Viewerships Q3 2021, Facebook Gaming Jadi Platform Streaming Game dengan Pertumbuhan Tertinggi

Viewership dari berbagai platform streaming game pada 2020 naik pesat berkat pandemi COVID-19. Namun, sekarang, kehidupan mulai kembali normal di sejumlah negara. Masyarakat pun bisa kembali beraktivitas seperti semula. Meskipun begitu, secara keseluruhan, viewership di berbagai platform streaming game masih menunjukkan kenaikan. Hal ini membuktikan, tingkat konsumsi masyarakat akan konten streaming game memang naik. Berikut laporan viewership dari Stream Hatchet untuk Q3 2021.

Viewership dari 3 Platform Streaming Game di Q3 2021

Pada Q3 2021, total hours watched dari semua platform streaming game adalah 8,2 miliar jam. Angka ini sedikit turun jika dibandingkan dengan total hours watched pada Q2 2021, yang mencapai 9 miliar jam. Menurut Stream Hatchet, salah satu alasan mengapa viewership pada Q3 2021 sedikit turun dari kuartal sebelumnya adalah karena kantor, restoran, dan tempat hiburan telah mulai dibuka. Hal ini mendorong orang-orang untuk pergi dari keluar rumah. Jadi, waktu yang bisa mereka habiskan untuk menonton streamers berkurang.

Meskipun begitu, total hours watched dari semua platform streaming game pada Q3 2021 tetap lebih tinggi daripada Q2 2020, yang hanya mencapai 7,7 miliar jam. Artinya, masyarakat memang mengonsumsi lebih banyak konten streaming dari sebelumnya. Pada Q4 2021, kemungkinan, viewership dari berbagai platform streaming game akan kembali naik. Pasalnya, ada berbagai game baru yang akan diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan, seperti Age of Empires 4, Battlefield 2042, dan Halo Infinite.

Sampai saat ini, industri streaming game masih dikuasai oleh tiga platform, yaitu Twitch milik Amazon, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming. Di antara ketiga platform tersebut, Twitch masih menjadi platform nomor satu di dunia. Sepanjang 2021, total hours watched yang didapat Twitch mencapai 18,5 miliar, naik 41% jika dibandingkan dengan 2020. Namun, pada Q3 2021, total hours watched dari Twitch menunjukkan penurunan; dari 6,5 miliar jam pada Q2 2021 menjadi 5,7 miliar jam pada Q3 2021.

Total hours watched dari Twitch pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Tingginya viewership Twitch bukan berarti platform tersebut bebas dari masalah. Pada 1 September 2021, sejumlah kreator konten mengadakan boikot, bertajuk A Day Off Twitch. Tujuan protes itu adalah untuk mendorong Twitch agar mereka menindaklanjuti berbagai harassment yang terjadi pada para streamers. Menggunakan data dari Gamesight, GamesBeat menyebutkan bahwa boikot itu membuat Twitch kehilangan sekitar satu juta penonton mereka. CEO Gamesight, Adam Lieb menyebutkan, pada hari boikot terjadi, jumlah penonton Twitch mencapai titik paling rendah sepanjang 2021.

Tak hanya itu, pada awal Oktober 2021, Twitch harus berurusan dengan kebocoran data. Mereka mengakui, hacker berhasil mengakses data  mereka terekspos ke internet secara tidak sengaja. Mereka menyebutkan, hal ini terjadi karena adanya perubahan konfigurasi pada server. Sejauh ini, hacker membocorkan data berupa source code untuk Twitch, rencana Amazon untuk membuat platform toko game digital layaknya Steam, dan informasi tentang bayaran para kreator, menurut laporan The Verge.

Mari beralih ke YouTube Gaming. Pada 2020, viewership dari platform tersebut meningkat pesat. Secara total, jumlah hours watched untuk YouTube Gaming pada 2020 mencapai 4,3 miliar jam, naik 95% dari tahun 2019. Namun, sekarang, angka itu mengalami penurunan. Hingga saat ini, jumlah hours watched dari YouTube Gaming hanya mencapai 3,8 miliar jam, turun 12% dari tahun lalu.

Sementara itu, dalam tiga kuartal terakhir, jumlah hours watched yang didapat oleh YouTube Gaming juga menunjukkan tren turun. Pada Q3 2021, YouTube Gaming mendapatkan 1,1 miliar jam hours watched, turun 13% dari kuartal sebelumnya. Sementara pada Q2 2021, total hours watched YouTube Gaming adalah 1,3 miliar jam, turun 5% dari Q1 2021. Namun, menurut Stream Hatchet, kemungkinan, viewership untuk YouTube Gaming akan kembali naik pada Q4 2021.

Total viewership dari YouTube Gaming. | Sumber: Stream Hatchet

Walau belum bisa menyaingi Twitch dari segi viewership, YouTube Gaming berhasil mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamers, seperti DrLupo dan TimTheTatman. Keberadaan streamers populer tidak hanya akan meningkatkan viewership YouTube Gaming, tapi juga mengubah persepsi kreator konten akan platform itu. Jika para kreator konten populer mau menjalin kerja sama eksklusif dengan YouTube Gaming, hal ini menunjukkan bahwa YouTube Gaming adalah platform yang cocok bagi orang-orang yang ingin membangun karir sebagai streamer atau kreator konten.

Sementara itu, total hours watched yang didapat oleh Facebook Gaming pada Q3 2021 adalah 3,5 miliar jam, naik 56% dari tahun lalu. Dengan ini, Facebook Gaming menjadi platform streaming game dengan pertumbuhan paling besar jika dibandingkan dengan Twitch dan YouTube. Dalam tiga kuartal di 2021, jumlah hours watched dari Facebook Gaming juga menunjukkan tren naik, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

Viewership untuk Facebook Gaming. | Sumber: Streat Hatchet

Salah satu alasan mengapa Facebook Gaming menjadi populer adalah karena platform itu menjadi pilihan banyak streamer mobile game. Pada Q3 2021, konten PUBG Mobile dan Mobile Legends: Bang Bang memberikan kontribusi sebesar 75% dari total viewership yang didapat oleh Facebook Gaming. Kedua game tersebut merupakan dua mobile game paling populer saat ini. Seiring dengan semakin populernya mobile game, maka viewership dari konten mobile game pun akan naik.

Konten Streaming Game Terpopuler di Q3 2021

Di Q3 2021, Just Chatting menjadi kategori konten yang paling banyak ditonton. Kategori itu berhasil mengumpulkan total hours watched sebanyak 708 juta jam. Salah satu alasan mengapa kategori Just Chatting populer adalah karena biasanya, para streamers akan menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan para penonton mereka setelah dan sebelum mereka melakukan siaran. Selain itu, tidak sedikit streamers yang berhasil mengumpulkan penonton hanya dengan menyediakan konten Just Chatting.

10 kategori paling populer pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Dari 10 kategori paling populer pada Q3 2021, tiga di antaranya merupakan mobile game. Free Fire menjadi mobile game dengan konten yang paling banyak ditonton. Game dari Garena itu mendapatkan total hours watched sebanyak 325 jam. Mobile game paling populer ke-2 adalah PUBG Mobile, dengan total hours watched 247 juta jam, diikuti oleh Mobile Legends yang mendapat total hours watched sebanyak 240 juta jam. Mengingat minat akan mobile game masih menunjukkan tren naik, tidak tertutup kemungkinan, viewership dari berbagai mobile game akan tumbuh di masa depan.

Sepanjang Q3 2021, Tencent menjadi publisher terpopuler. Di Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming, total hours watched dari game-game Tencent menembus satu miliar jam pada Q3 2021. Perusahaan asal Tiongkok menjadi satu-satunya publisher yang berhasil mencapai hal tersebut. Dua game yang memberikan kontribusi besar pada viewership untuk Tencent adalah League of Legends dan VALORANT, yang dibuat oleh Riot Games.

Lima publisher yang mendapatkan total hours watched paling banyak pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Setelah Tencent, Take-Two Interactive menjadi publisher paling populer kedua. Publisher tersebut berhasil mendapatkan 700 juta hours watched. Grand Theft Auto V menjadi kontributor utama dari total hours watched yang didapatkan oleh Take-Two. Pada Q3 2021, sekitar 89% dari total hours watched Take-two berasal dari GTA V.

Streamers Terpopuler di Q3 2021

Dengan total hours watched sebanyak 49 juta jam, xQcOW masih menjadi streamer paling populer pada Q3 2021. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan Q2 2021, total hours watched yang didapatkan oleh xQc lebih rendah 41 juta jam. Tidak heran, mengingat total durasi siaran dari xQc pada Q3 2021 juga turun, 167 jam lebih sedikit dari kuartal sebelumnya. Satu hal yang menarik, empat dari lima streamers paling populer pada Q3 2021 tidak menggunakan bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan, audiens untuk konten streaming game tidak terbatas pada negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris, tapi juga negara-negara lain.

Hours watched dan tingkat engagement dari para kreator konten. | Sumber: Stream Hatchet

Meskipun xQc menjadi streamer paling populer, tingkat engagement-nya di media sosial cukup rendah. Dengan tingkat engagement 0,22, jangkauan xQC di media sosial hanyalah 12,5 juta orang. Dari segi engagement, Auronplay merupakan streamer terbaik. Dia memiliki tingkat engagement sebesar 1,03 dengan jangkauan 50,4 juta orang.

