G2 Esports Ingin Ekspansi ke Valorant dan Mendominasi Kompetisi

G2 Esports, organisasi esports asal Jerman yang baru saja memenangkan League of Legends European Championship 2020, mengatakan bahwa mereka ingin ekspansi ke Valorant dan mendominasi kompetisi. Hal ini diucap sendiri oleh Carlos Rodriguez Santiago (Ocelote), saat diwawancara oleh outlet media luar, Sky Sports.

Lewat wawancara tersebut Ocelote memberikan pendapatnya soal Valorant, dan juga rencana ekspansi G2 ke ranah FPS besutan Riot Games tersebut. “Game tersebut dirancang dengan sangat baik, berjalan dengan mulus, semua elemen game sangat tepat guna dan tak ada yang tak berguna di sana.” Ucap Ocelote membahas Valorant.

Sumber: Riot Games Official Media
Wajah sumringah Carlos Rodriguez Santiago (Ocelote) founder G2 Esports setelah timnya memenangkan League of Legends European Championship. Sumber: Riot Games Official Media

“Awalnya mungkin akan membuat bingung, tetapi Valorant sebenarnya sangat sederhana. Namun kesederhanaan tersebut malah membuat Valorant menjadi sangat dalam. Game ini memiliki semua yang dibutuhkan, tak berlebihan, tetapi juga tidak kekurangan. Hal itu membuat Anda bisa menjadi pemain yang hebat di Valorant dari berbagai sudut dan berbagai map. Valorant adalah game yang sempurna, saya sangat merasa bahwa ini adalah game yang sangat sempurna.” Ocelote menjelaskan opininya soal Valorant secara lebih lanjut.

G2 Esports saat ini sudah memiliki beberapa konten seputar Valorant. Mereka membuat playlist khusus untuk Valorant dan berencana mengadakan turnamen bertajuk European Brawl yang akan dimulai pada 27 April 2020 mendatang. Mereka juga sudah mempersiapkan diri dengan merekrut dua streamer Twitch yang terkenal dengan nama panggung Lothar dan Orb.

“G2 akan menjadi juara dunia Valorant pada suatu masa nanti. Seiring untuk mencapai hal tersebut, kami juga telah membuat berbagai konten dan turnamen Valorant. Silahkan berharap banyak kepada kami, karena Valorant akan menjadi game utama bagi G2 Esports.” Ocelote memberikan pernyataan berani.

Saat ini G2 Esports memiliki enam tim dari enam esports games yang berbeda. Secara historis, juara dunia memang menjadi tradisi bagi G2 Esports. Mereka menjadi juara dunia di skena Rainbow Six: Siege lewat gelaran Six Invitational 2019. Tak hanya itu, G2 Esports di League of Legends sudah mendapat 7 gelar juara Eropa, walau harus puas hanya menjadi runner-up di tingkat dunia setelah kalah oleh FunPlus Phoenix.

Ini bukan untuk pertama kalinya ada organisasi esports menyatakan ketertarikannya untuk berkompetisi ataupun terjun ke dalam komunitas Valorant. T1 mungkin menjadi yang pertama, saat mereka merekrut Brax, ex-pemain CS:GO untuk menjadi streamer Valorant.

Melihat banyak elemen ekosistem esports yang tertarik, sepertinya tinggal tunggu waktu saja hingga Valorant menjadi game dan esports global setelah rilis musim panas 2020 nanti.

ESPN Gelar Turnamen Valorant, TSM Cari Pemain Valorant Profesional

Game tactical shooter dari Riot Games, Valorant, masih dalam tahap closed beta. Meskipun begitu, telah muncul beberapa turnamen esports dari game itu. Salah satunya adalah ESPN Esports Valorant Invitational, yang diadakan pada 20 April sampai 22 April 2020. Turnamen Valorant ini akan menyertakan delapan tim. Menariknya, para pemain yang berlaga dalam turnamen itu merupakan pemain profesional dari game esports lainnya, mulai dari Overwatch, Rainbow Six Siege, Counter-Strike: Global Offensive, Fortnite, Apex Legends, sampai League of Legends.

