Samsung Entrim 4D Janjikan Pengalaman Virtual Reality Empat Dimensi

Samsung kian serius dalam mengembangkan teknologi virtual reality. Baru-baru ini, raksasa Korea Selatan tersebut mengumumkan inovasi terbarunya untuk menawarkan pengalaman VR empat dimensi. Ya benar, empat dimensi seperti yang selama ini bisa kita jumpai di teater-teater 4D di sejumlah taman hiburan.

Inovasi ini berasal dari divisi eksperimental Samsung C-Lab yang sudah beberapa kali memamerkan gadget unik macam sabuk pintar WELT dan controller VR rink. Bernama Entrim 4D, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah headphone khusus yang dirancang untuk menemani headset Gear VR.

Entrim 4D memanfaatkan perpaduan algoritma khusus dan teknik Galvanic Vestibular Stimulation (GVS) untuk mengirimkan sinyal elektrik menuju ke syaraf di telinga. Sejumlah elektroda yang tersimpan dalam headphone akan menyimpan data pergerakan dari video, lalu meneruskannya lewat sinyal elektrik tersebut. Hasil akhirnya adalah, pengguna akan merasa tubuhnya seolah-olah sedang bergerak mengikuti pergerakan di video yang tengah ditampilkan.

Samsung bahkan menyebutkan bahwa Entrim 4D bisa disambungkan dengan sebuah drone dimana nantinya data pergerakan drone akan diteruskan menuju headphone, dan pengguna bakal merasa seakan-akan sedang terbang selagi mengamati pemandangan virtual di sekitarnya.

Samsung Entrim 4D

Menurut Samsung, paling tidak ada 30 jenis pergerakan yang berbeda yang bisa dirasakan pengguna. Mereka juga tengah menyiapkan prototipe lain dengan elektroda ekstra yang dapat memberikan kesan pergerakan rotasional.

Singkat cerita, perpaduan Entrim 4D dan Gear VR ini nantinya bakal memberikan pengalaman VR empat dimensi tanpa harus mengandalkan kursi khusus yang bisa bergerak-gerak seperti yang ada pada teater 4D. Inovasi ini nantinya juga diharapkan bisa menjadi solusi atas rasa mual yang biasa dirasakan pengguna saat memakai headset VR.

Belum ada rencana terkait perilisan Entrim 4D ke publik. Sejauh ini Samsung Entrim 4D masih dalam tahap pengembangan, namun paling tidak bisa membuka mata konsumen terhadap potensi perkembangan teknologi virtual reality ke depannya.

Sumber: Pocket-lint dan Samsung.

vTime Ibarat The Sims Versi Virtual Reality, Tersedia untuk Gear VR dan Google Cardboard

Tidak selamanya virtual reality berarti Anda akan terisolasi dari dunia luar dan asyik sendiri di dalam dunia virtual. Sebuah studio digital asal Inggris, Starship Group, ingin membuktikannya lewat aplikasi VR bernama vTime yang kini sudah tersedia untuk Gear VR dan Google Cardboard.

Oleh pengembangnya, vTime dilihat sebagai suatu “sociable network” yang memungkinkan empat pengguna untuk saling terhubung dan berkomunikasi di satu lokasi virtual dengan detail yang menakjubkan. Pengguna bebas merancang avatar-nya masing-masing sesuka hati, dan pengguna lain dapat merasakan ‘kehadiran’ lawan bicaranya secara langsung.

vTime bisa dianggap sebagai The Sims-nya virtual reality, minus fitur membangun tempat tinggal. Pengguna bisa memilih lokasi berbincang yang bervariasi, mulai dari kemah api unggun, tepi danau dan tebing, sampai di orbit bumi sekalipun.

vTime

vTime bisa dioperasikan secara hands-free, yang berarti pengguna hanya perlu mengarahkan pandangannya untuk mengakses menu interaksi. Kalaupun tak ada headset Cardboard atau Gear VR, pengguna masih bisa menjalankan vTime langsung pada handset yang kompatibel sebagai berikut: Nexus 4, Nexus 5, Nexus 6, Nexus 6P, LG G3, HTC One M9, Samsung S3, Samsung Note 4, Samsung Note 5, Samsung Galaxy S6 dan S6 Edge+, Samsung Galaxy S7 dan S7 Edge.

