Lodi Adopts Cainiao’s Concept to Increase Warehouse Utility through Technology

Logistic startup industry is having a newcomer of fulfillment and last-mile delivery service named Lodi. Actually, Lodi has been established in late 2018 and began operating the next year.

Lodi offers a concept similar to Cainiao, Alibaba’s giant logistic in China, of course, with more localized services.

Lodi’s Managing Director, Zico Gosal explained, logistics players have been relied on heavy assets, having warehouses in several areas with its own fleet on running the business.

Meanwhile, not all their assets, warehouse, for example, possessed high utility. When it’s empty, there’s an overhead cost. This concept is not applicable in the digital technology era.

Therefore, the Cainiao concept with light asset and collaborative spirit with other logistics players in the fulfillment center, also the last-mile delivery, is more suitable for adoption.

“We’re currently focused on expanding our warehouse location by looking for partners due to our goal to reduce logistics costs,” he told DailySocial.

Lodi has been connected with fulfillment partners such as DB Schenker to provide a 10,500 square meters warehouse located in Marunda, North Jakarta using the shared user concept. Another warehouse is a 4 thousand square meters area located in Cawang.

DB Schenker is a global logistics player with more than 40 years of experience. Its entrance to the North Jakarta warehouse location brought high optimism for Lodi to attract more partners.

In that capacity, Zico claimed Lodi could accommodate 50 thousand orders every day. However, it’s still on progress in order to be achieved.

Lodi’s business model and user target

In addition to acquiring warehouse owners to rent their property to Lodi, the company also partners with logistics companies for last-mile delivery to consumers. The big names, such as JNE, SiCepat, Lion Parcel, and First Logistic.

Lodi is targeting users from brand owners, resellers, and sellers in the marketplace or social commerce platforms with over 100 daily order capacity. It’s different with capacity under 100 orders. It’s a condition where sellers still capable to handle using in-house.

Chief Commercial Officer, Dina Effendy added, from the current upper limit, they usually solve the problem by recruiting more people. Whereas, they should prioritize business development.

Lodi is here to offer a solution, for all their products to be entrusted and the entire shipping process will be handled directly by Lodi.

“Users can use the dashboard we provided to monitor the entire movement of incoming orders. All systems are integrated. When goods are stored in warehouses, they can immediately be restocked,” Effendy added.

They did not mention how many sellers have used Lodi as an option for fulfillment. When the user find interest in Lodi’s solution there is a contract system for a year.

Throughout this year, Lodi is to focus on adding the next warehouse location in Java. They targeting to have an additional 2 thousand square meter warehouse. Next year, they’re going to expand to Sumatra and Sulawesi.

They’re also to enhance warehouse functions, in order to store more complex products such as frozen food, chemicals, and medicines, for more users can use Lodi.

Lodi has secured seed funding from local investors with undisclosed value. These fresh funds were obtained in its initial stage. Zico admitted that the company is currently looking for series A funding worth of US$3 million to US$ 5 million (around Rp41 billion to Rp68 billion).

Lodi team now consists of 40 people, almost half of which were commercial teams.

“We have started a roadshow looking for investors, it is estimated for two to three more months to be announced,” he explained.

Logistics players from startups to conventional business / DailySocial
Logistics players from startups to conventional business / DailySocial


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Adopsi Konsep Cainiao, Lodi Tingkatkan Utilitas Gudang dengan Teknologi

Industri startup logistik kini kehadiran pemain baru yang bermain di ranah fulfillment dan pengiriman last mile bernama Lodi. Sejatinya, Lodi sudah mulai dirintis pada akhir 2018 dan operasional dimulai pada tahun berikutnya.

Konsep yang ditawarkan Lodi mirip dengan Cainiao, logistik raksasa milik Alibaba di Tiongkok, namun dengan penyesuaian lokal.

Managing Director Lodi Zico Gosal menjelaskan, selama ini pemain logistik selalu mengandalkan pada heavy asset, memiliki gudang di berbagai lokasi dan punya armada sendiri dalam menjalankan bisnisnya.