Beberapa pemain yang akan ikut serta dalam ESPN Esports Valorant Invitational antara lain pemain Rainbow Six Siege Troy “Canadian” Jaroslawski, pemain CS:GO Tyler “Skadoodle” Latham, dan runner-up dari Fortnite World Cup Harrison “psalm” Chang. Turnamen Valorant tersebut akan disiarkan di channel Twitch dari ESPN Esports.

Inilah delapan tim yang akan berlaga dalam ESPN Esports Valorant Invitational, menurut pernyataan resmi dari ESPN.

Team Mirage: Brax, Ska, AZK, n0thing, Hiko, Skadoodle
Team Battlegrounds: Vegas, Venerated, Valliate, YaBoiDre, Sharky, 7Teen
Team Llama: Psalm, thwifo, joseph, highsky, Xxi
Team Six: Canadian, Rampy, Thinkingnade, Nvk, Necrox
Team Canyon: Aceu, Dizzy, Mendo, Kellar, Syncdez
Team Rift: Dyrus, Xmithie, Siphtur, Doublelift, Imaqtpie

ESPN Esports Valorant Invitational
ESPN Esports Valorant Invitational diikuti oleh 8 tim. | Sumber: ESPN

Sementara itu, Team SoloMid (TSM) mengumumkan bahwa mereka akan membentuk tim Valorant profesional. Selain itu, mereka juga akan kreator konten dari game buatan Riot tersebut. TSM bukanlah satu-satunya organisasi esports yang tertarik untuk membentuk tim Valorant. Sebelum ini, ada beberapa organisasi esports yang telah melakukan hal yang sama, termasuk Cloud9, Ninja in Pyjamas, dan T1, menurut laporan Inven Global.

T1, yang dikenal dengan tim League of Legends, bergerak cepat dalam merekrut pemain Valorant. Pada 9 Maret 2020, mereka menandatangani kontrak dengan pemain Valorant pertama mereka, yaitu Braxton “Brax” Pierce, mantan pemain CS:GO profesional. Pada 7 April 2020, T1 merekrut pemain Valorant kedua mereka, yaitu Keven “AZK” Larivière, yang merupakan mantan rekan Pierce. Tak berhenti sampai di situ, T1 juga telah mengadakan turnamen Valorant dengan tujuan memamerkan kemampuan tim profesional mereka.

Sementara itu, pada 8 April, Ninjas in Pyjamas memperbarui kontrak dengan tim Paladin mereka. Hanya saja, para pemain Paladin tersebut akan banting setir dan bermain Valorant. Satu-satunya perubahan adalah Erik “Bird” Sjösten akan mengundurkan diri sebagai pemain dan mengisi posisi sebagai Head Coach. Cloud9 menjadikan Tyson “TenZNgo sebagai pemain Valorant profesional pertama mereka pada 14 April 2020. Ngo adalah pemain profesional CS:GO yang telah mengundurkan diri pada tahun lalu. Dia lalu bergabung dengan Cloud9 sebagai kreator kreator. Namun, sekarang, dia kembali aktif sebagai pemain.

Riot Tantang Hacker Cari Celah Keamanan di Software Anti-Cheat Valorant

Belum lama ini, Riot Games meluncurkan versi closed beta dari Valorant. Bersamaan dengan itu, mereka juga memperkenalkan software anti-cheat Valorant, yaitu Vanguard. Sayangnya, software anti-cheat ini menuai kontroversi. Salah satu alasannya adalah karena Vanguard langsung aktif ketika komputer dinyalakan, walau Anda tidak memainkan Valorant. Selain itu, Vanguard juga memiliki akses level kernel dari komputer.

Dalam blog, Riot menjelaskan, jika software anti-cheat Valorant hanya bisa mendapatkan akses ke level user, maka ia tidak akan bisa mendeteksi cheat yang mendapatkan akses lebih tinggi. Riot juga menegaskan bahwa mereka tidak mengumpulkan informasi pribadi para pengguna. Mereka mengatakan, Vanguard memiliki akses ke level kernel hanya untuk melakukan validasi sistem dan memastikan pemain tidak menggunakan cheat.

