Kompatibel dengan iPhone, Headset Bridge VR Andalkan Fitur Tracking Posisi dan Mixed Reality

Inovasi di bidang virtual reality terus berkembang pesat, bahkan segmen mobile VR pun belakangan juga mendapat perhatian khusus. Lihat saja Leap Motion, yang baru-baru ini mengumumkan sistem hand tracking untuk VR headset berbasis mobile. Sekarang ada sebuah startup bernama Occipital yang bermisi menghadirkan positional tracking dan mixed reality ke segmen mobile.

Mereka memperkenalkan Bridge VR, sebuah VR headset untuk iPhone yang amat istimewa. Istimewa karena ia mengusung fitur tracking posisi seperti yang ditawarkan HTC Vive, namun tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang harus ditempatkan di ruangan.

Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital
Bridge VR dapat melakukan tracking posisi secara 3D tanpa perlu mengandalkan perangkat eksternal yang ditempatkan di dalam ruangan / Occipital

Sebagai gantinya, ada sensor khusus yang menancap di bagian atas headset, menyambung ke port Lightning milik iPhone. Sensor inilah yang bertugas untuk menganalisa kondisi di sekitar, yang pada akhirnya diterjemahkan menjadi tracking posisi pengguna secara tiga dimensi.

Berbeda dengan Cardboard atau Gear VR, menggunakan Bridge VR Anda tidak hanya bisa menggerak-gerakkan kepala saja, tapi juga tubuh Anda secara menyeluruh. Alhasil, interaksi dengan dunia virtual beserta objek-objek di dalamnya bisa lebih bebas dilakukan, dan semuanya pun terasa lebih immersive.

Selain positional tracking untuk VR, Bridge juga mampu menyuguhkan pengalaman mixed reality. Meski kualitasnya masih kalah jauh dari Microsoft HoloLens, konsepnya sama persis dimana objek virtual bisa bertemu langsung dengan dunia nyata, yang dilihat menggunakan aksesori lensa dengan sudut pandang seluas 120 derajat.

Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital
Bridge VR juga siap menyuguhkan pengalaman mixed reality macam yang ditawarkan HoloLens / Occipital

Yang mungkin disayangkan banyak orang adalah, Bridge VR hanya kompatibel dengan iPhone, mengingat Occipital tidak mau dipusingkan dengan ratusan model perangkat Android. Ke depannya mungkin kompatibilitas dengan Android akan hadir, tapi tidak untuk sekarang.

Pre-order Bridge VR saat ini sudah dibuka, dengan banderol harga $399 yang mencakup sebuah controller Bluetooth. Versi developer-nya malah sudah dipasarkan seharga $499 demi menggenjot jumlah konten yang tersedia.

Sumber: Upload VR.

VR Headset Bukan Cuma untuk Gaming, Tapi Juga untuk Memantau Janin Secara 3D

Satu lagi bukti bahwa teknologi virtual reality punya manfaat lebih dari sekadar medium hiburan baru. Di sebuah klinik di kota Rio de Janeiro, Brasil, VR headset Oculus Rift tengah digunakan untuk mengamati hasil scan ultrasonografi alias USG.

Namun jangan Anda bayangkan gambar yang diamati tampak kabur dan tidak berbentuk, sebab para ahli di sana telah menggabungkan hasil scan USG dengan MRI guna menciptakan model tiga dimensi dari sebuah janin, yang kemudian bisa dipantau dari segala sudut menggunakan VR headset.

Tentunya ini merupakan pengalaman yang luar biasa bagi para calon ayah dan ibu, akan tetapi ternyata juga ada dampak positifnya dari sisi medis. Utamanya, dokter bisa memprediksi masalah kesehatan yang berpotensi terjadi sejak dini mengingat struktur internal sang janin juga telah dipetakan secara menyeluruh.

Semisal ada problem pada sistem pernafasan sang janin, dokter bisa langsung mengetahuinya dan bersiap untuk melangsungkan operasi sesaat setelah menjalani proses persalinan. Ini jelas jauh lebih efektif ketimbang hanya menebak-nebak dari hasil scan USG biasa dan mengharapkan yang terbaik.

