VR Headset Idealens K2 Usung Spesifikasi ala Smartphone

Belakangan tren standalone VR headset perlahan mulai mendapat sorotan. Sebelumnya kita sudah melihat Alcatel Vision, yang pada dasarnya bisa beroperasi tanpa perlu diselipi smartphone seperti Gear VR maupun Cardboard. Kali ini kita akan membahas produk lain yang punya premis serupa.

Bernama Idealens K2, perangkat ini juga merupakan standalone VR headset seperti Alcatel Vision. Bahkan jeroannya pun hampir sama, mengandalkan chipset octa-core Samsung Exynos 7420 sebagai otaknya. Sebagus apa performanya? Well, mengingat Exynos 7420 merupakan chipset yang dipakai Samsung Galaxy S6, kira-kira kinerjanya tidak berbeda jauh dari Gear VR yang ditenagai smartphone tersebut.

Saat dikenakan, mata pengguna akan langsung disambut oleh sepasang panel layar AMOLED, masing-masing berukuran 3,81 inci dan beresolusi 1080 x 1200 pixel, dengan field-of-view seluas 120 derajat. K2 bisa digunakan oleh pengguna yang berkacamata, dan bobotnya yang tidak lebih dari 300 gram setidaknya bisa membuat pengguna sedikit lebih nyaman ketika bermain-main dengan K2 dalam durasi yang cukup lama.

Idealens K2 memiliki desain pengekang kepala yang adjustable / Idealens
Idealens K2 memiliki desain pengekang kepala yang adjustable / Idealens

Spesifikasi lainnya mencakup RAM 3 GB dan storage internal sebesar 32 GB. K2 mengusung baterai berdaya 3.800 mAh yang diposisikan di belakang supaya distribusi berat perangkat bisa tersebar dengan baik.

Soal konten, Idealens K2 menjalankan sistem operasinya sendiri, Ideal OS yang berbasis Android. Idealens bahkan memiliki app store-nya sendiri, yang diklaim mengemas lebih dari 100 VR game dan 1.000 video VR.

Sayang meski terdengar sangat potensial, sejauh ini tidak ada informasi yang beredar seputar harga jual maupun ketersediaan dari Idealens K2.

Sumber: SlashGear dan Idealens.

Google Kabarnya Akan Mengungkap VR Headset Berbasis Daydream Bulan Depan

Android 7.0 Nougat sudah resmi dirilis, sekarang kita tinggal menunggu Google meluncurkan smartphone baru guna menyorot semua fitur baru dari sistem operasinya tersebut. Rumornya, Google akan mengungkapnya dalam sebuah event pada tanggal 4 Oktober mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Google kemungkinan juga akan mengumumkan VR headset baru dengan basis platform Daydream yang diumumkan di acara Google I/O 2016 lalu. Perangkat ini kabarnya akan dinamai Daydream View, dan desainnya bisa jadi merujuk pada referensi yang telah diumumkan Google sebelumnya.

Meski semuanya baru sebatas spekulasi, bisa dipastikan nantinya Daydream View akan datang bersama sebuah motion controller yang bertindak sebagai perangkat input utama. Controller ini juga yang akan menjadi pembeda utama antara platform Daydream dan Cardboard.

Faktor pembeda lainnya adalah kompatibilitas. Tidak seperti Cardboard, Daydream View mencantumkan prasyarat yang cukup spesifik, seperti salah satunya layar berpanel OLED. Kemungkinan besar smartphone baru yang akan Google umumkan nantinya merupakan ponsel pertama yang mengusung label “Daydream-ready”.

Kapan pun tanggalnya, Google sebelumnya telah berjanji untuk meluncurkan Daydream tahun ini juga. 4 Oktober sendiri merupakan waktu yang cukup tepat, mengingat keesokan harinya Oculus bakal menghelat acara bersama developer.

Sumber: UploadVR.

Tak Perlu Ponsel, VR Headset Alcatel Vision Bisa Beroperasi Secara Mandiri

Nama Alcatel mungkin terdengar asing ketika membicarakan mengenai virtual reality. Akan tetapi pabrikan yang kini berada di bawah TCL Communication asal Tiongkok tersebut punya visi besar di ranah VR. Tahun lalu, mereka mengawalinya dengan ponsel Idol 4S yang kemasannya bisa disulap menjadi VR headset berbasis Cardboard. Tahun ini ceritanya sudah jauh berbeda.