“Riot tidak mengumpulkan data pribadi yang tidak digunakan untuk memastikan integritas dari game yang Anda mainkan,” kata Riot, menurut laporan Euro Gamer. Meskipun begitu, Riot mengambil langkah ekstra untuk memastikan bahwa Vanguard aman. Mereka menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi hacker yang dapat menemukan celah keamanan pada Vanguard. Mereka membuat tawaran ini di HackerOne, situs yang memungkinkan perusahaan menawarkan hadiah pada hacker yang melaporkan celah keamanan di softwawre mereka.

anti-cheat valorant
Software anti-cheat Valorant menimbulkan kontroversi. | Sumber: Riot Games

“Untuk menunjukkan komitmen kami dalam melindungi keamanan data para pemain, kami menawarkan hadiah uang hingga US$100 ribu (sekitar Rp1,5 miliar) bagi orang yang bisa mendemonstrasikan celah keamanan pada Vanguard,” ujar Riot. “Jika Anda bisa membantu kami melindungi para pemain kami dan data mereka dengan melaporkan celah keamanan yang ada, itu berarti Anda adalah orang hebat dan kami ingin memberikan apresiasi.”

Ini bukan kali pertama Riot memanfaatkan HackerOne untuk mencari kelemahan pada game dan software mereka. Namun, ini adalah kali pertama mereka membuat bug bounty khusus untuk Vanguard. Selain itu, hadiah yang mereka tawarkan kali ini juga lebih tinggi dari sebelumnya. Tampaknya, Riot memang serius untuk meyakinkan para pengguna mereka bahwa mereka tidak mengumpulkan data pengguna.

Meskipun masih belum diluncurkan secara resmi, Valorant memiliki hype yang sangat tinggi. Buktinya, game ini berhasil memecahkan rekor jumlah penonton conccurrent di Twitch. Selain itu, sudah muncul diskusi tentang ekosistem esports dari game tersebut. Salah satu organisasi esports ternama asal Korea Selatan, T1, bahkan telah mengadakan turnamen Valorant. Meskipun begitu, Riot mengungkap bahwa mereka tidak akan turun tangan langsung dalam pengembangan scene esports dari Valorant.

Riot tak Tangani Turnamen Esports Valorant Sendiri

Riot Games adalah salah satu developer pertama yang sadar pentingnya menyelenggarakan turnamen esports dari game yang mereka buat. Pada 2013, mereka membuat League Championship Series (LCS), turnamen esports untuk kawasan Amerika Utara. Empat tahun kemudian, pada 2017, Riot mengumumkan bahwa mereka akan mulai menerapkan sistem franchise pada LCS. Dengan begitu, Riot bisa menentukan tim yang dapat berlaga di LCS. Sementara para tim tak perlu khawatir mereka akan terdelegasi jika performa mereka tidak baik.

Keputusan Riot untuk langsung turun tangan dalam pengembangan esports League of Legends berbuah manis. Saat ini, League of Legends berhasil menjadi salah satu game esports paling populer dan paling lama di dunia, walau game tersebut tak terlalu dikenal di Indonesia. Faktanya, Blizzard juga mulai meniru cara Riot. Mereka kini aktif mengembangkan scene esports dari Overwatch dan Call of Duty. Namun, Riot tampaknya tidak akan mengembangkan scene esports dari Valorant, game tactical shooter terbaru mereka, dengan cara yang sama, lapor Polygon.

esports valorant
Saat ini, Valorant masih dalam tahap beta.

Memang, sekarang Valorant masih dalam tahap beta. Meskipun begitu, game tersebut telah menarik perhatian banyak orang. Buktinya, Valorant berhasil memecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Karena itu, tidak heran jika muncul pertanyaan tentang rencana Riot dalam pengembangan ekosistem esports Valorant. Riot menyebutkan, mereka tidak akan langsung turun tangan untuk menyelenggarakan turnamen Valorant. Sebagai gantinya, mereka akan membiarkan pihak ketiga yang bertanggung jawab atas kompetisi dari game shooter tersebut.

Riot menyebutkan, kompetisi esports Valorant akan terbagi dalam tiga tier, berdasarkan besar hadiah dan pihak yang menyelenggarakan turnamen. Tier pertama adalah turnamen kecil, yang biasanya diadakan oleh warung internet atau komunitas lokal. Tier kedua merupakan turnamen kelas menengah, biasanya diadakan oleh sebuah merek atau organisasi esports, seperti yang T1 lakukan pada minggu ini. Tier terakhir adalah turnamen besar, yang biasanya diadakan oleh penyelenggara turnamen esports ternama, seperti ESL dan DreamHack.