Sementara itu, gelar streamer perempuan paling populer jatuh pada Amouranth, dengan total hours watched sebanyak 12,1 juta jam. Setelah memopulerkan tren Hot Tub stream, dia kini menemukan sukses dengan membuat konten ASMR. Dan seperti yang bisa Anda lihat pada daftar di bawah, tiga dari lima streamer perempuan paling populer merupakan kreator di YouTube Gaming. Hal ini mengimplikasikan, YouTube Gaming merupakan platform pilihan untuk para kreator perempuan.

Total hours watched dan tingkat engagement dari lima streamer perempuan terpopuler. | Sumber: Stream Hatchet

Sama seperti xQc, walau Amouranth mendapatkan hours watched paling banyak, tingkat engagement-nya di media sosial rendah, hanya 0,02. Jumlah jangkauannya di media sosial hanya mencapai 4,8 juta orang. Sementara Valkyrae — yang merupakan streamer perempuan paling populer ke-3 dengan total hours watched 5,8 juta jam — memiliki tingkat engagement paling tinggi, mencapai 3,3. Total jangkauan Valkyrae di media sosial mencapai 9,9 juta orang. Satu hal yang harus diingat, selain viewership, tingkat engagement menjadi salah satu metrik yang menjadi perhitungan bagi perusahaan untuk menjalin kerja sama dengan seorang streamer.

Lesunya Twitch di Indonesia: Harga Paket Data Tentukan Segalanya

Sekarang, bermain game tidak lagi menjadi hobi bagi segelintir orang. Faktanya, orang-orang tak hanya suka bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Karena itulah, industri esports dan game streaming bisa tumbuh pesat. Hal ini menarik banyak perusahaan untuk masuk ke industri game streaming. Namun, pasar game streaming tetap dikuasai beberapa pemain besar, seperti Twitch, YouTube, dan Facebook.

Di level global, Twitch masih menjadi platform game streaming nomor satu. Hanya saja, platform game streaming milik Amazon itu justru tidak terlalu dikenal di Indonesia. Riset dari DSResearch pada akhir 2019 menunjukkan, Twitch justru menjadi platform game streaming paling tidak populer di Tanah Air. Di Indonesia, YouTube merupakan platform game streaming terpopuler, diikuti oleh Facebook dan NimoTV.

Lalu, kenapa Twitch tidak populer di Indonesia?

 

Keadaan Industri Game Streaming 

Selama pandemi, industri game menjadi salah satu industri yang justru mengalami pertumbuhan. Pasalnya, orang-orang yang tidak bisa pergi keluar rumah menghabiskan banyak waktunya bermain game atau menonton konten game. Pada 2020, jumlah penonton live streaming konten game naik dua kali lipat jia dibandingkan dengan pada 2019. Sepanjang 2020, total hours watched dari konten game adalah 12 miliar, sementara total hours streamed mencapai 916 juta jam, menurut data StreamLab.

Total hours watched dari Twitch, Facebook Gaming, dan YouTube Gaming. | Sumber: StreamLab
Total hours watched dari Twitch, Facebook Gaming, dan YouTube Gaming. | Sumber: StreamLab

Pada Q2 2020, Twitch memecahkan rekor total hours watched. Untuk pertama kalinya, total hours watched mereka mencapai 5 miliar juta jam. Pada Q4 2020, mereka kembali memecahkan rekor ini. Di kuartal akhir 2020, total hours watched Twitch mencapai 5,44 miliar jam. Hal ini berarti, Twitch memberikan kontribusi 65,8% dari total hours watched di industri game streaming. Sebagai perbandingan, YouTube menyumbangkan 23,3% atau sekitar 1,9 miliar jam dan Facebook memberikan 901,1 juta jam atau sekitar 10,9%.

Selain total hours watched, Twitch juga unggul dari segi hours streamed (total durasi konten yang disiarkan oleh para streamers). Pada Q4 2020, semua streamers di Twitch menyiarkan 230,5 juta jam konten. Sementara di Facebook, angka ini hanya mencapai 14,5 juta jam dan di YouTube Gaming, hanya 10,4 juta jam. Hal ini tidak aneh, mengingat fungsi utama Twitch memang sebagai platform game streaming. Sementara Facebook merupakan media sosial yang juga menawarkan fitur game streaming dan YouTube lebih fokus pada konten yang tidak live.

Jumlah streamers di Twitch dari 2018 sampai 2021. | Sumber: Statista
Jumlah streamers di Twitch dari 2018 sampai 2021. | Sumber: Statista

Pada tahun lalu, jumlah streamers di Twitch juga naik drastis, seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas. Pada puncaknya, jumlah streamers di Twitch mencapai 9,89 juta orang, menurut data dari Statista. Namun, pada Februari 2021, jumlah streamers di Twitch sempat turun menjadi 9,52 juta orang. Kabar baiknya, data dari Twitch Tracker menunjukkan bahwa jumlah streamers di Twitch kembali naik pada Maret 2021, menjadi 9,6 juta orang. Dalam seminggu terakhir, Just Chatting masih menjadi kategori paling populer. Posisi kedua diduduki oleh Grand Theft Auto V, diikuti oleh League of Legends, Fortnite, dan Call of Duty: Warzone.

Sebagai perbandingan, YouTube mengungkap bahwa pada 2020, jumlah active gaming channels di platform mereka mencapai 40 juta channels. Sementara total hours watched dari konten game di YouTube mencapai 100 miliar jam dan total hours watched dari live streaming konten game naik menjadi 10 miliar jam. Menariknya, game-game yang populer di YouTube agak berbeda dari game yang populer di Twitch.

Berikut daftar 5 game yang populer di YouTube:

  • Minecraft – 201 miliar views
  • Roblox – 75 miliar views
  • Free Fire – 72 miliar views
  • Grand Theft Auto V – 70 miliar views
  • Fortnite – 67 miliar views

Apa Kata Para Streamers?

Untuk mengetahui pendapat para streamers/kreator konten akan Twitch dan industri game streaming secara umum, Hybrid mewawancara beberapa orang. Salah satunya adalah Cindy “Cimon” Monika, yang mulai melakukan streaming karena tugasnya sebagai brand ambassador. Perempuan yang akrab dipanggil Cimon ini memilih YouTube sebagai platform utamanya. Dia menjelaskan, alasannya memilih YouTube adalah karena dia merasa, YouTube memang platform yang dibuat sebagai wadah konten video, termasuk konten gaming. Selain itu, dia percaya, audiens game streaming di YouTube lebih besar dari platform streaming lainnya.

“Dan YouTube sudah umum, Anda tidak perlu download aplikasi atau pergi ke link tertentu untuk menonton,” ujar Cimon saat dihubungi oleh Hybrid melalui pesan singkat. “Karena biasanya, orang cukup malas ya untuk download aplikasi baru untuk menonton.” Dia bercerita, dia sempat menggunakan Twitch, walau tidak lama. Dia merasa, Twitch adalah platform yang cocok untuk digunakan bagi streamers yang memang menargetkan penonton dari negara-negara Barat. “Twitch juga punya ‘hiasan’, yang membuat streamer layaknya sebuah ‘profesi’, seperti overlay dan lain-lain,” ujarnya. Meskipun begitu, saat ini, fitur seperti overlay juga sudah bisa ditemukan di platform streaming lain, termasuk YouTube.

Lain halnya dengan Clara Vauxhall alias Iris, yang lebih memilih untuk melakukan streaming di Twitch. Dia bahkan sudah masuk ke dalam program Twitch Affiliate. Pada dasarnya, seseorang yang sudah menjadi Twitch Affiliate dapat memonetisasi channel-nya dengan menawarkan langganan, Bits, dan penjualan game atau item dalam game. Ketika dihubungi oleh Hybrid, Clara mengungkap, alasannya untuk melakukan streaming di Twitch adalah karena dia memang menargetkan audiens di luar Indonesia.

“Saya memilih Twitch karena penontonnya lebih didominasi oleh orang luar negeri, yang membuat saya lebih nyaman dibandingkan dengan penonton dalam negeri,” ujar Clara. “Viewers YouTube biasanya didominasi oleh orang dalam negeri, sering lebih keras kepala dan kurang lenient jika dibandingkan dengan penonton Twitch.”

Selain itu, Clara memutuskan untuk tidak mengincar audiens lokal karena tidak ingin terlibat konflik internal dalam komunitas, yang bisa memicu drama. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti dia mengacuhkan audiens lokal sama sekali. “Kalau saya prbadi, saya mencoba untuk menyeimbangkan penonton dari dalam dan luar negeri, meski penonton yang dari dalam negeri lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang luar negeri,” katanya.

Clara bercerita, alasan lain dia memilih Twitch adalah karena desain tampilannya yang sesuai dengan seleranya. Dia juga cukup senang dengan keberadaan sistem Channel Points, yang mendorong audiens untuk menonton lebih lama. Pada dasarnya, dengan sistem Channel Points, seorang penonton akan mendapatkan poin berdasarkan pada durasi dia menonton. Poin ini bisa digunakan oleh penonton untuk meminta sang streamer melakukan sesuatu, seperti menyanyi. “Tapi, permintaan yang bisa diminta oleh penonton juga tergantung masing-masing streamer. Para streamers sendiri yang menentukan apa saja yang bisa di-redeem,” ujarnya. “Menurutku, hal ini bisa mendorong interaksi audiens dengan sang streamer.”

