Jika Inovasi Dibelenggu Regulasi

Saya berkesempatan mendengarkan langsung pandangan-pandangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam acara yang digagas CSIS dan Kementerian Luar Negeri akhir September lalu. Jonan, menurut saya, memiliki visi yang menarik soal bagaimana mengembangkan transportasi di negara kita yang berbentuk kepulauan ini. Sayangnya, keputusannya tadi malam tidak mencerminkan keberpihakan terhadap publik.

Jonan, yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi dan sempat lama berkecimpung di bebeberapa institusi finansial, memutuskan layanan transportasi berbasis aplikasi dilarang beroperasi di Indonesia.

Yang dicontohkan sebagai layanan di segmen ini adalah keluarga Go-Jek (Go-Ride dan Go-Box), keluarga Grab (GrabBike dan GrabCar), Uber, Blu-Jek, dan Ladyjek. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam pernyataannya menyebutkan:

“Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum, dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum.”

Jonan sendiri mengatakan:

“Aplikasi online itu sistem reservasi. Sementara ojek pangkalan selalu dianggap sebagai kegiatan non-transportasi publik. Grab Taxi atau apapun namanya boleh saja, sepanjang kendaraannya memiliki izin sebagai transportasi umum [berpelat kuning], termasuk harus di-KIR. Jadi, silakan mengajukan ke dinas perhubungan setempat.”

Semua layanan tersebut di atas dianggap hanya memenuhi 1-2 aspek dan gagal memenuhi tiga poin yang termaktub secara keseluruhan. Kemenhub menunjuk unsur keselamatan sebagai basis pelarangan ini, sementara regulator lupa bahwa selama ini mereka membiarkan taksi gelap dan ojek pangkalan beroperasi. Mereka pun lupa memberi sanksi bagi layanan transportasi publik yang sudah tidak layak beroperasi di abad ke-21.

Pro dan kontra di kalangan pemerintahan

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara adalah pendukung layanan transportasi berbasis aplikasi. Di bulan Juni, Rudiantara berpendapat:

“Menurut saya soal ride sharing mesti diatur, karena ini mirip dengan e-commerce. Kalau e-commerce itu sesuatu yang pasti akan datang, yaitu digital economy. Nah, pemanfaatan teknologi TI seperti ini [ride sharing] juga akan datang.”

Tak cuma dukungan lewat kata-kata, Rudiantara membawa co-founder dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam rombongan Indonesia yang menyambangi Silicon Valley. Di sana Rudiantara membanggakan Go-Jek sebagai salah satu startup yang berpotensi menjadi unicorn.

Sejauh ini belum ada komentar dari Rudiantara terkait keputusan Menteri Perhubungan ini.

Presiden Joko Widodo sendiri setali tiga uang. Dalam dialognya saat peresmian Indonesia Convention Exhibition (ICE) di BSD, Presiden yang mendapat pertanyaan dari Nadiem mengatakan:

“Bisnis kreatif berbasis budaya dan teknologi akan jadi masa depan Indonesia. [..] Saya sangat menghargai apa yang sudah dilakukan Go-Jek dan teman-teman lainnya. Saya juga mendukung kebebasan investasi dari luar agar [pertumbuhan bisnis industri kreatif] cepat melonjak.”

Kita juga masih ingat waktu Presiden ikut mengundang mitra pengemudi Go-Jek ke istana dan makan siang bersama. Saya cukup penasaran apakah keputusan Menteri Perhubungan ini sudah berdasarkan konsultasi dengan Presiden.

Larang dulu atau ubah aturannya?

Jika berpegang teguh terhadap aturan yang ada, model bisnis yang dimiliki Uber, Grab, atau Go-Jek sulit mengakomodasinya. Mereka ingin “menghancurkan” tatanan yang sudah ada, bukan hanya semata-mata karena alasan bisnis, melainkan juga kegagalan pemerintah untuk memberikan layanan transportasi publik yang diharapkan masyarakat.