Meskipun Riot tidak turun tangan langsung pada penyelenggaraan turnamen esports Valorant, mereka menetapkan beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh pihak penyelenggara. Salah satu aturan dari Riot adalah dalam siaran pertandingan Valorant, opsi “Show Blood” harus dinonaktifkan. Tujuannya agar konten dapat dimonetisasi dengan lebih mudah.

Riot Games Wajibkan Sensor Efek Darah Pada Turnamen Valorant

Melihat antusiasme yang tinggi terhadap Valorant, Riot Games lalu segera mengumumkan rencana esports yang akan mereka lakukan. Lewat postingan resmi yang terbit 16 April 2020 ini, Riot mengumumkan segala rencananya yang akan dilakukan untuk membangun ekosistem esports Valorant dalam beberapa waktu ke depan.

Memang belakangan Valorant sedang jadi buah bibir di kalangan gamers. Walau masih beta, tapi Valorant sudah pecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Dengan karakteristik yang mirip dengan CS:GO, salah satu streamer ternama di skena FPS yaitu Shroud, bahkan mengatakan bahwa Valorant merupakan game yang luar biasa. Antusiasme untuk membuat ini menjadi esports juga tinggi, terlihat salah satunya lewat organisasi esports asal Korea Selatan yaitu T1, yang akan mengadakan turnamen Valorant.

Sebagai gantinya, tembakan headshot akan memberi efek percikan. Sumber: Polygon
Sebagai gantinya, tembakan headshot akan memberi efek percikan. Sumber: Polygon

Terkait ekosistem esports yang direncanakan untuk Valorant pada jangka pendek, Riot Games mengatakan bahwa mereka akan membiarkan game ini tumbuh berkembang secara alami terlebih dahulu, memperkenankan komunitas untuk membuat kompetisinya masing-masing. Maka dari itu Riot membuat satu pedoman untuk komunitas dalam hal membuat turnamen.

Satu yang menarik adalah, turnamen Valorant yang diselenggarakan oleh komunitas, diharuskan untuk menyensor efek darah. Untungnya, pengaturan ini sudah disediakan di dalam game client, jadi pengguna cukup mematikan opsi “Show Blood”.

Dalam penerapannya, jika turnamen hanya menggunakan sudut pandang dari in-game observer, ini mungkin cukup mudah, karena hanya perlu mematikan opsi tersebut pada PC yang digunakan sebagai observer. Tetapi jika menggunakan sudut pandang dari para streamer layaknya Twitch Rivals, ini tentu akan jadi agak menyulitkan, karena penyelenggara harus memastikan semua peserta telah mematikan opsi tersebut.

Nuansa kekejaman game competitive shooter memang masih jadi polemik hingga saat ini. Masalah yang muncul dari nuansa kekejaman pada game competitive shooter adalah membuat game tersebut jadi sulit diterima secara umum.

Ini memberi dampak yang cukup besar, seperti membuat komite Olimpiade jadi enggan menyajikan esports game competitive shooter, gara-gara nuansa kekejaman yang ada di dalam game. Belum lagi salah satu pasar gaming terbesar yaitu Tiongkok, punya aturan yang melarang kehadiran darah dan kata bunuh di dalam game. Apalagi Tiongkok menerapkan peraturan tersebut dengan ketat, bahkan membuat PUBG Mobile terpaksa ubah nama jadi Game For Peace.

Kehadiran peraturan ini tentu sedikit banyak memberi pengaruh positif terhadap penerimaan Valorant secara umum. Selain peraturan tersebut, tidak banyak peraturan lain yang sifatnya restriktif dalam membuat turnamen. Pada skala kecil, penyelenggara tidak perlu melapor kepada Riot jika ingin membuat turnamen. Namun untuk gelaran yang lebih besar atau mungkin internasional, penyelenggara harus bekerja sama dengan pengembang dalam membuat turnamennya.

Apakah Riot Games Akan Hadirkan Valorant Mobile?

