Memvisualisasikan Metaverse di Masa Depan

Bertemakan “Decentralizing The Future of Internet” teknologi web3 menjadi topik utama di gelaran acara Nexticorn International Summit (NXC) pada tahun ini. WIR Group, perusahaan yang fokus mengembangkan teknologi web3, memaparkan beberapa informasi menarik dari A sampai Z yang patut disimak.

Sebagai informasi, NXC akan kembali diselenggarakan di Bali pada tanggal 31 Agustus s/d 2 September 2022 mendatang. Kegiatan kali ini akan lebih fokus memberikan sosialisasi dan edukasi terkait web3 yang digadang-gadang menjadi masa depan industri teknologi internet.

Dalam rangkaian webinar menyambut NXC yang dihadirkan kali ini mengangkat tema “Metaverse: A Vision to the Future”, menghadirkan Stephen Ng selaku Chief Metaverse Officer WIR Group sekaligus CEO Metaverse Indonesia. Ia membahas seperti apa visual dunia nyata dengan metaverse ketika keduanya menjadi the new normal di masa depan.

Game “Second Life” jadi kenyataan

Stephen mengambil pendekatan dari game agar lebih mudah memvisualisasikan seperti apa bentuk metaverse. Second Life adalah game yang paling sering dikorelasikan dengan metaverse. Permainan digital yang dirilis pada 2003 oleh Linden Lab ini pada dasarnya adalah contoh metaverse dengan otoritas terpusat.

Meski game ini tidak dimaksudkan untuk mengubah kehidupan nyata, namun permainan ini menunjukkan banyak konsep yang ada dalam ide Meta untuk metaverse, antara lain membangun komunitas abadi yang terdiri dari jutaan orang yang hidup bersama di ruang virtual.

Second Life dilaporkan memiliki jutaan pengguna aktif di dunia virtual buatan sendiri lengkap dengan penjualan properti, pasar barang virtual, dan ekonomi yang berfungsi yang dilaporkan sendiri bernilai sekitar $500 juta dalam PDB sekitar 2007, menurut Time.

Beberapa pengguna Second Life mencoba mencari nafkah, yang lain mengekspresikan alter-ego, dalam beberapa kasus mereka mengadakan pernikahan virtual, membangun rumah impian, dan mengikuti gelar dengan menjalani kehidupan kedua.

“Second Life itu fulfills many roles dari posisi metaverse pada saat ini, tapi pada tahun tersebut belum ada web3. Dalam game tersebut ada perekonomian virtual yang belum bisa dibuktikan dengan menggunakan teknologi pada saat itu, tapi sudah ada virtual economy, virtual currency, dan sebagainya,” kata Stephen.

Pada dasarnya, game adalah pintu terbaik dalam memperkenalkan teknologi baru kepada masyarakat karena minim barrier. Korelasi inilah yang akhirnya membuat lahirnya konsep play-to-earn (P2E), yang memungkinkan platform memberi kesempatan kepada pemain untuk memperoleh segala bentuk aset dan item dalam game yang dapat ditransfer ke dunia nyata menjadi uang maupun alat tukar bernilai lainnya. Dalam dunia NFT, game P2E dikenal dengan istilah GameFi, gabungan antara gaming dan decentralized finance (DeFi).

“Istilah play and earn ini lambat laun akan mengubah behaviour orang di metaverse, sebab metaverse itu memungkinkan kita bisa mengekspresikan diri dengan cara baru yang menyenangkan, dalam bentuk avatars.”

Stephen menjelaskan, seperti kebanyakan teknologi baru lainnya yang diperkenalkan, generasi muda pada hal ini akan kembali menjadi early adopter karena keterikatan mereka yang erat dengan teknologi. “The rest will follow,” sambungnya.

Kondisi tersebut selaras dengan semakin banyaknya brand yang mulai memikirkan cara baru dalam mengakuisisi generasi muda tersebut sebagai pengguna mereka. Metaverse dapat menjadi channel baru. Pasalnya, metaverse menawarkan pengalaman yang lebih immersive kepada audiens. Di satu sisi, pengguna akan tetap terlindungi karya-karyanya berkat blockchain, memungkinkan mereka bisa tetap mendapat royalti di luar pendapatan dari iklan.

“Tiktok awalnya booming saat awal pandemi, orang-orang tiba-tiba jadi kreator. Bayangkan dengan metaverse, mereka tetap bisa jadi kreator tapi bisa kasih experience yang immersive kepada audiensnya. Metaverse Indonesia itu diciptakan untuk jadi platform untuk para kreator ini, makanya kami yakin metaverse itu akan di-driven oleh para kreator.”

Pemanfaatan luas

Bagi brand, masuk ke metaverse bukan semata-mata jadi kanal pemasaran baru. Tapi harus diperhatikan apa teknologi yang relevan bagi mereka, sebab relevansi itu adalah kunci karena bisa menciptakan keuntungan buat bisnis. Stephen menyampaikan, ada tiga hal yang harus dipertimbangkan bagi brand sebelum masuk ke metaverse.

Yakni, engagement-nya mau seperti apa, aktivitasnya mau seperti apa, dan seperti apa positioning-nya sebab mereka akan berkompetisi dengan brand lain. “Silakan mulai bersiap-siap [brand] karena dari sekarang kreativitasnya harus didesain ulang karena harus immersive. Juga dalam metaverse harus pikirkan cara monetisasi yang termudah untuk para user.”

Berkat potensi yang ditawarkan dari metaverse dan digabungkan dengan jumlah generasi muda di Indonesia, menimbulkan mulai dibutuhkannya talenta-talenta baru. Stephen bilang, mata pencarian yang bakal dibutuhkan di metaverse misalnya adalah urban planning (perencanaan kota) karena diperlukan pemetaan lingkungan yang mirip dengan realita.

Pemanfaatan metaverse tidak hanya untuk bermain game saja, tapi juga untuk fungsi edukasi. Salah satu contoh yang sedang dilakukan di global adalah membawa situs sejarah Machu Piccu ke dalam metaverse, sehingga semua orang di dunia dapat merasakan bagaimana sejarah Machu Piccu di mana pun mereka berada tanpa harus mendatangi lokasi.

“Bahkan kita juga bisa buat bagaimana sejarah Indonesia terjadi, bagaimana Presiden Soekarno membacakan teks naskah proklamasi dan melihat suku-suku di Indonesia. Metaverse itu membuka banyak kesempatan buat edukasi, juga diversity tanpa merusak hutannya. Belajar sejarah jadi lebih seru.”

Di samping gemerlapnya potensi yang bakal ditawarkan metaverse, Stephen juga menekankan bagaimana edukasi terhadap dampak negatifnya. Salah satunya adalah dampak disonansi antara kehidupan nyata dengan metaverse yang berdampak pada kesehatan mental.

“Kuncinya ada pada diri kita sendiri bagaimana memosisikan kita terhadap teknologi, bagaimana kita membuat privasi karena kehidupan sudah tercampur antara metaverse dengan reality. Itu yang semestinya mulai diajarkan di level-level sekolah,” pungkasnya.

Menyimak Penerapan Teknologi Metaverse untuk Bisnis

Mengusung tema “Decentralizing The Future of Internet”, teknologi web3  menjadi topik utama di gelaran acara Nexticorn tahun ini. Sebagai salah satu perusahaan yang fokus mengembangkan teknologi web3, WIR Group, kelompok usaha dengan basis teknologi Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligence (AI) ini memaparkan beberapa informasi menarik tentang peluang penerapan teknologi web3 saat ini.

Acara webinar yang menghadirkan Head of Meta Space WIR Group Joshua Budiman membahas tuntas apa itu metaverse, potensinya untuk bisnis dan gaya hidup yang kemudian bakal menjadi the new normal di masa depan.

Konsep desentralisasi web3

Berbeda dengan teknologi sebelumnya, yaitu web1 dan web2, web3 memiliki sifat yang lebih terbuka dan independen. Semua pengguna bisa menjadi kreator dengan mengedepankan konsep user generator. Untuk privasi dan kepemilikan pun lebih jelas.

Web3 mewakili internet 3D yang terbuka dan imersif. Dibangun di atas blockchain, ditambah dengan produk terdesentralisasi dan NFT, mengantarkan era baru tentang bagaimana kita semua terhubung, berinteraksi, bekerja, dan bermain dalam ekosistem yang serba transparan dan terbuka.

“Sifatnya yang terdesentralisasi membuat teknologi web2 kemudian bisa di-upgrade ke web3. Kegiatan seperti browsing dan lainnya bisa dilakukan secara bebas dalam teknologi web3,” kata Joshua.