Pihak pengembangnya punya alasan tersendiri mengapa sejauh ini vTime hanya kompatibel dengan perangkat-perangkat di atas. Mengingat detail lokasi virtual yang ditawarkan amat mendalam, perangkat harus punya spesifikasi yang cukup mumpuni agar semuanya bisa berjalan dengan mulus.

vTime

Selagi bercakap-cakap lewat vTime, pengguna bisa mengambil selfie atau wefie melalui menu interaksi. Dari situ pengguna bisa mengakses foto-foto yang diambil dengan login di situs vTime dan membuka timeline-nya masing-masing. Yup, vTime juga dilengkapi sejumlah elemen media sosial, termasuk halnya daftar teman maupun mode untuk bertemu dengan pengguna lain secara acak.

vTime sudah lebih dulu dirilis di Gear VR pada bulan Desember kemarin, namun kini pengguna handset non-Samsung juga bisa menikmati pengalaman sosial virtual reality ini lewat Google Cardboard.

Sumber: Road to VR dan vTime.

Application Information Will Show Up Here

Samsung Gear VR vs. Google Cardboard, Anda Pilih Mana?

Jawaban versi pendek dari pertanyaan di atas sangat mudah: kalau Anda punya smartphone Samsung Galaxy yang kompatibel, pilih Gear VR. Kalau tidak, Cardboard bisa mengobati rasa penasaran Anda terhadap virtual reality.

Namun pada kenyataannya tidak semudah itu. Meski keduanya sama-sama merupakan VR headset untuk mobile dengan cara pemakaian yang sama, Samsung Gear VR dan Google Cardboard mengemas teknologi yang berbeda. Masing-masing tentunya punya kelebihan dan kekurangan tersendiri, dan membahasnya adalah tujuan dari artikel ini.

Google Cardboard

Google Cardboard

Cardboard bisa dianggap sebagai jalan pintas atau cara cepat untuk bisa merasakan pengalaman virtual reality. Harganya murah, mulai dari puluhan sampai ratusan ribu, dan mudah sekali dipesan dari berbagai toko online. Lebih menarik lagi, ia kompatibel dengan banyak perangkat, termasuk iPhone.

Cardboard punya banyak varian, tergantung kreativitas masing-masing perancangnya. Ada yang sangat simpel, ada juga yang dilengkapi strap untuk kepala sekaligus sebuah tombol navigasi. Google bahkan menyediakan panduan lengkap sehingga Anda bisa membuat dan merakit Cardboard versi Anda sendiri.

Google Cardboard

Cardboard didukung oleh segudang konten, dimana secara teori kita tidak bakal kehabisan pilihan. Namun yang menjadi masalah, pengalaman VR terkadang tidak terasa terlalu immersive. Kok bisa? Ada banyak alasan, yang pertama soal desain. Kalau rancangannya rapi, mungkin cahaya dari luar yang ‘bocor’ ke dalam hanya sedikit. Terlepas dari itu, hal ini jelas mengurangi kesan immersive yang diberikan.

Alasan yang kedua perihal kenyamanan. Meski bobotnya ringan, lama-kelamaan pengguna pasti merasa kurang nyaman kalau tangannya harus memegangi terus. Kalaupun Anda memilih varian Cardboard yang dilengkapi strap, absennya bantalan di sekitar lensa bisa membuat mata dan hidung terasa pegal setelah beberapa waktu memakainya.

Alasan ketiga adalah seputar kontrol. Tanpa dilengkapi input kontrol, pengguna Cardboard harus bolak-balik melepas-pasang handset jika hendak berganti aplikasi.

Samsung Gear VR

Samsung Gear VR

Berbeda dengan Cardboard, Gear VR memang eksklusif untuk sejumlah perangkat Samsung Galaxy saja, termasuk S7 dan S7 Edge. Hal ini bisa dilihat sebagai kekurangan, tapi juga merupakan suatu kelebihan: karena hanya kompatibel dengan handset kelas atas yang berperforma tinggi, pengalaman VR bisa dipastikan berjalan mulus.

Jumlah konten yang dimiliki Gear VR mungkin masih kalah dibanding Cardboard, karena pengguna hanya terbatas pada konten yang tersedia di Oculus Store saja. Sekali lagi, ini bisa dianggap sebagai suatu keunggulan: semua konten dipastikan akan terasa immersive, dan banyak game dengan grafik berkualitas tinggi yang bisa dimainkan.

