Top Player Kualifikasi IGL FIFA 19 FUT Minggu 4 Buktikan Usaha Tak Mengkhianati Hasil

Babak kualifikasi online turnamen Indonesia Gaming League (IGL) FIFA 19 FUT telah memasuki minggu keempatnya, dan telah selesai pada hari Senin, 1 April 2019 lalu. Dengan terpilihnya tiga jagoan FIFA dari kualifikasi ini, artinya babak kualifikasi online sudah menemukan 12 pemain terpilih yang akan maju ke babak liga. Dengan kata lain, kualifikasi IGL FIFA 19 FUT telah sampai di pertengahan jalan.

Di minggu keempat ini, jumlah partisipan kualifikasi adalah 220 orang, turun cukup drastis dari minggu sebelumnya. Tapi menurut Wakil Ketua IGL, Stephen Clinton, penurunan ini disebabkan oleh banyaknya turnamen lain yang berjalan pada waktu yang sama.

“Penurunan player yang mendaftar saya rasa wajar. Soalnya ada beberapa turnamen berskala internasional yang digelar mulai dari akhir Maret hingga awal April ini. Banyak player kita mulai dari tim esports hingga yang bermain secara individu mendaftar di sana. Untuk saya, hal ini bukan permasalahan besar juga,” ujar Clinton kepada vivagoal.com yang merupakan media partner resmi IGL.

“Minimal mereka sudah berjuang dan membawa nama Indonesia ke luar melalui hal yang mereka suka. Ini membuktikan esports kita memang bisa bersain dan memiliki kualitas yang tak kalah dengan negara-negara lain. Soal hasil dan lainnya bisa menyusul di kemudian hari,” tambahnya.

Berbeda dari kualifikasi minggu sebelumnya yang didominasi pemain-pemain asal Bali, kali ini tiga pemain yang lolos semuanya berasal dari pulau Jawa. Berikut ini pemain-pemain tersebut.

Rudi Julio

IGL - Jor El
Sumber: IGL

Asal: Surabaya

PSN ID: rudiojulio

Tim: Jor El

Rudi menerapkan formasi 4-2-3-1 dengan gaya bermain Gegenpressing ala Jurgen Klopp. Dengan gaya ini, Rudi dapat mengalirkan bola dengan baik di lini tengah dan depan. Selain itu, dengan dua winger berkecepatan tinggi—Neymar Jr. dan Kylian Mbappe—Rudi juga sangat berbahaya dalam counter attack. Beberapa pemain legenda yang ia gunakan antara lain Pavel Nedved, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard.

Uniknya, Rudi mengaku baru memainkan FIFA mulai tahun ini. Karena itu dapat lolos dari kualifikasi IGL merupakan prestasi tersendiri baginya. “Meski sudah memastikan diri ke liga saya akan terus berlatih dan terus menjaga stamina guna tampil prima. Lawan yang akan dihadapi di liga tentunya akan lebih sulit dibanding sebelumnya. Porsi berlatih tentunya akan saya tingkatkan ke depannya,” ujarnya dalam keterengan di siaran pers.

Apri Hantoro

IGL - PSS Sleman
Sumber: IGL

Asal: Sleman

PSN ID: aji_battle208

Tim: PSS Sleman

Apri menerapkan pola yang kurang populer di dunia sepak bola yaitu pola 4-5-1 dalam skuadnya. Banyak pemain yang digunakan oleh Apri adalah atlet-atlet klub Real Madrid, terutama di sektor bertahan. Ada nama-nama Marcelo, Sergio Ramos, Thibaut Courtois dan Raphael Varane di sini. Toni Kroos juga masuk salah satu pemain yang bermain di lapangan tengah.