Bisa saja Uber atau GrabCar berbadan hukum lokal, menggunakan pelat kuning, membayar pajak, tetapi isunya bukan di situ. Isu sebenarnya adalah penggunaan teknologi yang menjadi kelebihan layanan ini, kemudahan pembayarannya, dan kenyamanannya.

Masyarakat meradang karena selama ini merasa manfaat layanan transportasi berbasis aplikasi lebih banyak memberi manfaat ketimbang mudharat. Pun masyarakat menggunakan layanan ini tidak semata untuk layanan transportasi, tetapi juga untuk logistik, pengantaran makanan, dan bahkan layanan on-demand baru (bisa berkembang bermacam-macam) yang tidak termasuk ranah Kementerian Perhubungan.

Masalahnya sekarang, apakah pemerintah (dan organisasi transportasi yang mulai keteteran dengan kehadiran layanan baru ini) mau mengubah aturan sesuai kondisi yang berlaku saat ini.

Buat pemerintah, sangat mudah untuk melarang suatu bisnis atau layanan yang tidak sesuai undang-undang. Buat saya, apakah mereka selama ini sudah berkaca dengan kualitas layanan yang diberikan bagi rakyat? Apakah mereka tidak menanyakan ke hati kecil mereka kenapa masyarakat mau menggunakan layanan yang dianggap tidak aman, ngemplang pajak, dan tidak mau tunduk dengan aturan pemerintah?

Sebuah artikel tahun 2010 di The Economist dengan lugas menyatakan:

The most important factor that led to America’s stunning success in information technology was not the free market but government regulation.

[…]

Countries that never experienced this great regulatory splintering are at a disadvantage. They are trapped in a mid-20th-century form, characterised by domineering, vertically integrated firms, which try to do everything in-house or at least keep it within their family of closely related companies. As a result, customers are beholden to suppliers, and innovations go under-exploited.

Sementara Luke A. Stewart dari Information Technology & Innovation Foundation dalam paper-nya menyimpulkan:

Regulation that does not require innovation for compliance will generally stifle innovation.

[…]

What is clear is that regulators can design regulation such that it minimizes the compliance burden on firms while maximizing the probability that the compliance innovation will be successful.

Sungguh sayang jika inovasi dilemahkan langkahnya oleh regulasi yang tidak mengakomodasi perkembangan zaman.

Konsentrasi Penuh ke Sektor Digital, Lippo Siapkan 915 Miliar Rupiah untuk Jakarta Globe

Lippo Group melalui kelompok medianya BeritaSatu Media Holdings (BSMH) memutuskan untuk menghentikan versi cetak media berbahasa Inggris Jakarta Globe, yang telah terbit selama tujuh tahun, dan berkonsentrasi penuh di sektor digital. Mereka menyiapkan dana $65 juta (sekitar 915 miliar Rupiah) untuk proses perubahan ini, sambil memasukkan sejumlah bekas orang-orang pemerintahan di jajaran penasihat.

Seperti dikutip dari halaman pengumumannya, versi cetak Jakarta Globe yang mulai beredar sejak November 2008 dianggap sudah tidak sesuai perkembangan zaman. BSMH memutuskan untuk all out ke segmen digital menggunakan domain baru jakartaglobe.id, yang sesungguhnya bakal kembali dialihkan ke subdomain di beritasatu.com. Selain Jakarta Globe, BSMH memiliki sejumlah properti media, dengan Berita Satu menjadi induk properti online-nya.

BSMH berharap bisa mendapatkan 10 juta pembaca dalam jangka waktu enam tahun ke depan.

Untuk memperkuat tim Jakarta Globe, BSMH merekrut mantan Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Sarundajang dan mantan menteri di jaman Suharto Ginanjar Kartasasmita untuk duduk di jajaran penasihat. Emirsyah Satar, yang juga adalah Chairman MatahariMall, bakal menjadi Executive Director.