Keuntungan lain yang juga ditawarkan oleh web3 adalah jaminan kemanan data dan privasi setiap pengguna. Tidak hanya membuat konten sendiri, setiap pengguna juga bisa memiliki ownership akan karya yang mereka di atas teknologi blockchain. Data yang kemudian berupa token tersebut lebih personal dan privasi sifatnya.

Penerapan metaverse

Dalam wawancara terpisah dengan Co-Founder & Managing Director Shinta VR Andes Rizky terungkap, pembeda yang paling mencolok antara metaverse dengan dunia online saat ini adalah keterlibatan sisi emosional. Sebab, segala tingkah laku dan perilaku emosional seseorang di metaverse bisa dikatakan hampir mendekati perilaku seseorang di dunia nyata.

“Sebagai universe yang satu kesatuan, semua kegiatan yang sulit dilakukan di dunia nyata bisa dilakukan di metaverse. Oleh karenanya, banyak banget kegunaan metaverse, tergantung bagaimana kita mau pakainya bagaimana sebab semua orang itu jadi target pengguna metaverse.”

Secara khusus metaverse adalah realitas digital yang menggabungkan aspek media sosial, game online, augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan cryptocurrency untuk memungkinkan pengguna berinteraksi secara virtual.  Joshua mencontohkan apa yang sudah ditampilkan dalam film hollywood seperti Free Guy dan Ready Player One kemudian bisa menjadi acuan seperti apa itu metaverse, dan cara yang tepat untuk bisa mengakses metaverse.

“Metaverse sendiri pada dasarnya adalah dunia maya di mana semua orang bisa melakukan berbagai aktivitas seperti di dunia nyata, namun bertempat di dunia maya,” kata Joshua.

Meskipun saat ini masih belum banyak masyarakat umum yang cukup familiar dengan web3 dan teknologi turunannya, namun Joshua menegaskan serupa dengan internet saat kehadirannya dulu, disusul dengan media sosial dan lainnya, dalam beberapa tahun ke depan web3 akan menjadi the new normal untuk semua orang.

WIR Group sendiri saat ini berencana untuk menampilkan prototipe metaverse Indonesia pada November 2022 mendatang, bertepatan dengan acara G20 2022. Dengan visi untuk menciptakan ‘dunia metaverse yang dapat ditinggali untuk semua orang’, WIR Group berkomitmen untuk memperkaya pengalaman hidup bagi individu, perusahaan, dan masyarakat melalui solusi realitas digital yang mencakup Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligence (AI).

NextICorn International Summit (atau NXC) akan kembali diselenggarakan di Bali pada tanggal 31 Agustus – 2 September 2022. Kegiatan kali ini akan lebih fokus memberikan sosialisasi dan edukasi terkait web3 (web 3.0) yang digadang-gadang menjadi masa depan industri teknologi.

Bolafy Hadirkan Platform NFT untuk Fans Sepak Bola di Indonesia

Perkembangan industri Web3 di Indonesia semakin terlihat dari banyaknya platform pendukung, menjadi realisasi tren yang disinyalir akan menjadi masa depan internet ini. Berbagai kegiatan dan komunitas juga dibentuk untuk mewadahi sosialisasi. Salah satu platform yang memiliki misi untuk mengintegrasi Web3 di sektor olahraga, khususnya sepak bola, adalah Bolafy.

Platform ini didirikan oleh Joseph Bima, seorang lulusan teknik dari Universitas of Massachusetts. Bima mengungkapkan bahwa ide awalnya muncul ketika ia masih mengampu pendidikan di negeri Paman Sam. Ketika itu, Web3 sudah berkembang cukup pesat di sana. Setelah melakukan riset dan menemukan model bisnis, ia menarik salah satu temannya yang masih berstatus mahasiswa ITB untuk mulai menjalankan bisnis ini.

Bima juga mengaku bahwa pengalamannya menyaksikan langsung perkembangan Web3 di AS membuatnya banyak belajar. “Di US, bubble-nya sudah lebih terlihat. Banyak firm Web3 yang akhirnya gagal. Dari situ juga saya analisis kesalahan seperti apa yang berpotensi terjadi jika diimplementasi di Indonesia,” lanjutnya.

Moflip adalah karya pertama Bima yang meluncur di publik, platform ini dibuat untuk mewadahi bisnis sport dan entertainment di ranah Web3. Seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa akan lebih baik jika memiliki platform yang berbeda untuk menaungi masing-masing industri. “Maka dari itu kita bikin Bolafy untuk sport, dan TiketNFT.com untuk entertainment,” jelas Bima.

Dari industri entertainment, melalui TiketNFT.com, pihaknya telah berhasil mengakomodasi tiket untuk konser ulang tahun ke-30 Dewa 19 di dua kota. Musisi kondang Indonesia ini meminta untuk semua tiket bisa dijadikan NFT, dengan begitu, semua yang hadir memiliki bukti konkret dan semuanya terintegrasi ke web3.

Proposisi nilai

Bolafy sendiri memosisikan diri sebagai “Digital Fans Engagement Platform” yang menawarkan koleksi digital resmi dari kolaborasinya dengan partner. Pihaknya menilai sepak bola sebagai cabang olahraga yang paling berpotensi dengan basis penggemar yang besar dan cukup solid. Selain itu, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan dari turunannya, seperti sepak bola putri dan para legend.

Salah satu proposisi nilai yang juga ditawarkan oleh Bolafy adalah kemudahan dalam melakukan pembayaran. Selama ini, NFT dinilai terlalu eksklusif dan sulit diakses karena sistem pembayaran yang menggunakan kripto. Melalui Bolafy, para fans bola bisa menikmati eksklusifitas dan nilai NFT dengan membayar menggunakan Rupiah dan bisa melihat setiap karya yang mereka beli di OpenSea.

Selain itu, platform ini juga menawarkan program loyalty untuk setiap klub. Setiap pembelian NFT akan mendapat koin yang kemudian bisa ditukarkan dengan hadiah. Ada dua bentukan reward yang bisa ditukarkan, monetary (fisik) dan non-monetary (experience). Perusahaan menilai hal ini sebagai engagement yang dibutuhkan oleh fans.

Pihaknya mengaku bahwa banyak fans yang masih enggan untuk membeli NFT menggunakan kripto karena proses yang cukup panjang. Untuk bisa masuk ke pasar yang sangat besar ini, kita harus bisa menyesuaikan metode dengan permintaan. “Salah satu objektif awal kita adalah untuk memungkinkan penjualan NFT yang mudah dan meminimalisir entry barrier untuk masyarakat yang besar dan menyeluruh,” tambah Bima.

Ia juga mengungkapkan bahwa proses pembelian menggunakan rupiah tidak berbeda dengan menggunakan kripto. Pihaknya menggunakan polygon chain untuk memastikan mekanisme minting tetap terjangkau bagi pengguna. Biaya minting yang dibebankan ke pengguna untuk semua NFT dengan harga 15 ribu – 500 ribu Rupiah adalah sama, yaitu 2 ribu Rupiah. Ini adalah sebuah protokol yang sekaligus jadi nilai tambah platform.

Hingga saat ini, total pengguna Bolafy selama 3 bulan resmi beroperasi ada di angka 9.200 orang yang didominasi oleh fans sepak bola. Bolafy sendiri sudah berkolaborasi dengan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk memanfaatkan jaringan dari Liga 1 dan sudah merampungkan proyek untuk Piala Presiden.

Di bulan Juli lalu, perusahaan resmi berkolaborasi dengan Persija Jakarta untuk menghadirkan beragam koleksi digital yang special untuk The Jakmania (nama suporter Persija). Persija jadi klub bola pertama yang meluncurkan NFT yang bisa dibeli menggunakan Rupiah.

“Tujuan saya menyediakan layanan ini adalah agar para penggemar bisa mendapat benefit dan reward yang berkelanjutan. Sebagai penyelenggara lokal kita punya kelebihan. Kita tau permintaan klub dan fans bola tanah air. Ini akan jadi tahap pertama, bagaimana kita menawarkan konsep NFT yang terintegrasi web3 namun dengan metode yang relatif konvensional,” ungkap Bima.

Target ke depannya

Bima sendiri mengaku bahwa industri web3 di Indonesia masih di fase awal. Sebagai konsumen, masyarakat sudah difasilitasi berbagai kemudahan untuk masuk ke industri ini. Ketika ada satu terobosan yang bisa membuat orang merasakan dampak dan nilai nyata dari solusi Web3, maka itu akan membuka jalan bagi banyak bisnis lain, bukan hanya sekadar mengikuti tren.

