Total Waktu Tonton Twitch Capai 3 Miliar Jam Pada Q1 2020

Di tengah himbauan untuk tidak keluar rumah akibat pandemi virus Corona, semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya dengan bermain game. Hal ini terlihat dari jumlah pengguna concurrent Steam yang terus naik selama beberapa minggu belakangan. Selain bermain game, menonton streaming game menjadi kegiatan lain yang dilakukan oleh banyak orang. Menurut laporan dari StreamLabs dan Stream Hatchet tentang industri live streaming, jumlah penonton di Twitch, YouTube, dan Facebook mengalami kenaikan pada Q1 2020. Untuk pertama kalinya, total jam tonton di Twitch menembus 3 miliar jam dalam kurun waktu empat bulan.

Secara keseluruhan, pada Q1 2020, total durasi video ditonton di Twitch mencapai 3,1 miliar jam, naik 17 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Memang, belakangan, penonton Twitch mengalami kenaikan pesat. Tidak hanya durasi menonton Twitch yang meningkat, tapi juga jumlah channel unik. Jumlah channel di Twitch naik 33 persen dari kuartal sebelumnya. Sementara jumlah penonton concurrent Twitch mencapai 1,4 juta orang. Ini merupakan rekor jumlah penonton concurrent tertinggi dalam satu kuartal, lapor Game Industry.

Twitch bukanlah satu-satunya platform streaming yang jumlah penontonnya bertambah. YouTube Gaming dan Facebook Gaming juga mengalami pertambahan jumlah penonton. Secara total, durasi video ditonton YouTube Gaming naik 13 persen, menjadi 1,1 miliar jam. Sementara jumlah penonton conccurrent mencapai hampir 500 ribu orang, yang merupakan rekor jumlah penonton concurrent untuk YouTube. Sementara untuk Facebook Gaming, total waktu tonton naik menjadi 554 juta jam.

Satu-satunya platform streaming game yang tidak mengalami kenaikan total waktu tonton adalah Mixer dari Microsoft. Sepanjang Q1 2020, total durasi video ditonton di platform tersebut hanya mencapai 81 juta jam, turun 7,3 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Sementara jumlah penonton concurrent juga mengalami penurunan sebesar lima persen. Memang, sejak Q2 2019, jumlah total waktu tonton dan jumlah penonton concurrent di Mixer terus mengalami penurunan. Padahal, Mixer telah menandatangani kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama, sepreti Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek.

Menariknya, sepanjang Februari dan Maret, ketika semakin banyak negara yang menetapkan status lockdown atau menghimbau masyarakatnya untuk tidak keluar rumah demi meminimalisir penyebaran virus COVID-19, total waktu tonton video di semua platform streaming game naik. Twitch mengalami kenaikan 23 persen, YouTube Gaming 10 persen, Facebook Gaming 4 persen, dan Mixer hampir 15 persen. Memang, karena banyak kegiatan olahraga yang dibatalkan akibat Corona, esports menjadi konten alternatif untuk ditonton oleh para fans olahraga.

Nilai Kontrak Activision Blizzard dan YouTube Gaming Dikabarkan Capai Rp2,2 Triliun?

Setelah kontrak dengan Twitch berakhir, Activision Blizzard mengumumkan perjanjian barunya dengan YouTube Gaming. Dengan begitu, YouTube Gaming mendapatkan hak eksklusif untuk menyiarkan acara esports dari Activision Blizzard. Menurut narasumber The Esports Observer, kontrak tersebut berlaku selama tiga tahun dan memiliki nilai US$160 juta (sekitar Rp2,2 triliun). Sebagai perbandingan, kontrak Activision Blizzard dengan Twitch, yang hanya mencakup Overwatch League dan berlangsung selama dua tahun, dikabarkan bernilai US$90 juta (sekitar Rp1,2 triliun).

Perjanjian ini memungkinkan YouTube Gaming untuk menyiarkan Overwatch League, Call of Duty League, dan turnamen Hearthstone. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai dari masing-masing liga esports. Dikabarkan, Overwatch League adalah liga dengan nilai paling besar. Call of Duty juga memiliki harga yang cukup tinggi, meski lebih kecil dari liga Overwatch. Sementara itu, turnamen esports Hearthstone, yang memang bukan tier 1, dianggap sebagai bonus.

Overwatch League - New York Excelsior
Overwatch League. | Sumber: Blizzard

Dalam kontrak antara Activision Blizzard dan YouTube, ada klausul tentang insentif yang didapatkan oleh pihak penyelenggara liga dan tim jika mereka mencapai target viewership dan penjualan iklan yang telah ditentukan oleh YouTube Gaming. Target ini dianggap bisa dicapai. Karena itu, kontrak dengan YouTube Gaming disambut baik oleh para tim profesional dan eksekutif Activision Blizzard yang bertanggung jawab atas scene esports.