Valorant memang sedang menjadi game yang diperbincangkan komunitas belakangan ini. Walau masih dalam status beta, game ini sudah pecahkan rekor jumlah penonton di Twitch. Organisasi esports asal Korea Selatan, T1, bahkan sudah tak sabar dan akan mengadakan turnamen Valorant. Hype tersebut jadi semakin tidak terbendung setelah streamer FPS kawakan seperti Shroud, berpendapat bahwa Valorant adalah game yang luar biasa.

Seakan tidak bisa berhenti menjadi hype, baru-baru ini muncul informasi lain dari Valorant yang mungkin akan membuat para gamers Indonesia turut terhanyut dalam kehebohan. Ini karena, salah seorang pemain secara tidak sengaja menemukan skema kontrol analog dalam Valorant yang mengindikasikan kehadiran Valorant mobile.

Pemain yang menemukan ini adalah seorang pengguna Reddit, dengan username Spacixr. Pada postingan 3 hari lalu, ia mengatakan bahwa dirinya mencoba bermain Valorant menggunakan laptopnya dengan menggunakan Tablet Mode bawaan Windows 10.

Sumber: Reddit
Sumber: Reddit

Namun setelah berhasil membuka Valorant, ia malah menemukan layarnya penuh dengan berbagai ikon, yang menunjukkan skema kontrol mobile game FPS. Ia mencoba menggunakannya kontrol mobile game FPS pada Practice Mode, dan ternyata bisa digunakan.

Kebenaran akan informasi ini tentu masih dipertanyakan, karena informasinya yang datang forum, yang bisa saja gambar tersebut hanyalah hasil edit digital saja. Tetapi selain pengguna Reddit, ada juga seorang streamer bernama FireMonkey yang membongkar jeroan kode Valorant, dan menemukan ikon-ikon untuk kebutuhan tampilan skema kontrol analog FPS mobile.

Tetapi lagi-lagi, kehadiran informasi ini belum bisa dipastikan, dan belum bisa membenarkan kehadiran Valorant untuk mobile. Walau demikian, sebenarnya ada beberapa kemungkinan yang membuat Riot Games dapat menyajikan Valorant untuk pengguna mobile.

https://www.twitter.com/FireMonkey__/status/1246427130696732672

Kemungkinan tersebut datang dari beberapa faktor, misalnya pasar mobile gaming yang besar, terutama di Tiongkok. Hal lain mungkin adalah status Riot Games yang sudah menjadi milik Tencent Games. Mengingat perusahaan game asal Tiongkok tersebut sudah punya banyak pengalaman dalam mengembangkan game shooter di mobile, maka Riot Games bisa saja bekerja sama dengan Tencent untuk menyajikan Valorant mobile.

Tencent Games sudah berhasil menyajikan beberapa game FPS yang ternyata secara mengejutkan, nyaman dimainkan dan dapat diterima oleh banyak pemain. PUBG Mobile jadi salah satu contohnya, yang sudah diunduh 600 juta kali pada Desember 2019 lalu. Contoh lainnya adalah Call of Duty Mobile, yang bisa dibilang sebagai salah satu FPS ternyaman untuk mobile hingga saat ini.

Jika Valorant benar-benar akan rilis di mobile, ini tentu akan menjadi berita bahagia bagi para gamers di Indonesia. Apalagi Valorant juga menarik dan cukup mudah untuk dipelajari, karena dengan gameplay familiar seperti CS:GO, serta tambahan skill yang membuat permainan jadi lebih variatif.

Kira-kira apakah akan ada Valorant untuk mobile? Semoga saja hal tersebut bisa terjadi, agar kita semua bisa mencicipi FPS terbaru besutan Riot Games tersebut.

T1 Adakan Turnamen Valorant

Valorant, game terbaru dari Riot Games, masih belum resmi diluncurkan. Meskipun begitu, telah muncul pertanyaan apakah Riot tertarik untuk mengembangkan scene esports dari game shooter tersebut. Ini tidak aneh, mengingat League of Legends merupakan salah satu game esports paling populer di dunia. Organisasi esports ternama pun menunjukkan ketertarikan untuk membuat tim Valorant.