Samsung Gear VR

Keunggulan ini didukung oleh desain Gear VR itu sendiri. Ia memang sedikit lebih besar dan lebih berat ketimbang Cardboard, tapi secara keseluruhan lebih nyaman dikenakan. Utamanya berkat kehadiran strap untuk diikatkan ke kepala dan bantalan empuk yang mengitari sepasang lensanya. Tidak kalah penting, pengguna yang berkacamata juga tetap bisa menggunakannya dengan nyaman karena pengaturan fokus lensanya bisa disesuaikan.

Kehadiran sebuah touchpad dan sejumlah tombol kian menyempurnakan pengalaman VR yang ditawarkan. Kontrol yang lengkap ini mengeleminasi kelemahan Cardboard dimana pengguna harus melepas-pasang handset untuk mengakses konten yang berbeda. Di sini pengguna tinggal mengusap touchpad, dan gesture semacam ini bahkan juga bisa digunakan di dalam sejumlah game.

Kesimpulan

Semuanya kembali pada kebutuhan pengguna. Cardboard sepertinya sangat cocok bagi Anda yang ingin berbagi pengalaman VR bersama keluarga atau teman; pasangkan di depan mata, lalu oper ke anggota keluarga lain untuk saling berbagi keasyikan yang ditawarkan teknologi virtual reality.

Harganya yang terjangkau kian mendukung premis tersebut, apalagi ia kompatibel dengan banyak smartphone. Semakin banyaknya jumlah video 360 derajat, baik di YouTube atau Facebook, juga bisa menjadi alasan mengapa Cardboard wajib dimiliki pengguna smartphone.

Akan tetapi kalau yang Anda cari adalah pengalaman virtual reality terbaik dalam wujud yang portable dan nirkabel, Gear VR adalah pilihan terbaik, apalagi kalau smartphone yang Anda pakai adalah Galaxy Note 5, S6, S6 Edge, S6 Edge+, atau malah S7 dan S7 Edge.

Pada dasarnya, tagline “Powered by Oculus” yang diusung Gear VR bukan gimmick semata. Oculus sepertinya benar-benar mengoptimalkan Gear VR semaksimal mungkin, dan itu bisa dilihat dari variasi konten bermutu yang tersedia untuk Gear VR.

Pendiri Oculus: VR Headset Kami Sementara Hanya Kompatibel dengan Windows

Melihat daftar spesifikasi yang dibutuhkan untuk menjalankan Oculus Rift, tampak jelas bahwa sistem operasi yang didukung hanyalah Windows. Tapi benarkah seperti itu? Apa mungkin Oculus lupa mencantumkan Mac OS X dan Linux pada saat itu?

Tidak, Oculus sama sekali tidak lupa. Berdasarkan penjelasan terbaru dari pendiri Oculus, Palmer Luckey, salah satu VR headset yang paling dinanti tersebut memang hanya akan kompatibel dengan PC bersistem operasi Windows 7 SP1 atau lebih.

Dalam wawancaranya dengan ShackNews, beliau menjelaskan bahwa semuanya kembali pada fakta dimana Apple tidak memprioritaskan kartu grafis kelas atas. Bahkan varian Mac Pro termahal seharga $6.000 yang ditenagai kartu grafis AMD FirePro D700 pun masih belum bisa menyamai spesifikasi yang direkomendasikan, yakni Nvidia GeForce GTX 970.

Bukan, ini bukan soal Nvidia vs. AMD, tapi memang kartu grafis FirePro D700 itu bukan dirancang untuk kebutuhan gaming, melainkan untuk proses rendering di kalangan pembuat film atau desainer profesional. Oculus bukannya tidak mau mendukung lini perangkat Mac, tapi memang kenyataannya belum ada laptop atau komputer buatan Apple yang ditenagai kartu grafis seperkasa GeForce GTX 970.

Jadi dengan kata lain, sebelum Apple meluncurkan perangkat Mac yang ditenagai kartu grafis kelas atas macam GTX 970, Oculus Rift hanya akan kompatibel dengan platform Windows saja.

Luckey lanjut menjelaskan bahwa tahap pengembangan Oculus untuk platform OS X dan Linux sengaja dihentikan guna berfokus pada Windows. Maksudnya, mereka ingin semuanya berjalan mulus ketika Oculus Rift sudah resmi meluncur ke pasaran nanti, baik dari segi hardware, software maupun konten. Untuk sementara tidak ada rencana kapan Oculus bakal menghadirkan dukungan buat OS X dan Linux.