Contoh sistem Channel Points di Twitch.
Contoh sistem Channel Points di Twitch.

Tentu saja, selama melakukan streaming di Twitch, Clara juga menemui masalah. Salah satunya adalah Terms of Service yang lebih ketat. “Kata-kata yang sebenarnya tidak mengandung SARA, seperti simp dan virgin, tidak boleh digunakan di Twitch,” katanya. Masalah lain yang kerap dia hadapi adalah ping yang besar ketika dia berkolaborasi dengan streamer lain dari luar Indonesia. “Ketika hendak melakukan kolaborasi dengan streamer lain, karena target audiensnya luar negeri, ada beberapa masalah vital, seperti latensi ping, zona waktu, dan lain sebagainya,” ungkapnya. “Dalam hal ini, memiliki audiens dalam negeri lebih menguntungkan.”

Platform game streaming tidak hanya digunakan oleh para individu yang ingin beken di kalangan para gamers, tapi juga perusahaan yang berkutat di bidang game dan esports. Salah satunya adalah RevivalTV. Sama seperti Cimon, YouTube menjadi platform pilihan RevivalTV. Hanya saja, mereka juga aktif di Nimo TV, merek di bawah HUYA, platform game streaming asal Tiongkok. Chief Growth Officer, RevivalTV, Irliansyah Wijanarko Saputra menjelaskan alasan utama mengapa RevivalTV memilih kedua platform ini adalah karena komunitas gaming dan esports memang sudah tumbuh besar di kedua platform tersebut.

The community is there and we’re part of it,” ujar Irli sambil tersenyum. Dia menyebutkan, dua game yang komunitasnya besar di YouTube dan Nimo TV adalah Mobile Legends dan PUBG Mobile. Dia mengungkap, YouTube dan Nimo TV merupakan tempat berkumpul bagi komunitas game dan esports, petinggi perusahaan esports, serta Key Opinion Leaders (KOL). Hal ini menjadi salah satu kelebihan dari kedua platform tersebut

Ketika ditanya tentang faktor yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah platform streaming game di Indonesia, dia menjawab, “Tongkrongan/komunitas/main sama siapa. Benefits ke streamer-nya apa dan kedekatan dengan streamer mereka.” Lebih lanjut, dia menjelaskan kenapa Nimo TV lebih diterima daripada Twitch.

“Twitch itu produk barat dan Nimo produk timur. Approach orang-orang di belakang Twitch dan Nimo juga berbeda jauh,” ujar Irli. “Twitch pasif. Mereka tidak berikan benefit lain selain fakta bahwa platform mereka memang sudah bagus. Produk timur, termasuk Nimo, mereka turun ke grassroot, growing bareng komunitasnya. Selain itu, Twitch juga terlambat untuk beradaptasi. Pada 2016-2017, mereka tidak punya saingan, tapi mereka tidak buka server di SEA, sehingga nge-lag. Their loss.”

 

Biaya Menonton Twitch vs YouTube Secara Live

Lag menjadi salah satu kekhawatiran netizen Indonesia saat hendak menonton Twitch. Untuk mengetahui apakah kekhawatiran ini nyata, saya mencatat kecepatan data downstream saat menonton Twitch di laptop. Setelah itu, saya membandingkannya dengan kecepatan downstream saat menonton YouTube. Ketika saya menonton video 720p secara live di Twitch, kecepatan download ada di kisaran 1,1 Mbps sampai 3,2 Mbps, dengan kecepatan rata-rata 2,5 Mbps.

Jika dibandingkan, keceptan downstream saat saya menonton video dengan resolusi yang sama di YouTube jauh lebih fluktuatif. Kecepatan terendah ada di 8 kbps sementara kecepatan tertinggi mencapai di 16,4 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 3,4 Mbps. Hal ini menunjukkan, Anda tidak memerlukan koneksi yang lebih cepat untuk bisa menonton Twitch.

Selain di laptop, saya juga melakukan pengujian yang sama di smartphone. Saat menonton video 720p di Twitch, kecepatan terendah ada di 360 kbps dan kecepatan tertinggi pada 1,1 Mbps. Sementara kecepatan data downstream rata-rata adalah 790 kbps. Sebagai perbandingan, saat saya menonton YouTube, kecepatan terendah ada di 133 kbps dan kecepatan tertinggi 367 kbps, dengan kecepatan download rata-rata 307 kbps. Artinya, di mobile, YouTube memerlukan kecepatan yang lebih rendah daripada Twitch.

Masing-masing operator biasanya punya paket khusus untuk media sosial dan YouTube.
Masing-masing operator biasanya punya paket khusus untuk media sosial dan YouTube.

Saat membahas soal sumber pemasukan streamers, saya juga pernah bertanya pada Fandra “Octoramonth” Octo alasan mengapa Twitch tidak populer di Indonesia. Menurutnya, tidak adanya paket khusus untuk menonton Twitch menjadi salah satu alasannya mengapa Twitch kurang populer di Indonesia. Dan memang, saat saya memeriksa daftar paket internet yang ditawarkan oleh Telkomsel, saya menemukan “paket ketengan” untuk YouTube, Facebook, dan bahkan Instagram, tapi tidak ada paket khusus untuk Twitch.

Pertanyaannya, apa ketiadaan paket khusus untuk Twitch memberikan dampak besar? Mari kita menghitung berapa banyak uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton konten di YouTube menggunakan paket khusus dan di Twitch tanpa paket apapun.

Untuk menonton video 720p selama 1 jam, Anda membutuhkan sekitar 1,6GB data. Mengingat Twitch tidak punya paket data khusus, saya akan menggunakan harga paket data biasa dari Telkomsel. Salah satu paket yang Telkomsel sediakan adalah paket OMG. Dengan paket ini, Anda bisa mendapatkan 27GB selama sebulan dengan harga Rp152 ribu. Hal itu berarti, 1GB dihargai Rp4,7 ribu. Dan jika Anda menonton video 720p selama 1 jam, berarti Anda akan mengeluarkan biaya sekitar Rp7,5 ribu.

Sekarang, mari beralih ke biaya yang diperlukan untuk menonton YouTube dengan paket khusus. Telkomsel menyediakan “paket ketengan YouTube”. Anda bisa menonton YouTube sepuasnya selama seminggu hanya dengan Rp15,2 ribu. Dengan asumsi Anda harus bekerja atau mengerjakan tugas sekolah kuliah, Anda hanya bisa menyisihkan waktu sekitar 4 jam setiap hari untuk menonton YouTube — yang berarti Anda bisa menonton 28 jam konten selama seminggu. Jadi, biaya yang harus Anda keluarkan untuk menonton video YouTube selama 1 jam adalah Rp15,2 ribu dibagi 28 jam, yaitu Rp542.

Jika Anda adalah orang yang sibuk dan hanya bisa menonton video di YouTube selama 2 jam setiap hari, berarti uang yang harus Anda keluarkan untuk menonton 1 jam konten adalah Rp1,1 ribu. Ilustrasi di atas membuktikan, tanpa paket khusus, biaya untuk menonton Twitch memang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya untuk menonton YouTube.

 

Kesimpulan

Sekilas, Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming menawarkan hal yang sama, yaitu platform streaming untuk para kreator konten game. Meskipun begitu, ketiganya sebenarnya punya produk utama yang berbeda-beda. Pada awalnya, YouTube dibuat sebagai wadah untuk mengunggah video yang sudah direkam. Sementara Facebook sejatinya merupakan media sosial. Dan Twitch, sejak awal, platform ini memang dibuat sebagai platform game streaming.

Sebagai salah satu pioneer di ranah game streaming, tidak heran jika Twitch mendominasi. Sampai saat ini, Twitch juga masih menjadi platform game streaming nomor satu secara global. Salah satu keunggulan Twitch adalah ia kaya akan fitur. Contohnya, fitur Channel Points. Selain itu, Twitch juga mendukung fitur khusus untuk game-game populer, seperti Live Tracker untuk League of Legends. Sayangnya, fitur khusus tersebut biasanya hanya tersedia untuk game PC. Sementara di Indonesia dan Asia Tenggara, mobile game justru jadi populer. Jadi, tidak heran jika tidak banyak streamers Indonesia yang tertarik untuk menggunakan Twitch.

Alasan lain mengapa Twitch kurang populer adalah karena mereka cenderung pasif. Sejauh ini, mereka tidak menjalin kerja sama apapun dengan operator telekomunikasi. Jadi, tidak ada paket khusus untuk menonton Twitch, yang bisa menekan biaya data yang digunakan para penonton. Di Tanah Air Tercinta, yang orang-orangnya masih sering berbagi berita tanpa membaca isinya karena keterbatasan kuota, saya rasa, besar kuota yang diperlukan untuk menonton sebuah konten adalah masalah penting.

Penonton Esports Akan Mencapai 474 Juta Orang di 2021

Pandemi virus corona pada 2020 memberi dampak positif dan negatif pada industri esports. Di satu sisi, jumlah penonton konten esports bertambah dan esports menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luas. Pasalnya, banyak kompetisi olahraga tradisional yang diganti dengan turnamen esports, mulai dari sepak bola sampai balapan. Di sisi lain, pandemi membuat turnamen esports tidak bisa diselenggarakan secara offline. Hal ini berdampak pada beberapa sumber pemasukan pelaku esports, seperti penjualan tiket pertandingan langsung serta penjualan merchandise.