Faktanya, T1 merekrut mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive, Braxton “swag” Pierce untuk menjadi pemain pertama dari tim Valorant mereka. Tak berhenti sampai di situ, T1 juga akan menyelenggarakan turnamen Valorant. Melalui akun resmi Twitter mereka, T1 mengatakan bahwa mereka akan mengadakan T1 Valorant Invitational pada 16 April, menurut laporan dari Dot Esports.

T1 bukanlah satu-satunya organisasi esports yang menunjukkan ketertarikan pada Valorant. Sebelum T1, 100 Thieves juga mengungkap bahwa mereka akan mengadakan turnamen Valorant pada 14 April 2020. Salah satu hal yang membedakan turnamen yang diadakan dua organisasi esports ini adalah fokus turnamen. Tujuan T1 mengadakan turnamen Valorant adalah untuk mengadu tim mereka dengan para kreator konten dan pemain terbaik dari game buatan Riot tersebut. Sementara 100 Thieves fokus untuk menampilkan tim yang berisi kreator konten mereka.

Memang, hype atas Valorant sangat tinggi. Salah satu buktinya, Valorant sukses memecahkan rekor penonton concurrent di Twitch meski ia masih ada dalam tahap beta. Selain itu, mantan pemain CS:GO profesional, Michael “Shroud” Grzesiek juga mengatakan bahwa Valorant adalah game yang sangat bagus. Namun, Riot sendiri tak banyak berbicara soal rencana mereka dalam mengembangkan scene esports dari Valorant.

Scene esports tumbuh dari sebuah game. Harapan kami saat meluncurkan Valorant adalah agar game ini memiliki ekosistem esports yang besar, jika memang itu yang diinginkan oleh para fans,” kata Executive Producer, Riot Games, Anna “SuperCakes” Donlon, seperti yang dikutip dari Dot Esports. Meskipun begitu, dia juga menyebutkan bahwa Riot berharap, ekosistem esports Valorant akan tumbuh dari komunitas.

Masih Beta, Valorant Pecahkan Rekor Jumlah Penonton Twitch

Game terbaru dari Riot Games, Valorant, telah diluncurkan, walau baru masih dalam tahap beta. Menariknya, game tersebut berhasil mendapatkan 1,7 juta concurrent viewers di Twitch. Sejauh ini, hanya dua game yang berhasil mencapai rekor 1,7 juta concurrent viewers, yaitu League of Legends pada World Championship tahun lalu dan Fortnite pada akhir Season 10.

Salah satu rahasia di balik kesuksesan Valorant untuk menarik begitu banyak penonton adalah cara Riot Games membagikan beta keys. Mereka tidak membagikan beta keys secara random begitu saja. Mereka memberikan beta keys secara random pada orang-orang yang menonton konten streaming Valorant. Tentu saja, hal ini akan membuat banyak orang tertarik untuk menonton konten Valorant, menurut PC Gamer. Namun, tidak sedikit juga orang yang berusaha berbuat curang dengan menggunakan lebih dari satu akun Twitch saat menonton konten Valorant, lapor Dot Esports.

valorant twitch
Riot menggaet sejumlah streamer ternama untuk menyiarkan konten Valorant. | Sumber: PC Gamer

Alasan lain mengapa konten Valorant begitu diminati adalah karena Riot menggandeng sejumlah streamer ternama, seperti TimTheTatman, xQc, Summit1g, DrLupo, Myth, dan Pokimane, untuk menyiarkan konten game barunya. Menariknya, Riot mengatakan bahwa mereka tidak membayar para streamer tersebut untuk membuat konten Valorant, seperti yang disebutkan oleh Kotaku. Mereka hanya mengundang streamer ke acara online dan mengadakan wawancara dengan streamer yang menunjukkan ketertarikan pada game tactical shooter terbaru mereka.

Memanfaatkan momentum ini, Game Director, Riot Games, Joseph Ziegler mengungkap bahwa mereka masih akan memberikan beta keys setelah peluncuran versi beta dari Valorant pada 7 April 2020.