Sebelumnya mulai banyak media cetak di Indonesia yang menutup (atau segera menutup) usahanya karena tidak lagi mampu bersaing di era Internet. Sebut saja majalah Business Week Indonesia, majalah Reader’s Digest, dan koran Sinar Harapan Medan.

Lippo Group sendiri menunjukkan keseriusan berkiprah di dunia digital dengan menghadirkan layanan marketplace MatahariMall dan perusahaan investasi ventura Venturra Capital.

Presiden Lippo Group Theo L. Sambuaga dalam pernyataannya menyebutkan, “[Era Internet] ini adalah masa depan dan BSMH berinvestasi untuk masa depan. Dengan tim manajemen yang kuat dan jurnalis yang berdedikasi, BSMH akan terus berusaha meningkatkan standar jurnalisme di Indonesia.”

Ansvia Gelar Sayembara Pemrograman Online Ansvia Code Talent (UPDATED)

Ansvia, perusahaan di belakang media sosial sosial Mindtalk, menggelar kontes pemrograman yang menarik. Tersedia secara online untuk siapapun, baik yang tinggal di Indonesia maupun mancanegara, Ansvia Code Talent menantang mereka yang merasa ahli di bahasa pemrograman Java, Javascript, Python, atau Scala untuk uji kemampuan. Hadiahnya? Tiket gratis ke Yogyakarta, pilihan hadiah menarik, dan kesempatan wawancara dengan tim Ansvia. Mungkin Ansvia bisa menjadi tempat bekerja Anda berikutnya!

Langkah Ansvia mencari superstar coder jelas bukan yang pertama. Microsoft punya Imagine Cup, Google punya Google Code Jam, sedangkan Facebook punya Hackers Cup. Meski cara berkompetisinya berbeda, tujuannya sama-sama mencari talenta yang menarik, yang berpotensi menjadi engineer mereka selanjutnya.

Mereka yang tertarik bisa mengunduh terlebih dulu persoalan yang disajikan dalam bahasa pemrograman pilihannya. Solusinya tinggal dikirimkan via email selambat-lambatnya 31 Desember 2015. Keterangan lengkap bisa disimak di halaman ini.

Apakah Anda memiliki kemampuan yang cukup untuk mengatasi permasalahan yang dihadirkan di kontes pemrograman ini?


Disclosure: DailySocial dan Ansvia memiliki induk perusahaan yang sama

Update: Pihak Microsoft Indonesia mengklarifikasi Imagine Cup tidak digunakan untuk mencari talenta calon pegawai baru

BitX’s Marcus Swanepoel: Venturra Capital Brings Some Key Value-Adds for Our Operations in Southeast Asia

Two days ago, Singapore-based bitcoin platform BitX announced it has raised new funding round led by Lippo Group-backed Venturra Capital. We spoke with BitX’s CEO Marcus Swanepoel about this funding and how he sees bitcoin market in Indonesia.

Question (Q): What’s the main purpose of today’s (Dec 8) funding and how it helps BitX to expand its market in Indonesia

We closed and funded our Series A round with Naspers [July 2015] as our lead, and largest institutional investor, with others also participating in the round. With our lean structure and very low cost base, the funds we raised equates to a lot more when compared to similar rounds raised by companies in the US and Singapore, and so we didn’t need to raise more for quite a while. However, we made an exception to bring Venturra into our investor group. There are some key value-adds that they bring, especially for our operations in Southeast Asia.

The funding will be used to accelerate some initiatives we had planned already (including hiring, product development and entering new markets). We’ve seen some really strong growth over the past three months so having additional cash to help drive these initiatives and ultimately result in an even better customer experience is very useful.

Q: BitX opened its office in Jakarta last February. How’s the market so far and what do you think about Indonesia’s regulation that having mixed feeling about bitcoin (not endorsing but also not forbidding)

I would love to do a more detailed discussion about this next year, but in short: As with many other markets around the world, we are seeing growth in Bitcoin adoption for many different use cases, including in Indonesia. However when one considers the value Bitcoin or Bitcoin-related products can bring to consumers, especially in the mobile e-commerce space, Indonesia has some exciting prospects that we believe will see the market grow even more.