Belum lama ini, Newzoo kembali merilis laporan terbaru terkait keadaan industri esports. Di laporan itu, Newzoo membahas tentang prediksi pemasukan industri esports untuk tahun ini. Selain itu, mereka juga membahas tentang industri game streaming, yang masih punya kaitan erat dengan dunia esports. Berikut ulasannya.

 

Pemasukan Industri Esports

Pemasukan industri esports pada 2021 diperkirakan akan mencapai US$1,084 miliar. Angka itu naik 14,75% jika dibandingkan dengan pemasukan industri esports pada tahun lalu, yang hanya mencapai US$947,1 juta. Memang, pada awal tahun 2020, nilai industri esports sebenarnya diperkirakan akan menembus US$1 miliar pada tahun itu. Namun, pandemi virus corona menyebabkan beberapa masalah pada para pelaku industri esports. Alhasil, Newzoo memutuskan untuk menyesuaikan perkiraan pemasukan industri esports pada tahun lalu.

Faktanya, dampak negatif pandemi masih akan dirasakan oleh pelaku industri esports pada tahun ini. Dua sumber pemasukan yang masih terdampak adalah penjualan tiket dan merchandise. Keduanya diperkirakan masih akan mengalami penurunan pada tahun ini. Memang, walau dunia mulai pulih, belum banyak kompetisi esports yang akan diselenggarakan secara offline. Kabar baiknya, pemasukan industri esports dari segmen lain — seperti hak siar media dan sponsorship — diperkirakan tidak akan mengalami penurunan.

Sumber pemasukan indusstrii esports. | Sumber: Newzoo
Sumber pemasukan indusstrii esports. | Sumber: Newzoo

Saat ini, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama bagi para pelaku industri esports. Pada 2021, total pemasukan dari hak siar media dan sponsorship mencapai US$833,6 juta atau lebih dari 75% dari total pemasukan esports global. Meskipun begitu, jumlah kontrak sponsorship baru pada 2020 lebih sedikit daripada tahun 2019.

Pada 2019, ada 454 kontrak sponsorship baru yang ditandatangani. Sementara pada 2020, angka itu turun menjadi 358 kontrak. Salah satu alasannya adalah karena ketidakpastian di industri esports selama pandemi. Alasan lainnya adalah karena beberapa perusahaan lebih memilih untuk membuat kontrak sponsorship yang berjalan selama lebih dari satu tahun. Jadi, mereka tidak perlu memperbarui kontrak setiap tahun.

Tiongkok masih menjadi negara dengan pasar esports terbesar. Secara keseluruhan, Tiongkok memberikan kontribusi US$360,1 juta pada total pemasukan industri esports global. Pemasukan industri esports di Tiongkok naik 14% dari US$315 juta pada tahun lalu. Pasar esports terbesar kedua adalah Amerika Utara, dengan pemasukan sebesar US$243 juta, diikuti oleh Eropa Barat, yang memiliki pemasukan sebesar US$205,8 juta.

Jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo
Jumlah penonton esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Pada 2021, tidak hanya pemasukan industri esports yang diperkirakan akan naik, tapi juga jumlah penonton esports. Tahun ini, audiens esports diperkirakan akan mencapai 474 juta orang, naik 8,7% dari tahun lalu. Dari ratusan juta penonton itu, sekitar 234 juta orang merupakan esports enthusiasts, yaitu orang-orang yang menonton konten esports lebih dari satu kali dalam sebulan. Sisanya masuk dalam kategori occasional viewers alias orang-orang yang menonton konten esports kurang dari satu kali dalam sebulan.

Tiongkok juga menjadi negara dengan jumlah esports enthusiasts terbanyak. Di Negara Tirai Bambu itu, diperkirakan ada 92,8 juta esports enthusiasts. Dua negara lain dengan jumlah esports enthusiasts terbanyak adalah Amerika Serikat dan Brasil. Sementara itu, pemasukan per esports enthusiast pada 2021 sedikit naik menjadi US$4,53 dari US$4,4 pada 2020. Hanya saja, angka ini masih lebih rendah pada pemasukan per esports enthusiast pada 2019, yang mencapai US$4,86. Kabar baiknya, pada 2022, setelah kompetisi esports offline kembali digelar, pemasukan per esports enthusiast diduga akan naik menjadi US$5,25.

 

Pemasukan Industri Game Streaming

Sepanjang 2020, viewership dari berbagai platform game streaming terus naik. Tren ini tampaknya masih akan berlanjut hingga 2021. Menurut perkiraan Newzoo, jumlah penonton live-streaming konten gaming akan mencapai 728,8 juta orang pada 2021, naik 10% dari tahun lalu. Sementara tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) dari penonton game streaming mencapai 9,2%. Hal itu berarti, pada 2024, jumlah audiens game streaming diperkirakan akan mencapai 920,3 juta orang.

Pandemi memang menjadi salah satu faktor mengapa jumlah penonton game streaming pada 2020 naik pesat. Lockdown mengharuskan orang-orang untuk tetap di rumah. Jadi, banyak orang yang akhirnya menghabiskan lebih banyak waktunya di dunia online, baik dengan bermain game maupun menonton siaran langsung dari streamer favorit mereka. Meskipun begitu, setelah pandemi teratasi, Newzoo memperkirakan, pertumbuhan jumlah penonton game streaming akan kembali normal.

Newzoo memperkirakan, hingga 2024, angka CAGR di negara-negara berkembang akan mencapai lebih dari 10%. Misalnya, pertumbuhan rata-rata jumlah penonton game streaming per tahun di Asia Tenggara dan Asia Tengah Selatan adalah 14,8%, sementara CAGR di Timur Tengah dan Afrika mencapai 15,1% dan di Amerika Latin 14%. Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu alasan mengapa jumlah audiens game streaming di negara-negara berkembang terus tumbuh. Alasan lainnya adalah semakin populernya mobile esports. Faktanya, di negara-negara seperti India dan Brasil, keberadaan mobile esports jadi salah satu pendorong pertumbuhan jumlah penonton game streaming.

Jumlah penonton konten game streaming. | Sumber: Newzoo
Jumlah penonton konten game streaming. | Sumber: Newzoo

Melihat betapa populernya konten gaming, tidak heran jika ada banyak perusahaan yang membuat atau mengakuisisi platform game streaming. Saat ini, Twitch dari Amazon masih mendominasi pasar game streaming global. Namun, di beberapa negara, termasuk Indonesia, Twitch justru kalah populer. Misalnya, di Asia Tenggara, platform game streaming yang paling populer adalah Facebook Gaming, diikuti oleh YouTube Gaming. Begitu juga di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.

Sementara di Amerika Latin, YouTube Gaming jadi platform game streaming nomor satu, diikuti oleh Twitch dan Facebook Gaming. Di Jepang, YouTube Gaming juga jadi platform game streaming paling populer. Twitch sukses menjadi platform game streaming nomor satu di kawasan Amerika Utara, Oceania, dan Eropa. Sementara di Tiongkok, platform game streaming yang populer adalah platform lokal, seperti Huya dan DouYu. Pada awalnya, keduanya merupakan rival. Namun, pada Oktober 2020, dua perusahaan Tiongkok itu mengumumkan rencana mereka untuk merger.

Sumber: VentureBeat, The Esports Observer

Q3 2020, PMWL Season 0: East Jadi Turnamen Paling Populer ke-2

Berkat pandemi COVID-19, jumlah penonton di berbagai platform streaming game melonjak naik sepanjang semester pertama 2020. Pada Q2 2020, jumlah rata-rata hours watched per minggu bahkan mencapai 600 juta jam. Menurut laporan terbaru dari Stream Hatchet, angka ini mulai turun pada Q3 2020. Meskipun begitu, jumlah rata-rata hours watched per minggu di semua platform streaming game masih mencapai 500 juta jam, naik 73% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal, kompetisi olahraga tradisional, seperti sepak bola dan basket, telah kembali diselenggarakan.

Pada Q3 2020, Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu dengan total hours watched mencapai 4,7 miliar jam. Namun, jika dibandingkan dengan pada Q2 2020, total hours watched Twitch pada Q3 2020 mengalami penurunan sekitar 375 juta jam. Padahal, mereka telah kembali menandatangani kontrak kerja sama dengan 2 streamer populer, Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek.

Q3 2020 streaming game
Total hours watched di berbagai platform streaming game pada Q3 2020. | Sumber: Stream Hatchet

Meskipun Twitch masih menguasai pasar, YouTube Gaming menjadi platform streaming game dengan pertumbuhan paling besar pada Q3 2020 dengan kenaikan total hours watched sebesar 150 juta jam selama 3 bulan terakhir. Sementara itu, total hours watched dari Facebook Gaming akhirnya menembus 1 miliar jam.

League of Legends masih menjadi game paling populer pada Q3 2020, diikuti oleh Fortnite, PUBG Mobile, dan Free Fire dari Garena. Hal ini menunjukkan bahwa popularitas mobile game terus menanjak. Bukti lain dari meningkatnya popularitas mobile game adalah dari jumlah hours watched dari PUBG Mobile World League.