Di panggung IFA 2016 pekan kemarin, mereka memperkenalkan Alcatel Vision, sebuah VR headset yang bisa beroperasi secara mandiri tanpa perlu disambungkan ke PC atau diselipi smartphone. Yup, ini merupakan VR headset standalone yang mengusung komponen elektroniknya sendiri, termasuk halnya unit baterai.

Di dalamnya bernaung spesifikasi ala sebuah smartphone yang meliputi prosesor octa-core buatan Samsung, RAM 3 GB, storage 32 GB dan bahkan konektivitas LTE serta sistem operasi Android Marshmallow. Alcatel tak lupa menyematkan sepasang layar AMOLED, masing-masing berukuran 3,8 inci dengan resolusi 1080 x 1020 pixel, sanggup menyuguhkan sudut pandang seluas 120 derajat dengan latency yang rendah di angka 17 milidetik.

Alcatel Vision memakai semacam penjepit kepala ketimbang strap tradisional / Alcatel
Alcatel Vision memakai semacam penjepit kepala ketimbang strap tradisional / Alcatel

Desainnya sepintas menyerupai Gear VR, terutama di bagian depan. Sisi kanannya juga dihuni oleh sebuah touchpad, akan tetapi ketimbang memanfaatkan strap kepala tradisional, Vision memiliki semacam penjepit yang akan menyangga kepala di bagian depan dan belakang. Di paling belakang, tersembunyi baterai berkapasitas 3.000 mAh.

Kepada Mashable Alcatel menjelaskan bahwa desainnya masih belum final, tapi sudah sangat mendekati versi retail-nya nanti. Alcatel telah merancangnya seergonomis mungkin, bahkan pengguna berkacamata bisa memakainya tanpa harus melepas kacamata.

Alcatel Vision mengemas spesifikasi yang cukup menjanjikan / Alcatel
Alcatel Vision mengemas spesifikasi yang cukup menjanjikan / Alcatel

Soal konten, Alcatel telah bekerja sama dengan sejumlah nama seperti Jaunt VR, Magic Interactive Entertainment dan Fraunhofer. Ketiganya punya peran sendiri-sendiri; Jaunt VR sibuk mengembangkan video VR sinematik, Magic merancang game VR, dan Fraunhofer bertugas mengoptimalkan audio supaya bisa beradaptasi dengan gerakan kepala pengguna.

Alcatel juga tengah bekerja sama dengan mitra lain untuk mengembangkan sistem pembayaran dimana pengguna bisa langsung membeli konten dengan mudah ketika menggunakan headset, plus sebuah SDK berbasis Unity untuk mengundang developer demi menyajikan ekosistem konten yang lebih luas.

Sejauh ini belum ada konfirmasi mengenai banderol harga Alcatel Vision, tapi Mashable memprediksi sekitar $500 sampai $600. Pemasarannya akan dimulai pada kuartal ke-4 tahun ini di Tiongkok, disusul dengan kawasan lain pada kuartal pertama tahun depan.

Sumber: Mashable dan Alcatel.

Gandeng Valve, Quark VR Kembangkan Prototipe HTC Vive Versi Wireless

Dibandingkan Samsung Gear VR, Oculus Rift dan HTC Vive tentu jauh lebih perkasa dan sanggup menyajikan pengalaman VR yang lebih immersive. Hanya saja kelemahan utamanya terletak pada kabel panjang yang harus menyambung ke PC. Hal ini terasa semakin mencemaskan bagi pengguna HTC Vive, dimana mereka bisa menikmati pengalaman VR selagi berjalan-jalan di ruangan.

Tentunya tidak lucu kalau pengguna sampai tersandung kabel tersebut. Itulah mengapa teknologi wireless akan menjadi batu sandungan selanjutnya di ranah virtual reality. Pertanyaan yang perlu dijawab sederhana saja: bagaimana caranya supaya pengguna bisa menikmati pengalaman VR tanpa takut tersandung kabel?

Sebuah startup asal Bulgaria bernama Quark VR sepertinya punya jawabannya. Mereka tengah bekerja sama dengan Valve dalam pengembangan prototipe HTC Vive versi wireless. Rencananya, prototipe ini akan didemonstrasikan setidaknya sebelum pergantian tahun.

Secara teknis prototipe HTC Vive versi wireless ini tidak benar-benar tanpa kabel. Masih ada seuntai kabel pada headset, hanya saja kabel ini tersambung ke sebuah gadget kecil yang bisa disimpan dalam saku ketimbang unit PC itu sendiri.