About regulation, I can’t comment on what regulators are thinking or planning to do, but what I can say is that as a business we have prioritised compliance and fundamentally believe that the industry should be regulated. We therefore spend a lot of time engaging with regulators all over the world and we can say that so far the experience has generally been positive. Generally regulators from around the world seem to understand the technology a lot better than they did a few years ago, and are quite constructive in trying to balance the innovative potential of the industry with the potential risks around it.

The recent introduction of the BitLicense in New York also helped with this. We also recently appointed a new Chief Compliance Officer (ex PayPal and ABN Amro) Erik Wilgenhof Plante to head up this part of our business. There are also groups like ACCESS lead by Anson Zeall that is doing some great work for the industry in Southeast Asia in this respect.

Q: After partnership with Codapay, any further partnership expected in Indonesia? Maybe with larger marketplace?

Yes we have some interesting opportunities in the pipeline and we’ll share those with you as soon as we can. Unfortunately I cannot comment any more on it right now, but suffice to say we are very serious about helping build the ecosystem and industry in Indonesia.

Q: After several turmoil in the past year, what do you think about bitcoin’s adoption in the region? How it fits with current e-commerce and mobile commerce trend?

Bitcoin adoption in emerging markets, including SEA, is still somewhat lagging from most developed markets, but there is also a difference in use cases which is becoming more apparent and is leading us to believe the long term opportunities in these markets are a lot larger than those in developed markets. We are also not sitting back and waiting for this to happen, but actively driving adoption, use cases and building ecosystems.

To your question about e-commerce, the whole industry is a lot smaller than general e-commerce and mobile markets because they are a lot more established with more capital and players and less barriers to entry. But given it’s nature and application, Bitcoin adoption is piggy-backing off those trends so they are helping the industry grow indirectly.

Venturra Capital Salurkan Pendanaan untuk Platform Cryptocurrency BitX

Venturra Capital mengumumkan alokasi pendanaan selanjutnya untuk platform cryptocurrency BitX yang berbasis di Singapura. Jumlah yang diberikan tidak disebutkan dan Venturra bakal bergabung dengan jajaran investor BitX, seperti Naspers (yang juga investor OLX) dan Barry Silbert’s Digital Currency Group.

BitX merupakan platform cryptocurrency yang menyediakan dompet digital dan integrasi sistem pembayaran yang memanfaatkan bitcoin. BitX sendiri sudah membuka operasinya di Indonesia di bulan Februari lalu dan telah bekerja sama dengan platform pembayaran online Codapay untuk menerima transaksi menggunakan bitcoin.

Pendanaan ini tampaknya bakal digunakan BitX untuk meningkatkan kualitas dan pemasaran produk, khususnya di Indonesia yang tidak secara eksplisit melarang penggunaan bitcoin. Meskipun Bank Indonesia sudah menyatakan tidak mendukung bitcoin sebagai alat pembayaran, tidak ada ancaman hukuman apapun bagi siapapun yang memanfaatkannya bertransaksi.

Selain di Indonesia, fokus pasar BitX adalah Malaysia, Afrika Selatan, dan Nigeria.

Co-Founder dan Managing Partner Venturra Capital Stefan Jung dalam pernyataannya menyebutkan, “BitX memiliki tim yang luar biasa yang mengkombinasikan kemampuan teknis dan komersial yang handal. Mereka telah membuktikan dapat membangun produk inovatif dan traksi yang kuat di industri yang sedang berkembang.”

Sementara Co-Founder dan CEO BitX Marcus Swanepoel berkomentar, “Kami sangat senang membawa Venturra dalam dewan direksi untuk fase perkembangan BitX berikutnya. Venturra adalah salah satu VC yang langka yang tidak cuma sekedar ngomong soal value, tapi benar-benar melakukannya secara konsisten, relevan, dan terukur. Dikombinasikan dengan kemampuan dan dan jaringannya di pasar Asia Tenggara, membuat kerja sama menarik ini membantu kami meraih posisi solid di kawasan.”