Dari sisi monetisasi, Bolafy menerapkan sistem profit sharing dengan partner-nya. Di tahun ini, perusahaan menargetkan untuk bisa berkolaborasi dengan seluruh klub bola di Liga 1 dan membangun audiens yang sudah teredukasi dan mau berpartisipasi. Di lain sisi, ingin bersinergi dengan PSSI untuk solusi apa yang bisa ditawarkan bagi timnas.

“Sampai akhir tahun kita masih fokus di sepak bola. Setalah sudah tercapai semua turunannya, baru kita bisa memikirkan untuk ekspansi ke cabang olahraga lain yang punya audiens setara, seperti bulu tangkis, voli, atau esports,” jelas Bima.

Di bulan Maret lalu, perusahaan berhasil membukukan pendanaan pre-seed dari Starcamp, sebuah pemodal ventura yang juga mendukung startup dengan model serupa, Kolektibel. Bima mengungkapkan bahwa dana segar senilai SG$200 ribu tersebut telah digunakan untuk membangun platform, merekrut talenta, serta operasional. Saat ini Bolafy masih dalam proses rekrutmen untuk menambah tim yang saat ini berjumlah 12 orang.

Ajang Konferensi Akbar NXC International Summit 2022 Digelar WIR Group dan Nexticorn Foundation di Nusa Dua Bali

Topik seputar Web 3 masih terus menjadi perbincangan hangat bagi para pegiat teknologi. Sehubungan dengan itu, WIR Group, Perusahaan pelopor teknologi Metaverse Indonesia, bekerja sama dengan Yayasan Nexticorn (Nexticorn Foundation)  menggelar konferensi Web 3 akbar skala dunia dengan tajuk “NXC International Summit 2022”. Perhelatan konferensi dan juga expo ini akan hadir di Hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali di tanggal 31 Agustus 2022.

NXC International Summit 2022 merupakan acara yang diusung sebagai bagian dari program 3 hari dengan mengundang banyak praktisi di bidang Web 3 baik dari dalam maupun luar negeri. Industri Web 3 –sebagai payung dari istilah mutakhir seperti Crypto, Blockchain, NFT, Metaverse dan teknologi baru lainnya– rasanya terus-menerus menjadi topik diskusi yang hangat bersirkulasi. Selain karena menarik, potensi adaptasi Web 3 untuk terus berkembang nampaknya masih sangat besar. 

Konferensi bergengsi ini menghadirkan puluhan pembicara yang aktif memberikan perhatiannya pada industri Web 3 yakni Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia), Jerry Sambuaga (Wakil Menteri Perdagangan Republik Indonesia), serta Rudiantara (pendiri Yayasan Nexticorn).

Tidak ketinggalan berbagai inovator dalam industri Web 3 yakni Tatsuya Kohrogi (Digital Assets Entertainment), Gwendolyn Regina (Investment Director Binance), Katleen Evers (Head of The Game Maker Fund Sandbox dan Key Account Manager 4EversGames), Marcus Howard (E-sport Advisor GameCredits), Myrtle Anne (Founder and CEO BlockTide), Alexis Pappas (Blockchain Consortium), Tamar Menteshashvili (Ecosystem Growth Director SOLANA), dan Rio Inaba (COO Cardano) juga akan hadir membagikan khazanah pengetahuan dan pengalaman mereka.

Daniel Surya, pendiri dan Executive Chairman dari WIR Group, memaparkan (05/07), “kami berharap hubungan yang terjalin melalui acara ini dapat memberikan dampak yang positif dalam bidang bisnis konvensional. Kesempatan yang kami berikan untuk memperluas bisnis melalui Metaverse, memungkinkan investor dan professionals untuk berkolaborasi dan bersama-sama mengembangkan ide.”

Rudiantara, Founder Nexticorn Foundation, berterima kasih atas kerja sama dan dukungan WIR Group sebagai mitra strategis dalam ajang NXC International Summit 2022, “Kami sangat berterima kasih kepada WIR Group karena sudah menyediakan wadah untuk mendukung perkembangan ekosistem teknologi di Indonesia. Melalui acara NXC International Summit ini saya yakin tidak hanya melahirkan afiliasi antara investor dan profesional di bidangnya, tetapi juga melahirkan ide-ide baru yang dapat memberikan gambaran seperti apa bisnis yang dikembangkan melalui Metaverse.”

Apabila Anda tertarik untuk mendaftarkan diri pada konferensi akbar ini, segera daftarkan diri Anda pada tautan berikut ini.

Nexticorn Foundation, Lembaga pegiat Tech Startup

Yayasan Nexticorn merupakan suatu lembaga yang ditujukan untuk menghubungkan berbagai startup terbaik Indonesia dengan investor serta ekosistem pegiat tech terkemuka. Dibesut oleh Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2014-2019), Nexticorn telah banyak menunjukkan pencapaian cemerlang.

Pada Nexticorn Summit 2018, Nexticorn Foundation telah mengundang total 100 startup yang beberapa di antaranya sekarang telah tercatat sebagai startup berpredikat unicorn yakni Tokopedia, Gojek, Traveloka, serta Bukalapak. Tidak hanya itu, konferensi akbar ini juga menghadirkan 125 Venture Capital (VC) yang telah membawakan lebih dari 2000 pertemuan.

Di tahun 2019, Nexticorn Summit 2019 juga tidak kalah membawa prestasi gemilang. Terdapat 99 startup yang berpartisipasi untuk unjuk gigi bersama dengan hadirnya 92 investor yang telah menyelesaikan 700 lebih pertemuan.

WIR Group, Pelopor Metaverse Indonesia

WIR Group merupakan salah satu perusahaan penggiat dan pelopor teknologi Metaverse serta Augmented Reality (AR) di Asia Tenggara. Komitmen WIR Group dalam produk berbasis Metaverse membuat WIR Group melebarkan sayapnya pada puluhan industri mancanegara dan telah mendapatkan 5 paten global yang teregistrasi pada Patent Cooperation Treaty (PCT).

Walaupun produk metaverse banyak bertumbuh pesat pada pasar mancanegara, WIR Group tidak lupa untuk menjunjung unsur kearifan lokal Tanah Air dalam produknya yang banyak  mengkombinasikan  teknologi imersif seperti Virtual Reality (VR) dan Artificial Intelligence (AI). Prestasi WIR Group dalam teknologi Web sudah tidak dapat diragukan, rencananya prototipe dari produk metaverse milik WIR Group akan dipertunjukkan pada ajang Presidensi G20 bulan November 2022 nanti.

Visi yang diusung oleh WIR Group adalah untuk menyediakan dunia Metaverse yang dapat dinikmati semua orang (A liveable world of metaverse for everyone) dalam menyongsong era Web 3.  WIR Group, atas dedikasinya dalam mengembangkan teknologi metaverse di Indonesia, baru-baru ini mendapatkan penghargaan sebagai The Best IPO 2022 dalam Majalah Investor dengan aksi korporasi Membangun “Metaverse For Mediterranean Countries” untuk negara-negara di Mediterania.

Pencapaian WIR Group tentunya tidak sampai di situ saja, pengakuan Internasional yang diperoleh WIR Group di antaranya yaitu AR Best Campaign at the Augmented World Expo 7th Annual Auggie Awards 2015 dan 2016 di Silicon Valley, Excellent Communications Design Apps pada German Design Award 2020, Innovation 40 dari The New Economy London di London Stock Exchange, serta Metaverse Tech Companies to Watch in 2022 versi Forbes.

Pelayanan WIR Group pun telah diakui oleh banyak negara di dunia, dibuktikan dari ribuan proyek yang WIR Group laksanakan pada lebih dari 20 negara. Negara-negara tempat WIR Group melebarkan sayapnya di antaranya adalah Amerika Serikat, Jerman, Spanyol, Nigeria, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Myanmar, dan masih banyak lainnya.

Sumber gambar header: Pixabay

Web3 Developer Bootcamp Tarik Minat Developer Indonesia untuk Terjun ke Ekosistem Web3

Jakarta, 4 Agustus 2022. Web3 diyakini bakal memegang kunci dalam evolusi internet. Dengan visi mewujudkan ekosistem internet yang lebih terbuka, terdesentralisasi, dan aman, banyak raksasa teknologi dunia yang kini menaruh perhatiannya terhadap perkembangan teknologi Web3. Namun, saat hype seputar Web3 kian menguat, ada kesenjangan yang cukup dalam antara kebutuhan bisnis dan ketersediaan talenta yang mumpuni dan berkualitas dalam bidang Web3.