Apri bersyukur bisa lolos dari babak kualifikasi, namun ia masih merasa bahwa timnya memiliki kekurangan. “Ada yang harus dibenahi sebelum memasuki liga. Persiapan mental serta latihan yang rutin akan sangat diperlukan. Selain itu, saya juga akan mempersiapkan chemistry tim agar lebih solid lagi ke depannya,” ujar Apri.

Anak Agung Ngurah Ardy Diptayana

IGL - Nusantara AFC
Sumber: IGL

Asal: Tangerang

PSN ID: ArdyDipta

Tim: Nusantara AFC

Ardy adalah contoh bukti bahwa usaha yang ulet tidak akan mengkhianati hasil. Ia sebelumnya sudah mengikuti kualifikasi IGL sebanyak tiga kali, namun selalu gagal. Baru di minggu keempat inilah Ardy akhirnya berhasil maju ke babak liga.

Pola permainan Ardy mirip dengan Apri yaitu formasi 4-5-1, namun Ardy memiliki skuad dengan nilai pemain jauh lebih tinggi. Bila total nilai pemain Apri hanya 1.183.500 Coin, Ardy justru memiliki pemain dengan nilai mencapai 6.300.000 Coin (sekitar Rp9,4 juta bila diuangkan). Memang Nusantara AFC ini banyak diisi oleh pemain-pemain bintang, seperti Eden Hazard, Kylian Mbappe, Dani Alves, hinga David De Gea.

Selepas kualifikasi ini, masih akan ada empat kualifikasi lagi untuk mencari 12 pemain lainnya hingga tanggal 28 April 2019. Setelah 24 pemain terkumpul, barulah IGL FIFA 19 FUT akan masuk ke fase liga dengan pembagian grup Big East dan Big West. Bila Anda berminat menjadi peserta, Anda dapat langsung mendaftar untuk mengikuti kualifikasi berikutnya di tautan berikut.

Sambut Fortnite World Cup, Epic Games Gelar Turnamen Pemanasan Berhadiah $500.000

Fortnite World Cup akan segera digelar mulai tanggal 13 April besok, dan akan menjadi kompetisi esports dengan hadiah terbesar di dunia yang dananya murni datang dari developer game. Namun sebelum kita tiba di tanggal yang ditentukan masih ada satu akhir pekan lagi. Epic Games ingin memanfaatkan masa ini dengan optimal, karena itulah mereka meluncurkan turnamen kecil-kecilan untuk pemanasan, dengan nama Fortnite World Cup Warmup.

Meski dibilang “kecil-kecilan”, sebetulnya hadiah yang ditawarkan tergolong besar, yaitu US$500.000 (sekitar Rp7,1 miliar). Tapi bila dibandingkan dengan hadiah utama Fortnite World Cup yang mencapai US$30.000.000 memang itu belum ada apa-apanya. Turnamen ini akan diadakan pada haru Sabtu, tanggal 6 April 2019, dan berakhir pada babak Final di hari Minggu keesokan harinya.

Fortnite - Lava Legends Bundle
Sumber: Epic Games

Fortnite World Cup Warmup menggunakan mode yang baru saja dirilis yaitu Arena Mode, dan menggunakan format permainan Duo (tim berisi dua orang). Untuk mengikuti kompetisi ini, kedua pemain dalam tim harus sudah mencapai Divisi 6 di Contender’s League dalam Arena Mode. Epic mengalokasikan waktu khusus selama tiga jam untuk mereka bertanding di hari-H, kemudian mengambil 1.500 Duo terbaik dari tiap wilayah kompetisi untuk maju ke babak Final.

Format kompetisi yang digunakan mirip sekali dengan kualifikasi mingguan Fortnite World Cup yang disebut Online Open. Mungkin Epic Games memang ini turnamen pemanasan ini jadi tempat para pemain untuk mencicipi format turnamen dunia tersebut, sekaligus menjaga interaksi dengan pemain agar tetap hype hingga Fortnite World Cup dimulai.