Q3 2020 streaming game
5 turnamen esports paling populer sepanjang Q3 2020. | Sumber: Stream Hatchet

Pada Q3 2020, PMWL Season 0: East menjadi turnamen paling populer ke-2, setelah League of Legends Champions Korea 2020 Summer Season. Menurut Esports Charts, ada lebih dari 500 ribu orang Indonesia yang menonton PMWL Season 0. Tidak heran, mengingat tim asal Indonesia, Bigetron RA, berhasil menjadi juara dari turnamen tersebut.

Empat game terpopuler sepanjang Q3 2020 memang merupakan game esports. Namun, game Among Us dan Fall Guys juga masuk ke dalam daftar 10 game paling populer. Hal ini merupakan bukti bahwa para penonton tak hanya menonton konten game dan esports demi melihat kecakapan para pemainnya, mereka juga tertarik untuk menonton streamer yang memiliki kepribadian menarik.

Among Us Mendadak Tenar di Twitch

Among Us diluncurkan pada 2018. Meskipun begitu, game tersebut baru mulai populer dalam 2 bulan belakangan. Selama bulan Agustus dan 2 minggu September 2020, total download dari game buatan InnerSloth itu melonjak naik. Tak hanya itu, Among Us juga ternyata sangat populer di Twitch.

Menurut laporan bulanan dari StreamElements dan Arsenal.gg, Among US hampir masuk dalam 10 kategori paling populer di Twitch. Dengan jumlah hours watched mencapai 30 juta jam, Among Us duduk di peringkat 11. Pertumbuhan total hours watched dari Among Us memang fantastis. Jika dibandingkan dengan Juli 2020, total hours watched dari konten Among Us pada Agustus 2020 naik hingga 650%.

Pada Agustus 2020, Just Chatting masih menjadi kategori yang paling banyak ditonton di Twitch, walau total hours watched dari kategori tersebut mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara itu, gelar game favorit di Twitch msaih dipegang oleh League of Legends, dengan total hours watched naik 5% menjadi 135 juta jam. Fall Guys, yang diluncurkan pada Agustus 2020, duduk di posisi 3 dengan total durasi video ditonton mencapai 106 juta jam, lapor GamesIndustry.

among us Twitch
Sejumlah kategori terpopuler di Twitch pada Agustus 2020. | Sumber: StreamElements, Arsenal.gg

Secara total, hours watched di Twitch pada Agustus 2020 mencapai 1,47 miliar jam, naik dari 1,42 miliar jam pada Juli 2020. Kali ini adalah pertama kalinya jumlah hours watched di Twitch mengalami pertumbuhan month-over-month sejak lonjakan yang terjadi pada April 2020 karena pandemi COVID-19.

Twitch bukan satu-satunya platform streaming game yang mengalami pertumbuhan pada Agustus 2020. Facebook Gaming juga tumbuh. Total hours watched Facebook Gaming selama Agustus 2020 mencapai 346 juta jam, naik 179% dari tahun lalu. Memang, Facebook Gaming masih jauh tertinggal dari Twitch, tapi mereka mulai menyusul YouTube Gaming, yang memiliki hours watched mencapai 461 juta jam pada bulan lalu.

Saat ini, di Twitch, Félix “xQc” Lengyel merupakan streamer paling populer, diikuti oleh Alexandre “gAuLeS” Borba, Nick “NickMercs” Kolcheff, dan Timothy “TimTheTatman” Beta. Menariknya, popularitas konten memasak di Twitch tengah naik. Menurut laporan The Verge, total hours watched dari kategori Food & Drink di Twitch mengalami kenaikna sebesar 96% dari tahun lalu.

Sumber header: Steam

Darimana Sumber Pendapatan Streamer Game?

Beberapa tahun belakangan, industri esports tumbuh pesat. Ke depan, industri esports diperkirakan masih akan tumbuh. Tahun ini, nilai industri esports bahkan diperkirakan akan mencapai US$1 miliar. Salah satu alasan di balik pertumbuhan esports adalah karena competitive gaming diprediksi akan menjadi hiburan next-gen.

Turnamen dan atlet esports tentunya memegang peran kunci dalam dunia competitive gaming. Namun, streamer atau kreator konten juga memiliki peran yang tak kalah penting. Buktinya, ada organisasi esports besar punya divisi khusus untuk kreator konten, sebut saja EVOS Esports atau FaZe Clan.

Namun, seorang streamer game tak melulu terikat kontrak dengan organisasi esports. Ada juga streamer yang memilih untuk membuat personal brand mereka. Dan jangan salah, jika sukses, para streamer mandiri ini juga bisa mendulang banyak uang. Misalnya, Michael “Shroud” Grzesiek, streamer yang pernah menjadi pemain Counter-Strike: Global Offensive profesional di Cloud9, diperkirakan memiliki kekayaan sebesar US$8-12 juta.

Pertanyaannya, penghasilan para streamer game ini sebenarnya berasal darimana?

Sistem Monetisasi Twitch

Sebelum Anda protes kenapa saya membahas soal Twitch di sini — “Di Indonesia, Twitch kan nggak populer!” — saya akan memberikan justifikasi mengapa saya merasa perlu membahas sistem monetisasi di Twitch. Alasannya sederhana: karena Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu di dunia. Jangan salah, platform streaming game lain — seperti Facebook Gaming dan YouTube Gaming — juga tumbuh pesat, khususnya selama pandemi. Namun, saat ini, Twitch masih mendominasi pasar platform streaming game.

Twitch menawarkan beberapa metode monetisasi bagi para streamer-nya. Salah satunya adalah Cheer. Seperti namanya, Cheer memungkinkan penonton untuk menyemangati streamer saat siaran tengah berlangsung. Dan cara terbaik untuk menyemangati seseorang itu dengan memberinya uang, kan? Namun, melakukan Cheer tidak gratis. Anda akan menggunakan mata uang virtual bernama Bits. Anda bisa mendapatkan Bits dengan menonton iklan atau membelinya langsung ke Twitch. Satu Bit bernilai satu cent dollar. Jumlah minimal Bits yang bisa Anda beli adalah 100 Bits.

Melakukan Cheer sangat mudah. Anda cukup mengklik tombol Cheer — yang terletak di kolom chat — dan menentukan jumlah Bits yang hendak Anda berikan pada sang streamer. Saat Anda memberikan Cheer, akan muncul animasi pada kolom chat streamer. Semakin banyak Bits yang Anda berikan, semakin kompleks juga animasi yang muncul.

Tak hanya itu, seorang streamer juga bisa memasang leaderboard untuk menunjukkan fans yang memberikan Bits paling banyak. Tujuannya? Agar para fans yang ingin di-notice oleh senpai streamer favoritnya bisa memberikan donasi Bits sebanyak-banyaknya. Namun, fungsi Cheer bersifat opsional. Jadi, seorang streamer boleh memilih untuk tidak menggunakan fitur Cheer di Twitch.

Semakin besar Bits yang Anda donasikan, semakin kompleks animasinya.
Semakin besar Bits yang Anda donasikan, semakin kompleks animasinya.

Selain Cheer, Twitch juga memiliki sistem donasi. Misalnya, Anda menyukai seorang streamer dan ingin menunjukkan dukungan lebih padanya, Anda bisa memberikan donasi. Namun, proses memberikan donasi tidak semudah melakukan Cheer. Untuk melakukan Cheer, Anda cukup menekan tombol Cheer saat Anda menonton seseorang melakukan streaming. Sementara untuk melakukan donasi, Anda harus masuk ke halaman Profile sang streamer. Anda akan menemukan tombol donasi pada bagian About. Sama seperti Cheer, seorang streamer bisa memutuskan untuk tidak membuka donasi.

Besar donasi yang bisa Anda berikan pada seorang streamer beragam, tergantung pada rentang donasi yang ditentukan oleh streamer itu sendiri. Biasanya, semakin populer seorang streamer. semakin besar pula angka donasi yang bisa Anda berikan. Misalnya, rentang donasi untuk Shroud — yang punya pengikut di Twitch sebanyak 7,7 juta orang — adalah US$5 sampai US$50. Sementara Imane “Pokimane” Anys — dengan jumlah pengikut 5,4 juta orang — memiliki rentang donasi dari US$2 sampai US$20.

Halaman donasi Pokimane.
Halaman donasi Pokimane.

Kabar baiknya, jika Anda ingin memberikan donasi pada streamer di Twitch, platform streaming game tersebut kini tidak hanya menerima metode pembayaran berupa kartu debit atau kartu kredit, yang jumlah penggunanya di Indonesia sangat sedikit. Untuk melakukan donasi atau membeli Bits di Twitch, Anda juga bisa menggunakan metode pembayaran lokal, seperti GoPay, OVO, atau bahkan Indomaret.

Jika Anda sangat, sangat, sangat suka pada seorang streamer, Anda bisa berlangganan pada channel mereka. Pada Twitch, fungsi subscription atau berlangganan agak berbeda dari platform streaming lain, seperti YouTube. Untuk berlangganan pada sebuah channel di Twitch, Anda harus membayar US$4.99. Tentu saja, ada beberapa fitur khusus yang bisa Anda dapatkan setelah berlangganan, seperti bebas iklan atau emote spesial yang hanya bisa digunakan oleh subscriber.