“Untuk menjawab pertanyaan banyak orang, kami masih akan membagikan beta keys sepanjang minggu ini, dan kemungkinan, pada minggu-minggu berikutnya,” kata Ziegler melalui akun Twitter resminya. “Jumlah beta keys yang kami bagikan tidak pasti. Kami menentukan jumlah beta keys berdasarkan berapa banyak orang yang sedang bermain dibandingkan dengan kapasitas maksimal game. Dengan kata lain, jika Anda belum bisa mencoba Valorant, Anda masih memiliki kesempatan besar untuk memainkannya.”

Salah satu streamer yang sempat mencoba Valorant adalah Michael “Shroud” Grzesiek, mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive profseional. Dia mengatakan, Valorant adalah game yang luar biasa. Faktanya, saat ini, organisasi esports seperti T1 telah mulai merekrut pemain CS:GO untuk membuat tim Valorant.

Senjata Valorant Tunjukkan Karakteristik yang Mirip Dengan CS:GO

Valorant sudah akan mendekati fase Closed Beta. Beberapa waktu yang lalu, sosok streamer yang pernah menjadi pemain profesional CS:GO, Michael Grzsiek (Shroud) bahkan sudah sempat memainkannya dan mengatakan bahwa Valorant merupakan game yang istmewa.

Memang banyak yang menantikan game ini, bahkan organisasi esports asal Korea Selatan, T1, sudah merekrut Brax yang merupakan mantan pemain CS:GO untuk menjadi pemain Valorant. Memang, gameplay Valorant mungkin bisa dibilang gabungan antara Overwatch dengan CS:GO.

Valorant menampilkan gameplay Heroes Shooter layaknya Overwatch dengan ragam karakter dan skill khusus, namun dengan gunplay ala CS:GO yang mengandalkan hipfire atau tembakan tanpa bidikan. Mengingat sudah ada beberapa orang yang dapat memainkan game ini, beberapa juga sudah melakukan analisis terhadap mekanisme permainan. Salah satunya adalah karakteristik senjata.

Satu yang menarik adalah, ada beberapa kemiripan karakteristik antara senjata Valorant dengan CS:GO. Klasifikasi senjata pada Valorant juga kurang lebih mirip dengan CS:GO, yaitu Pistol, SMG, Shotgun, Rifle, Sniper, dan Heavy.

Namun mungkin satu perbedaan yang jelas adalah jumlah koleksi senjata yang masih minim. Pada klasifikasi pistol, Valorant punya The Classic, Shorty, Frenzy, Ghost, dan Sherif. Satu yang cukup kentara adalah pistol Sherif, yang karakteristiknya mirip dengan Deagle yaitu, hentakan atau recoil besar, namun damage besar yang bisa membunuh lawan dengan satu peluru ke kepala.

Dari SMG ada Stinger dan Spectre. Dua senjata ini punya karakteristik berupa damage kecil namun firing-rate tinggi, dengan hentakan senjata yang begitu liar. Kalau dibandingkan dengan CS:GO, Spectre kurang lebih mirip dengan MP5S.

Selanjutnya kelas Rifle ada Phantom dan Vandal. Senjata kelas ini memiliki karakteristik berupa damage besar, akurat untuk jarak jauh, namun memiliki hentakan atau recoil yang terasa namun masih bisa dikendalikan. Phatom dan Vandal sendiri mewakili dua senjata ikonik di CS:GO yaitu M4A4 dan AK-47.

Kelas Sniper juga hanya memiliki dua senjata yaitu Marshal dan Operator. Satu kelebihan senjata kelas ini adalah memiliki scope yang memungkinkan pemain membidik dari jarak yang jauh, punya damage besar namun hanya bisa menembakkan satu peluru setiap tembakan (bolt-action rifle).

Kedua senjata ini juga punya karakteristik yang hampir persis sama dengan dua senapan sniper di CS:GO. Marshal mewakili Scout, ringan, namun tidak langsung membunuh jika kena badan. Operator mewakili AWP, yang langsung membungkam siapapun dalam sekali tembak.

Senjata shotgun juga hanya ada dua jenis saja yaitu Bucky dan Judge. Bucky merupakan shotgun Pump-Action yang harus dikokang, sementara Judge adalah Shotgun semi-otomatis layaknya Mag-7 di CS:GO.