Model 3D janin pada usia kandungan 27 minggu serta organ-organ internalnya / RSNA
Model 3D janin pada usia kandungan 27 minggu serta organ-organ internalnya / RSNA

Menurut Dr. Heron Werner Jr. sebagai salah satu yang bertanggung jawab atas penerapan teknologi ini, VR headset macam Oculus Rift sanggup menyuguhkan gambar yang jauh lebih tajam dan jernih ketimbang melihat hasil scan USG dan MRI dari layar biasa. Di saat yang sama, detak jantung sang janin pun juga bisa didengarkan dan diamati.

Setelah berhasil mengujinya di Clínica de Diagnóstico por Imagem di Brasil, tim pengembangnya berharap bisa membawa teknologi ini ke lebih banyak kawasan mulai tahun depan. Apapun yang dapat meningkatkan akurasi dari suatu teknik diagnosa merupakan kabar baik buat perkembangan dunia medis; dan bagi para calon orang tua, saya yakin tidak ada yang menolak kesempatan untuk mengenali calon anaknya lebih dini.

Sumber: The Telegraph dan RSNA.

HTC Luncurkan Aplikasi Majalah Interaktif Vivepaper untuk VR Headset

Tidak lama lagi, konten virtual reality tidak hanya melibatkan game maupun foto dan video panoramik saja, tetapi juga buku dan majalah dengan diluncurkannya aplikasi Vivepaper. Aplikasi ini dikembangkan oleh HTC bersama penerbit ternama Condé Nast.

HTC mendeskripsikan Vivepaper sebagai aplikasi “augmented virtual reality”, dimana pengguna bisa mendapatkan pengalaman VR yang lebih realistis berkat interaksi dengan objek fisik (dalam kasus ini, semacam brosur atau booklet khusus yang dilengkapi QR code).

Cara kerjanya seperti ini: headset Vive akan memindai QR code tersebut menggunakan kamera depannya, kemudian pengguna akan dibawa ke dunia virtual yang dapat dinavigasikan dengan booklet fisik tersebut. Jadi ketimbang hanya menyimak konten di layar, pengguna juga bisa ‘merasakannya’ di tangan.

Selagi membaca artikel, pengguna akan dikelilingi oleh foto dan video 360 derajat dari lokasi yang tengah dibahas, kalau konteksnya traveling. Beralih ke artikel soal produk tertentu, Vivepaper akan menyajikan hasil rendering 3D dari produk tersebut yang bisa diamati dari segala sudut.

Untuk sekarang, Vivepaper baru tersedia buat pengguna di kawasan Tiongkok saja, namun HTC bertekad untuk membawanya ke kawasan lain selagi kemitraannya bersama penerbit diperluas. Yang menarik, Vivepaper nantinya juga bisa dinikmati menggunakan headset Cardboard, baik dengan ponsel Android maupun iPhone.

Sumber: UploadVR dan PR Newswire.

Headset Mi VR Datang Bersama Motion Controller ala Google Daydream View

Di tengah-tengah hype yang menyelimuti Mi Note 2 dan Mi Mix, Xiaomi rupanya juga mengungkap VR headset generasi keduanya. Kali ini didapuk Mi VR – tanpa embel-embel Play seperti sebelumnyaheadset ini membawa perubahan yang cukup drastis dibanding pendahulunya tersebut.

Desainnya jauh lebih elegan sekarang. Kalau Mi VR Play lebih mirip Google Cardboard, Mi VR generasi terbaru ini sepintas terlihat seperti Samsung Gear VR. Tentu saja, ia kompatibel dengan sejumlah handset terbaru Xiaomi; mulai dari Mi Note 2, Mi 5s, Mi 5s Plus sampai Mi 5 – Mi Mix sepertinya kebesaran untuk diselipkan ke dalamnya.