Gadget kecil ini bertindak sebagai transmitter, meneruskan dan menerima sinyal dari Vive ke PC dan sebaliknya melalui Wi-Fi. Dengan cara seperti ini, pengguna bisa lebih leluasa dalam bergerak tanpa perlu takut tersandung.

Konsep yang sama sebenarnya juga ditawarkan oleh VR backpack seperti rancangan HP, Alienware maupun MSI. Pun begitu, metode berbasis VR backpack ini masih punya kelemahan, dimana pengguna harus tabah menggotong beban di kedua bahunya selagi bermain.

Prototipe milik Quark VR sendiri tidak luput dari kekurangan, utamanya perihal latency. Quark mengaku akan terus mengoptimalkan prototipenya sehingga saat didemonstrasikan nanti bisa menyuguhkan sesi VR gaming yang berjalan mulus di angka 90 fps.

Bersamaan dengan itu, Quark VR juga berencana untuk bereksperimen dengan teknologi SteamVR Tracking. Tujuan mereka adalah mengadaptasikan teknologi tersebut ke VR headset berbasis mobile seperti Gear VR. Sejauh ini mereka sudah melakukan sejumlah pengujian dan hasilnya disebut cukup menjanjikan.

Sumber: UploadVR dan Quark VR.

5 VR Headset Pilihan yang Bisa Dibeli di Toko Online

Coba Anda lakukan pencarian dengan kata kunci “VR headset” di toko online, saya yakin pilihan yang muncul jumlahnya seabrek, mulai dari yang sangat murah dan sederhana sampai yang bersifat eksklusif seperti Samsung Gear VR.

Salah satu penyebabnya adalah inisiatif Cardboard yang diluncurkan Google yang memungkinkan semua orang untuk merakit VR headset-nya sendiri dengan berbekal komponen-komponen sederhana seperti kardus, lensa dan velcro.

Kendati demikian, di pasaran masih banyak beredar VR headset dari berbagai brand yang menawarkan fitur dan kenyamanan lebih baik ketimbang hasil rakitan sendiri. Berikut ini adalah 5 VR headset pilihan yang bisa Anda beli sekarang juga melalui toko online.

1. Samsung Gear VR

Samsung Gear VR / Samsung

Jangan terkejut melihat headset yang satu ini nongol di setiap daftar VR headset terbaik. Kolaborasi antara Samsung dan Oculus ini memang cuma kompatibel dengan beberapa model ponsel Samsung saja, akan tetapi kualitasnya memang belum tersaingi, baik dari segi hardware maupun software.

Samsung memang baru-baru ini meluncurkan versi baru Gear VR yang kompatibel dengan Note 7. Namun bagi para pemilik Galaxy S6, S6 Edge, S6 Edge+, S7, S7 Edge dan Note 5; Gear VR generasi pertama ini masih merupakan aksesori yang wajib dibeli.

Beli: Lazada – Rp 1.187.000

2. Lenovo ANT VR

Lenovo ANT VR / Lenovo
Lenovo ANT VR / Lenovo

Kesuksesan Gear VR memicu brand smartphone lain untuk merancang VR headset-nya sendiri. Salah satunya adalah Lenovo dengan ANT VR. Meski harganya terjangkau, desain dan material yang digunakan cukup premium, dan sudut pandang lensa yang ditawarkan cukup lebar di angka 100 derajat.

Sebelum ini Lenovo membundel ANT VR bersama ponsel K4 Note, tapi ANT VR sejatinya juga kompatibel dengan semua ponsel Lenovo terbaru yang memiliki ukuran layar 5 – 6 inci berdasarkan observasi Android Central.

Beli: Lazada – Rp 250.000

3. VR-Park V3

VR-Park V3 / VR-Park
VR-Park V3 / VR-Park

Basisnya Google Cardboard versi kedua, akan tetapi desainnya lebih mirip seperti Gear VR, lengkap dengan head strap sehingga pengguna tak perlu capai-capai menyangganya dengan tangan. Desainnya juga tergolong nyaman, dengan bantalan kulit breathable di belakang dan lekukan untuk mengakomodasi hidung.

Fitur lain adalah pelapis spon supaya sisi belakang ponsel tidak baret ketika diselipkan ke dalam headset, serta kenop untuk mengatur lensa. Headset ini kompatibel dengan ponsel berukuran 4,7 – 6 inci.