Di Indonesia, BitX bersaing dengan sejumlah platform lokal, seperti Bitcoin Indonesia dan Artabit.

Uber Lanjutkan Eksperimen Pembayaran dengan Uang Tunai ke Bali

Kurang dari sebulan setelah uji coba penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran transaksi Uber di Bandung, mereka melanjutkan eksperimen ini ke Bali. Meskipun demikian, seperti halnya di Bandung, belum semua pengguna yang berada di Bali bisa menggunakan metode pembayaran ini karena pengujian hanya dilakukan di beberapa kelompok pengguna.

Keterbatasan adopsi kartu kredit di Indonesia memang sedikit banyak mengurangi potensi penggunaan Uber di negara ini. Indonesia menjadi negara keenam secara global yang mengimplementasikan metode pembayaran uang tunai ini, setelah India, Kenya, Saudi Arabia, Filipina, dan Vietnam.

Mike Brown, Regional General Manager, Southeast Asia & Oceania, Uber dalam pernyataannya menyebutkan, “Di Uber, kami memiliki tujuan sederhana, yaitu menyediakan layanan berkendara yang tepercaya, aman dan nyaman kepada semua orang, kapan dan di mana saja. Kurang dari satu bulan, kami menyaksikan kesuksesan uji coba sistem pembayaran di Bandung. Oleh karena itu, kami sangat bersemangat untuk menerapkannya ke daerah wisata mengagumkan, yaitu Bali. Kami percaya bahwa pasar di Indonesia memiliki potensi yang fantastis dan berkeinginan untuk semakin memperluas jangkauan uji coba ini ke daerah lainnya di Indonesia.”

Yang menarik sebenarnya Uber terus melakukan operasi dan uji coba, padahal mendapatkan tekanan dari pemerintah daerah setempat dan organisasi transportasi. Uber mengklaim pihaknya akan berbadan hukum resmi di Indonesia awal tahun depan.

Aplikasi Startup Indonesia Dominasi Daftar Aplikasi Terbaik Google Play 2015 di Indonesia

Google merilis 10 aplikasi terbaik dan 10 game terbaik di Google Play Indonesia sepanjang tahun 2015. Kategori terbaik ini didasari jumlah pengunduh (best seller), rating, dan pembaruan menarik yang diluncurkan sepanjang tahun 2015. Aplikasi karya startup Indonesia sudah menjadi raja di negeri sendiri, sedangkan untuk kategori gamee baru dua pengembang lokal yang masuk ke daftar ini.

Secara umum, Google menyimpulkan bahwa aplikasi bertema komunikasi dan sosial masih terus menjadi minat utama pengguna di Indonesia. Berbeda dengan daftar tahun sebelumnya yang masih didominasi karya pengembang asing, tahun ini aplikasi dari pengembang lokal sudah mampu bersaing dan bahkan menguasai daftar ini.

Tercatat aplikasi transportasi Go-Jek, aplikasi travel Traveloka, aplikasi hiburan Mivo, aplikasi membaca berita BaBe, aplikasi e-commerce Tokopedia, dan aplikasi media sosial Sebangsa berada di jajaran aplikasi terbaik.

Empat posisi sisa ditempati oleh Periscope, Dubsmash, Bestie, dan Brainly.

Kondisi berbeda ditemui di kategori game terbaik. Karya pengembang luar masih mendominasi. Billionaire dari Alegrium dan Dazzle – Dagelan Puzzle dari Touchten adalah hasil karya pengembang lokal yang mengisi daftar ini.

Duel Otak Premium dan Bima-X yang juga populer di Indonesia dan terkesan sebagai produk dalam negeri, sayangnya dikembangkan oleh pengembang luar.

Melengkapi daftar ini adalah Vainglory, Minecraft: Story Mode, Asphalt Nitro, Magic Rush: Heroes, Godus, dan Minions Paradise.