Desain Mi VR lebih mirip Samsung Gear VR ketimbang Google Cardboard / MIUI
Desain Mi VR lebih mirip Samsung Gear VR ketimbang Google Cardboard / Xiaomi

Yang lebih menarik, Mi VR telah dilengkapi motion sensor internal yang akan sangat berpengaruh terhadap latency. Xiaomi mengklaim latency Mi VR hanya berkisar 16 milidetik, yang berarti efek motion sickness alias mabuk bisa lebih diminimalkan.

Tidak kalah istimewa adalah kehadiran sebuah motion controller 9-axis. Wujudnya mirip seperti controller milik Daydream View besutan Google, dan ia pun juga mengemas touchpad sehingga pengguna bisa menavigasikan konten secara lebih mudah.

Controller Mi VR akan sangat memudahkan navigasi konten tanpa perlu melepas-lepas ponsel / Xiaomi
Controller Mi VR akan sangat memudahkan navigasi konten tanpa perlu melepas-lepas ponsel / Xiaomi

Bicara soal konten, Xiaomi tak lupa mengumumkan keberadaan MIUI VR Store yang mengemas lebih dari 500 video panoramik sekaligus 30 aplikasi VR. Guna memperluas ekosistem konten yang ditawarkan, Xiaomi mengaku sudah mengajak lebih dari 200 developer untuk berkontribusi.

Tentu saja, sebagai sebuah produk yang mengusung brand Xiaomi, harga merupakan salah satu nilai jual utamanya. Mi VR akan dijajakan senilai 199 yuan saja, atau setara 380 ribuan rupiah – bandingkan dengan Daydream View yang dibanderol $79, meski saya yakin Google masih menang soal variasi dan kualitas konten. Sayang sejauh ini belum ada kabar mengenai ketersediaannya di luar pasar Tiongkok.

Sumber: Mashable dan Digital Trends.

Microsoft Umumkan Standalone VR Headset dengan Banderol Mulai $299

Surface Studio dan Windows 10 Creators Update adalah highlight utama dalam event yang dihelat Microsoft semalam. Namun di tengah-tengah presentasinya, Microsoft sempat menyinggung sesuatu yang menarik terkait virtual reality.

Tanpa ada yang menduga, Microsoft rupanya telah bekerja sama dengan sejumlah mitranya – HP, Dell, Lenovo, Asus dan Acer – untuk mengembangkan standalone VR headset. Standalone maksudnya perangkat sama sekali tidak perlu tersambung ke PC via kabel atau dipasangi smartphone seperti Gear VR, mirip seperti yang dijanjikan Oculus belum lama ini.

Microsoft juga mengklaim VR headset ini telah dibekali berbagai macam sensor, yang berarti semua fitur tracking-nya bisa dinikmati tanpa memerlukan aksesori tambahan atau setup yang kompleks seperti yang didapati oleh pengguna Oculus Rift dan HTC Vive.

Sejauh ini memang belum ada penjelasan yang merinci dari Microsoft, tapi dipastikan semua VR headset tersebut juga siap menyajikan pengalaman mixed reality ala HoloLens. Mungkin tidak se-immersive yang ditawarkan HoloLens, tapi setidaknya fitur preview produk 3D dari sebuah situs online sudah bisa memberikan pengalaman yang berbeda.

Bagian yang tidak kalah penting, banderol harganya dimulai di angka $299. Sayang belum ada keterangan mengenai jadwal rilisnya – kemungkinan bersamaan dengan peluncuran Windows 10 Creators Update.

Sumber: TheNextWeb dan Windows Blog.

Pulsar HMD Tawarkan VR dalam Resolusi 4K dan Refresh Rate 120 Hz, Sayang Baru Sebatas Konsep

Mengacu pada indera penglihatan, atribut utama sebuah virtual reality headset adalah resolusi dan refresh rate. Tanpa gambar yang tajam, pengalaman akan jadi kurang memuaskan; namun di saat yang sama, semua itu juga harus berjalan secara mulus kalau memang benar-benar ingin menyuguhkan kesan immersive.