Keputusan Activision Blizzard untuk membuat kontrak eksklusif dengan YouTube Gaming, ditambah dengan banyaknya streamer game yang memutuskan untuk keluar dari Twitch, ini memunculkan pertanyaan apakah dominasi Twitch mulai tergoyahkan.

“Menarik untuk melihat dampak dari perjanjian antara Activision Blizzard dan YouTube Gaming pada Twitch dan ekosistem esports,” kata Senior VP/Esports Endeavor, Stuart Saw pada The Esports Observer. “Berdasarkan pengalaman, Twitch seharusnya baik-baik saja. Sebelum ini, mereka juga pernah kehilangan kreator konten dan pangsa pasar mereka tidak terpengaruh. Meskipun begitu, sekarang, industri esports telah agak berubah, menjadi semakin kompetitif. Dari banyaknya jumlah platform streaming yang ada, tampaknya, ke depan, industri esports akan terpecah dan tidak didominasi satu pemain.”

youtube gaming polygon jpeg

Selain hak siar eksklusif atas esports Activision Blizzard, Google juga membuat perjanjian lain dengan perusahaan game tersebut. Google Cloud akan menyediakan jasa layanan cloud untuk Activision Blizzard. Menurut Saw, perjanjian antara Google Cloud dan Activision Blizzard memiliki peran cukup penting dalam usaha Google untuk menguasai pasar penyedia layanan cloud, mengingat Activision Blizzard adalah salah satu perusahaan game terbesar.

“Dari perspektif ekonomi makro, ini adalah momen penting dalam sejarah esports. Ini adalah kali pertama developer game tingkat atas memutuskan untuk menghilangkan produknya dari Twitch sama sekali. Bagi YouTube, ini adalah bukti dari keseriusan mereka untuk mengembangkan produk mereka,” kata Saw.

Sumber header: Fox Sports Asia

Twitch, Mixer, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming Berebut Streamer Populer

Industri konten game memiliki total pendapatan sebesar US$6,5 miliar pada 2019, menurut data dari SuperData, perusahaan Nielsen yang fokus untuk melacak data industri game. Sementara total jam yang dihabiskan penonton untuk menonton konten video game mencapai jutaan jam setiap harinya. Karena itu, tidak heran jika perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Facebook, Google, dan Microsoft berlomba-lomba untuk menyediakan platform streaming game. Saat ini, Twitch milik Amazon masih merajai bisnis platform streaming. Meskipun begitu, dalam waktu setengah tahun belakangan, banyak streamer ternama yang mulai berpindah dari Twitch ke platform pesaing.

Pada Oktober 2019, Michael “Shroud” Grzesiek pindah ke Mixer. Satu bulan kemudian, Soleil “Ewok” Wheeler, streamer Fortnite berumur 14 tahun, menyusul jejak Grzesiek. Sementara Corinna Kopf pindah ke Facebook Gaming pada Desember 2019. Bulan ini, setidaknya ada tiga streamer Twitch yang pindah ke YouTube Gaming. Salah satunya adalah Rachell “Valkyrae” Hofstetter. Tidak heran jika platform streaming saling berebut streamer populer. Menawarkan konten eksklusif dari streamer ternama memang salah satu cara untuk menarik penonton ke sebuah platform streaming.

Perang untuk memperebutkan streamer ini dimulai ketika Mixer menarik Tyler “Ninja” Blevins dari Twitch, pada Agustus 2019. Blevins adalah streamer Fortnite yang sangat populer. Dia mengaku total pendapatannya pada 2018 hampir mencapai US$10 juta. Dia juga memiliki kontrak dengan Adidas dan Red Bull. Menurut Justin Warden, CEO Ader, agensi manajemen talent dan marketing yang bekerja dengan Blevins, Mixer membayar sekitar US$20-30 juta untuk bisa mendapatkan kontrak dengan Blevins.

Sumber: YouTube/Tyler "Ninja" Blevins
Sumber: YouTube/Tyler “Ninja” Blevins

Sementara Ryan Morrison, CEO Evolved, agensi talent, mengatakan bahwa streamer yang memiliki concurrent viewers hingga 10 ribu atau lebih di Twitch bisa mendapatkan tawaran lebih dari US$10 juta dan streamer dengan jumlah fans yang lebih kecil bisa mendapatkan tawaran sampai US$1 juta.

“Sekarang, perang antara platform streaming telah dimulai. Pemicunya adalah kepindahan Ninja,” kata Devin Nash, Chief Marketing Officer di N3RDFUSION, agensi talenta yang mewakili influencer di Twitch dan YouTube. Sementara bagi para perusahaan teknologi, alasan mereka rela untuk mengeluarkan uang besar demi mendapatkan streamer ternama adalah untuk menarik hati para penggemar game dan esports.