Fortnite - The Floor is Lava
Sumber: Epic Games

Menariknya, Epic Games berjanji bahwa distribusi uang hadiah sebesar US$500.000 itu akan dilakukan lebih merata daripada turnamen-turnamen sebelumnya. Belum ada detail seperti apa pembagiannya, tapi ini berarti tiap pemain punya kesempatan lebih besar untuk membawa pulang hadiah dengan jumlah yang signifikan. Epic Games berkata akan merilis aturan lengkap tentang Fortnite World Cup Warmup dalam waktu dekat.

Selain mengadakan turnamen, Epic Games juga tengah mengusahakan agar Fortnite memiliki dukungan yang lebih baik untuk ekosistem kompetitif. Salah satu fitur yang sudah bisa dipakai adalah fitur replay. Fitur ini pertama kali diuji coba dalam ajang Luxe Cup di akhir Maret lalu. Saat ini sistem pengunduhan replay masih harus dilakukan manual lewat PC dengan mengunjungi tautan yang disediakan oleh Epic Games. Tapi di masa depan mereka ingin replay bisa ditonton langsung dari client Fortnite, juga ingin menerapkan fitur baru untuk broadcasting.

Sumber: Epic Games, The Esports Observer

Liverpool F.C. Sabet Gelar Esports Liga Primer Inggris, ePremier League

Esports di luar negeri kini telah memiliki ikatan yang erat dengan olahraga konvensional, apalagi untuk game olahraga seperti seri FIFA dan NBA 2K. Hubungan antara dua dunia ini telah terbukti mendatangkan keuntungan bagi banyak pihak. Pemilik klub dan brand bisa menjangkau audiens baru melalui game, sementara organizer bisa mendapat banyak sponsor dari relasi dengan klub besar. Kita yang ada di posisi penggemar pun jadi mendapat lebih banyak variasi hiburan menarik.

Liga Primer Inggris (Premier League) termasuk salah satu asosiasi olahraga yang menjalin hubungan dengan dunia esports. Diumumkan pada bulan Oktober 2018 lalu, Premier League telah bekerja sama dengan Electronic Arts untuk menggelar liga virtual bertajuk ePremier League. Mengusung game FIFA 19, dalam liga ini para gamer akan direkrut oleh tim-tim sepak bola Inggris untuk mewakili mereka. ePremier League juga ditayangkan di stasiun televisi ternama Inggris, Sky Sports.

ePremier League (ePL) musim pertama dimulai sejak tanggal 5 Januari 2019 kemarin, dan berakhir dalam acara puncak Grand Final yang diselenggarakan di London, 28 – 29 Maret. Dari ratusan peserta yang mendaftar, diambil 40 pemain untuk mewakili 20 tim Premier League—setengah dari platform PS4 dan setengah dari Xbox One.

ePremier League - Finalists
20 finalis ePremier League | Sumber: Premier League

F2Tekkz alias Donovan Hunt hadir sebagai salah satu finalis dari jalur Xbox One. Masih berusia 17 tahun, pemuda asal Atlanta ini sudah beberapa kali memenangkan kejuaraan FIFA sebelumnya. Di leaderboard FIFA versi Xbox One pun, F2Tekkz menempati peringkat 1 dunia. Ia merupakan penggemar Liverpool yang mengidolakan John Arne Riise juga Steven Gerrard, jadi sudah pasti di ePL pun ia maju sebagai wakil dari Liverpool F.C.

Babak playoff ePremier League tergolong unik. Karena peserta datang dari dua platform berbeda, sementara FIFA tidak memiliki fitur cross-play, setiap pertandingan dilakukan dalam dua leg. Satu leg di PS4, sementara satu lagi di Xbox One, dengan urutan tergantung dari hasil undian coin toss. Hebatnya F2Tekkz, walau ia biasanya bermain di Xbox One, ternyata ia tetap bisa unggul melawan juara platform PS4.

