraan adalah dua poin yang disoroti.

Sekretaris Jendral Kemenhub Sugihardjo, seperti dikutip dari Kontan, menyampaikan bahwa ada dua alasan mengapa kajian perubahaan dari aplikator dan menjadi perusahaan transportasi dipilih sebagai jalan tengah permasalahan. Pertama ia menilai bahwa layanan on-demand tersebut merupakan pemberi upah para pengemudi.

Kedua, terkait dengan operasional, pengemudi tidak bisa menentukan penumpang yang dipilih atau dengan kata lain penumpang ditentukan oleh aplikator. Hal ini menegaskan Go-Jek dan Grab tidak lagi bisa disebut sebagai aplikator tetapi sebagai perusahaan transportasi berbasis aplikasi.

Secara terpisah terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan keputusan untuk meminta Go-Jek dan Grab menjadi perusahaan transportasi diambil atas wewenang dua menteri terkait, yakni Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

“Tadi sudah bersepakat, aplikator itu dijadikan perusahaan jasa angkutan, di samping [juga sebagai] aplikator,” kata Moeldoko, Rabu 28 Maret silam seperti dikutip dari Tempo.

Uber baru saja menarik diri dan “menyerahkan” operasionalnya di Asia Tenggara di Grab. Kondisi ini secara langsung berdampak pada persaingan di Indonesia. Dengan persaingan mengerucut ke dua kubu, Grab dan Go-Jek, persaingan siapa yang bakal merebut kue terbesar bakal semakin ketat.

Saat ini persaingan keduanya tidak hanya soal transportasi perorangan, tetapi juga pengantaran makanan, pengantaran barang, dan jasa finansial.

Menanggapi hal ini Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyampaikan bahwa penambahan status Grab menjadi perusahaan transportasi masih dalam tahap kajian. Persoalan tarif pun ditentukan secara internal.

“Pendapatan [pengemudi] tak hanya berdasarkan tarif, ada juga volume, yang menentukan adalah unsur penumpang, pengemudi, dan kompetisi,” terang Ridzki.

 

 

Tahun Ini Bisa Jadi Penentuan Nasib Uber di Asia Tenggara

Uber baru saja menunjuk Monika Rudijono sebagai Presiden Direktur yang baru untuk Indonesia. Meskipun demikian, menghadapi tahun 2018, jalan terjal dan berliku dihadapi startup yang didirikan oleh Travis Kalanick dan Garrett Camp ini, khususnya untuk pasar Asia Tenggara.

Meski perkasa di banyak negara, Uber menghadapi persaingan sengit di kawasan Asia. Persaingan ketatnya dengan DiDi Chuxing di Tiongkok yang berakhir dengan keluar Uber dari negara tersebut adalah salah satu bukti bahwa keunggulan teknologi saja tidak cukup. Ia harus berhadapan dengan pemain lokal dan regulator demi menguasai pasar transportasi on-demand.

Kearifan lokal

Mundur ke belakang, solusi Uber sebenernya dipuja-puja sebagai salah satu solusi yang bisa membantu masyarakat. Mereka hadir dengan merevolusi cara bertransportasi warga Amerika Serikat. Uber pun mendunia dan mulai hadir di mana-mana, termasuk negara-negara Eropa dan Asia.

Penolakan terjadi di berbagai tempat. Di saat bersamaan, pemain setempat mulai mengembangkan layanan sejenis dengan pendekatan kearifan lokal. Di Asia Tenggara sendiri, khususnya di Indonesia, Uber masih tertinggal dibanding pesaingnya, Go-Jek dan Grab.

Sinyalemen keluarnya Uber dari persaingan layanan transportasi on-demand di Asia Tenggara muncul ketika November silam Softbank resmi memberikan suntikan dana kepada Uber. Langkah Softbank ini menimbulkan spekulasi bahwa Grab dan Uber tidak akan berkompetisi dan salah satu harus memilih keluar. Dalam hal ini Uber memiliki peluang lebih besar untuk hengkang dari kawasan ini.

Dua permasalahan besar yang menghambat Uber di Asia Tenggara adalah adaptasi dengan regulasi dan apasar lokal. Kita harus mengakui bahwa budaya yang berbeda antara Amerika Serikat dan Asia Tenggara menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Uber.

Uber masuk ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dengan sesuatu yang visioner. Mereka disambut suka cita oleh konsumen tetapi di saat yang sama mengalami pergolakan di jalanan. Mereka ditolak sebagian besar armada transportasi konvensional yang pada akhirnya mendesak pemerintah meregulasi. Bisa ditebak, Uber menjadi “diuber-uber pemerintah”.

Sebagai sebuah startup, Uber benar-benar memperlihatkan cara sebuah perusahaan Silicon Valley bertumbuh dan mencari potensi pasar-pasar baru. Meskipun demikian, di Asia Tenggara, Uber harus berusaha ekstra untuk bertahan.

Uber juga sedikit terlambat memahami pasar Asia Tenggara. Di negara-negara seperti Indonesia dan Thailand, moda transportasi sepeda motor lebih banyak digunakan dengan alasa beragam, mulai menembus kemacetan, harga yang relatif terjangkau, dan biaya perawatan yang jauh lebih rendah ketimbang mobil.