Menurut analisis Venture Capital yang berfokus pada crypto, Electric Capital, komunitas pengembang Web3 masih sangat kecil, dengan hanya ada 18.000 pengembang aktif bekerja pada proyek open source Web3 dan crypto hari ini, dan tumbuh sekitar 75% sejak awal 2021. Data ini juga didukung oleh penelitian dari Hired, job marketplace khusus teknologi yang mengatakan bahwa kandidat Web3 telah meningkat sekitar 67% sejak awal 2021.

Potensi cerah yang diusung oleh teknologi Web3 di masa depan tentu bukan tanpa alasan. Untuk itulah DailySocial.id dan Hybrid.co.id berkomitmen untuk berkontribusi pada perkembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul di bidang teknologi Web3 dengan menyelenggarakan Web3 Developer Bootcamp, sebuah bootcamp yang disiapkan secara khusus bagi profesional di bidang teknologi untuk mempelajari lebih jauh seputar ekosistem Web3 yang terdiri dari teknologi blockchain, crypto, DAO, NFT, serta DeFi.

Web3 Developer Bootcamp diadakan selama 3 hari penuh di Green Office Park 9, yang berada di bilangan BSD Tangerang Selatan. Sebanyak 70 developer Indonesia ikut bergabung dalam bootcamp dengan berbagai latar belakang. Mulai dari tech enthusiast, komunitas, hingga developer profesional, yang hadir dari luar Jakarta, seperti Karawang, Bandung, hingga Jogjakarta. Perhelatan ini diisi oleh materi-materi eksklusif dari para trainer dengan berbagai fokus, mulai dari “The Development Guide to Web3 Stack”, hingga “How to Build Utility Token” yang dipraktikkan langsung oleh para peserta bersama dengan trainer.

Dalam gelaran kali ini, beberapa sosok ahli di dunia Web3 turut berkontribusi dan menyampaikan insight-nya melalui sesi coaching dengan sederetan trainer yang sudah terjun langsung dalam pembangunan ekosistem Web3. Para trainer yang hadir antara lain Muqorrobin Marufi (Founder & CTO Ansvia), Tata Tricipta (Co Founder Exclusor), Muhammad Mustadi (Lead Dev, Reimagined Finance), Reza Anwar (CTO Inamart), Gilang Bhagaskara (CEO Blocksphere) dan Sofian Hadiwijaya (Co Founder Warung Pintar).

Empat keynote speaker juga terlibat dalam kegiatan ini yaitu  On Lee (CEO & CTO, GDP Labs), Antonny Liem (Investment Partner, GDP Ventures), Intan Wibisono (Founder, Art Pop Up & Indonesia NFT Festiverse), dan Yohanes Adhi (CTO DailySocial.id).

Peluang Web3 di Indonesia

Web3 Developer Bootcamp 2022
Web3 Developer Bootcamp 2022

“Kebutuhan akan SDM Web3 di dunia sangatlah tinggi namun sayangnya Developer yang memiliki kualifikasi itu masih sangat sedikit,” menurut CTO Dailysocial.id, Yohanes Adi (27/07/2022).

Yohanes juga menambahkan. “Dengan diselenggarakannya bootcamp Web3 ini diharapkan akan muncul talenta teknologi lokal yang semakin terbuka dengan Web3 dan bisa semakin berkontribusi bagi perkembangan Web3 di tanah air,” tambahnya.

Jeffrey Budiman, Chief Innovation Officer  dan Co-Founder WIR Group mengatakan “Edukasi tentang teknologi web3 adalah langkah strategis dan kebutuhan yang tak terelakkan guna memastikan pengembangan kapasitas sektor bisnis dan industri dalam menghadapi persaingan global. Teknologi web3 ini akan memberi kesempatan bagi penggunanya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih immersive dengan penggunaan teknologi seperti AR, VR, dan AI yang terintegrasi dengan beragam teknologi lainnya sehingga bisa berdampak positif baik pada aspek komersial sebuah bisnis maupun loyalitas pelanggan. 

Platform Web3 adalah suatu keniscayaan, sebuah bentuk evolusi ekosistem teknologi yang akan mendorong terciptanya liveable digital world for everyone. Penggunaan teknologi yang tidak hanya canggih namun juga terintegrasi sungguh memungkinkan setiap pengguna untuk berkomunikasi, berinteraksi tanpa batas, dan personal, tutur Jeffrey.

Salah satu peserta Fahmil mengungkapkan antusiasmenya, Developer IT di Merah Cipta Media itu mengatakan, “buat saya yang masih berkutat di web2 jadi lebih mengerti fundamental awal dari web3, selain itu pengetahuan saya juga terbuka dengan manfaat web3 lain seperti storage datafile tidak hanya tentang crypto” ungkapnya. Fahmil yang merasakan manfaat dari event Web3 Developer Bootcamp juga berharap event ini berkelanjutan dengan pelatihan yang lebih jangka panjang. 

Dengan mengikuti event Web3 Developer Bootcamp, yang didukung oleh WIR Group dan Sinar Mas Land, peserta diharapkan semakin dapat meningkatkan skill serta pengetahun teknis para developer, tapi juga terbuka pada masa depan Web3 baik secara industri dan bisnis. 

Sejalan dengan itu VP of Ecosystem Acquisition & Partnership Sinar Mas Land, Yanto Suryawan mengungkapkan komitmennya, “Sinar Mas Land berupaya menjadi wadah bagi semua ekosistem teknologi dan kewirausahaan digital di Indonesia. Kami mendukung dan berharap acara ini bisa meningkatkan ekosistem Blockchain di Indonesia” tutupnya.

Mendalami Seluk Beluk Mata Uang Kripto untuk Pemula

Dimulai dengan Bitcoin, lalu diiringi dengan Ethereum dan Solana. Mata uang kripto mungkin bukan merupakan sesuatu yang mudah dicerna pada awal kemunculannya. Bagi seseorang yang awam dalam dunia blockchain dan crypto, mata uang ini akan semakin sulit dikenali karena keberadaannya yang hanya berbentuk virtual.

Apa saja mata uang kripto yang beredar pada masyarakat? Pada artikel ini, kita akan membahas di mana perbedaan dari mata uang kripto dan fiat serta mengenal Ethereum dan Solana sebagai inovator dalam decentralized finance.

Kripto vs Fiat

Ilustrasi mengenal mata uang kripto | Unsplash
Ilustrasi mengenal mata uang kripto | Unsplash

Bicara mengenai uang, rasanya tidak akan ada habisnya. Kita (hampir) selalu membutuhkan uang untuk mendapatkan hal yang kita inginkan. Oleh karena itu, uang menjadi salah satu solusi pertukaran nilai terbesar di dunia. Dewasa ini, inovasi teknologi terus menerus memudahkan seseorang dalam bertransaksi.

Dimulai dari uang kertas sebagai mata uang standar, sampai dengan aplikasi mobile banking yang tidak hanya memudahkan transaksi, akan tetapi juga aspek investasi masyarakat.  Salah satu inovasi radikal yang bisa kita temukan saat ini adalah mata uang yang bersirkulasi di dalam ekosistem blockchain yaitu cryptocurrency atau yang dapat kita sebut dengan “mata uang kripto”.

Fiat, mata uang yang diterbitkan oleh pemerintah (seperti Rupiah, Dolar, Yen, dan mata uang lainnya), memiliki perbedaan yang cukup mendasar dengan mata uang kripto. Salah satu perbedaan tersebut adalah mata uang kripto tidak dikelola oleh pemerintah atau terdesentralisasi (decentralized finance).

Lantas, apa saja contoh mata uang kripto yang tidak hanya menjadi pionir tetapi juga inovator di perkembangan blockchain ini? Berikut dua kategori dari koin kripto, Stablecoins dan Altcoins.

Stablecoins, Koin-koin Kripto Bernilai Stabil

Stablecoin adalah mata uang kripto yang nilainya sudah dipatok –atau diikat– dengan mata uang seperti Rupiah atau instrumen keuangan lain seperti emas. Mata uang kripto ini –Stablecoin– dapat dikatakan sebagai solusi bagi investor yang mencari alternatif dari mata uang kripto yang populer lain yakni Bitcoin.