Lawan F2Tekkz di babak Grand Final adalah Kyle Leese, wakil dari klub Manchester United. F2Tekkz tidak takut bermain di console berbeda, bahkan ketika memenangkan coin toss, ia percaya diri memilih PS4 sebagai platform untuk leg pertama. Dahsyat, meski di platform berbeda dari biasanya, ia tetap berhasil melibas Kyle Leese dengan skor 4-1.

Donovan Hunt - Quarter Final
Donovan “F2Tekkz” saat bertanding di final ePL | Sumber: Liverpool F.C.

Unggul di platform Away, F2Tekkz justru lebih mengalami kesulitan saat menjadi tuan rumah. Skor agregat berakhir 6-2, artinya kedua pemain hanya berhasil mencetak satu angka di leg kedua. Dengan berakhirnya seluruh pertandingan Grand Final, F2Tekkz pun dinobatkan menjadi juara pertama ePremier League, dan berhak mendapat pro point untuk kualifikasi kompetisi FIFA 19 Global Series.

Akan tetapi sebetulnya F2Tekkz sudah memiliki jumlah pro point yang cukup untuk maju ke Global Series walau tanpa menjuarai ePL. Turnamen ini juga tidak menawarkan hadiah uang, jadi untuk apa ia bermain? Jawabannya adalah untuk kebanggaan Liverpool F.C.

“Saya selalu ingin bermain untuk Liverpool dan ePremier League telah memberi saya kesempatan untuk melakukannya!” kata F2Tekkz dalam videonya bersama Liverpool F.C. Impian itu kini terwujud, Donovan Hunt telah menjadi satu-satunya pemuda yang memberikan gelar Premier League kepada Liverpool dalam 19 tahun terakhir, walau hanya di liga virtual.

Sumber: Premier League, Liverpool F.C., ESPN

Inilah 4 Jagoan Game Tarung yang Menjuarai Turnamen ESL Fighting Arena

Perhelatan ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations bukan pesta bagi para penggemar cabang-cabang esports besar saja seperti Dota 2 atau Arena of Valor, tapi juga menjadi wadah berkumpul dan berkegiatan bagi komunitas-komunitas game kompetitif lainnya. Salah satunya yang sangat seru adalah ESL Fighting Arena, turnamen fighting game yang diselenggarakan oleh Advance Guard.

Ada empat fighting game yang dipertandingkan dalam turnamen ESL Fighting Arena, yaitu Tekken 7, Street Fighter V: Arcade Edition, Dragon Ball FighterZ, serta Soulcalibur VI. Total hadiah yang ditawarkan bernilai Rp15.000.000, setengahnya sendiri merupakan hadiah untuk Tekken 7. Maklum, fighting game 3D karya Bandai Namco itu memang dapat dibilang merupakan fighting game terpopuler di Indonesia.

ESL Fighting Arena - Venue
Suasana ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Keempat cabang kompetisi ini banyak diikuti oleh pemain yang sudah cukup terkenal di dunia fighting game Indonesia. Nama-nama seperti R-Tech, Drek, Kontoru, dan AronManurung bermunculan, membuat turnamen kali ini punya level yang tinggi. Khusus untuk cabang Tekken bahkan dihadiri juga oleh pemain-pemain dari luar kota, seperti Semarang dan Surabaya. Selain itu ada juga M45T4Z (alias Mastaz) yang masuk ke tim profesional Bigetron, serta Mishima Boy yang merupakan jawara Tekken 7 di Indonesia Esports Games.

Nama besar ESL tentu juga menambah hype turnamen ini, apalagi kondisi venue yang digunakan pun sangat kondusif untuk berkompetisi. Bram Arman selaku co-founder Advance Guard juga mengaku kagum dengan kualitas produksi turnamen ESL Indonesia Championship.