Beli: Lazada – Rp 177.000

4. Riem 3 VR

Riem 3 VR / Riem
Riem 3 VR / Riem

Juga berbasis Google Cardboard, Riem 3 punya desain yang lebih futuristis ketimbang VR-Park. Menariknya, Riem telah menambahkan sebuah tombol kapasitif yang diyakini lebih responsif ketimbang model lama yang menggunakan magnetic switch.

Faktor kenyamanan turut diperhatikan, dimana pengguna berkacamata pun tetap bisa mengenakannya dengan nyaman. Sepasang lensanya juga bisa diatur sesuai ukuran layar smartphone, dengan batas maksimum sampai 6 inci.

Beli: Lazada – Rp 135.000

5. VR-Case 4.7

VR-Case 4.7 / VR-Case
VR-Case 4.7 / VR-Case

Sangat unik dibanding yang lain, perangkat ini sebenarnya merupakan casing untuk iPhone 6 atau 6S. Sepasang lensanya berdiameter 33,5 mm tersembunyi di sisi belakang, dan bisa dibawa ke muka layar dengan satu sentuhan pada kenop.

Desain seperti ini memang tidak terlalu immersive mengingat sisi sampingnya terbuka, serta kurang nyaman digunakan dalam waktu lama, tapi tentunya sangat portable dan praktis ketika pengguna hanya sekadar ingin menonton video 360 derajat dari YouTube atau Facebook.

Beli: Lazada – Rp 191.000

Intel Perkenalkan VR Headset dengan Konsep Merged Reality

Raksasa teknologi Intel baru-baru ini memperkenal virtual reality headset. Masih berupa prototipe dan dijuluki Project Alloy, headset ini unik karena mengusung konsep “merged reality“.

Merged reality gampangnya bisa dianggap sebagai kebalikan dari augmented reality. AR seperti yang kita tahu dari game Pokemon Go bisa memproyeksikan objek virtual ke dunia nyata. Merged reality di sisi lain sanggup memproyeksikan objek nyata ke dalam dunia virtual.

Dalam kasus Project Alloy, headset ini telah dibekali dengan sepasang kamera 3D Intel RealSense, memungkinkannya untuk mendeteksi pergerakan tangan dan jari-jari pengguna secara real-time. Pada prakteknya, pengguna bisa memanipulasikan objek virtual menggunakan tangannya, tanpa bantuan controller sama sekali.

Contoh penerapan merged reality pada Project Alloy / Intel
Contoh penerapan merged reality pada Project Alloy / Intel

Saat didemonstrasikan di ajang Intel Developer Conference, tampak bahwa teknologi yang digunakan Project Alloy sejauh ini masih belum begitu sempurna. Proyeksi tangan pengguna di dalam dunia virtual terlihat pixelated dan hanya akan muncul ketika berada di bagian tengah pandangan pengguna.

Kendati demikian, potensi penggunaannya sangat luas, seperti bisa dilihat dari kemampuannya memproyeksikan wajah seseorang yang berdiri di depan pengguna ke dalam dunia virtual secara real-time. Project Alloy juga bisa beroperasi secara nirkabel, mengingat ia memiliki unit baterainya sendiri.

Project Alloy juga bisa memproyeksikan wajah seseorang di hadapan pengguna secara real-time / Intel
Project Alloy juga bisa memproyeksikan wajah seseorang di hadapan pengguna secara real-time / Intel

Namun sayang Project Alloy sepertinya tidak akan diteruskan hingga menjadi produk untuk konsumen umum dalam waktu dekat. Intel lebih memilih menawarkan teknologi yang dipakai Project Alloy ke pabrikan lain yang tertarik mulai tahun depan.

Sumber: TheNextWeb dan BBC.

Menilik Peran Virtual Reality dan Perangkat Wearable di Dunia Pendidikan

Perangkat seperti Samsung Gear VR, Apple Watch atau fitness tracker lain sepintas terkesan terlahir dari perkembangan tren gaya hidup. Padahal, kalau ditinjau dari sudut pandang lain, perangkat-perangkat yang masuk dalam kategori wearable ini punya peran besar di bidang pendidikan, seperti yang dilaporkan oleh lembaga riset pasar Technavio.

Di tahun 2020 nanti, diperkirakan pasar perangkat wearable di lingkup pendidikan Amerika Serikat akan meningkat sebesar 46 persen. Alasannya sederhana: semakin banyak universitas atau institusi pendidikan lain yang memanfaatkan perangkat seperti VR headset, smartwatch dan fitness tracker untuk meningkatkan partisipasi siswa, dan sebaliknya para siswa menggunakan perangkat wearable sebagai media pengumpul dan analisis informasi.