“Saya ingin para penonton merasa bahwa mereka bisa menonton semua konten yang mereka mau di YouTube,” kata Ryan Wyatt, Global Head of Gaming, YouTube. Masing-masing platform streaming memiliki kelebihan. Misalnya, jumlah pengguna aktif bulanan Facebook sudah mencapai dua miliar orang. Perusahaan media sosial itu berkata, lebih dari 700 juta orang pengguna Facebook “berinteraksi” dengan konten gaming. Sementara itu, YouTube adalah platform video terbesar di luar live streaming dan Twitch adalah raja platform streaming game saat ini. Sementara Mixer, di bawah Microsoft, memiliki akses ke komunitas Xbox dan nantinya, cloud gaming.

Menurut beberapa mantan pekerja Twitch yang tak mau disebutkan namanya, streamer yang sudah sangat populer seperti Ninja bisa pindah ke platform manapun yang mereka mau. “Mereka tahu betapa berharganya mereka dan mereka juga tahu bahwa kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali. Jadi, mereka akan mencoba untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin saat mereka masih populer,” kata salah satu dari mantan pekerja Twitch, menurut laporan CNN Business.

Alasan Streamer untuk Pindah atau Bertahan di Twitch

Selama bertahun-tahun, Twitch merupakan satu-satunya platform streaming game. Karena itu, tidak heran jika mereka mendominasi pasar platform streaming saat ini. Namun, tidak semua streamer Twitch merasa puas. Salah satu keluhan para streamer adalah karena Twitch tidak konsisten dalam menegakkan peraturan mereka. Misalnya, sebagian streamer yang dianggap melakukan hal-hal terlarang masih diperbolehkan untuk menyiarkan konten mereka sementara sebagian streamer yang lain akan diblokir.

Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter
Ki-ka: DrLupo, TimTheTatman, Ninja, dan CouRage. | Sumber: Twitter

“Saya lebih senang dengan regulasi Facebook,” kata Corinna Kopf, streamer Fortnite dan model Instagram yang memutuskan untuk pindah ke Facebook dari Twitch pada Desember 2019. Dia mengaku, dia pernah diblokir sementara karena dianggap menggunakan pakaian yang tidak senonoh. “Saya yakin Facebook memiliki regulasi dan peraturan yang lebih konsisten.” Sementara Grzesiek mengatakan bahwa dia tidak menyesali keputusannya untuk pindah ke Mixer. Meskipun jumlah penontonnya kini lebih sedikit, dia merasa penonton Mixer lebih baik dari Twitch.

Tentu saja, tidak semua streamer memutuskan untuk pindah dari Twitch. Tidak sedikit yang memutuskan untuk bertahan, seperti Ben “DrLupo” Lupo, Saqib “LIRIK” Zahid, dan Timothy “TimTheTatman” Betar. “Saya telah menyiarkan konten di Justin TV/Twitch selama tujuh atau delapan tahun sekarang, hampir selama umur platform ini,” kata Nick “NickMercs” Kolcheff. “Saya ingin bisa bertahan di satu platform, sama seperti atlet yang bertahan di satu tim profesional, sepanjang karir saya. Itu adalah pencapaian bagi saya.”

Twitch juga telah memiliki fanbase yang lebih besar. “Saya terlalu sayang pada komunitas saya dan kualitas dari konten saya,” kata Jayden Diaz, yang dikenal di Twitch sebagai “YourPrincess” dan memiliki lebih dari 100 ribu followers. “Saya peduli dengan para penonton. Jika saya pergi demi uang, itu sama saja saya menjual karir saya.”

Di dunia, Twitch memang masih menjadi raja platform streaming untuk konten game. Namun, di Indonesia, platform milik Amazon itu justru kalah telak dari YouTube.

YouTube Gaming Dapat Hak Siar Eksklusif Atas Liga Overwatch, Call of Duty, dan Hearthstone

Persaingan antara platform streaming game semakin memanas seiring dengan semakin populernya game dan esports. Memang, Twitch masih menjadi platform nomor satu, menguasai tiga per empat pangsa pasar, tapi, mereka mulai kehilangan momentum karena para streamer bintang mereka — seperti Michael “Shroud” Grzesiek dan Jack “CouRage” Dunlop — memutuskan untuk pindah ke platform lain seperti Mixer dari Microsoft atau YouTube Gaming.

Seolah itu tidak cukup buruk, Activision Blizzard baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjadikan YouTube Gaming sebagai rekan eksklusif untuk menyiarkan liga dan acara esports profesional mereka. Selain Overwatch League, turnamen esports Activision juga meliputi Call of Duty League, Hearthstone Esports, dan World of Warcraft Esports.

“Misi kami adalah memberikan hiburan berkualitas yang bisa ditonton oleh para fans kami, baik secara live atau sebagai konten on-demand. Dan kami ingin juga menjadikan para pemain profesional kami sebagai superstar. Kerja sama ini memungkinkan kami untuk memenuhi misi tersebut,” kata CEO Activision Blizzard, Pete Vlastelica, dikutip dari PC Gamer. Activision mengatakan, melalui kolaborasi dengan YouTube Gaming, mereka juga akan dapat mengakses berbagai tool AI dari Google Cloud yang dapat menawarkan konten rekomendasi yang telah dikurasi pada para penonton.