“Bersyukur udah bisa dikasih kesempatan buat ngisi FGC (fighting game community) di acara dengan brand besar seperti ESL,” kata Bram kepada Hybrid, “Moga-moga ke depannya dari side content bisa dipertimbangkan jadi main content.” Bram sejak lama bermimpi ingin mengusung turnamen fighting game profesional ke panggung besar, tapi untuk mewujudkannya memang tidaklah mudah.

Tekken 7

Meski belum jadi “hidangan utama”, ESL Fighting Arena tetap menyajikan pertandingan-pertandingan seru. Cabang Tekken 7 misalnya, mempertemukan R-Tech dari tim Alter Ego melawan Ayase dari tim DRivals di Grand Final. R-Tech memanjat Losers’ Bracket dengan karakter khasnya, Jack-7. Sementara Ayase bermain sangat agresif dengan Alisa andalannya. Setelah tertinggal 2-0, Ayase sempat mencoba berganti karakter ke Armor King, tapi ia masih belum dapat mendobrak pertahanan R-Tech dan akhirnya terkena bracket reset.

Ayase sempat mencuri satu poin dari R-Tech setelah kembali ke Alisa, akan tetapi R-Tech menunjukkan keahliannya melakukan punish dengan optimal. Ia juga beberapa kali mengonter serangan agresif Ayase dengan Rage Art. R-Tech akhirnya menjadi juara dan berhak membawa pulang hadiah senilai Rp4.500.000. Konon R-Tech sempat berlatih di Korea sebelum mengikuti turnamen ini, jadi kita bisa melihat bahwa usahanya itu tidak sia-sia.

ESL Fighting Arena - Tekken 7 Champions
Juara Tekken 7 ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Ada satu pemain dengan performa menarik di cabang Tekken, yaitu TJ dari DRivals. TJ adalah pemain yang biasanya konsisten masuk 3 besar turnamen dan terkenal ahli menggunakan banyak karakter, terutama Geese Howard. Akan tetapi sepanjang turnamen kali ini ia justru memutuskan untuk menggunakan karakter baru, Negan. Pada akhirnya TJ harus tereliminasi lebih awal.

“Saya sangat respect dengan keputusan TJ yang tetap bertahan menggunakan Negan dan tidak switch ke karakter andalan lainnya seperti Geese. Sangat wajar di suatu turnamen seseorang berambisi untuk menang, namun saya melihat TJ ini ingin berkembang dengan menggunakan Negan. Semoga di kemudian hari TJ dapat beraksi di turnamen dengan performa yang lebih baik,” komentar Bram.

Menurut Bram, secara keseluruhan turnamen Tekken 7 ini terbilang sangat sengit dan kompetitif, karena untuk masuk ke Top 8 benar-benar sulit. Mastaz yang sudah masuk tim profesional saja sempat kewalahan di pool ketika bertemu pemain baru bernama Downfall. Begitu pula banyak nama pemain top lain yang gugur sebelum tembus 8 besar, seperti Cobus, Lee_yo, dan lain-lain.

Peringkat Tekken 7:

  • Juara 1: Alter Ego | R-Tech
  • Juara 2: DRivals | Ayase
  • Juara 3: Mishima Boy
  • Juara 4: CHAOS | Hero
  • Juara 5: CHAOS | SBYRazor
  • Juara 5: DRivals | Kids
  • Juara 7: Bigetron | M45T4Z
  • Juara 7: WIF | Silver

Dragon Ball FighterZ

Sementara itu di cabang Dragon Ball FighterZ, Zet dari Losers’ Bracket bertemu dengan Drek yang dulu memenangkan kompetisi Dragon Radar Tournament di C3 AFA Jakarta. Menariknya, kedua pemain sama-sama mengandalkan Vegito sebagai petarung terdepan. Bedanya Drek menggunakan formasi Saiyan klasik yang terdiri dari SSJ Goku dan SSJ Vegeta, sementara Zet didukung oleh Yamcha dan Videl yang lebih tricky penggunaannya.