Mengapa institusi pendidikan bisa begitu tertarik dengan teknologi virtual reality? Well, VR headset terbukti mampu memberikan pengalaman berinteraksi dengan konten secara immersive. Sebagai contoh, menggunakan aplikasi Labster, siswa dapat melangsungkan eksperimen secara virtual maupun simulasi kompleks yang sebelumnya hanya bisa dipraktekkan di fasilitas khusus dengan perlengkapan berharga mahal.

Aplikasi-aplikasi lain, seperti yang direkomendasikan oleh Unimersiv terus menjunjung konsep ini. Aplikasi InCell misalnya, dimana siswa diajak untuk mengeksplorasi sel tubuh manusia. Tentu saja, hal ini hampir mustahil dilakukan di dunia nyata, dan itulah yang membuat citra VR sangat positif di mata institusi pendidikan.

Penerapan menarik lain terkait VR di dunia pendidikan melibatkan universitas-universitas ternama seperti Harvard dan Yale. Mereka memanfaatkan aplikasi YouVisit untuk memberikan tur kampus virtual pada calon-calon mahasiswanya.

Di sisi lain, sejumlah universitas di Amerika Serikat seperti Oral Roberts University menganjurkan para mahasiswa baru untuk menggunakan fitness tracker. Sederhananya, kalau tubuh terasa bugar, konsentrasi belajar pun bisa ditingkatkan, dan inilah yang dituju oleh universitas-universitas tersebut.

Semua ini turut didukung oleh perkembangan pesat ekosistem aplikasi dan konten untuk VR headset maupun perangkat wearable lainnya. Selagi popularitas perangkat wearable terus meningkat, pastinya akan ditemukan cara-cara baru untuk memaksimalkan potensi teknologi tersebut di ranah pendidikan.

Sumber: Technavio dan Samsung. Gambar header: Oculus.

Meski Berbasis Cardboard, VR Headset Homido V2 Datang Bersama Motion Sensor ala Kinect

Kalau Anda beranggapan bahwa VR headset berbasis Cardboard tidak lebih dari sekadar smartphone holder, Anda salah. Hal ini dibuktikan oleh Homido, spesialis mobile VR asal Perancis yang baru-baru ini memperkenalkan versi kedua dari VR headset-nya.

Homido V2 membawa sejumlah penyempurnaan dari versi pertamanya; mulai dari desain dan build quality yang lebih apik, sampai kompatibilitas dengan lebih banyak ponsel, termasuk halnya para bongsor macam iPhone 6S Plus. Lebih lanjut, Homido turut menyematkan fitur pengaturan IPD (Interpupillary Distance) yang pada dasarnya bisa meningkatkan kesan immersive.

Homido V2 mengemas fitur pengaturan IPD (interpupillary Distance) yang masih tergolong langka di ranah mobile VR / Homido
Homido V2 mengemas fitur pengaturan IPD (interpupillary Distance) yang masih tergolong langka di ranah mobile VR / Homido

Homido tak lupa menanamkan tombol kapasitif untuk memudahkan navigasi pengguna. Desainnya secara keseluruhan tampak lebih premium sekaligus fungsional, dimana ventilasi udaranya juga diyakini lebih baik daripada pendahulunya.

Pun begitu, yang menjadikan Homido V2 lebih dari sekadar smartphone holder adalah kehadiran berbagai macam aksesori pendukung. Yang pertama ada kamera 360 derajat seharga $200. Kemudian ada juga controller Bluetooth untuk Android maupun iOS, masing-masing dihargai $40 dan $60.

Paket penjualan Homido V2, belum termasuk aksesori-aksesori yang disebutkan / Homido
Paket penjualan Homido V2, belum termasuk aksesori-aksesori yang disebutkan / Homido

Namun yang paling keren adalah sebuah motion sensor macam Kinect, memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan game VR secara fisik. Melengkapi semua itu adalah aplikasi Homido Center yang mengemas deretan konten menarik, meski sejauh ini masih kalah jika dibandingkan dengan milik Samsung Gear VR.

Terlepas dari itu, Homido V2 masih terdengar sangat menarik murni karena misinya membentuk sebuah ekosistem mobile VR. Headset-nya sendiri saat ini sudah dipasarkan seharga $80 – sama seperti harga awal versi pertamanya – sedangkan aksesori-aksesori pendampingnya akan segera menyusul.