Sumber: Cult of Mac. Gambar header: Oculus.

McDonald’s dan Coca-Cola Kini Juga Punya Virtual Reality Headset

Masih ingat kalau dulu kita sering merengek ke orang tua minta dibelikan paket Happy Meal di McDonald’s karena ada hadiah action figure Ronald, Hamburglar, Grimace dll yang lucu-lucu? Well, zaman sudah berubah. Paket Happy Meal sekarang hadiahnya virtual reality headset, paling tidak itu yang tengah dialami oleh anak-anak di Swedia.

McD tidak bercanda, mereka belum lama ini meluncurkan kampanye Happy Goggles di negara beribukota Stockholm tersebut. Nama ini sengaja diambil karena hadiah VR headset bukannya tersimpan di dalam kotak Happy Meal, melainkan kotak itu sendirilah yang bisa disulap menjadi sebuah VR headset.

McDonald's Happy Goggles

Kotak Happy Meal khusus ini bisa disobek-sobek, lalu dilipat membentuk sebuah VR headset ala Google Cardboard. Selanjutnya anak-anak tinggal menyelipkan sepasang lensa yang termasuk dalam paket pembelian, lalu sebuah smartphone milik pribadi, dan voila, mereka bisa langsung terjun ke dalam dunia virtual.

McD tak lupa menyertakan sebuah game olahraga ski berbasis VR dengan judul Slope Stars yang bisa diunduh di smartphone. Mengapa ski? Karena kampanye ini sengaja dibuat untuk merayakan liburan musim dingin Sportlov, dimana masyarakat Swedia biasanya banyak menghabiskan waktunya untuk berski.

Namun McDonald’s bukan satu-satunya brand non-teknologi yang ikut meramaikan tren virtual reality. Coca-Cola baru-baru ini juga mengungkap desain kemasan baru yang unik. Unik karena kemasan tersebut bisa dilipat-lipat menjadi VR headset, lagi-lagi menganut konsep Google Cardboard.

VR headset Coca-Cola

Kemasan baru Coca-Cola ini memang belum masuk ke toko-toko maupun pasar swalayan, akan tetapi Coca-Cola tampak cukup serius dalam merancangnya. Terbukti dari tiga desain yang berbeda yang pada akhirnya sama-sama bertujuan untuk memberikan pengalaman virtual reality bagi para konsumen.

Tidak diketahui kapan inisiatif menarik kedua brand makanan dan minuman terpopuler ini bakal merambah konsumen tanah air. Untuk McDonald’s, mereka sepertinya cukup antusias menghadirkan Happy Goggles di luar Swedia, meski tidak ada yang tahu kapan pastinya.

Sumber: Eater dan Adweek.

LG Ungkap 3 Perangkat Menarik di MWC 2016: LG 360 VR, LG 360 CAM dan LG Rolling Bot

LG tampil habis-habisan pada ajang Mobile World Congress tahun ini. Selain memperkenalkan sang bintang utama yakni smartphone semi-modular LG G5, LG tidak lupa memperkenalkan satu per satu ‘teman’ dari smartphone andalannya tersebut.

LG 360 VR

LG 360 VR

Konsep modul eksternal adalah salah satu nilai jual utama LG G5. Namun ternyata smartphone tersebut juga bisa disambungkan dengan sejumlah perangkat terpisah. Yang pertama adalah LG 360 VR.

Melihat namanya, kita sudah bisa menebak bahwa ia merupakan sebuah virtual reality headset macam Google Cardboard atau Samsung Gear VR. Kendati demikian, cara kerjanya benar-benar berbeda. Ketimbang menyelipkan smartphone ke bagian depannya, pengguna menyambungkannya ke LG G5 via kabel USB-C.

Hal ini pun menjadikan dimensi LG 360 VR begitu ringkas, dengan bobot tak lebih dari 118 gram. Di dalamnya tertanam sepasang panel layar IPS yang dapat menyimulasikan tampilan sebuah TV berukuran 130 inci. Layar ini sendiri masing-masing punya ukuran 1,88 inci dan resolusi 960 x 720, sanggup menampilkan konten dengan kerapatan pixel 639 ppi.