Dengan teknik cross-up yang cantik serta rushdown ketat dari tiga karakter Saiyan, Drek mampu membuat Zet kewalahan. Drek juga mampu membaca strategi lawannya ketika Zet bermain terlalu ofensif, dan mementahkan serangan Zet dengan gerakan counter atau jebakan Assist. Drek meraih juara dengan skor 3-0.

ESL Fighting Arena - Dragon Ball FighterZ Champions
Juara Dragon Ball FighterZ ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Dragon Ball FighterZ:

  • Juara 1: Drek
  • Juara 2: Zet
  • Juara 3: RosettaInGBVS
  • Juara 4: Ankurupls
  • Juara 5: Jems
  • Juara 5: Kontoru
  • Juara 7: Shamwow
  • Juara 7: PsychSenpai

Street Fighter V: Arcade Edition

Grand Master Street Fighter V Indonesia, AronManurung, kembali tampil di Grand Final. Namun berbeda dengan kompetisi Fight Fest 2019 beberapa waktu lalu di mana ia mengandalkan Zeku, kali ini AronManurung justru menjagokan Vega. Ia bertemu dengan Shamwow yang tak kalah kuat. Berbekal karakter Chun-Li, Shamwow dapat membayangi permainan AronManurung dengan ketat.

Baik Vega maupun Chun-Li sama-sama merupakan karakter gesit dengan jarak poke yang jauh, sehingga pertarungan keduanya sangat menguji refleks pemain ketika melakukan footsies. Tapi kemudian di game 4 AronManurung menurunkan tempo permainan dan berganti ke Nash. Sempat terdesak dan nyaris kalah, ia terus bermain ngotot hingga akhirnya menang 3-1 atas Shamwow.

ESL Fighting Arena - Street Fighter V Champions
Juara Street Fighter V ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Street Fighter V: Arcade Edition:

  • Juara 1: AronManurung
  • Juara 2: Shamwow
  • Juara 3: Kontoru
  • Juara 4: Sweet_Martabak
  • Juara 5: buramu
  • Juara 5: Mampus
  • Juara 7: HandyS
  • Juara 7: Ubebe

Soulcalibur VI

Kompetisi Soulcalibur VI seolah menjadi ajang bagi Fabiozwei untuk menunjukkan peningkatan kemampuannya. Di turnamen Fight Fest 2019 lalu ia hanya berhasil meraih peringkat 3, akan tetapi kali ini ia berhasil lolos hingga Grand Final meski harus berjuang dari Losers’ Bracket. Di sana, yang sudah menunggunya adalah HOKIHEHE alias Wahontoys, runner-up turnamen Fight Fest. Artinya Grand Final kali ini adalah rematch bagi mereka berdua.

Sayangnya rematch tersebut harus berakhir dengan hasil yang sama. Fabiozwei (Siegfried) terutama sering sekali termakan jebakan gerakan sidestep dari Wahontoys (Seong Mi-na), membuatnya gagal menyerang dan justru terlempar oleh serangan launcher. Di salah satu ronde, taktik ini bahkan sempat membuatnya Ring Out. Tertinggal 0-2, Fabozwei berusaha beradaptasi dan menunjukkan perlawanan, tapi akhirnya ia harus tunduk dari Wahontoys dengan skor 1-3.

ESL Fighting Arena - Soulcalibur VI Champions
Juara Soulcalibur VI ESL Fighting Arena | Sumber: Dokumentasi Bram Arman

Peringkat Soulcalibur VI:

  • Juara 1: HOKIHEHE (alias Wahontoys)
  • Juara 2: Fabiozwei
  • Juara 3: Permac
  • Juara 4: MaruMura
  • Juara 5: ASHIAAAP
  • Juara 5: gojeeb
  • Juara 7: Klemot
  • Juara 7: Ryuukikun

Demikian ulasan singkat tentang berjalannya turnamen ESL Fighting Arena, 29 – 31 Maret 2019 lalu. Fighting game di Indonesia belum mainstream seperti genre MOBA atau battle royale, tapi di dalam ekosistem ini ada komunitas yang berdedikasi dan berprestasi. Harapan kita semoga ke depannya lebih banyak lagi muncul pecinta fighting game yang dapat bermain kompetitif dan mengharumkan nama Indonesia.