Sumber: Engadget dan Homido.

Genjot Pertumbuhan Konten VR, HTC Perkenalkan Portal Aplikasi Viveport

Meski developer sudah berkali-kali menegaskan bahwa virtual reality bukan sekadar untuk gaming, tampaknya image tersebut masih belum bisa lepas dari benak mayoritas konsumen. Buktinya, HTC merasa perlu merancang portal aplikasi baru untuk mengakomodasi konten VR yang bersifat non-gaming.

Perusahaan di balik VR headset Vive tersebut baru-baru ini memperkenalkan Viveport, sebuah toko aplikasi yang secara khusus akan menjadi rumah dari deretan konten dalam bermacam kategori; mulai pendidikan, media sosial, berita, olahraga, kesehatan sampai shopping sekalipun. Tentu saja, semua konten ini akan disajikan dalam wujud virtual reality yang immersive.

Dengan adanya Viveport, preferensi pengguna yang beragam bisa jadi lebih terarah. Mereka yang lebih mementingkan aspek gaming bisa melirik penawaran di Steam, sedangkan mereka yang ingin mengakses berbagai informasi dalam wujud VR bisa mampir ke Viveport.

Lalu apakah Viveport hanya akan tersedia di HTC Vive saja? Sewajarnya sih seperti itu, tapi ternyata HTC sudah mempertimbangkan untuk merilis Viveport di platform lain ke depannya. Tentunya Vive akan menjadi prioritas utama, tapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi HTC untuk merilisnya buat platform mobile.

Lebih lanjut, para developer juga tidak dipaksa untuk mendistribusikan karyanya secara eksklusif lewat Viveport. Semua keputusan murni ada di tangan developer. HTC tidak mengincar eksklusivitas demi menguasai pasar, tapi seandainya pihak developer sendiri yang punya kehendak seperti itu, HTC pun juga tak akan menghalangi mereka.

Viveport rencananya akan dirilis dalam versi developer beta terlebih dulu dalam beberapa minggu ke depan. Versi finalnya akan meluncur pada musim semi mendatang di 30 negara sekaligus.

Sumber: Wareable dan HTC.

Aksesori HTC Vive Akan Bertambah Banyak dengan Dibukanya Akses ke Teknologi SteamVR Tracking

Seperti yang kita tahu, sejauh ini baru ada dua ‘pemain utama’ di kancah VR headset: Oculus Rift dan HTC Vive. Dari segi harga, Oculus Rift memang sedikit lebih unggul. Kendati demikian, HTC Vive masih mempunyai nilai jual tersendiri berkat fitur tracking-nya yang komprehensif, presisi dan minim real-time.

Kini Valve punya cara lain untuk semakin memaksimalkan fitur tracking Vive. Mereka mengumumkan bahwa teknologi SteamVR Tracking yang dipakai Vive kini bisa dimanfaatkan oleh developer pihak ketiga yang tertarik mengembangkan aksesori atau peripheral untuk Vive. Istimewanya, Valve tidak menarik biaya royalti maupun lisensi.

Sederhananya, SteamVR Tracking melibatkan tiga komponen: sepasang base station milik Vive yang bisa menjangkau sudut pandang 360 derajat, host yaitu PC dengan spesifikasi yang memenuhi standar, dan deretan sensor yang tertanam dalam peripheral buatan developer. Tingkat presisinya mencapai hitungan milimeter, tracking bisa dilakukan hingga jarak sejauh 5 meter.

Ilustrasi cara kerja teknologi SteamVR Tracking yang dipakai oleh HTC Vive / Valve
Ilustrasi cara kerja teknologi SteamVR Tracking yang dipakai oleh HTC Vive / Valve

Akses ke teknologi SteamVR Tracking ini membuka potensi munculnya banyak peripheral untuk Vive. Contoh yang paling gampang adalah stik golf VR atau drone mini untuk digunakan di dalam ruangan. Singkat cerita, tujuan Valve adalah memperluas portofolio produk yang bisa meningkatkan fungsionalitas headset Vive.

Seandainya upaya Valve ini berhasil menjaring banyak developer yang tertarik, Oculus sepertinya harus bisa menawarkan lebih dari sekadar controller Oculus Touch yang hingga kini pun masih belum bisa didapat oleh pemilik Rift.

Sumber: PC Gamer dan Valve.