Di tengah-tengah dominasi Oculus Rift dan HTC Vive, tidak sedikit startup yang berambisi menawarkan VR headset yang lebih superior. Salah satunya adalah Onix VR. Meski baru berupa konsep, headset rancangannya yang bernama Pulsar HMD terdengar cukup menjanjikan.

Yang paling utama, Pulsar mengemas display melengkung beresolusi 4K dan refresh rate 120 Hz. Ini sendiri sebenarnya sudah lebih canggih dibanding yang sudah ada sekarang, namun kehadiran layar melengkung merupakan bonus tersendiri yang juga berpengaruh pada kesan immersive yang disajikan.

Demi menjunjung tinggi konsep semi-modular, strap kepalanya bahkan bisa dilepas-pasang dengan mudah / Onix VR
Demi menjunjung tinggi konsep semi-modular, strap kepalanya bahkan bisa dilepas-pasang dengan mudah / Onix VR

Display secanggih ini tentunya membutuhkan hardware penggerak yang kuat pula. Dalam kasus Pulsar, ia menyambung ke PC via sambungan Thunderbolt 3, yang sejatinya memakai port USB-C. Kendati demikian, Onix VR saat ini tengah memutar otak dan mengembangkan modul eksternal yang bisa menyulap Pulsar menjadi wireless.

Yup, desain semi-modular ini memang sudah direncanakan sejak awal oleh Onix VR. Sifatnya yang opsional juga berarti konsumen tidak dipaksa untuk merogoh kocek lebih dalam guna menikmati Pulsar, apalagi mengingat harganya diperkirakan berada di kisaran $800 – $1.000.

Sekali lagi, Pulsar HMD sejauh ini baru sebatas konsep, tapi Onix VR yakin prototipenya bisa terwujud dalam beberapa bulan ke depan. Untuk sementara, rencana mereka adalah membuka kampanye crowdfunding di Kickstarter menjelang penutupan tahun, dan perangkat versi awalnya diharapkan bisa siap paling cepat tahun depan.

Sumber: Digital Trends.

Gandeng HP, HTC Luncurkan Bundel VR Headset Vive Plus Desktop PC

HTC dan HP baru saja melakukan kolaborasi yang cukup menarik. Keduanya mengumumkan bundel headset Vive bersama sebuah desktop PC yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan untuk bisa memberikan pengalaman VR secara mulus.

Harga adalah faktor yang paling menarik dari bundel ini. Bagaimana tidak, dengan modal $1.500, konsumen bisa langsung menikmati pengalaman virtual reality menggunakan HTC Vive. Kalau membeli secara terpisah, Vive sendiri dibanderol seharga $800, yang berarti sisa $700 adalah untuk PC-nya.

Desktop PC bernama HP Envy 750 ini mengemas spesifikasi yang cukup mumpuni jika mempertimbangkan harganya; mulai dari prosesor Intel Core i5–6400, RAM 8 GB DDR4, GPU AMD Radeon RX 480, SSD 128 GB dan HDD 1 TB. Turut melengkapi adalah sebuah DVD drive, keyboard, mouse, serta OS Windows 10 Home.

HP Envy 750 yang termasuk dalam bundel mengemas spesifikasi yang cukup untuk menjalankan game VR / HTC
HP Envy 750 yang termasuk dalam bundel mengemas spesifikasi yang cukup untuk menjalankan game VR / HTC

Memang masih ada PC lain dengan spesifikasi yang jauh lebih ganas dibanding Envy 750, tapi ini saja sebenarnya sudah memenuhi standar minimum yang ditetapkan untuk bisa mengatasi semua yang dibutuhkan Vive. GPU Radeon RX 480 sendiri dicap sebagai standar paling minim untuk bisa menjalankan game VR.