Seorang streamer juga bisa mengatur channel-nya sedemikian rupa sehingga hanya subscriber yang bisa berkomentar di chat. Terkadang, streamer juga membuat server Discord khusus untuk subscriber mereka. Tujuannya, agar orang-orang yang berlangganan bisa berinteraksi dengan satu sama lain dan dengan sang streamer di luar jadwal siaran. Pada akhirnya, semua ini bertujuan untuk mengeratkan hubungan para subscriber dengan seorang streamer dan menciptakan komunitas di kalangan pelanggan channel. Hal tersebut juga akan mendorong para penonton untuk menjadi subscriber.

Tombol donasi dapat ditemukan pada bagian About di Profile streamer.
Tombol donasi dapat ditemukan pada bagian About di Profile streamer.

Biaya berlangganan di sebuah channel Twitch adalah US$4.99. Namun, tidak semua uang tersebut mengalir ke tangan streameer. Biasanya, Twitch mengambil potongan 50 persen. Namun, jika seorang streamer memiliki banyak penggemar, mereka bisa mendapatkan potongan yang lebih besar, sampai lebih dari 70 persen dari total biaya berlangganan yang mereka dapatkan.

Opsi monetisasi terakhir yang ditawarkan oleh Twitch adalah iklan. Seorang streamer bisa menayangkan iklan ketika mereka melakukan siaran dan dia akan mendapatkan kompensasi tergantung pada jumlah penonton yang melihat iklan tersebut. Secara teori, seorang streamer bisa memasang iklan sebanyak-banyaknya. Namun, jika streamer terlalu rakus dan memasang terlalu banyak iklan, hal ini justru bisa membuat para fans merasa ilfeel.

 

Streaming Game di Indonesia

Twitch boleh menjadi raja di pasar global. Namun, di Indonesia, platform streaming game milik Amazon itu bukanlah pilihan utama bagi orang-orang yang hendak menonton konten game atau esports. Sebenarnya, hal ini tidak aneh, mengingat Indonesia memang bukan salah satu target pasar utama Twitch.

Untuk mengetahui alasan mengapa Twitch kurang populer di Tanah Air, saya lalu menanyakan pendapat beberapa streamer. Salah satunya Fandra “Octoramonth” Octo. Dia mengatakan, salah satu alasan mengapa Twitch tidak populer di Indonesia adalah karena Twitch berat.

“Selain itu, Twitch belum didukung oleh provider seluler untuk paket nonton gratis atau bonus kuota. Sementara YouTube dan Facebook, sudah ada banyak provider yang menawarkan gratis menonton,” kata Fandra ketika dihubungi melalui pesan singkat.

Fandra telah menjadi streamer sejak September 2016. Dia bercerita, pada awalnya, dia tertarik untuk membuat streaming hanyalah karena teman-temannya juga melakukan streaming di YouTube. Dia mengaku, pada mulanya, streaming tidak lebih dari sekedar hobi. Namun, sekarang, dia telah mendapatkan kontrak dengan Facebook Gaming sebagai streamer resmi.

Sementara itu, menurut Cindy “Cimon” Monika, yang tertarik dengan dunia streaming game karena tugasnya sebagai brand ambassador, penggunaan bahasa asing merupakan salah satu masalah mengapa Twitch kurang populer di Indonesia. “Soal pemahaman bahasa Inggris atau penggunaan bahasa Inggris untuk bercakap-cakap, warga Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan negara tetangga,” ujar Cindy dalam wawancara di Hybrid Talk.

Menurut Cindy, meskipun banyak orang Indonesia yang menonton streamer game di Twitch, kemungkinan, mereka hanya menonton dan mendengarkan tapi tidak berinteraksi dengan sang streamer atau fans lain. Dia menduga, kemungkinannya adalah karena penonton Indonesia tidak terlalu percaya diri atau merasa kurang menguasai bahasa Inggris. “Dan karena para penonton Indonesia ingin berinteraksi dengan para streamer, mereka lalu pergi menonton streamer yang menggunakan bahasa Indonesia di YouTube atau Facebook,” ungkapnya.

Lalu, jika tidak menggunakan Twitch, bagaimana streamer Indonesia mendapatkan uang? Sebagai streamer resmi Facebook Gaming, Fandra menerima bayaran secara rutin, sama seperti pekerja kantoran. Namun, sebelum menjadi streamer resmi, dia mengatakan, sumber pemasukannya sebagai streamer adalah dari “saweran penonton”. Dia juga mengungkap, YouTube dan Facebook kini menawarkan opsi monetisasi subscription dan donasi, sama seperti Twitch.

Memang, Facebook Gaming menawarkan metode monetisasi yang mirip dengan Twitch. Salah satu opsi monetisasi di Facebook Gaming adalah memasang iklan. Selain itu, penonton Facebook Gaming juga bisa memberikan tip pada streamer dalam bentuk Star, serupa Bits di Twitch. Terakhir, Facebook Gaming juga sudah menawarkan fitur Fan Support, yang memiliki fungsi sama seperti fitur Subscribe pada Twitch.

Data viewership Facebook Gaming per April 2020.
Data viewership Facebook Gaming per April 2020.

Selama pandemi, viewership Facebook Gaming di Indonesia juga tumbuh pesat. Per April 2020, viewership Facebook Gaming naik 210 persen dari tahun lalu. Tak hanya itu, para penonton di Indonesia juga cukup dermawan dalam memberikan Star. Facebook mengungkap, per April 2020, telah ada 5,6 juta Stars yang diberikan pada para streamer di platform mereka.

Sayangnya, sama seperti menjadi atlet esports, menjadi seorang streamer game tidak semudah yang dibayangkan. Ada berbagai masalah yang harus mereka hadapi. Menurut Fandra, salah satu tantangan menjadi streamer adalah hate comment dari para penonton.

“Tapi, kalau menjalani streaming tanpa beban, feedback apapun bakal jadi fun,” ujar Fandra. Masalah lain yang dia hadapi saat dia belum lama menjadi streamer adalah membangun personal brand-nya agar dia bisa eksis di dunia maya. Untuk itu, dia harus menemukan karakter yang hendak dia tunjukkan pada para fans. Memang, untuk menjadi streamer, seseorang tak hanya memerlukan perlengkapan yang memadai, tapi juga personalitas yang menarik.

 

Penutup

Industri esports kini tengah tumbuh pesat. Pasalnya, esports diduga akan menjadi hiburan di masa depan bagi generasi milenial dan gen Z. Karena itu, para kreator konten atau streamer game memiliki peran penting dalam mengembangkan industri esports. Seorang streamer bisa bernaung di bawah organisasi esports. Namun, mereka juga bisa menjadi streamer mandiri.

Untungnya, berbagai platform streaming game, seperti Twitch dan Facebook Gaming, telah menawarkan metode monetisasi yang beragam, mulai dari donasi sampai subscription. Dengan begitu, para streamer dapat memilih sistem monetisasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Buat Anda yang bertanya kenapa tidak ada pembahasan soal sumber pendapatan konten kreator tapi bukan streamer (yang merekam kontennya dan mengunggahnya; yang biasanya lebih banyak ditemukan di Indonesia), mungkin lain kali kita akan membahasnya lebih spesifik soal itu.

Sumber: The Esports Observer

Sumber header: MSI

Pasca Mixer Tutup, Ninja Lakukan Streaming di YouTube

Tutupnya layanan Mixer pada 24 Juni 2020 lalu membuat Tyler Blevins (Ninja) berada dalam posisi free agent hingga saat ini. Namun kemarin sosok selebriti gamers ini membuat sebuah posting Twitter yang berisi promosi tayangan stream miliknya di YouTube. Walau demikian belum bisa disimpulkan bahwa Ninja akan melakukan streaming secara eksklusif dengan YouTube, karena belum ada pengumuman apapun hingga saat ini.

Sebelumnya, Ninja kesepakatan penayangan streaming dirinya secara eksklusif dengan Mixer pada Agustus 2019 lalu, dengan kontrak dikabarkan sekitar 20 sampai 30 juta dollar AS. Pesona seorang Tyler Blevins membuat game streamer lainnya tergoda untuk pindah haluan ke Mixer. Sayangnya, walau jumlah game streamer di Mixer makin banyak, namun tidak ada dampak yang positif dari jumlah penonton.

Akhirnya, walau sudah menggaet Ninja dan Shroud, Mixer tidak bertahan lama. Pesona dua game streamer papan atas tersebut ternyata tidak bisa menumbangkan dominasi Twitch di dalam pasar platform streaming. Untuk memfasilitasi streamer yang sudah terlanjur bergabung ke dalam Mixer, Microsoft bekerja sama dengan Facebook Gaming. Nantinya seluruh akses Mixer dialihkan ke Facebook Gaming, para streamer yang sudah menjadi bagian Mixer punya pilihan untuk pindah ke Facebook Gaming.

Mengutip Esports Observer, tutupnya Mixer membuat kontrak Ninja dengan platform tersebut jadi tidak berlaku. Maka dari itu untuk sementara waktu Ninja dapat melakukan stream dengan sesuka hati, kapan pun dan di platform mana pun. Namun mengutip jurnalis esports ESPN, Rod Breslau (Slasher), dikatakan bahwa Ninja saat ini masih dalam negosiasi hak siar streaming atas dirinya dengan beberapa platform. Memiliki akun YouTube dengan 23 juta subscriber, streaming yang dilakukan Ninja kemarin berhasil menyentuh jumlah penonton tertinggi sebanyak 167.000 orang.