Saat disambungkan ke LG G5, perangkat ini dapat menampilkan semua konten yang kompatibel dengan Google Cardboard. Tapi kalau Anda mau yang lebih orisinil, Anda juga bisa menikmati foto atau video 360 derajat yang diambil oleh ‘teman’ keduanya, yakni LG 360 CAM.

LG 360 CAM

LG 360 CAM

Sesuai namanya, perangkat ini merupakan kamera dengan kemampuan mengambil gambar atau video 360 derajat. Meski ukurannya kecil, ia mengemas sepasang sensor 13 megapixel dan lensa yang masing-masing memiliki sudut pandang 200 derajat. Digabungkan semuanya, 360 CAM dapat merekam video 360 derajat dengan resolusi 2K.

Selain video, LG turut memperhatikan faktor audio. 360 CAM dilengkapi tiga mikrofon sekaligus, memungkinkannya untuk merekam audio dalam konfigurasi surround 5.1 channel. Semua foto dan videonya akan disimpan dalam memori internal 4 GB (atau kartu microSD), atau pengguna juga bisa mengunggahnya ke Google Street View maupun YouTube 360.

Tidak seperti LG 360 VR yang hanya bisa digunakan bersama LG G5, konten video yang direkam LG 360 CAM masih bisa dinikmati di perangkat lain yang mendukung pemutaran video 360 derajat.

LG Rolling Bot

LG Rolling Bot

‘Teman’ terakhir LG G5 adalah LG Rolling Bot. Yup, ini merupakan robot berbentuk bola yang dapat merekam foto atau video dengan kamera 8 megapixel-nya. LG merancang perangkat ini untuk dijadikan sebagai sistem pengawas di dalam rumah, memonitor keadaan di dalam rumah sekaligus menjadi remote control untuk perangkat smart home yang kompatibel.

Caranya bergerak cukup mirip seperti robot BB-8 dari film Star Wars: The Force Awakens – meski tidak ada bagian yang berputar. Tapi kalau BB-8 lahir untuk menemani sang pilot X-Wing Poe Dameron, LG Rolling Bot ditakdirkan untuk menemani LG G5 berkat kemampuannya meneruskan video rekaman secara real-time. Tak cuma itu, pengguna juga bisa memakai LG G5 untuk mengontrol pergerakan Rolling Bot ini.

Sayangnya sejauh ini LG belum mengungkapkan banderol harga dari masing-masing perangkat di atas. Semoga saja ketiganya termasuk dari lima perangkat yang dirumorkan bakal hadir di Indonesia pada bulan April atau Mei bersamaan dengan LG G5.

Sumber: LG, Engadget dan Android Central.

Mattel Bersiap Rilis VR Headset Generasi Keduanya, View-Master Viewer DLX

Dari sekian banyak virtual reality headset berbasis Google Cardboard, Mattel View-Master Viewer bisa dibilang sebagai salah satu yang terbaik. Perangkat seharga $30 ini tak hanya menarik dari segi desain, tetapi juga karena menawarkan pengalaman yang unik lewat sederet konten edukatif yang digarap bersama National Geographic.

Namun tentunya tak ada gading yang tak retak. Reinkarnasi View-Master ini juga punya sejumlah kekurangan walaupun sepele, terutama dari segi desain. Maka dari itu, Mattel pun tengah bersiap untuk meluncurkan VR headset generasi keduanya di bawah nama View-Master Viewer DLX.

Perubahan yang paling menonjol adalah sistem mounting smartphone-nya. Sebelumnya, perangkat harus mengandalkan adapter terpisah untuk bisa mengakomodasi smartphone yang berukuran kecil seperti iPhone 5. Dalam versi yang baru ini, rancangan mounting-nya telah diperbarui sehingga dapat dipasangi smartphone dalam beragam ukuran tanpa harus mengandalkan adapter terpisah.

Masih seputar desain, Viewer DLX kini mengemas colokan headphone. Sebelumnya, kinerja audio harus mengandalkan speaker smartphone yang posisinya tertutup, sehingga kualitasnya pun menurun drastis. Dengan ini, masalah jelas terselesaikan dan pengguna bebas memanfaatkan headphone atau earphone kesayangannya masing-masing.

Terakhir, Mattel juga memastikan kualitas gambar yang ditampilkan bisa meningkat berkat pemakaian lensa optik baru yang lebih baik. Bagian atas Viewer DLX kini juga dilengkapi kenop agar pengguna yang berkacamata dapat menyesuaikan tampilan dengan preferensinya masing-masing.