HTC mengklaim konsumen sebenarnya akan mendapatkan bundel senilai total $1.700. Berdasarkan pengamatan TechSpot, komponen-komponen milik Envy 750 sendiri kalau ditotal nilainya mencapai $800. Jadi pada dasarnya konsumen akan mendapat potongan $100 dengan membeli bundel ini ketimbang merakit PC sendiri.

Ke depannya, HTC akan menawarkan bundel Vive + PC lain, mungkin yang berspesifikasi lebih tinggi ataupun yang merupakan hasil kolaborasi dengan pabrikan lain. Namun untuk sekarang, setidaknya paket “Vive Starter Kit” ini bisa menjadi opsi ideal bagi mereka yang belum memiliki gaming PC dan hendak menikmati virtual reality.

Sumber: TechSpot dan HTC.

Oculus Rift Terlalu Mahal? Facebook Sedang Siapkan VR Headset Standalone yang Lebih Praktis dan Terjangkau

Ada pengumuman yang menarik di konferensi developer Oculus Connect 3 yang tengah dihelat di kota San Jose, California. Disampaikan langsung oleh Mark Zuckerberg sendiri, Facebook dan Oculus sedang menggarap sebuah VR headset anyar bertipe standalone, yang artinya perangkat tersebut bisa beroperasi tanpa tersambung PC atau smartphone.

Perangkat ini nantinya akan diposisikan di tengah-tengah VR headset berbasis smartphone dan PC. Selain praktis karena tidak membutuhkan perangkat tambahan, harganya juga bisa dipastikan lebih terjangkau ketimbang Oculus Rift yang mewajibkan pengguna untuk memiliki PC berspesifikasi tinggi.

Perangkat ini memiliki prosesor dan layarnya sendiri untuk bisa beroperasi secara mandiri. Kemungkinan besar perangkat juga akan dibekali oleh unit baterainya sendiri sehingga bisa digunakan di mana saja.

Sejauh ini baik Facebook dan Oculus belum siap untuk memamerkan prototipenya. Namun Zuckerberg menjelaskan bahwa perangkat ini nantinya juga dapat melakukan tracking posisi tanpa melibatkan setup kamera yang kompleks seperti Rift.

Sebagai gantinya, unit kamera berada di bodi headset itu sendiri. Alhasil, perangkat dapat mendeteksi posisi pengguna di dalam ruangan secara langsung, mirip seperti fitur yang diusung Microsoft HoloLens. Sayangnya belum ada informasi terkait harga maupun jadwal rilisnya.

Oculus Touch / Oculus
Oculus Touch / Oculus

Dalam kesempatan yang sama, Facebook juga mengumumkan ketersediaan controller Oculus Touch untuk headset Rift yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Pre-order akan dimulai pada tanggal 10 Oktober mendatang dengan banderol harga $199. Konsumen yang melakukan pre-order akan diberi bonus dua game secara cuma-cuma, yaitu VR Sports dan The Unspoken.

Absennya Oculus Touch selama ini menjadi alasan mengapa HTC Vive dinilai lebih superior. Namun untuk bisa menikmati fitur tracking posisi seperti yang ditawarkan Vive, pengguna Rift masih harus mengeluarkan dana ekstra senilai $79 untuk membeli tracking unit bernama Constellation.

Sumber: TheNextWeb 1, 2.

Google Ungkap VR Headset Baru dengan Controller Inovatif, Daydream View

Google resmi mengungkap duo smartphone terbarunya, Pixel dan Pixel XL semalam (4/10). Dalam presentasinya, ada lima aspek yang menjadi unggulan smartphone berlabel “Made by Google” tersebut. Salah satunya adalah virtual reality, dan bersamanya, hadir sebuah VR headset baru bernama Daydream View.

Daydream View adalah headset pertama yang diciptakan untuk platform Daydream, yang pada dasarnya merupakan upaya Google dalam menciptakan sebuah platform VR terstandarisasi. Dirancang dan dikembangkan oleh Google sendiri, Daydream View datang bersama sebuah controller mini yang inovatif.