Mengingat posisi Ninja yang begitu berpengaruh dalam internet culture, tidak heran jika dirinya diperebutkan berbagai platform streaming. Apalagi sampai saat ini perang platform streaming masih belum berakhir, menyisakan Facebook Gaming, YouTube Gaming, dan Twitch di dalam peperangan. Jadi, kira-kira ke mana Ninja akan berlabuh nantinya? Apakah akan kembali ke Twitch, atau berlabuh ke tempat baru lagi?

Apa sajakah Metrik di Esports yang Bisa Digunakan untuk Mengukur Kesuksesannya?

Beberapa tahun belakangan, esports menjadi kian populer, baik sebagai kompetisi maupun sebagai konten hiburan. Seiring dengan meroketnya popularitas esports, semakin banyak juga perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor atau investor bagi pelaku esports. Perusahaan-perusahaan tersebut juga tidak melulu perusahaan yang bergerak di bidang game atau esports. Semakin banyak perusahaan besar non-endemik yang mulai tertarik untuk masuk ke dunia esports. Sebut saja BMW yang langsung menggandeng 5 organisasi esports sekaligus, atau Lamborghini yang mengadakan turnamen balapan esports sendiri.

Tidak heran jika semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk masuk ke industri esports, mengingat Newzoo memperkirakan nilai industri esports akan menembus US$1 miliar pada tahun 2020. Memang, saat ini, sponsorship masih menjadi pemasukan utama dari organisasi esports dan kebanyakan pelaku esports belum mendapatkan untung. Namun, para investor tetap percaya, industri esports akan menjadi industri besar di masa depan. Salah satu alasannya adalah karena jumlah penonton yang terus naik.

Di Indonesia, populer atau tidaknya sebuah program televisi ditentukan oleh rating yang dikeluarkan oleh Nielsen. Menurut laporan CNN Indonesia, untuk mengukur rating, Nielsen memasang alat khusus bernama people meter di 2.273 rumah tangga sebagai sampel. Ribuan sampel itu tersebar di 11 kota besar. Namun, metode untuk menentukan popularitas konten esports tidak sama dengan rating televisi. Pasalnya, sebagian besar konten esports ditayangkan di platform streaming, seperti YouTube, Facebook Gaming, serta Twitch; bukannya televisi.

Jumlah penonton esports kini terus bertambah. | Sumber: Polygon
Jumlah penonton esports kini terus bertambah. | Sumber: Polygon

Di platform streaming, tidak ada “rating” yang menentukan popularitas sebuah video, yang ada adalah jumlah view. Namun, jumlah view bukanlah satu-satunya metrik yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat popularitas sebuah turnamen atau game esports. Ada beberapa satuan lain yang digunakan untuk mengukur popularitas acara esports.

Apa saja metrik yang digunakan untuk mengetahui popularitas esports?

AMA (Average Minute Audience)

AMA, yang juga dikenal dengan sebutan Average Concurrent Viewers (AVC) adalah metrik yang paling sering digunakan untuk menentukan tingkat popularitas konten esports. Ada dua cara untuk menghitung AMA. Pertama, membagi total jam video ditonton dengan durasi video. Kedua, menghitung rata-rata jumlah penonton pada setiap menit dari video. Salah satu alasan mengapa AMA menjadi metrik terpopuler adalah karena ia bisa dibandingkan dengan jumlah rata-rata penonton, yang biasa digunakan pada televisi.

Ketika masih menjabat sebagai Managing Director di Nielsen Esports, Nicole Pike menjelaskan bahwa menggunakan AMA untuk menghitung viewership memudahkan pengiklan mengerti tingkat popularitas konten esports. “Kami menggunakan metrik AMA agar para perusahaan dapat membandingkan data kami dengan jumlah penonton rata-rata dari berbagai acara televisi yang mereka tahu,” ujar Pike pada Esports Insider.

Remer Rietkerk, Head of Esports, Newzoo setuju dengan perkataan Pike. “AMA memudahkan Anda untuk mengetahui program mana yang memiliki viewership lebih tinggi,” katanya. Dia menambahkan, AMA juga membantu pengiklan untuk tahu lama durasi sebuah konten. Sayangnya, AMA bukanlah metrik sempurna untuk mengetahui popularitas konten esports.

Turnamen esports paling populer pada 2019. | Sumber: Esports Charts
Turnamen esports paling populer pada 2019. | Sumber: Esports Charts

Artyom Odintsov, CEO Esports Charts berkata, “AMA tidak bisa digunakan untuk membandingkan turnamen esports dari game yang berbeda-beda, seperti Fortnite World Cup (FWC) dan League of Legends World Championship (LWC).” Alasannya, dua turnamen tersebut memiliki format yang sama seklai berbeda. Dia menjelaskan, jika membandingkan FWC dan LWC dari segi AMA, FWC akan mendapatkan nilai yang lebih bagus. Bukan karena Fortnite lebih populer sebagai game esports, tapi karena LWC memiliki babak Play-In dan Group Stages, yang memperpanjang durasi turnamen tersebut. “Metrik AMA hanya bisa digunakan untuk membandingkan turnamen pada tahap yang sama. Misalnya, pada babak akhir atau group stages,” ujar Odintsov.

Menurut Games Impact Index yang dibuat oleh The Esports Observer pada Q1 2020, League of Legends masih menjadi game esports paling berpengaruh pada ekosistem esports, diikuti oleh Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, Rainbow Six Siege, dan Fortnite. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan daftar tersebut, seperti jumlah pemain aktif bulanan, jumlah total hadiah turnamen, jumlah jam ditonton, jumlah turnamen, dan lain sebagainya.

Odintsov mengatakan, jika hanya menggunakan AMA sebagai tolak ukur popularitas game esports, League of Legends dan CS:GO mungkin justru tidak akan mendapatkan nilai paling baik karena dua game tersebut memiliki banyak turnamen. “Game dengan sistem turnamen terpusat seperti Overwatch mungkin justru terlihat lebih populer daripada LoL dan CS:GO hanya karena Overwatch tidak memiliki banyak turnamen,” ungkapnya.

Unique Viewers

Selain AMA, metrik lain yang biasa digunakan di dunia esports adalah Unique Viewers. Biasanya, metrik ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak orang yang menonton sebuah konten esports dan berapa lama dia menonton video tersebut. Rietkerk mengatakan, metrik Unique Viewers biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari sebuah kampanye marketing.

Memang, Unique Viewers akan memudahkan sponsor untuk mengetahui apakah kampanye marketing mereka jalankan sukses atau tidak. Sementara bagi publisher game, Unique Viewers membantu mereka untuk tahu berapa banyak orang yang tertarik dengan game mereka. Masalahnya, sulit untuk membandingkan metrik Unique Viewers dengan metrik yang biasa digunakan di televisi.

League of Legends World Championship pada 2018. | Sumber: LOL Nexus
League of Legends World Championship pada 2018. | Sumber: LOL Nexus

“Muncul klaim bahwa League of Legends World Championship lebih populer dari Super Bowl, tapi ketika Anda meneliti datanya, Anda menemukan bahwa popularitas Super Bowl dihitung menggunakan metrik jumlah rata-rata penonton sementara LWC menggunakan Unique Viewers,” kata Pike. “Padahal, keduanya adalah metrik yang sama sekali berbeda dan tidak seharusnya dibandingkan.”

Peak Concurrent Users (PCU)

Peak Concurrent Users mengacu pada jumlah penonton tertinggi dari sebuah siaran. Odintsov berkata, “PCU dipengaruhi banyak faktor. Faktor utamanya adalah zona waktu dari tempat turnamen diselenggarakan. Metrik ini cocok untuk membandingkan popularitas turnamen-turnamen yang diadakan di region yang sama. Tujuannya, untuk mengetahui turnamen mana yang lebih populer.”

Hours Watched (HW)

Terakhir, metrik yang biasa digunakan dalam dunia esports adalah Hours Watched atau lama durasi video ditonton. “Bagi sponsor, Hours Watched dapat membantu mereka mengetahui berapa lama para penonton melihat merek mereka,” ujar Rietkerk. “Metrik ini juga cocok untuk digunakan jika Anda ingin membandingkan popularitas dua game dengan genre yang berbeda.”

Hanya saja, metrik HW tidak bisa digunakan sendiri. “Metrik Hours Watched tidak bisa digunakan tanpa dukungan data jumlah rata-rata penonton atau lama durasi konten,” kata Odintsov. Dia menjelaskan, 1 juta Hours Watched bisa dicapai dengan 8 jam siaran dan AMA 125 ribu orang atau 100 jam siaran dengan AMA 10 ribu orang. Dalam kasus ini, kedua acara memang sama-sama mendapatkan 1 juta total jam ditonton. Namun, keduanya memiliki jumlah rata-rata penonton yang jauh berbeda.

Kenapa Ada Begitu Banyak Metrik yang Digunakan Dalam Esports?

Menurut Pike. alasan mengapa ada banyak metrik yang digunakan dalam industri competitive gaming adalah karena esports dimulai dari komunitas akar rumput. Pada awalnya, data terkait esports juga datang dari para pemegang kepentingan di ekosistem esports, sepreti publisher game atau penyelenggara turnamen. “Dalam industri TV, pihak ketiga akan menyajikan data secara konsisten untuk memberikan kejelasan bagi pihak yang ingin membuat iklan atau menjadi sponsor,” ujarnya. “Tanpa adanya pihak ketiga untuk memberikan data, pihak publisher atau penyelenggara turnamen bebas untuk memberikan laporan sendiri-sendiri.”