Penyesuaian lain yang dirasa cukup lambat adalah metode pembayaran. Meskipun Uber pada akhirnya memberikan pilihan penggunaan uang tunai, pilihan pembayaran digital yang bersifat cashless tanpa kartu kreditnya masih sangat terbatas. Padahal kita ketahui persentase kepemilikan kartu kredit di kawasan ini sangatlah kecil.

Dikutip dari CNBC, pasca “terdepak” dari pasar Tiongkok, Uber terlihat fokus di pasar India dan Asia Tenggara. Sejauh ini usahanya terbentur regulasi di negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Di sisi lain, Grab dan GO-JEK agresif memperluas diversifikasi layanan, termasuk pilihan pembayaran.

Di antara Grab dan GO-JEK

Kini pengguna layanan transportasi on-demand sedang bertranformasi. Di Indonesia, GO-JEK dan Grab sama-sama menggenjot pemakaian uang elektronik masing-masing, GO-PAY dan GrabPay.

Jika pada akhirnya SoftBank, kini sebagai investor terbesar Uber, memutuskan untuk mendorong peleburan operasional Grab dan Uber di Asia Tenggara, hal ini akan menandai persaingan yang mengerucut di Indonesia, meskipun GO-JEK sudah meniatkan ekspansi ke negara-negara tetangga.

“Lautan hijau” di jalanan hanya menjadi awal persaingan dua perusahaan ini. Persaingan layanan pembayaran menjadi arena peperangan berikutnya. Di tahun 2018, Go-Pay sudah siap untuk keluar dari ekosistemnya dengan mengakuisisi payment gateway offline Kartuku dan online Midtrans sebagai kendaraannya. Di sisi lain, Grab menggandeng Ovo, yang dikembangkan Lippo Digital, untuk melanjutkan solusi uang elektroniknya.

Uber, berada di antara keduanya, mencoba menggandeng Tokopedia dan BBM sebagai mitra. Tahun 2018 ini bakal menjadi penentuan apakah Uber masih bertahan di Indonesia (dan Asia Tenggara) atau harus puas menjadi penonton di pinggir lapangan.


Amir Karimuddin berkontribusi untuk penulisan artikel ini

Demi Bantu Perusahaan Layanan Transportasi, Waze Luncurkan Transport SDK

Dalam menghadapi brutalnya lalu lintas di kota-kota besar Indonesia, terutama Jakarta, Waze hadir sebagai solusi paling bermanfaat. Dengan menampilkan informasi turn-by-turn dipadu data dari user, kita dimudahkan buat mencari rute-rute alterntif dan menghidari kemacetan. Begitu handalnya Waze, ia digunakan oleh banyak pengemudi layanan transportasi.

Tentu penerapan sistem Waze masih bisa disempurnakan lagi. Dan demi menyuguhkan servis yang lebih baik, tim Waze meluncurkan sebuah inisiatif baru bernama Waze Transport SDK (software development kit) di tanggal 30 Januari kemarin. Waze Transport SDK disajikan demi membantu perusahaan transportasi dan layanan angkut on-demand dengan menghadirkan fitur baru.

Kapabilitas yang menjadi primadona di Transport SDK adalah Waze ETA (estimated time of arrival), menyuguhkan kalkulasi durasi perjalanan serta waktu tiba, berdasarkan data lokasi dan kondisi lalu lintas real-time. Ia juga ditemani fitur akses simpel ke navigasi serta rute tercepat. Dan berkatnya, Anda dapat mengumpulkan data-data terkait waktu transportasi buat basis jasa pengiriman.

Dari lembar rilis pers, tim Waze menyampaikan bahwa Transport SDK akan ‘memberikan wawasan dan data yang belum pernah ada sebelumnya kepada para mitra’, sehingga pengimplementasiannya lebih sederhana serta mengurangi aktivitas bertukar informasi manual. Melalui teknologi Waze, perusahaan partner memperoleh panduan jalan secara lebih optimal. Pada akhirnya, pengemudi bisa melayani lebih banyak pelanggan dan tentu saja, keuntungan jadi lebih besar.

Dengan menjadi bagian dari program ini, informasi lokasi real-time anggota bisa langsung di-share ke pelanggan, ‘semudah melihat status keberadaan kurir di peta’. Konsumen sudah pasti memperoleh manfaat yang tak kalah esensial. Servis antar jadi lebih cepat, efisien, serta aman. End-user juga akan merasa lebih tenang karena dapat melihat posisi taksi atau mengetahui kapan proses pengiriman barangnya sampai.

Waze menjelaskan, sistem akan kian handal dengan bertambahnya jumlah peserta Transport SDK. Algoritma bertugas mengumpulkan data baik secara aktif dan pasif, kemudian dikombinasi bersama informasi dari 50 juta pengguna Waze yang ada sekarang.

Hingga kini, ada enam partner pertama yang telah bergabung ke Waze Transport SDK buat mengembangkan bisnis. Mereka ialah Lyft, Genesis Impulse, JustPark, Cornership, Cabify, dan 99Taxis. Transport SDK mendukung semua mitra di negara manapun, kecuali Tiongkok.

Silakan kunjungi website Waze untuk memperoleh info lebih rinci, pendaftaran Transport SDK gratis.