Desain merupakan elemen penting bagi Daydream View. Selain tampak stylish, ia diklaim sangat nyaman dikenakan, bahkan oleh pengguna berkacamata sekalipun. Bobotnya diyakini 30 persen lebih ringan ketimbang perangkat serupa – dugaan saya yang dimaksud adalah Samsung Gear VR.

Daydream View bisa digunakan oleh pengguna berkacamata dengan nyaman / Google
Daydream View bisa digunakan oleh pengguna berkacamata dengan nyaman / Google

Untuk sekarang, smartphone yang kompatibel baru Pixel dan Pixel XL, tapi ke depannya Daydream View juga bisa digunakan dengan smartphone lain yang mengusung label “Daydream-ready”. Saat sedang tidak digunakan, controller-nya bisa diselipkan ke bagian depannya supaya tidak mudah hilang.

Sejatinya controller inilah yang sangat membedakan Daydream View dengan VR headset berbasis ponsel lain yang ada di pasaran sekarang. Meski ukurannya kecil, controller ini dilengkapi sederet sensor guna mengenali dan membaca pergerakan tangan pengguna secara akurat.

Dalam game eksklusif Fantastic Beasts and Where to Find Them misalnya, controller akan berperan sebagai tongkat sihir dalam game, dimana Anda bisa mengayunkannya atau menunjuk ke titik tertentu. Begitu akuratnya controller ini, Google mengklaim Anda bisa memakainya untuk menggambar dalam VR.

Daydream View tersedia dalam tiga pilihan warna: Snow, Slate dan Crimson / Google
Daydream View tersedia dalam tiga pilihan warna: Snow, Slate dan Crimson / Google

Bersamaan dengan itu, Google berjanji akan menyediakan konten yang melimpah untuk Daydream, baik yang mereka kembangkan sendiri bersama para YouTuber maupun hasil karya mitra-mitranya. Sederhananya, kita bakal melihat kemunculan lebih banyak game yang memaksimalkan kapabilitas Daydream Controller.

Daydream View bersama controller-nya akan dipasarkan mulai November mendatang seharga $79 di lima negara: Amerika Serikat, Kanada, Inggris Raya, Jerman dan Australia. Ada tiga warna yang bisa dipilih: Slate, Snow dan Crimson. Sayangnya sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaannya di tanah air.

Sumber: Google Blog.

Samsung Gear VR Kini Kompatibel dengan Controller Nirkabel Milik Xbox

Meski kelihatannya sepele, kontrol memegang peran yang tak kalah penting dari aspek visual saat membicarakan soal virtual reality. Tanpa kendali yang mudah, kesan immersive yang ditawarkan pasti akan berkurang, apalagi kalau game-nya cukup kompleks macam Minecraft.

Namun bagi pengguna Samsung Gear VR, ada kabar yang cukup menggembirakan. Sebentar lagi Anda bisa bermain menggunakan controller nirkabel Xbox. Tinggal sambungkan via Bluetooth, maka Xbox Wireless Controller siap dipakai menemani sesi VR gaming di mana saja dan kapan saja.

Keputusan Microsoft untuk menghadirkan kompatibilitas Xbox Wireless Controller pada Gear VR ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Pasalnya, Oculus yang bertanggung jawab atas software Gear VR juga mengandalkan controller Xbox pada headset Rift besutannya.

Dalam pernyataan resminya, Microsoft mengungkapkan niatnya untuk membuat semua game Gear VR kompatibel dengan Xbox Wireless Controller. Untuk mengawali, baru Minecraft: Gear VR Edition yang bisa dimainkan dengan controller tersebut; kemudian judul-judul populer lain seperti Herobound, Spirit Champion, Omega Agent dan End Space akan menyusul dalam beberapa bulan mendatang.

Untuk mengaksesnya, pengguna hanya perlu meng-update firmware controller ke versi 3.1.1220.0, kemudian game Minecraft: Gear VR Edition dalam edisi yang terbaru pula. Pastikan controller Xbox yang hendak digunakan mengusung konektivitas Bluetooth.

Sumber: Xbox Wire.