Mattel View-Master Viewer DLX

Perubahan-perubahan di atas memang tidak terdengar terlalu wah, tapi paling tidak bisa menyempurnakan pengalaman para penggunanya. Menarik juga untuk diperhatikan bahwa versi baru View-Master Viewer ini tetap tak dilengkapi strap untuk diikatkan ke kepala, yang pada dasarnya dapat membuat pengguna lebih nyaman karena tidak perlu memegangi perangkat.

Saya sendiri berasumsi Mattel sengaja melakukannya supaya target pasarnya yang mayoritas anak-anak tidak keenakan dan berlama-lama menggunakan View-Master sampai akhirnya mereka lupa waktu. Bisa juga alasan lainnya adalah untuk mempertahankan sisi orisinil dari View-Master klasik yang sudah melegenda.

Mattel View-Master Viewer DLX rencananya bakal mulai dipasarkan pada musim semi mendatang. Harganya dilaporkan bakal naik sedikit menjadi $40.

Sumber: TechCrunch dan Gizmodo.

Goblin VR Seperti Cardboard, Tapi Bisa Dilipat Datar dan Disimpan dalam Saku Celana

Pemilik Google Cardboard pasti tahu betul kalau perangkat tersebut tidak mungkin bisa dijejalkan ke dalam saku celana. Walau tujuan awal Cardboard adalah menyisipkan aspek portable ke teknologi virtual reality, pengguna masih diharuskan membawa sebuah tas untuk bisa menikmati Cardboard di mana saja ia mau.

Fakta ini rupanya menjadi tantangan tersendiri buat startup asal Inggris bernama Goblin VR. Mereka terdorong untuk menciptakan sebuah VR headset berbasis Cardboard yang benar-benar portable, alias bisa disimpan dengan mudah di dalam saku celana. Dari situ lahirlah Goblin Mark 1.

Perangkat ini mengambil Cardboard versi kedua sebagai dasarnya, tapi dengan sentuhan inovasi desain yang membuatnya sangat portable. Pada sisi kiri dan kanannya, terpasang sebuah engsel yang memungkinkannya untuk dilipat menjadi datar. Dalam posisi ini, dimensinya kurang lebih sama seperti iPhone 6 Plus, dengan bobot kurang dari 100 gram.

Goblin VR

Goblin VR memang bukan yang pertama menerapkan mekanisme lipat pada VR headset. Sebelumnya kita pernah memberitakan soal Figment VR, yang merupakan sebuah casing iPhone sekaligus VR headset. Perangkat tersebut mungkin bisa dibilang jauh lebih portable lagi ketimbang Goblin VR. Akan tetapi dari sisi immersive, Goblin masih lebih unggul.

Mengapa? Karena kalau kita lihat wujud Figment VR, desainnya sangat terbuka, yang berarti cahaya luar akan masuk dari sana-sini. Hal ini membuatnya kurang bisa menonjolkan kesan immersive saat menyajikan konten.

Berbeda dengan Goblin VR, dimana desainnya masih menganut Google Cardboard, memastikan kebocoran cahaya dari luar seminimal mungkin. Sama seperti ketika menonton di bioskop: semakin gelap kondisi di sekitar, semakin fokus Anda pada konten yang ditampilkan.

Goblin VR

Bagian depan Goblin bisa disisipi smartphone dengan ukuran layar 4 sampai 6 inci. Karena berdasar pada Cardboard versi kedua, ia pun juga kompatibel dengan iPhone. Sebuah strap turut disertakan sehingga pengguna bisa mengikatkan perangkat ke kepalanya dan tangannya pun bisa dibebastugaskan.

Goblin VR saat ini baru sampai pada tahap prototipe dan sedang menjalani kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Konsumen yang tertarik bisa memesannya seharga £30, atau kurang lebih Rp 600 ribu.

Samsung dan LeBron James Berkolaborasi Hadirkan Konten untuk Gear VR

2016 bakal menjadi tahun yang besar buat virtual reality (VR). Mengapa? Karena semakin banyak pihak yang percaya bahwa teknologi tersebut bisa menjadi medium distribusi konten baru yang efektif sekaligus menarik.

Samsung sebagai pembesut Gear VR adalah salah satu pihak yang mendorong tren tersebut. Sebelum ini, mereka telah memperkenalkan serial film interaktif berjudul Gone. Dan pada tanggal 25 Desember kemarin, mereka kembali menghadirkan kejutan bersama salah satu atlet NBA paling top, LeBron James.