Overwatch League adalah salah satu turnamen dengan model franchise. | Sumber: Variety
Overwatch League adalah salah satu turnamen dengan model franchise. | Sumber: Variety

Lebih lanjut Pike menjelaskan, “Data yang diberikan oleh publisher dan penyelenggara turnamen tidak salah. Namun, Anda bisa menarik perhatian banyak orang dan sponsor dengan memberikan data yang bombastis. Karena metrik yang digunakan tergantung pemangku kepentingan, maka penggunaan metrik menjadi tidak konsisten.” Misalnya, jika Overwatch League memiliki jumlah rata-rata penonton yang tinggi, maka tentunya, hal itu yang akan Activision Blizzard tonjolkan. Sementara jika turnamen League of Legends bsia mendapatkan Hours Watched yang tinggi, maka Riot akan menggunakan metrik tersebut.

Kabar baiknya, seiring dengan semakin berkembangnya ekosistem esports, semakin banyak perusahaan game dan esports yang tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan analitik pihak ketiga. Beberapa perusahaan game yang telah melakukan itu antara lain Riot Games dan Activision Blizzard. Salah satu tujuan mereka adalah untuk menjamin validitas data yang mereka berikan.

Tak hanya publisher, pelaku esports seperti ESL dan Astralis pun mulai bekerja sama dengan perusahaan analitik. Melalui kerja samanya dengan Newzoo, Astralis akan saling bertukar data dengan perusahaan analitik tersebut. Harapannya, Newzoo akan dapat membuat perkiraan akan dunia esports dengan lebih akurat menggunakan data dari Astarlis. Sementara Newzoo akan memberikan insight pada Astralis untuk membantu organisasi esports itu mengambil keputusan di masa depan.

Esports Perlu Satuan Standar untuk Mengukur Popularitas Konten

Dalam industri esports, ada berbagai game dengan genre yang berbeda-beda. Biasanya, masing-masing game esports juga memiliki format turnamen dan target penonton yang berbeda-beda. Misalnya, kebanyakan liga regional League of Legends menggunakan model franchise, sementara turnamen Dota 2 justru bersifat terbuka. Karena itu, sulit bagi sponsor untuk menghitung ROI (Return of Investment) ketika mereka mendukung sebuah turnamen esports. Menggunakan metrik yang sama untuk mengukur popularitas konten esports bisa membantu memecahkan masalah itu.

“Keuntungan terbesar dari penggunaan metrik yang sama adalah kita dapat mengerti satu sama lain,” kata Rietkerk. “Jika semua pelaku menggunakan metrik yang berbeda untuk mendsikusikan hal yang sama, hal ini justru akan membuat para sponsor bingung.” Memang, seiring dengan semakin banyak perusahaan besar yang menginvestasikan dana marketing mereka di esports, maka para pelaku esports semakin sadar bahwa mereka harus dapat menyediakan data yang valid dan menjamin bahwa investasi para sponsor tidak sia-sia.

“Di dunia esports, data viewership turnamen akan memberikan dampak langsung pada jumlah rekan yang bisa didapatkan oleh sebuah tim atau penyelenggara turnamen,” ujar Odintsov. Dia mengatakan, data media sosial kini tak lagi terlalu diminati. Sebagai gantinya, pengiklan tertarik dengan acara live, seperti livestreaming yang dibuat oleh para streamer atau turnamen yang disiarkan langsung.

Kesimpulan

Industri esports tumbuh dari komunitas akar rumput. Seiring dengan meningkatnya minat untuk menonton pertandingan esports, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor. Karena itu, para pelaku esports juga dituntut untuk dapat memberikan data yang valid sehingga pihak sponsor bisa memastikan bahwa investasi mereka tidak sia-sia.

Sekarang, telah ada beberapa metrik yang digunakan untuk mengukur popularitas acara esports, seperti jumlah rata-rata penonton atau total durasi video ditonton. Sayangnya, penggunaan metrik yang berbeda-beda justru akan membuat sponsor dan pengiklan bingung. Karena itu, sebaiknya pelaku industri esports menentukan metrik yang akan mereka gunakan sebagai standar.

Sumber header: PCMag

PewDiePie Tanda Tangani Kontrak Eksklusif dengan YouTube Gaming

Felix “PewDiePie” Kjellberg menandatangani kontrak eksklusif dengan YouTube Gaming. Dia membuat pengumuman ini satu tahun setelah dia melakukan streaming eksklusif di DLive, situs live-streaming berbasis blockchain.

Selama hampir 10 tahun, Kjellberg berhasil mempertahankan posisinya sebagai salah satu kreator konten paling populer di YouTube. Memiliki 104 juta subscribers, PewDiePie menjadi channel YouTube dengan jumlah subscriber terbanyak kedua. YouTube juga mengungkap, secara keseluruhan, channel PewDiePie telah mendapatkan 25 miliar view. Dengan begitu, PewDiePie menjadi channel individu yang paling sukses dalam sejarah YouTube.

“YouTube telah menjadi tempat saya selama lebih dari 10 tahun. Sekarang, saya terus mencari cara baru untuk membuat konten dan berinteraksi dengan fans di seluruh dunia. Jadi, masuk akal bagi saya untuk melakukan siaran langsung di YouTube,” kata Kjellberg, menurut laporan Insider. “Live-streaming akan menjadi fokus saya pada 2020 dan seterusnya. Bekerja sama dengan YouTube dan mencoba fitur-fitur baru dari mereka adalah prospek yang sangat menarik bagi saya.”

Menurut SuperData, pendapatan dari industri konten game pada 2019 mencapai US$6,5 miliar. Karena itu, jangan heran jika perusahaan-perusahaan teknologi raksasa tertarik untuk menyediakan platform streaming game, mulai dari Amazon dengan Twitch, Google dengan YouTube Gaming, Facebook dengan Facebook Gaming, sampai Microsoft dengan Mixer.

Setahun belakangan, Twitch, YouTube Gaming, dan Mixer juga berlomba-lomba untuk mendapatkan kontrak kerja sama eksklusif dengan streamer ternama. Misalnya, tahun lalu, Mixer sukses menjalin kerja sama eksklusif dengan Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Sementara YouTube Gaming berhasil menggaet Jack “CouRage” Dunlop, Lannan “LazarBeam” Eacott, Elliott “Muselk” Watkins, dan Rachell “Valkyrae” Hofstetter.

Saat ini, Twitch masih menjadi platform streaming game nomor satu, meski di Indonesia tak terlalu dikenal. Walau banyak streamer yang pindah ke platform lain, tidak sedikit streamer yang memutuskan untuk bertahan di Twitch. Salah satunya adalah Imane “Pokimane” Anys. Di tengah pandemik virus corona, penonton Twitch meningkat tajam. Faktanya, pada Q1 2020, hampir semua platform streaming game besar mengalami peningkatan total waktu tonton.

Popdog Adalah Portal Agregrasi untuk Konten Live Streaming dari Twitch, Mixer dan YouTube

Awalnya cuma ada Twitch, tapi seperti yang kita tahu sekarang, Twitch harus berbagi pangsa pasar dengan yang lain. Guna melawan dominasi Twitch, kompetitornya tidak segan ‘menculik’ bintang-bintangnya.

Sebagai penonton, tidak ada untungnya kita loyal terhadap salah satu platform live streaming. Kita tidak dijanjikan kontrak senilai jutaan dolar seperti streamerstreamer idola kita, dan kemungkinan besar streamerstreamer idola kita tersebut juga tidak berkumpul di satu platform yang sama.

Contoh yang paling gampang: saya mengidolakan Tyler “Ninja” Blevins, tapi di saat yang sama saya juga tidak mau melewatkan sesi live stream Pokimane. Itu berarti saya tak bisa nongkrong di Mixer saja, melainkan juga di Twitch mengingat Pokimane masih bertahan di sana.

Popdog

Solusinya? Kita butuh portal agregrasi; sebuah situs yang mengumpulkan semua konten live stream maupun konten gaming lainnya dalam satu wadah yang mudah dinavigasikan. Kabar baiknya, portal serupa sudah tersedia sekarang. Namanya Popdog, dan ia baru saja meluncur dengan status beta.

Popdog sejauh ini sudah bisa menampilkan beraneka ragam konten dari Twitch dan Mixer (YouTube Gaming dikabarkan bakal segera menyusul). Popdog menyajikan konten berdasarkan jenis permainan atau berdasarkan streamer, tidak peduli di platform apa mereka menyiarkannya. Mereka bahkan juga punya segmen khusus untuk pertandingan esport.

Popdog

Saat mengklik suatu live stream, videonya akan langsung ditampilkan di situs Popdog sendiri secara embed, demikian pula kolom live chat-nya, sebab Popdog memang terhubung langsung ke sumbernya (Twitch atau Mixer). Penonton bahkan bisa login menggunakan akun Twitch sekaligus Mixer-nya, sehingga Popdog bisa menyuguhkan rekomendasi konten berdasarkan selera masing-masing penonton.

Popdog didirikan oleh sosok yang sudah sangat berpengalaman di industri esport, yakni Alexander Garfield, mantan karyawan Twitch sekaligus pendiri GoodGame, perusahaan yang menaungi tim Evil Geniuses dan Alliance.

Sumber: VentureBeat.