Padahal, belum tentu aset yang mereka miliki, misalnya gudang, punya utilisas yang tinggi. Ketika gudang itu kosong, ada overhead cost yang selalu dibebankan. Konsep ini kurang tepat apabila diterapkan di era teknologi digital.

Makanya konsep Cainiao dengan light asset dan mengusung semangat kolaboratif dengan pemain logistik lain di fulfillment center dan pengiriman last mile lebih tepat untuk diadopsi.

“Saat ini kita fokus perluas lokasi gudang dengan mencari banyak partner karena tujuan kami adalah menurunkan ongkos logistik,” katanya kepada DailySocial.

Lodi telah terhubung dengan mitra fulfillment seperti DB Schenker untuk menyediakan gudang berlokasi di Marunda, Jakarta Utara dengan konsep shared user seluas 10.500 meter persegi. Lokasi lainnya berada di Cawang sekitar 4 ribu meter persegi.

DB Schenker merupakan salah satu pemain logistik global dengan pengalaman lebih dari 40 tahun. Masuknya gudang DB Schenker untuk lokasi Jakarta Utara, membawa optimisme tinggi bagi Lodi untuk menggaet lebih banyak mitra.

Dengan kapasitas itu, Zico mengaku Lodi bisa mengakomodir 50 ribu pesanan setiap hari. Hanya saja, kondisi tersebut masih diupayakan agar tercapai.

Model bisnis dan target pengguna Lodi

Selain menghubungkan pemilik gudang untuk menyewakan ruangannya kepada Lodi, perusahaan telah menggaet perusahaan logistik last mile untuk pengiriman ke konsumen. Nama-namanya seperti JNE, SiCepat, Lion Parcel, dan First Logistic.

Target pengguna Lodi itu sendiri adalah pemilik brand, reseller dan penjual di platform marketplace atau social commerce dengan kapasitas pemesanan sudah di atas 100 per hari. Beda halnya ketika pesanan ada di bawah 100 per hari. Kondisi tersebut masih bisa ditangani secara in-house oleh penjual.

Chief Commercial Officer Dina Effendy menambahkan, dari batas atas tersebut solusi yang dulu biasa diambil adalah merekrut orang tambahan. Padahal seharusnya, mereka harus memprioritaskan pengembangan bisnis.

Kehadiran Lodi bisa menjadi solusi, seluruh barang mereka dapat dititipkan dan seluruh proses pengiriman akan ditangani langsung oleh Lodi.

“Pengguna dapat memantau dalam dashboard yang kami sediakan untuk memantau seluruh pergerakan pesanannya yang masuk. Semua sistemnya sudah terintegrasi. Ketika barang di gudang, bisa langsung di-restock,” tambah Dina.

Tidak disebutkan ada berapa banyak penjual yang telah memanfaatkan Lodi sebagai opsi pilihan untuk fulfillment-nya. Apabila pengguna tertarik dengan solusi Lodi ada sistem kontrak selama setahun.

Sepanjang tahun ini, Lodi akan fokus pada penambahan lokasi gudang berikutnya di dalam Pulau Jawa. Ditargetkan ada tambahan gudang seluas 2 ribu meter persegi. Selanjutnya pada tahun depan memperluas kehadiran di Sumatera dan Sulawesi.

Pihaknya juga mengembangkan fungsi gudang agar dapat menyimpan produk yang lebih kompleks seperti makanan beku, kimia, dan obat-obatan agar semakin banyak pengguna yang bisa memanfaatkan Lodi.

Lodi saat ini telah mengantongi pendanaan tahap awal dari investor lokal dengan nominal dirahasiakan. Dana segar ini didapat saat Lodi baru berdiri. Zico mengaku saat ini perusahaan sedang mencari pendanaan seri A dengan kebutuhan dari $3 juta sampai $5 juta (sekitar Rp41 miliar sampai Rp68 miliar).

Tim Lodi berjumlah 40 orang, hampir separuhnya adalah tim komersial.

“Kami sudah mulai roadshow mencari investor, perkiraannya dua sampai tiga bulan lagi sudah bisa diumumkan,” tutupnya.

Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial
Para pemain logistik baik dari startup maupun konvensional / DailySocial