Mata uang Bitcoin terkenal dengan volatilitasnya yang tinggi, hingga mungkin tidak cocok dijadikan instrumen investasi untuk investor yang kurang suka akan risiko. Beberapa Stablecoins yang populer antara lain adalah Tether (USDT), USD Coin (USDC), Binance USD (BUSD). Ada juga mata uang kripto dengan kearifan lokal berdenominasi Rupiah yang dihadirkan oleh StraitsX, yaitu XIDR.

Kombinasi dari stabilitas aset tradisional dengan fleksibilitas aset digital ini akhirnya terbukti menjadi ide yang sangat populer dan digandrungi banyak kalangan. Kita dapat melihat dari valuasi masing-masing Stablecoin populer. Miliaran dolar US telah mengalir ke Stablecoin seperti USD Coin (USDC). Hal ini menjadi bukti bahwa Stablecoin menjadi alternatif sehat untuk menyimpan nilai dolar US dan memperdagangkan nilainya di dalam ekosistem kripto.

Altcoins, koin-koin kripto yang gemar berinovasi

Alternative coins, disingkat Altcoins, secara sederhana adalah koin kripto yang beredar selain Bitcoin. Salah satu mata uang Altcoin yang paling populer adalah Ethereum. Selain Ethereum yang kaya fungsi dan utility, ada juga koin kripto yang sensasional yakni Dogecoin.

Mata uang kripto lainnya lagi adalah Solana. Saat ini, Solana –secara diam-diam menghanyutkan– dengan segala potensinya merebut mahkota Altcoin dengan valuasi yang lebih tinggi dari Ethereum.

Ethereum

Ilustrasi Ethereum | Unsplash
Ilustrasi Ethereum | Unsplash

Ada alasan khusus mengapa kita sering mendengar Ethereum, walaupun kamu mungkin tidak terus menerus catch-up dengan dunia cryptocurrency. Selain nilainya yang cukup stabil (di luar bear market) dan perkembangan yang konsisten dalam finansialnya, Ethereum berkembang dengan sangat cepat di sisi inovasinya. Jaringan Ethereum mempunyai koin dengan kode mata uang terdaftar ETH, atau sering dipanggil ‘ether’, singkatan dari Ethereum.

OpenSea sebagai marketplace NFT terbesar di dunia merupakan marketplace eksklusif yang memperdagangkan token menggunakan mata uang Ethereum. Mekanisme tersebut telah lama ada sebelum koin kripto Solana masuk menjadi pesaing di platform tersebut beberapa bulan silam.

Ethereum lahir pada tahun 2013 oleh programmer bernama Vitalik Buterin. Jaringan Ethereum ini kemudian melakukan penggalangan dana dan memulai pengembangannya sebelum akhirnya mulai beroperasi pada 30 Juli 2015. Ethereum terus menjadi pionir dalam pembuatan smart contract dan penentuan standar paling mutakhir dalam pembuatan dan perdagangan NFT. Salah satu standar yang paling populer, memperbolehkan pengguna Ethereum untuk memberikan dan membuat token voting, fitur staking atau mata uang virtual, adalah ERC-20.

Baru baru ini, Ethereum bahkan sempat menyetujui permintaan dari ERC-4907 menjadi EIP-4907. Token standar ini memperbolehkan pengguna untuk merentalkan aset digital mereka dalam waktu tertentu kepada pengguna lainnya. Final standard Ethereum ini sangat menjanjikan dalam bidang DeFi, Gaming, dan banyak ranah lainnya yang sangat membutuhkan inovasi pada aspek rental. Untuk ulasan lengkap token standard ini, kamu dapat membaca ulasan dari Artpedia di sini.

Solana

Seperti Ethereum, Solana adalah mata uang kripto dan platform yang fleksibel untuk menjalankan aplikasi terdesentralisasi (dapps) lain. Solana dapat digunakan untuk mulai dari perdagangan NFT hingga exchange Serum (DEX). Inovasi paripurna dari Solana, yang menjadi pembeda dengan Ethereum, misalnya adalah kecepatan transaksi yang mata uang ini tawarkan.

Solana menawarkan kecepatan transaksi melalui teknologi baru dan mutakhir yang disebut Proof of History (PoH). Solana mampu memproses kurang lebih 50.000 transaksi per detik, perbedaan kecepatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Ethereum yang membutuhkan 15 detik atau kurang. Ethereum Merge –jenis Ethereum yang akan datang– dilansir akan menambah kecepatan secara besar daripada sekarang.

Karena Solana sangat cepat, kemacetan pada transaksi dan gas fees dari mata uang ini ada pada angka yang cenderung rendah. Fitur kecepatan transaksi ini lah yang menjadi kunci kepercayaan para pengguna jaringan Solana dan koin SOL. Tidak heran Solana mampu menyalip ekosistem jaringan dan koin seperti Ethereum dalam segi porsi pasar.

Dalam perdagangan dan penukaran NFT, Solana banyak bermain di Magic Eden, marketplace NFT eksklusif pengguna ekosistem Solana; jaringan Solana dan koin SOL. Salah satu proyek NFT yang populer, telah diliput banyak media mainstream adalah Okay Bears.

Proyek NFT Okay Bears | okaybears com
Proyek NFT Okay Bears | okaybears com

Kemunculan dan popularitas dari proyek ini pun menjadi bahan gunjingan pengguna ekosistem Ethereum di marketplace OpenSea. Alih-alih memunculkan proyek sukses lagi seperti Cool Cats atau Azuki, beberapa programmer/pengembang Ethereum membuat jiplakan yang sangat mirip bernama Not Okay Bears yang dijual di OpenSea.

Pengembang Okay Bears pun tentunya tidak terima hingga drama dimulai. Kamu dapat membaca cerita lengkap dari polemik dua ekosistem NFT ini di sini. OpenSea akhir akhir ini telah membuka pintu untuk mengintegrasikan ekosistem Solana, termasuk berdagang NFT menggunakan mata uang SOL ke dalam platformnya. Dengan keputusan ini, akankah perkubuan antar kedua ekosistem Ethereum dan Solana berakhir? We’ll just have to wait and see.

Membahas terkait kripto, blockchain, NFT, serta istilah-istilah mutakhir lainnya mungkin adalah hal yang cukup rumit bagi kamu yang kurang familier dengan adopsi Web3. Web3 adalah suatu ekosistem internet yang terdesentralisasi dan akan sangat terhubung dengan konsep blockchain serta token-based economics.

Jika kamu tertarik dengan pembahasan seputar Web3, kripto, blockchain, metaverse dan topik terkait ekosistem digital terkini lainnya, kamu dapat mengikuti Web3 Developer Bootcamp yang diselenggarakan oleh DailySocial.id dan didukung oleh Sinar Mas Land dan WIR nih!

Dengan mengusung tema “Building Builder of the Future”, Web3 Developer Bootcamp akan diisi oleh keynotes yang sudah ahli dalam bidangnya seperti Antonny Liem (GDP Venture), Intan Wibisono (ArtPop Up, Indo NFT Festiverse), On Lee (GDP Labs), Yohanes Adhi (DailySocial.id), dan para trainers serta expertise seperti Muqorrobin Marufi (Ansvia), Tata Tricipta (Exclusor), Reza Anwar (Inamart).

Selengkapya kamu dapat mendaftarkan diri pada Web3 Developer Bootcamp pada tautan ini. Selain itu, kamu juga dapat bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk berdiskusi seputar ekosistem teknologi Web2 serta Web3 melalui tautan berikut ini.

Penulis: Faisal Mujaddid dari Artpedia – L2 Ethereum NFT Marketplace 

Editor: Nandang Ary Pangesti

3 Project Blockchain yang Wajib Kamu Tahu

Dengan semakin globalnya adopsi Web3, semakin banyak juga bermunculan proyek-proyek blockchain yang menarik. Web3 memungkinkan masyarakat untuk mengakses ekosistem internet yang terdesentralisasi dan akan sangat terhubung dengan konsep blockchain serta token-based economics.

Proyek besar blockchain di antaranya adalah DeFi yang melakukan optimalisasi finansial dari penggunanya, sampai ke metaverse yang sarat akan hiburan dan inovasi bagi media sosial. Demi menyongsong ekosistem internet yang kedepannya akan semakin berporos pada Web3, kamu tentunya harus lebih mengetahui aspek seputar Web3 ini.

Ada beberapa proyek blockchain yang layak untuk kamu ketahui untuk menambah pengetahuan kamu seputar Web3. Berikut ini adalah 3 proyek blockchain yang setidaknya harus kamu ketahui dari sekarang.