XL Axiata Siapkan 500 Miliar Rupiah Kembangkan Platform Digital untuk UKM DigiBiz

XL Axiata (XL) menggebrak dengan menyiapkan dana 500 miliar Rupiah yang bakal diinvestasikan dalam jangka waktu tiga tahun untuk menjaring Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan platform digital-nya, DigiBiz. Mereka berharap di akhir tahun 2016 ada sekitar 20 ribu UKM yang tergabung dalam platform ini.

Peresmian DigiBiz dilakukan Presiden Direktur XL Dian Siswarini dalam sebuah acara yang dihadiri Menkominfo Rudiantara, perwakilan Kementerian Koperasi dan UKM, Presiden komunitas Tangan Di Atas (TDA) Mustofa Ramdloni.

TDA digandeng sebagai jembatan XL menggaet para UKM. TDA sebagai wadah para pedagang dan pengusaha UKM saat ini telah memiliki lebih dari 10 ribu anggota di seluruh Indonesia. Tak heran jika XL berarti pasang target tinggi, 20 ribu anggota hingga akhir tahun depan.

Pada dasarnya, DigiBiz terdiri dari tiga solusi. Solusi pertama adalah Produk. UKM yang bergabung akan mendapat produk yang relevan. Kedua adalah solusi Bisnis. Di sini UKM akan mendapat manfaat seperti tempat berjualan, promosi, pinjaman, dan informasi bisnis. Yang terakhir adalah Jejaring. Secara tidak langsung UKM diklaim akan memperoleh jaringan bisnis yang lebih luas jika memanfaatkan platform ini.

Meskipun tidak gratis, XL tampaknya berusaha membuat solusinya lebih terjangkau untuk UKM. Ada beberapa produk yang ditawarkan dalam paket UKM ini, yaitu:

  • Paket layanan Internet 4G/LTE
  • Produk “jumpStart” berupa solusi Virtual Telephony “XL Mobex”
  • Solusi “Usahawan” untuk pembuatan situs
  • Produk “leapFrog” berupa layanan mobile ads
  • Produk “goGrow” berupa layanan “XL You See”

Saat ini XL telah memiliki 250 konsumen UKM yang sudah tergabung.

Direktur Digital Service XL Ongki Kurniawan dalam rilisnya mengatakan, “DigiBiz merupakan platform yang bersifat solusi digital guna mendukung para pelaku usaha UKM untuk memulai dan mengembangkan bisnis. Dengan kompetensi kami di bidang teknologi informasi dan komunikasi, kami ingin berperan aktif mendorong kalangan UKM untuk bisa lebih memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan produktivitasnya. Solusi dari XL ini sangat mudah diterapkan, bahkan hanya dengan ponsel saja sudah bisa dijalankan. Kami berharap, hingga akhir tahun depan setidaknya 20 ribu UKM sudah memanfaatkan DigiBiz.”

Convergence Ventures Ambil Bagian dalam Pendanaan Startup Singapura Ematic Solutions

Layanan SaaS yang berbasis di Singapura Ematic Solutions mengumumkan perolehan pendanaan sebesar SG$1,5 juta (sekitar $1,07 juta) dari sejumlah investor, salah satunya adalah Convergence Ventures yang berbasis di Jakarta. Pendanaan disebutkan akan digunakan untuk berekspansi di pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Thailand. Selain Convergence Ventures, juga terlibat dalam putaran pendanaan kali ini adalah 500 Startups dan Wavemaker Partners.

Ematic Solutions merupakan layanan yang membantu para pemasar meningkatkan performa di berbagai kanal pemasaran. Layanan ini didirikan tiga tahun yang lalu oleh Paul Tenney, dengan startup produk kecantikan Luxola, yang tahun ini diakuisisi oleh raksasa fashion dan gaya hidup LVHM, merupakan salah satu klien pertamanya.