“Dalam beberapa tahun belakangan, kami menjalin kerja sama erat dengan Activision Blizzard di berbagai game mobile untuk meningkatkan kemampuan analitik mereka serta memperbaiki pengalaman bermain para pemain. Kami senang karena sekarang, kerja sama kami menjadi lebih dalam dan kami bisa bekerja sama dengan salah satu game developer paling besar dan paling dikenal di dunia,” ujar Head of Gaming, Google Cloud, Sunil Rayan.

Pada akhir 2019, YouTube Gaming memiliki pangsa pasar 22,1 persen. Mendapatkan hak siar eksklusif atas sejumlah liga esports ternama akan membantu mereka untuk meningkatkan pangsa pasar mereka. Doron Nir, CEO Stream Elements mengatakan, saat ini platform streaming game fokus untuk mendapatkan hak siar eksklusif atas konten streamer ternama untuk mendongkrak jumlah penonton mereka. Namun, liga atau turnamen esports sebenarnya juga menarik banyak penonton.

Nir berkata, “Turnamen esports biasanya memiliki penonton paling besar. Di Twitch, dua channel yang paling sering ditonton sepanjang 2019 adalah Riot Games dan Overwatch League. Ini berarti, kontrak eksklusif Activision Blizzard dengan YouTube akan memiliki dampak signifikan dalam membangun portofolio mereka dan menunjukkan komitmen mereka pada pasar platform streaming.”

Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer
Overwatch League kini akan disiarkan di YouTube Gaming. | Sumber: PC Gamer

Sekarang, Twitch memang masih mendominasi pasar platform streaming. Namun, pangsa pasar mereka terus turun. Menurut laporan Forbes, salah satu alasannya adalah karena penghasilan Twitch tidak sebanyak yang diharapkan Amazon, perusahaan induknya.

Bulan ini, Twitch dilaporkan bahwa mereka gagal mencapai target penghasilan yang telah ditetapkan. Mereka hanya berhasil mendapatkan US$300 juta dari target US$500-600 juta. Sebagai perbandingan, total pendapatan Amazon bisa mencapai US$232,9 miliar. Ini menunjukkan betapa kecilnya kontribusi Twitch pada total pendapatan Amazon. Jadi, kecil kemungkinan Amazon akan memberikan dana besar pada Twitch untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan streamer atau turnamen esports.

Sementara itu, setiap tahunnya, YouTube berkontribusi sekitar US$16-25 miliar pada pendapatan Google. Dan Facebook memiliki pendapatan US$16,9 miliar per tahun. Baik YouTube maupun Google bisa menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan divisi live streaming mereka, misalnya dengan membuat perjanjian eksklusif dengan kreator konten atau mendapatkan hak siar atas liga esports. Tak hanya itu, Facebook dan Google juga telah memiliki pengalaman yang lebih baik dalam memonetisasi konten via iklan.

Saat ini, Twitch memang masih sukses. Namun, tren menunjukkan bahwa dominasi mereka mulai tergerus oleh para pesaingnya. Amazon mungkin harus menyuntikkan dana besar pada Twitch agar platform streaming tersebut bisa bersaing dengan para pesaingnya.

Kehilangan Streamer Ternama Lemahkan Momentum Twitch

Memasuki 2020, persaingan antara platform live streaming game semakin memanas. Sejauh ini, Twitch milik Amazon masih mendominasi dengan pangsa pasar sebesar 75,1 persen. Meskipun begitu, mereka mulai kehilangan momentum. Hal ini terlihat dari turunnya total durasi jam konten ditonton, berdasarkan laporan yang dibuat oleh StreamLabs dan Newzoo.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton Twitch turun 9,8 persen jika dibandingkan dengan periode Q3 2019, dari 2.551,4 juta jam menjadi 2.299,6 juta jam. Selain itu, durasi total siaran konten di Twitch juga mengalami penurunan. Pada Q4 2019, total konten yang disiarkan di Twitch hanya mencapai 82,7 juta jam, turun dari 87,3 juta jam pada kuartal sebelumnya. Namun, itu bukan berarti pertumbuhan Twitch telah terhenti. Total durasi konten ditonton sepanjang 2019 mengalami kenaikan 12 persen jika dibandingkan dengan 2018. Sementara total konten disiarkan sepanjang 2019 naik 16,1 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Twitch. | Sumber: StreamLabs

Sementara itu, YouTube Gaming menjadi satu-satunya platform live streaming yang mengalami kenaikan dalam hal total durasi jam ditonton, total durasi konten disiarkan, dan concurrent viewership pada Q4 2019. Tampaknya, strategi YouTube Gaming untuk membuat perjanjian siaran eksklusif dengan sejumlah streamer ternama, seperti Jack “CouRage” Dunlop, cukup sukses. Minggu ini, YouTube Gaming juga membuat perjanjian eksklusif dengan tiga streamer ternama. Meskipun begitu, TechCrunch juga menyebutkan, ada kemungkinan, alasan jumlah jam ditonton di YouTube Gaming naik adalah karena mereka menyiarkan turnamen esports populer serta konten dari para streamer.