Jagoan dari DeFi, Uniswap

Uniswap sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
Uniswap sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | uniswap.org

Salah satu leader dari ranah Decentralized Finance atau DeFi adalah Uniswap. Bekerja di atas Ethereum blockchain, Uniswap memegang peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan banyaknya transaksi mata uang kripto.

Uniswap adalah exchange atau platform penukaran mata uang dalam blockchain. Lantas, apa yang membuat Uniswap lebih unggul dibandingkan dengan exchange serupa seperti Coinbase, Binance, atau Tokocrypto? Keunggulan dari Uniswap dibanding platform lainnya tentu saja adalah siapa yang memegang kendali atas operasi atau transaksi yang dilakukan.

Memegang teguh filosofi kepemilikan data dan privasi, Uniswap beroperasi secara  desentralisasi. Uniswap tidak dikendalikan oleh suatu perusahaan atau entitas tertentu. Platform Uniswap berdiri pada tahun 2018 dan bekerja dalam blockchain Ethereum, menjadikannya salah satu dari sekian banyak proyek cryptocurrency yang berharga.

Selain terdesentralisasi, Uniswap adalah proyek yang open source secara penuh, artinya siapapun baik pengguna maupun pihak pengembang di luar sistem dapat menyalin kodenya untuk membuat platform exchange mereka sendiri. Bahkan, pengguna dapat mendaftarkan token mereka di platform secara gratis.

Uniswap menggunakan dua smart contract untuk beroperasi; kontrak “Exchange” dan kontrak “Factory”. Kedua Smart contract itu didesain untuk secara otomatis bergerak dan melakukan fungsi-fungsi tertentu. Contohnya, Factory berfungsi untuk menambahkan token-token baru ke dalam platform dan Exchange berfungsi untuk memfasilitasi perdagangan dan transaksi di dalam platform.

Game Metaverse Unggulan, The Sandbox

The Sandbox sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
The Sandbox sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | sandbox.game

Jika kita hitung dari market cap-nya, The Sandbox adalah metaverse terbesar kedua di dunia dengan total market cap $1.51B, tidak jauh dengan posisi pertama yang diraih oleh Decentraland.

The Sandbox adalah metaverse unik yang bergerak di dalam blockchain Ethereum. Metaverse The Sandbox memberikan akses bagi penggunanya untuk berkreasi dengan penuh untuk membuat, membagikan, dan melakukan monetisasi atas aset-mereka.

Pixowl adalah perusahaan developer –penemu dan pengembang– dari The Sandbox. Walaupun tampil dengan format metaverse, game virtual bukanlah sesuatu yang tidak lazim kita temukan sekarang. Pixowl pun sudah memulai kancahnya dalam pengembangan game dari tahun 2011 dan tahun 2016 dengan judul game yang sama “The Sandbox”.

The Sandbox memanfaatkan potensi dari NFT demi memberikan keleluasaan bagi penggunanya untuk menikmati dunia metaverse secara utuh. NFT pun memungkinkan pengembang The Sandbox untuk membangun ekonomi dalam metaverse tersebut.

Pada game konvensional yang banyak temukan sekarang, hak-hak yang dimiliki oleh pemain sangatlah terbatas. Hal ini terjadi karena game tersebut dimiliki oleh entitas, perusahaan, atau bahkan individu yang sentral. Banyak sekali sebenarnya aktivitas yang cenderung lebih kreatif, terutama di bidang ekonomi –seperti hal-hal transaksional– semacam trading item, sistem penghargaan (reward), dan berbagai konsekuensi dari aturan permainan.

Platform terdesentralisasi dan interoperability menjadi keunikan yang ditawarkan oleh The Sandbox. Desentralisasi memungkinkan pengguna untuk membeli atau mengakuisisi real estat yang ada pada platform dan melakukan modifikasi sesuai dengan keinginan mereka.

Selanjutnya ada opsi monetisasi, di mana pengguna bisa memperjualbelikan aset buatannya kepada pengguna lainnya, bahkan sampai sewa-menyewa aset dan real estat pun diperbolehkan. Semuanya dikelola oleh smart contract milik The Sandbox. Selain The Sandbox, ada banyak lagi metaverse yang menarik dan asyik untuk dimainkan. 

Kamu dapat melihat ulasan Artpedia seputar game metaverse pada link berikut ini

Salah Satu Proyek NFT Terkeren, Azuki

Azuki sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui
Azuki sebagai salah satu dari 3 project blockchain yang wajib kamu ketahui | azuki.com

Sepertinya sudah menjadi ciri khas proyek NFT sukses, brand yang memiliki nama biasanya akan memiliki keunikan –baik dari segi kualitas maupun gaya seni– tertentu. Jika berbicara mengenai NFT, mungkin sudah sangat biasa apabila kita membahas mengenai proyek NFT mainstream seperti Bored Ape Yacht Club dan CryptoPunks. Keduanya memiliki keunikan masing-masing. 

Pada awal tahun 2022 Azuki terlahir dari ide brilian Vagabond, pendiri dan mastermind proyek yang unik ini. Azuki menuai kesan yang berbeda dari banyak brand NFT profile picture dan sejenisnya, seperti BAYC dan CryptoPunks. Banyak dari penggemar dan analis crypto menyukai Azuki karena gaya seninya yang terinspirasi dari anime, suatu fenomena kultural yang mendarah daging dari negeri sakura.

Sebagai tim pengembang Azuki, Chiru Labs bertanggung jawab atas pengembangan lebih lanjut dari koleksi genesis dan manfaat yang akan didapatkan oleh pemegang aset Azuki (holders). Chiru Labs merilis 8700 token ke pasar dan hanya dalam tiga menit, koleksi tersebut ludes terbeli dan membuahkan hasil jual yang menawan; sebesar $31 juta, ditambah dengan hasil penjualan privat sebesar $2 juta dollar.

Pada bulan setelahnya di Februari, Azuki mencetak tidak kurang dari $300 juta total volume perdagangan. Satu token Azuki dapat diperoleh seharga $36,000 atau sekitar Rp 539 juta. Belum lagi di luar dari penjualan tersebut, tim pengembang Azuki secara rutin mendapatkan royalti 5% dari setiap penjualan pada pasar sekunder yang dilakukan holder-nya.

Azuki pun sempat merilis merchandise eksklusif untuk para holder-nya berupa jaket Twin Tigers yang mendapatkan banyak apresiasi lewat Twitter dan acara NFT LA yang diselenggarakan di Los Angeles, Amerika Serikat beberapa bulan lalu.

Akan tetapi, proyek masif seperti Azuki pun tetap menjadi bahan analisis bagi para ahli crypto. Tahukah Anda bahwa founder Azuki, Zagabond sempat menjadi topik panas di dunia kripto karena terindikasi berbuat curang dalam mendirikan beberapa proyek NFT? Kamu dapat membaca lebih lanjut terkait kasus tersebut melalui artikel oleh Artpedia berikut ini

Musim Dingin Kripto

Dengan Azuki semakin meroket, tanggung jawab yang diemban oleh Chiru Labs semakin berat apalagi dengan munculnya “Crypto Winter”. “Crypto Winter” adalah istilah dari musim dingin bagi hampir keseluruhan produk dan proyek crypto dunia. Fenomena ini ditandai dengan inflasi yang terjadi di beberapa negara adidaya dan negara berkembang, serta menurunnya daya beli masyarakat secara umum.

Banyak analis kripto yang percaya bahwa bear market, atau kondisi pasar yang volatil ini akan berfungsi sebagai sistem filtrasi –penyaringan– bagi proyek-proyek yang tidak tahan banting. Hasilnya, hanya dalam kurang dari satu kuartal banyak proyek yang dulu dipercaya memiliki masa depan yang cerah dan panjang, akhirnya terpaksa memilih untuk menghentikan operasinya dan gulung tikar.

Kebanyakan dari proyek-proyek ini adalah jenis proyek hedge fund, atau reksadana dalam crypto seperti Three Arrows. Bahkan, kabarnya sekitar kurang dari lima hari yang lalu, co-founders dari perusahaan pailit tersebut dikabarkan hilang.

Banyak yang berasumsi bahwa hilangnya para eksekutif tersebut tidak lain adalah karena menghindari utang yang menumpuk. Situasi yang datang tiba-tiba ini tentu hadir sebagai tantangan yang luar biasa bagi Uniswap, The Sandbox, dan Azuki. Namun demikian, karena kondisi proyek mereka masih ada dalam kondisi yang stabil, besar kemungkinan mereka dapat bertahan dalam masa bear market ini.