Adanya sponsor dan organisasi yang mau mendukung karier atlet esports fighting game juga merupakan faktor krusial. Saat ini memang sudah beberapa yang melakukannya di Indonesia, seperti Alter Ego dan Rex Regum Qeon. Tapi tentu kita ingin agar ada lebih banyak lagi. Apalagi penggemar fighting game dikenal setia dan sangat ulet mendukung game yang mereka sukai. Mudah-mudahan saja ESL Fighting Arena bisa menjadi momentum yang membuat fighting game Indonesia berkembang pesat.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Advance Guard.

EVOS Terbaik Asia Tenggara, Juarai ESL Indonesia Championship & Clash of Nations

Puncak kompetisi nasional pertama ESL Indonesia telah digelar pada tanggal 29 – 31 Maret 2019 kemarin. Tidak hanya pertandingan dalam negeri saja yang disebut ESL Indonesia Championship, ajang ini sekaligus menjadi wadah pertarungan tim-tim Asia Tenggara dalam gelaran yang bernama ESL Clash of Nations. Ada dua game yang dipertandingkan dalam ESL Indonesia Championship, yaitu Dota 2 dan Arena of Valor. Sementara ESL Clash of Nations mempertandingkan satu game Arena of Valor saja.

Dua tim Indonesia berhasil meraih prestasi dalam kejuaraan tersebut. Pertama adalah BOOM.ID, mereka sekali lagi membuktikan status sebagai tim Dota 2 terkuat Nusantara dengan merebut trofi Dota 2 ESL Indonesia Championship. Di final turnamen ini, BOOM.ID berhasil unggul atas tiga tim lainnya yaitu Aura Esports, PG.Barracx, dan The Prime, dan berhak atas hadiah utama senilai US$25.000 (sekitar Rp355,8 juta).

BOOM.ID belakangan ini memang sedang menunjukkan performa yang cukup mengesankan. Aksi mereka di turnamen Bucharest Minor beberapa waktu lalu mengantar mereka hingga ke posisi 8 besar. Posisi yang sama kemudian mereka raih kembali di ajang StarLadder ImbaTV Dota 2 Minor. Meski belum sampai tembus ke turnamen Major, ini sudah menjadi bukti bahwa BOOM.ID mulai bisa bertarung seimbang dengan tim-tim besar dunia. Prestasi di ESL Indonesia Championship memang patut mereka sandang.

“Pesan buat fans-nya BOOM, tetap dukung BOOM.ID ya. Meskipun di dunia internasional mungkin belum bisa membahagiakan Indonesia, cuman kita tetep terus berjuang, doain. Jangan hate speech juga, mungkin saran-saran yang baik pasti bakal ditanggapin sih sama gua,” demikian ujar kapten BOOM.ID Khezcute (Alfi Syahrin Nelphyana), dalam post-match interview bersama ESL Indonesia.

ESL Indonesia Championship - BOOM.ID
BOOM.ID juara Dota 2 ESL Indonesia Championship | Sumber: ESL Indonesia

Sementara itu di cabang Arena of Valor, raungan sang harimau putih EVOS Esports menggetarkan podium dengan peraihan double winner. Gelar pertama adalah juara ESL Indonesia Championship yang mereka raih dengan menumbangkan tim-tim dalam negeri, termasuk di antaranya WAW Esports, GGWP.ID, Bigetron, serta Saudara e-Sports (SES).