Pada Q4 2019, total jam konten ditonton di YouTube Gaming mencapai 909,1 juta jam, naik 46 persen dari Q1 2019. Sementara total durasi video disiarkan mencapai 12,3 juta jam. Sepanjang tahun, angka total durasi konten disiarkan di YouTube Gaming relatif stabil. Sementara itu, jumlah unique channel di YouTube Gaming pada Q4 naik 4,8 persen jika dibandingkan dengan Q3 2019, tapi, turun 24,6 persen jika dibandingkan dengan Q1 2019. Pada penghujung 2019, YouTube Gaming menguasai 22,1 persen pangsa pasar platform live streaming.

Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs
Total jam ditonton di YouTube Gaming. | Sumber: StreamLabs

Sama seperti YouTube Gaming, membuat perjanjian eksklusif dengan streamer populer juga menjadi strategi Microsoft untuk mengembangkan Mixer. Tahun lalu, mereka menarik Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Memang, keberadaan Ninja dan Shroud terbukti sukses untuk menarik streamer lain agar tertarik melakukan siaran di Mixer.

Pada Q3 2019, total durasi konten disiarkan di Mixer mencapai 32,6 juta jam, naik lebih dari dua kali lipat dari Q2 2019. Meskipun begitu, pada Q4 2019, angka tersebut kembali mengalami penurunan, menjadi 28,4 juta jam. Soal total durasi konten ditonton, sepanjang Q4 2019, total hours watched mencapai 82,5 juta jam, turun 8,5 persen dari Q3 2019. Meskipun begitu, satu hal yang harus diingat, total jam konten ditonton pada 2019 naik lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan 2018.

Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs
Total durasi konten ditonton di Mixer. | Sumber: StreamLabs

Sayangnya, laporan dari StreamLabs ini tidak menyertakan data dari Facebook Gaming. Dalam laporan itu, hanya disebutkan bahwa jumlah live stream di Facebook Gaming pada Q4 2019 menjadi 2,5 juta, naik 400 persen dari angka pada Q1 2019, yang hanya mencapai 500 ribu. Selain itu, pada kuartal terakhir tahun lalu, ada beberapa streamer yang memutuskan untuk melakukan siaran langsung eksklusif di Facebook Gaming, seperti Gonzalo “ZeRo” Barrios.

Saat ini, belum ada platform streaming game yang dapat menggeser Twitch dari tahtanya. Namun, keputusan sejumlah streamer untuk pindah ke platform streaming lain menciptakan persaingan yang lebih sehat dalam pasar platform streaming game. Sayangnya, masih beum diketahui apakah keputusan para streamer populer untuk pindah ke platform pesaing Twitch akan memengaruhi platform tersebut dalam jangka panjang.

Pertumbuhan Facebook Gaming Capai 210 Persen

Amazon mengakuisisi platform streaming game Twitch pada 2014 seharga US$1 miliar. Sejak saat itu, Twitch telah menjadi platform streaming game nomor satu. Seiring dengan semakin populernya gaming dan esports, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menyediakan platform streaming, seperti YouTube, Facebook, dan bahkan Microsoft.

Menjalin kerja sama eksklusif dengan streamer menjadi salah satu cara pesaing Twitch untuk mengalahkan platform milik Amazon tersebut. YouTube baru saja mengumumkan kerja sama eksklusif dengan tiga streamer. Sementara tahun lalu, Mixer dari Microsoft juga menandatangani beberapa kontrak eksklusif seperti mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, Michael “Shroud” Grzesiek. Meskipun begitu, dari segi pangsa pasar, justru Facebook Gaming yang mengalami pertumbuhan paling pesat.

StreamElements dan Arsenal GG menyediakan data tentang keadaan persaingan platform streaming game. Berdasarkan data terbaru dari mereka, Twitch masih mendominasi. Meskipun begitu, ketiga pesaing Twitch — YouTube Gaming, Facebook Gaming, dan Mixer — mengalami pertumbuhan. Dari ketiganya, Facebook Gaming memiliki pertumbuhan paling signifikan. Tahun lalu, Facebook Gaming hanya menguasai 3,1 persen pangsa pasar platform streaming game. Sekarang, pangsa pasar mereka naik 210 persen menjadi 8,5 persen. Sementara itu, pangsa pasar Mixer hanya naik 0,6 persen dari 2 persen menjadi 2,6 persen dan YouTube Gaming naik dari 27,5 persen menjadi 27,9 persen.

Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech
Perbandingan pangsa pasar platform streaming. | Sumber: WCCFtech

“Pertumbuhan pangsa pasar Facebook Gaming didorong oleh meningkatnya ketertarikan akan streamer yang telah ada, streamer baru yang memiliki banyak penonton, atau streamer yang menjadi lebih sering membuat konten,” kata Arsenal GG, seperti dikutip dari WCCFtech. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan Facebook Gaming, pertumbuhan yang dialami oleh Mixer dan YouTube jauh lebih kecil. Padahal, keduanya telah menghabiskan jutaan dollar untuk mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamer ternama. Meskipun begitu, Microsoft tampaknya memiliki alasan mengapa mereka kukuh bertahan di industri gaming.

Kabar baiknya, ketertarikan masyarakat akan konten game masih menunjukkan peningkatan. Pada 2019, total durasi video ditonton di semua platform naik menjadi 1,194 miliar jam jika dibandingkan dengan tahun 2018, yang hanya mencapai 1,066 miliar jam. Menariknya, meskipun pangsa pasar Twitch turun 7 persen, mereka memiliki kategori baru yang diminati oleh penonton, yaitu Just Chatting. Di sini, para streamer tidak menyiarkan konten gaming. Sebagai gantinya, mereka akan mengobrol dengan para penonton, baik terkait isu terbaru atau kehidupan mereka.

Saat ini, pasar platform streaming game dikuasai oleh perusahaan teknologi raksasa. Ini tidak aneh, mengingat Amazon, Microsoft, Facebook, dan YouTube memang memiliki modal dan kemampuan yang cukup memadai untuk mengembangkan platform mereka masing-masing. Twitch memang  masih menjadi nomor satu. Walaupun begitu, Facebook Gaming mengalami pertumbuhan paling besar. Tampaknya, mereka akan menciptakan disrupsi di pasar pada 2020.

Konten Gaming Semakin Diminati, YouTube Gaet LazarBeam, Muselk, dan Valkyrae

Sepanjang 2019, sebanyak 35 juta orang mengunggah video game YouTube, menjadikan tahun lalu sebagai “tahun terbaik”, ungkap platform video di bawah Google tersebut. Di tengah persaingan platform live streaming konten video game, YouTube membanggakan fakta bahwa kebanyakan kreator konten game biasanya juga mengunggah video mereka ke YouTube setelah melakukan streaming.

“Setiap kreator konten gaming, tidak peduli di platform apa mereka menyiarkan siaran langsung, adalah kreator konten gaming di YouTube, dan kami bangga bisa menyajikan konten-konten terbaik di dunia,” kata Ryan Wyatt, Head of Gaming, YouTube, menurut laporan 9to5Google. Dia optimistis, tahun 2020 akan menjadi lebih baik dari 2019, terutama karena mereka telah mendapatkan kontrak eksklusif dengan tiga kreator konten game ternama, yaitu Lannan “LazarBeam” Eacott, Elliott “Muselk” Watkins, dan Rachell “Valkyrae” Hofstetter. Secara total, ketiganya memiliki 21 juta subscribers di YouTube.

LazarBeam mulai membuat konten pada 2015. Sifatnya yang rendah hati dan humoris membuatnya digemari dengan banyak orang. Pada 2018, dia mulai membuat konten Fortnite. Dengan cepat, channel miliknya tumbuh pesat. Sejak saat itu, dia menjadi salah satu kreator terbesar dengan jumlah subscriber mencapai 12,3 juta orang. Belum lama ini, dia mulai melakukan streaming di YouTube dengan tujuan untuk menunjukkan sisi lain dari dirinya.

Sementara itu, Muselk mengaku bahwa dia telah suka bermain game sejak dia masih kecil. Pada awalnya, dia hanya membuat video YouTube di sela-sela kegiatannya sebagai mahasiswa hukum. Namun, seiring dengan pertumbuhan channel YouTube miliknya, dia memutuskan untuk fokus membuat konten digital. Sekarang, dia telah memiliki 8 juta subscriber. Dia juga merupakan salah satu pemilik Click Management, badan manajemen talenta untuk kreator konten gaming. Bersama WME, Click Management menjadi perantara untuk kontrak eksklusif yang didapat LazarBeam dan Muselk.

Rachell "Valkyrae" Hofstetter. | Sumber: Business Insider
Rachell “Valkyrae” Hofstetter. | Sumber: Business Insider

Kreator ketiga yang setuju untuk menjalin kerja sama eksklusif dengan YouTube adalah Valkyrae. Dia adalah kreator Fortnite perempuan yang sebelumnya juga membuat konten dari game-game lain seperti The Witcher 3, Hearthstone, dan Dark Souls. Dia merupakan anggota perempuan pertama dari organisasi esports 100 Thieves. Selain konten Fortnite, Valkyrae juga dikenal karena dia sering melakukan kolaborasi dengan kreator lain, membuat vlog, dan mengadakan siaran langsung untuk didonasikan ke badan amal seperti Gamers Outreach Foundation.