DailySocial.id mengajak Anda untuk mengikuti kegiatan Web3 Developer Bootcamp yang didukung oleh Sinar Mas Land dan WIR.  Perhelatan Web3 Developer Bootcamp ini akan menambah pengetahuan Anda seputar Web3 bersama para trainers yang ahli pada bidangnya. Selengkapya Anda bisa simak dan mendaftarkan diri di sini. Selain itu, Anda juga bisa bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk diskusi terkait ekosistem teknologi Web2 atau Web3 lebih lanjut melalui tautan ini.

Penulis: Faisal Mujaddid dari Artpedia – L2 Ethereum NFT Marketplace 

Editor: Nandang Ary Pangesti

Mengenal Web3 yang Populer dan Hype Desentralisasi

Beberapa kata pencarian seperti Web3, Crypto, NFT, dan sejenisnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan pada tahun 2021 hingga 2022, seperti yang bisa kita lihat dari Google Trends. Popularitas ini bukanlah tanpa alasan, melainkan muncul dari banyak keunggulan yang ditawarkan inovasi baru yaitu Web3, yang terlahir dari keluhan pengguna Web2.

Apa itu Web2 dan Web3?

Perbedaan mendasar yang ada pada Web2 dan Web3 adalah berdasarkan kata kunci “desentralisasi”. Lantas, apa itu desentralisasi dan mengapa kata tersebut menjadi jargon yang seringkali digaungkan para pembagun platform Web3? 

Pada dasarnya, Web2 adalah internet yang banyak kita gunakan saat ini yang umumnya didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang menawarkan jasa-jasa tertentu, seperti Facebook dan Instagram dari Meta dengan data konsumen sebagai nilai tukar gantinya.

Sementara itu dalam Web3, aplikasi berjalan dalam blockchain dan langsung terdesentralisasi. Sehingga, memungkinkan siapa saja untuk berpartisipasi di dalam banyaknya jasa yang ditawarkan pihak Web3 tanpa mengorbankan data pribadi mereka.

Selain desentralisasi, ada beberapa aspek penting lainnya yang mendukung Web3, salah satunya adalah adanya kualitas komposisinya (composability). ayaknya sebuah permainan lego, produk Web3 dapat dibangun secara open-source bersama dengan banyak orang lainnya dan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan sistem sentral. Pembangun- pembangun selanjutnya dapat melanjutkan pembangunan sistem, meningkatkan kualitasnya menjadi lebih baik lagi, dan terus mengeliminir bug dan kelemahannya. Hal ini sejalan dengan perkataan Co-Founder Scalar Capital, Linda Xie yang menyebutkan kualitas berkomposisi atau composability adalah sebuah inovasi.

Privasi dan kepemilikan penuh atas data pribadi juga adalah salah satu keunggulan yang dimiliki Web3. Pada dasarnya Web3 tidak memerlukan banyak dokumen pribadi dari pengguna untuk memakai fitur-fitur platform di dalamnya dengan optimal. Kita juga bisa menemukan banyak user Web3 menggunakan pseudonim atau nama samaran saat berinteraksi di dalam ekosistem Web3. Elemen privasi yang kental ini juga telah menjadi budaya yang erat dengan Web3.

Perbandingan Web2 dan Web3

Web2:

  • Facebook dapat melakukan sensor terhadap sebuah konten atau akun
  • Bank sentral dapat menahan atau menolak pembayaran untuk akun  tertentu
  • Server Fiverr berpotensi terdampak oleh matinya sistem dan berpengaruh pada pendapatan pekerja.

Web3:

  • Konten pada Web3 tidak dapat disensor karena kontrol tidak dipegang sistem sentral
  • Pembayaran pada Web3 tidak dapat dibatasi dan tidak memerlukan data pribadi
  • Server di Web3 tidak pernah mati, karena memakai jaringan desentralisasi.

Alasan Web3 Begitu Populer Saat Ini

Kamu mungkin sudah tidak asing dengan decentralized finance atau yang sering disebut DeFi. DeFi adalah teknologi populer yang membuat peran bank sentral dieliminir oleh pemakaian buku ledger yang transparan dan jauh lebih aman karena berada dalam blockchain. Uang yang pada konvensionalnya disetor pada bank sentral, kini berada dalam format digital. Umumnya tersimpan dalam digital wallet dan pengguna tidak perlu membayar biaya-biaya yang seringkali ditagihkan bank sentral kepada pengguna dalam memakai jasa jasanya.

DeFi sebagai salah satu kategori produk yang dihasilkan dari teknologi blockchain merupakan inovasi fundamental yang sampai saat ini masih berinovasi dalam meningkatkan kecepatan transfer dana, keamanan, dan berbagai fitur lainnya yang tidak didukung oleh bank sentral.

Hal besar berikutnya dari maraknya penggunaan dan pengembangan platform pada blockchain adalah Non-Fungible Tokens atau yang kita sering dengar sebagai NFT. Simpelnya, NFT ini adalah sebuah token unik yang tidak bisa digantikan oleh token lainnya. Tidak akan ada dua token yang sama. Salah satu koleksi NFT yang paling populer antara lain Bored Ape Yacht Club dan Karafuru.

NFT tentunya memiliki kegunaan, yaitu unsur kegunaan yang diberikan oleh pengembang proyek NFT, seperti Karafuru kepada pembeli NFT atau holder NFT. Ada berbagai macam kegunaan NFT, mulai dari akses eksklusif ke acara-acara tertentu sampai dengan merchandise eksklusif dari brand ternama seperti Hypebeast dan Atmos.

Namun, di antara kegunaan tersebut proyek NFT seperti Karafuru pun pernah mengalami berbagai tantangan dalam perjalanannya meraih peringkat pertama di pasar loka NFT OpenSea. Untuk itu Artpedia menganalisa proyek NFT Karafuru dan mewawancarai founder NFT Karafuru untuk berdiskusi mengenai kegunaan dan pengalaman mendirikan proyek sebesar Karafuru di sini.

Potensi seperti di ataslah yang menjadi alasan mengapa platform Web3 memiliki daya tariknya sendiri. Infrastruktur yang mendukung bebasnya pemakaian dan modifikasi dari data, dana, dan daya guna ini adalah  visi utama dari desentralisasi dan Web3.

Peran Web3 dan Potensinya Menggantikan Web2

Peran Web3 sebagai pionir dalam demokratisasi konten dan data pada internet baru saja dimulai. Walaupun banyak proyek-proyek baru dan inovatif yang bermunculan, tidak menggeser pembenahan aspek-aspek Web3 secara konsisten ke depannya.

Tidak hanya itu, proyek-proyek baru yang kian sukses menapakkan kakinya di dunia baru Web3 ini menjadi harapan dan aspirasi banyak pengguna untuk menjadi bagian besar untuk membentuk masa depan Web3 yang terdesentralisasi.

Akan tetapi, potensi Web3 sebagai pengganti Web2 juga masih dalam wilayah abu-abu, penuh dengan perdebatan dengan satu pertanyaan kunci: sanggupkah Web3 yang masih muda ini menggantikan Web2 secara permanen?

Untuk mencari tahu jawaban tentang bagaimana potensi Web3 bisa masuk ke dalam ekosistem teknologi, DailySocial.id membuka sebuah perhelatan yang sayang untuk Anda lewatkan, Web3 Developer Bootcamp by DailySocial.id. Dengan mengusung tema “Building Builder of the Future”, Web3 Developer Bootcamp akan membahas tentang ekosistem teknologi Web3 seperti blockchain, crypto, NFT, DeFi, serta DAO. Tentunya semua materi dan pembahasan ini akan dibagikan oleh keynotes yang sudah ahli dalam bidangnya seperti Antonny Liem (GDP Venture), Intan Wibisono (ArtPop Up, Indo NFT Festiverse), On Lee (GDP Labs), Yohanes Adhi (DailySocial.id), Irzan Raditya (Kata.ai), dan para trainers serta expertise seperti Muqorrobin Marufi (Ansvia), Tata Tricipta (Exclusor), Reza Anwar (Inamart).

Anda juga tidak hanya akan mendapatkan materi pembelajaran tentang Web3 semata, sesuai namanya acara ini akan mengajak Anda mengembangkan program “smart contract” secara langsung di platform website blockchain yang dilengkapi dengan sesi coaching secara one-on-one selama 3 hari secara langsung.