Terakhir ada kelas Heavy, yang juga hanya punya dua senjata yaitu Ares dan Odin. Keduanya merupakan senjata LMG dengan peluru sangat banyak, rate-of-fire sangat tinggi, dan sangat sulit untuk dikendalikan. Ares dan Odin juga kurang lebih mirip dengan Machine Gun di CS:GO yaitu M249 dan Negev.

Masa closed-beta Valorant sudah dimulai sejak tanggal 7 April 2020 ini. Namun demikian hanya pemain dari regional NA dan EU saja yang dapat menikmatinya. Riot Games sampai saat ini belum memberikan tanggal rilis, namun diperkirakan Valorant akan hadir pada musim panas (sekitar Juni – September) 2020.

Shroud Sebut Valorant Sebagai Game yang Luar Biasa

Valorant, game FPS besutan pengembang League of Legends, Riot Games, akan segera hadir dalam waktu dekat. Terlihat sejak Maret 2020 kemarin, Riot Games sudah merilis beberapa hal seperti spesifikasi hardware yang dibutuhkan, gameplay, bahkan sampai menjelaskan bentuk-bentuk karakter yang akan tampil di dalam game tersebut.

Dirilis oleh pengembang terpercaya, membuat game ini jadi sangat diantisipas, membuat organisasi esports sekelas T1 segera merekrut mantan pemain CS:GO untuk jadi pemain Valorant saat game ini masih belum rilis.

Lama dinanti, FPS bertemakan Hero Shooter ini sendiri sebenarnya sudah dapat dimainkan, namun terbatas hanya untuk orang-orang tertentu saja. Michael Grzesiek (Shroud) selebriti gamers yang terkenal sangat jago bermain FPS, menjadi salah satu pemain yang mendapat kesempatan mencoba Valorant dalam sesi Alpha Playtest yang dilakukan akhir pekan lalu.

Setelah mencobanya, Shroud membagikan pendapatnya terkait Valorant, dalam sesi streaming yang ia lakukan beberapa waktu lalu. Menurutnya Valorant sangatlah bagus, sampai-sampai ia merasa bahwa game FPS lainnya tidak lebih baik daripada game tersebut.

“Gue sendiri sebenarnya sudah merasa cukup bosan belakangan, dan bingung mau main game apa. Tapi setelah main Valorant, gue malah jadi tambah bosan.” Ucap Shroud dalam cuplikan streaming tersebut. “Alasannya adalah karena gue sekarang di sini merasa baru saja memainkan game yang luar biasa bagus, tapi harus menerima kenyataan untuk balik lagi memainkan game lain yang tidak sebaik Valorant.”

Bagi Anda yang mungkin belum kenal, Shroud adalah bintang esports CS:GO, yang beralih profesi menjadi seorang streamer. Terkenal lewat Twitch pada awalnya, ia pindah ke Mixer pada Oktober 2019 lalu. Sejak lama, Shroud menjadi satu sosok yang sangat vokal di komunitas, karena kebiasaannya menyatakan pendapat secara terbuka. Ketika streaming, ia kerap kali menyatakan opininya akan sesuatu hal, seperti alasan kenapa Battle Royale tidak akan sukses sebagai esports, dan soal komunitas Mixer yang dia anggap lebih baik daripada Twitch.

Lebih lanjut, Shroud lalu mengatakan “Valorant benar-benar luar biasa. Valorant adalah game terbaik yang pernah gue mainkan sedari lama pengalaman gue. Di luar sana memang banyak game-game yang sangat keren menurut preferensi dan opini gue pribadi, Valorant terlihat menjanjikan untuk menjadi game keren tersebut.”

Mengutip akun Twitter resmi @PlayValorant, fase Closed Beta FPS besutan Riot Games ini sudah akan dibuka tanggal 7 April 2020 mendatang. Namun demikian, fase tersebut masih terbatas untuk regional Eropa (termasuk CIS) dan Amerika Serikat (termasuk Kanada) terlebih dahulu.

Mengutip dari pengumuman resmi, pemain di luar dua regional tersebut kemungkinan tidak akan mendapat kesempatan mencicipi lewat fase closed beta, karena situasi pandemi COVID-19. Namun, Valorant akan tetap diusahakan untuk rilis secara global pada musim panas 2020 (sekitar Juni – September), jika keadaan memungkinkan.