Ini bukan kali pertama YouTube Gaming menawarkan kontrak eksklusif pada streamer Twitch. Sebelum ini, anak perusahaan Google itu juga telah menjalin kerja sama dengan Jack “CouRage” Dunlop. Sementara layanan streaming dari Microsoft, Mixer, berhasil mendapatkan perjanjian eksklusif dengan Tyler “Ninja” Blevins dan Michael “Shroud” Grzesiek. Menurut Doron Nir, CEO platform streaming StreamElements, yang selalu merilis laporan keadaan pasar platform streaming setiap kuartal, ini menunjukkan bahwa konten merupakan prioritas utama bagi para penyedia layanan streaming.

“Memiliki banyak streamer yang populer, ini adalah cara paling efektif untuk menarik penonton, kreator, dan merek,” ungkap Nir pada The Washington Post. “Ke depan, hal yang harus diperhatikan perusahaan adalah komitmen jangka panjang pada top talent dan kerja sama dengan developer aplikasi untuk memastikan bahwa para influencer mereka dapat mendapatkan tool terbaik untuk membuat konten terbaik sehingga mereka bisa melakukan monetisasi dengan tanpa masalah.”

Populer Secara Global, Twitch tak Berkutik di Indonesia

Secara global, ada empat platform live-streaming yang ada di bawah perusahaan besar, yaitu Twitch di bawah Amazon, YouTube Gaming, Facebook Live, dan Mixer milik Microsoft. Dari empat platform tersebut, Twitch masih menjadi platform live-streaming populer, menurut laporan StreamElements, dikutip dari TechCrunch. Pada Q2 2019, total durasi video live-streaming ditonton mencapai 3,77 miliar jam. Sebanyak 2,72 miliar jam ditonton di Twitch, yang berarti platform tersebut berkontribusi 72,2 persen dari total durasi video ditonton. Setelah Twitch, YouTube Gaming jadi platform populer kedua, diikuti oleh Facebook Gaming dan Mixer dari Microsoft.

Sumber: TechCrunch
Jumlah total video ditonton. Sumber: TechCrunch

Namun, tren di Indonesia sama sekali berbeda. Platform pilihan masyarakat Indonesia untuk menonton konten esports adalah YouTube. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh DSResearch pada 1.445 responden, sebanyak 84,6 persen responden mengaku bahwa mereka menonton konten esports di YouTube. Platform favorit kedua adalah Facebook, diikuti oleh NimoTV. Namun, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, ada perbedaan yang signifikan antara jumlah responden yang menonton esports di YouTube dan di Facebook serta NimoTV. Twitch, yang populer secara global, justru menjadi platform yang paling jarang digunakan. Hanya 6,6 persen responden menonton konten esports di platform tersebut.

Sumber: DSResearch
Sumber: DSResearch

Berdasarkan laporan Esports Market Trend 2019, dua game esports paling populer di kalangan responden ketika survei diadakan pada Juli lalu adalah Mobile Legends dan Player Unknown’s Battleground (PUBG) Mobile. Keduanya adalah game mobile. Kedua game itu juga menjadi game esports yang paling banyak ditonton oleh responden. Menurut laporan DSResearch, konten game mobile seperti Mobile Legends dan PUBG Mobile memang sering ditayangkan di YouTube, baik secara live maupun rekaman. Karena itu, tidak heran jika YouTube jadi platform favorit masyarakat Indonesia untuk menonton konten gaming dan esports. Facebook sukses menjadi platform terpopuler kedua berkat usaha keras mereka untuk meningkatkan pengguna Facebook Gaming. Dari data ini, bisa disimpulkan, jika penyelenggara acara esports ingin melakukan live streaming atau mengunggah konten video, mereka dapat fokus pada dua platform tersebut.

Meskipun Twitch adalah platform konten game dan esports terpopuler di dunia, tak banyak penduduk Indonesia yang menggunakan platform tersebut. Alasannya sederhana, karena platform itu terasa tak familiar. Co-founder dan COO Twitch, Kevin Lin sempat hadir dalam acara IDBYTE pada 13 Desember lalu. Ketika ditanya tentang ini, dia mengaku tidak heran jika tak banyak warga Indonesia yang menggunakan Twitch, karena Indonesia memang bukan salah satu negara yang menjadi fokus mereka. “Indonesia jelas adalah pasar yang besar, dengan fokus pada mobile. Saat ini, kami belum mendukung streaming untuk game mobile. Kami tengah mengembangkan fitur itu. Setelah itu selesai, kami akan lebih fokus ke Indonesia,” jawab Kevin ketika ditanya apakah Twitch akan mencoba untuk masuk ke pasar Indonesia.

Sumber header: Dexerto

YouTube Gaming Kini Bukan Lagi Layanan yang Terpisah dari YouTube

Ketika YouTube Gaming diluncurkan di tahun 2015, banyak yang menilainya sebagai dampak YouTube yang kebakaran jenggot melihat popularitas Twitch. Pendapat itu ada benarnya, akan tetapi selang tiga tahun, konten gaming di YouTube memang semakin berlipat ganda.