Keduanya berkolaborasi dalam menghadirkan sebuah pengalaman virtual reality berjudul “Striving for Greatness”. Dalam video berdurasi 12 menit tersebut, pengguna Gear VR bisa merasakan bagaimana seorang LeBron James berlatih demi mempersiapkan dirinya di kompetisi NBA musim mendatang – semacam video dokumenter tapi dengan pengalaman yang immersive.

Proyek ini sebenarnya dikembangkan oleh Oculus Studios selaku penyedia teknologi untuk Gear VR, Uninterrupted, dan diarahkan oleh Felix & Paul Studios. Pengguna bisa mengunduhnya lewat aplikasi Samsung Milk VR maupun Oculus Store.

Di saat yang sama, Samsung juga menghadirkan video promosi yang tak kalah menarik yang bisa Anda tonton di bawah ini.

Kalau 2015 saja sudah menjadi saksi konten-konten VR yang sangat apik seperti ini, bagaimana jadinya tahun depan, tepatnya ketika trio VR headset kelas atas – Oculus Rift, PlayStation VR dan HTC Vive – sudah dirilis ke publik.

Sumber: TechCrunch. Sumber gambar: Samsung.

Pantomime Bug Farm Ialah Game VR yang Tak Membutuhkan VR Headset

Virtual reality yang kita kenal selama ini membutuhkan sebuah perangkat headset khusus untuk bisa menjelajah dunia virtual di dalamnya. Bisa dari yang sesederhana Google Cardboard, sampai yang amat canggih macam Oculus Rift, intinya semua perangkat tersebut merupakan ‘jembatan’ antara kita dan dunia virtual.

Namun bagi sebagian orang, virtual reality mungkin masih terdengar amat asing. Maka dari itu, dibutuhkan cara maupun sarana yang lebih mudah untuk memperkenalkan konsep dunia virtual kepada orang-orang tersebut. Itulah misi yang dituju sebuah startup bernama Pantomime, mereka ingin menyajikan nuansa immersive khas VR tanpa harus mengandalkan headset khusus sama sekali.

Buah pemikirannya adalah Pantomime Bug Farm, semacam mini game dimana pengguna bisa berinteraksi langsung dengan dunia virtual menggunakan iPhone, iPad maupun Mac. Tidak ada VR headset yang dilibatkan di sini, Pantomime memadukan kecanggihan augmented reality dan virtual reality untuk memberikan pengalaman baru bagi para pengguna perangkat mobile.

Pantomime Bug Farm

Dalam Bug Farm, pengguna memakai iPad-nya sebagai jendela ke dunia virtual. Saat iPad Anda gerakkan ke arah lain, pemandangan yang tampak pun juga berbeda. Anda bahkan bisa menggerus serangga-serangga yang tampak menggunakan iPad Anda. Pada dasarnya, teknologi rancangan Pantomime ini akan mengubah smartphone dan tablet menjadi semacam controller Nintendo Wii.

Lebih hebat lagi, Pantomime sengaja merancang Bug Farm – dan gamegame lain di masa yang akan datang – untuk bisa diakses oleh beberapa orang sekaligus. Anda bisa melihat tablet milik pengguna lain di layar tablet Anda, jadi seakan-akan apa yang ada di balik layar tersebut merupakan suatu dunia virtual yang bisa dieksplorasi.

Pantomime Bug Farm

Apa yang diciptakan Pantomime ini memang tidak bisa disebut sebagai virtual reality yang sebenarnya karena tidak benar-benar memberikan nuansa immersive layaknya sebuah VR headset. Tapi memang itu bukan tujuan utama Pantomime. Mereka beranggapan bahwa kreasinya ini bisa menjadi sarana perkenalan sebelum pengguna awam akhirnya tertarik untuk mendapatkan pengalaman yang lebih sempurna dengan membeli sebuah VR headset.

Kalau Anda tertarik mencoba, Pantomime Bug Farm sudah bisa diunduh secara cuma-cuma lewat App Store maupun Mac App Store. Tonton juga video demonstrasinya di bawah ini untuk mendapat gambaran lebih lengkap mengenai fitur-fitur yang ditawarkan Pantomime.

Sumber: Pantomime via VentureBeat.