Pasar periklanan digital Asia Pasifik yang menjadi salah satu fokus Ematic Solutions, diperkirakan akan mencapai nilai hampir $70 miliar tahun depan. Ematic Solutions sendiri lebih banyak bermain di peningkatan performa pemasaran berbasis email dengan menciptakan beberapa perangkat tambahan.

CEO Ematic Solutions Paul Tenney dalam rilisnya menyebutkan, “Perusahaan didirikan untuk memberi pemasar kemampuan berinteraksi dengan konsumen dengan cara paling efektif, berdasarkan data-data dan analisis, tanpa perlu mengalihkan sumberdaya teknologi informasi dalam proyek integrasi yang berkepanjangan.”

“Paket aplikasi kami membantu konsumen mengoptimasi usahanya yang berkisar soal email dan secara cepat mendorong peningkatan pemasukan yang signifikan,” klaimnya.

“Pendanaan kali ini akan membantu kami meningkatkan [kualitas] teknologi yang kami miliki dan memperkenalkan solusi baru ke bisnis online di kawasan [Asia Tenggara] dengan lebih cepat,” ujar Paul.

Di Indonesia sendiri hampir dikatakan belum ada startup lokal yang bermain di segmen ini dan kebanyakan menggunakan tools dari perusahaan luar. Sebelumnya MailUp yang berasal dari Italia telah membuka layanan operasional di Indonesia dengan menggandeng Ydigital Asia.

Inilah Para Pemenang Kuis Tiket Gratis Startup Weekend Jakarta 2015

Setelah melalui proses seleksi, akhirnya DailySocial dan Freeware Spaces berhasil memilih 20 pemenang tiket gratis Startup Weekend Jakarta 2015 untuk mengikuti acara spesial tiga hari dua malam belajar membangun startup. Para pemenang diharapkan mengklaim hadiahnya paling lambat 8 Desember 2015.

Tidak mudah untuk memilih para pemenang mengingat pendapat yang diberikan oleh para peserta cukup berkualitas. Berikut ini adalah para pemenangnya:

  1. Haries Namslog
  2. Gie Wong
  3. Rizekiawan Satria Putera
  4. Kanser Tajoer Tjr
  5. Andika Hakiki
  6. Griya Panji Ibrahim
  7. Albertus Hendro
  8. Afi Integritya
  9. Angga Rifandi
  10. Adrian Novaldi
  11. Darda Pritama
  12. Muhammad Lutfi Budiansyah
  13. Agung Sundoro
  14. Bud Bud
  15. Abdillah Zihni
  16. Ary Purnomoz
  17. Nalendra Perkasa
  18. Nurul Aini NA
  19. Iwan Muhamad
  20. Debi Wahyu Pristianto

Para pemenang bisa mengklaim hadiahnya dengan mengirim email bersubyek “Pemenang tiket gratis Startup Weekend Jakarta 2015” ke dhimas[at]dailysocial.net. Hadiah paling lambat bisa diklaim tanggal 8 Desember 2015.

Startup Weekend merupakan acara yang bertujuan memberikan crash course bagi siapa saja yang tertarik mendirikan startup atau mengenal apa itu startup secara lebih jauh. Di sini setiap orang akan dikelompokkan dan diberi proyek startup yang prototipe produknya harus diselesaikan dalam waktu tiga hari saja.

Startup Weekend Jakarta 2015 akan diadakan 11-13 Desember 2015 menghadirkan banyak mentor dan coach unggulan, termasuk Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li, Co-Founder dan COO Kudo Agung Nugroho, Ex-CTO Spotify Andreas Ehn, Managing Director Mountain Kejora Ventures Andy Zain, dan masih banyak lagi.

Managing Partner Grupara Inc Aryo Ariotedjo, Managing Partner Venturra Capital Stefan Jung, Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada, dan Founder & CEO Asia Venture Group Tim Marbach akan menjadi juri Startup Weekend Jakarta 2015.

Selamat untuk para pemenang!


DailySocial adalah media partner Startup Weekend Jakarta 2015