Menurut data YouTube sendiri, tahun lalu pengguna YouTube menghabiskan total lebih dari 50 miliar jam untuk menikmati konten gaming. Mereka juga bilang bahwa setiap harinya ada lebih dari 200 juta orang yang mengakses YouTube untuk menonton video-video seputar gaming.

YouTube Gaming juga berjasa memperkenalkan fitur-fitur seperti Dark Theme, Super Chat maupun Channel Membership, yang semuanya sekarang sudah tersedia di YouTube standar. Melihat perkembangan yang pesat seperti itu, YouTube pun merasa sudah waktunya untuk berbenah.

YouTube Gaming hub

Perubahan yang paling mencolok adalah, YouTube Gaming sekarang bukan lagi berupa aplikasi terpisah, melainkan menjadi halaman khusus di YouTube. Supaya tidak mengagetkan, aplikasi YouTube Gaming baru akan dipensiunkan pada bulan Maret 2019.

Tampilan YouTube Gaming yang telah terintegrasi ini juga sudah dipoles. Bagian teratasnya kini diisi konten yang dikurasi berdasarkan minat masing-masing pengguna. Di bawahnya, ada Top Live Games, diikuti oleh deretan video gaming yang berasal dari daftar subscription pengguna.

YouTube Gaming hub

Setiap game sekarang mempunyai halamannya sendiri, dengan tujuan mempermudah pencarian konten yang spesifik untuk satu game tertentu. Pada bagian Trending, setiap minggunya YouTube juga akan menyisipkan video-video dari sejumlah kreator yang sedang “On the Rise” alias tengah naik daun.

Pendek kata, semua perubahan ini diterapkan supaya kita tidak lagi memperlakukan YouTube Gaming sebagai entitas yang berbeda. YouTube adalah rumahnya para kreator, dan itu juga termasuk komunitas gamer, kira-kira begitu poin yang hendak disampaikan YouTube.

Sumber: YouTube.

Call of Duty dan FIFA Menjadi Ujung Tombak Perkembangan eSport di Console

Dipopulerkan di PC, eSport kini bisa Anda temukan hampir di seluruh platform hiburan. Medium terbaru penyajiannya adalah perangkat bergerak berkat meroketnya permainan MOBA dan battle royale. Namun berbeda dari PC dan mobile, pengembangan olahraga elektronik di console betul-betul bergantung dari besarnya komitmen para publisher dan pemilik platform.

Skala eSport di console memang lebih kecil dari PC, namun belakangan ini ia menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Tim analis Newzoo melaporkan bahwa ada dua judul yang berjasa mengangkat industri gaming kompetitif console, terutama di empat bulan pertama tahun 2018. Mereka ialah FIFA dan Call of Duty. Peningkatan bukan hanya terjadi pada total hadiah turnamen, tapi juga pada jumlah pemirsa.

Untuk memahami tingginya kenaikan minat khalayak terhadap eSport console, mari kita lihat pencapaian FIFA 18. Di bulan April 2018, permainan sepak bola punya EA tersebut berhasil naik 20 peringkat dan sukses mengamankan tempat di urutan 10 game eSport yang paling banyak ditonton di Twitch. Di periode yang sama, total hadiah turnamen permainan di console mencapai US$ 2,5 juta – dua kali lipat dibanding kuartal pertama 2017.

newzoo 2

Sejak Januari hingga April 2018, para user Twitch menghabiskan waktu 14,1 juta jam buat menyaksikan acara-acara kompetisi game ‘besar’ console (yakni turnamen dengan hadiah US$ 5.000 ke atas). Angka tersebut menandai pertumbuhan sebesar 95,5 persen dari momen yang sama di tahun lalu. Hal yang paling menarik dari eskalasi ini adalah, tidak ada kenaikan jumlah turnamen secara signifikan: 46 di 2018 dan 43 di 2017.

newzoo 1

Beberapa turnamen yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan eSport console meliputi dua kejuaraan FIFA 18 Ultimate Team Champions Cups, Call of Duty World League, serta Halo World Championship. Ditakar dari banyaknya penonton, Call of Duty memang paling populer, dengan total durasi di 5,8 juta jam. Lalu di urutan kedua ada FIFA 10 di 3,9 juta jam. Jika semuanya diakumulasi, eSport console menyumbang 4,5 persen penonton di Twitch dan YouTube Gaming.

Di sana, para publisher game raksasa-lah yang umumnya jadi penyelenggara turnamen eSport, contohnya Activision, Electronic Arts, Capcom, serta Microsoft. Di luar itu ada organisasi besar seperti MLG dan Evo.

Newzoo juga menyingkap tiga genre permainan favorit berdasarkan jumlah penonton. Pertama adalah fighting (41 persen), kedua shooter (38 persen) dan ketiga ialah olahraga (21 persen). Fighting berhasil merangkul pemirsa paling tinggi karena seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, ada banyak judul masuk ke daftar 20 besar game eSport, contohnya Street Fighter V, Super Smash Bros. Melee, Dragon Ball FighterZ dan Tekken 7.