Agar bisa memahami lebih dalam mengenai Web3, DailySocial.id mengajak Anda untuk mengikuti kegiatan Web3 Developer Bootcamp, yang akan menambah pengetahuan Anda seputar Web3 bersama para trainers yang ahli pada bidang tersebut. Selengkapya Anda bisa simak dan mendaftarkan diri di sini. Selain itu, Anda juga bisa bergabung bersama Artpedia NFT Marketplace untuk diskusi terkait ekosistem teknologi Web2 atau Web3 lebih lanjut melalui tautan ini.

Artikel ini ditulis oleh Faisal Mujaddid – Artpedia NFT Marketplace.

Editorial oleh Tasya Kania

Blockchain Startup Ekta Receives 891 Billion Rupiah Funding from Global Emerging Markets

Blockchain technology development startup Ekta announced $60 million (over 891 billion Rupiah) funding from Global Emerging Markets, a New York-based alternative asset investment group. The fund is said to be used to prepare a series of blockchain-powered products such as NFT marketplaces, hybrid crypto exchange platforms, blockchain-based games, and real estate investments.

“The funds will be used for the development of the Ekta ecosystem, liquidity for the NFT marketplace and hybrid exchange, the development of the plant-to-earn MetaTrees game, marketing, and building a technology team,” Ekta’s CEO, Berwin Tanco said.

Was launched in August 2021, Ekta stands as one of the most focused decentralized protocols for aligning blockchain with the physical world. Headquartered in Bali, Indonesia, the company was founded by Berwin Tanco (CEO), Yog Shrusti (CSO), and Jason Zheng (CMO), and now has a total team of 75 people worldwide.

It was written in the blog that Ekta’s founders have the vision to empower blockchain utilities to provide opportunities for everyone to live a better life. Therefore, Ekta leverages the power of blockchain to create a new and transparent ecosystem, allowing everyone from all backgrounds to participate.

Ekta’s developed mainnet i, called EktaChain, tokenizes real-world assets, such as property, music, art and gold. Ekta token holders will be able to transact and interact with financial products to grow their wealth, earn money by playing games, buy and sell digital and tangible assets. All of these products will later be combined in one super-app.

“This app will be a Web2 practice using Web3 as a backbone, therefore, people will easily get involved and no need to know whether there is a crypto or blockchain behind it,” Ekta’s CIO, Sven Milder added.

Ekta’s products

Source: Ekta

Lately, the crypto market is bearish, affecting most Web3 companies. However, Tanco remains optimistic since the company has a unique proposition that will ultimately provide good benefits once the market recovers. “We are in a very good position during this decline period as we believe the next trend is blockchain bridging to the physical world and Ekta has been doing so since 2021.”

Ekta will create a cross-chain NFT platform for trading, staking, and exchanging physical assets with digital asset representation. The Ekta NFT marketplace will serve as a bridge through which NFT developers and physical asset owners interact with other brands and individuals through their virtual collections.

Compared to similar players, Ekta is closely tied to real-world use cases, has value and utility, and is asset-backed. The NFT marketplace, for example, will sell tokens that link real-world assets and values ​​with projects offered on its platform.

MetaTrees is a blockchain-based game that allows players to earn crypto while playing an active role in conserving real-world natural resources. Meanwhile, Ekta Island, a 16-hectare land located near Bali and owned by time Ekta, will be a blockchain-fueled physical space and will offer token fractional investment and access to ordinary people.

One of Ekta’s flagship products is the Ekta Portal, the company said that this is the world’s first endpoint node to reward operators with cryptocurrencies. By activating the device via the Ekta NFT Portal, operators can start earning a daily reward of 10 thousand Ekta tokens which will be divided by the number of active operators. Having NFT Portal Ekta automatically whitelists holders for all Ekta offerings, such as Ekta Island and MetaTrees.

By bringing blockchain solutions to traditional industries, businesses, and physical assets, the company aims to attract more people to the crypto world. “While 10% of people on the internet hold crypto, we are targeting the next 10% by building true utility and value for them,” Tanco said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Blockchain “Ekta” Terima Pendanaan 891 Miliar Rupiah dari Global Emerging Markets

Startup pengembang teknologi blockchain Ekta mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $60 juta (lebih dari 891 miliar Rupiah) dari Global Emerging Markets, grup investasi aset alternatif berbasis di New York. Suntikan dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mempersiapkan rangkaian produk bertenaga blockchain seperti marketplace NFT, platform pertukaran crypto hybrid, game berbasis blockchain, dan investasi real estat.

“Dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan ekosistem Ekta, likuiditas untuk NFT marketplace dan hybrid exchage, pengembangan game plant-to-earn MetaTrees, pemasaran, dan bangun tim teknologi,” kata Tanco.

Diluncurkan pada Agustus 2021, Ekta berdiri sebagai salah satu protokol terdesentralisasi yang paling fokus untuk menyelaraskan blockchain dengan dunia fisik. Berkantor pusat di Bali, Indonesia, perusahaan ini didirikan oleh Berwin Tanco (CEO), Yog Shrusti (CSO), dan Jason Zheng (CMO), dan kini memiliki total tim 75 orang di seluruh dunia.

Dalam blognya disampaikan, para pendiri Ekta memiliki visi untuk memberdayakan blockchain dalam memberi setiap orang kesempatan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, Ekta memanfaatkan kekuatan blockchain untuk menciptakan ekosistem baru dan transparan, memungkinkan semua orang dari berbagai latar belakang dapat berpartisipasi.

Mainnet yang dikembangkan Ekta dinamakan EktaChain, mentokenisasi aset dunia nyata, seperti properti, musik, seni, dan emas. Pemegang token Ekta akan dapat bertransaksi dan berinteraksi dengan produk keuangan untuk menumbuhkan kekayaan mereka, mendapatkan uang dengan bermain game, jual-beli aset digital dan berwujud. Seluruh produk tersebut nantinya akan digabungkan dalam satu super-app.

“Aplikasi ini akan menjadi pengamalan Web2 dengan tulang punggung Web3, sehingga orang akan dengan mudah terlibat dan tidak perlu tahu bahwa ada kripto atau blockchain di belakangnya,” tambah CIO Ekta Sven Milder.

Produk Ekta

Sumber: Ekta

Seperti diketahui belakangan ini pasar kripto sedang bearish, memberikan dampak kepada perusahaan Web3 kebanyakan. Akan tetapi Tanco tetap optimistis, karena perusahaan memiliki proposisi unik yang pada akhirnya akan memberikan manfaat yang baik setelah pasar pulih. “Kami berada dalam posisi yang sangat baik selama periode penurunan ini karena kami percaya tren berikutnya adalah blockchain yang menjembatani ke dunia fisik dan Ekta telah melakukannya sejak 2021.”

Ekta akan menciptakan platform NFT lintas rantai untuk perdagangan, staking, dan pertukaran aset fisik dengan representasi aset digital. Pasar Ekta NFT akan berfungsi sebagai jembatan di mana pengembang NFT dan pemilik aset fisik berinteraksi dengan merek dan individu lain melalui koleksi virtual mereka.

Dibandingkan pemain sejenis, Ekta memiliki kaitan erat dengan kasus penggunaan di dunia nyata, memiliki nilai dan utilitas, dan didukung aset. NFT marketplace misalnya, akan menjual token yang menghubungkan aset dan nilai dunia nyata dengan proyek yang ditawarkan di platformnya.

MetaTrees, game berbasis blockchain yang memungkinkan pemain memperoleh kripto sambil memainkan peran aktif dalam melestarikan sumber alam dunia nyata. Sementara itu, Ekta Island, tanah seluas 16 hektar yang terletak di dekat Bali dan dimiliki oleh time Ekta, akan menjadi ruang fisik berbahan bakar blockchain dan akan menawarkan investasi fraksional token dan akses ke orang biasa.

Salah satu produk unggulan Ekta adalah Ekta Portal, menurut perusahaan ini adalah node titik akhir pertama di dunia yang memberi penghargaan kepada operator dengan kripto. Dengan mengaktifkan perangkat melalui NFT Portal Ekta, operator dapat mulai menghasilkan hadiah harian 10 ribu token Ekta yang akan dibagi dengan jumlah operator aktif. Memiliki NFT Portal Ekta secara otomatis memasukkan pemegang daftar putih untuk semua penawaran Ekta, seperti Ekta Island dan MetaTrees.

Dengan membawa solusi blockchain ke industri tradisional, bisnis, dan aset fisik, perusahaan berharap dapat menarik lebih banyak orang ke dunia kripto. “Sementara 10% orang di internet memegang kripto, kami menargetkan 10% berikutnya dengan membangun utilitas dan nilai sejati bagi mereka,” kata Tanco.