Babak Grand Final antara SES melawan EVOS menjadi sorotan utama karena berlangsung cukup ketat. Kepada ESL Indonesia kedua tim sama-sama berkata bahwa mereka sudah melakukan persiapan dan latihan keras menyambut ajang ini, namun SES.DyZ (Andrian Saputra) mengakui bahwa mereka memang beberapa kali melakukan kesalahan yang tak perlu sehingga harus kalah dengan skor 3-1. Seperti BOOM.ID, EVOS juga berhak atas hadiah senilai US$25.000.

ESL Indonesia Championship - EVOS
EVOS juara AOV ESL Indonesia Championship | Sumber: ESL Indonesia

Sebagai kampiun dan runner-up dalam ESL Indonesia Championship, EVOS serta SES sama-sama berhak untuk maju ke turnamen berikutnya, yaitu turnamen level Asia Tenggara ESL Clash of Nations. Langsung digelar setelah ESL Indonesia Championship berakhir, dalam turnamen ini EVOS dan SES harus berhadapan dengan tim M8HEXA dari Malaysia, Liyab Esports dari Filipina, Devita dari Thailand, juga FAPtv dari Vietnam. Indonesia selaku tuan rumah memang mendapat dua slot kualifikasi di turnamen ini.

Perjuangan berat dilalui SES dan EVOS yang sama-sama terlempar ke Losers’ Bracket di ESL Clash of Nations. SES dikalahkan oleh FAPtv, sementara EVOS kalah oleh Devita. Posisi tersebut akhirnya mempertemukan EVOS dan SES kembali, dan lagi-lagi EVOS unggul, menjadi satu-satunya tim Indonesia yang maju ke Grand Final. EVOS juga sempat “membalaskan dendam” SES dengan mendepak FAPtv keluar turnamen.

ESL Clash of Nations - EVOS
Double winner, juara Indonesia dan juara Asia Tenggara! | Sumber: ESL Indonesia

Berhadapan sekali lagi dengan Devita, tampaknya kali ini EVOS sudah bisa beradaptasi dengan lebih baik. EVOS sempat tertinggal dengan skor 2-1, tapi di game 4 EVOS menguasai ritme permainan dan melakukan team wipe. Tel’annas, Murad, serta Teemee memegang peran krusial dalam permainan EVOS. Taktik yang sama kembali diulang dalam game 5, dan EVOS akhirnya juara setelah comeback gemilang dengan skor 2-3.

Dari ajang ESL Clash of Nations, EVOS kembali memperolah hadiah sebesar US$25.000. Namun lebih dari itu, ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi EVOS untuk dapat mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. “Aku bangga sama timku yang kemarin habis kalah lawan Devita, terus bisa fight back lagi buat hari ini. Lupakan kemarin, terus comeback stronger hari ini, terus akhirnya memenangkan, jadi juara 1 Clash of Nations,” ujar Carraway (Henri Teja) dari EVOS dalam post-match interview dengan ESL Indonesia.

ESL Clash of Nations - Prize
Membawa pulang hadiah dan kebanggaan | Sumber: Dokumentasi ESL

Sesuai reputasi ESL selama ini yang telah membesarkan ekosistem esports di banyak negara, kita tentu berharap ESL Indonesia Championship dan ESL Clash of Nations dapat menjadi standar baru bagi penyelenggaraan kompetisi esports di Indonesia. Apalagi ESL Indonesia tidak hanya memperhatikan cabang-cabang esports besar seperti Dota 2 dan AOV. Mereka juga menyediakan wadah berkumpul dan berkegiatan bagi komunitas kompetitif lain, seperti komunitas Rainbow Six: Siege dan komunitas fighting game Indonesia.

Semoga saja ke depannya industri esports kita bisa berkembang menjadi lebih dewasa, dan memunculkan talenta-talenta yang dapat meraih prestasi terbaik dunia. Apa langkah ESL setelah dua turnamen ini selesai? Kita tunggu saja pengumuman berikutnya. Pantau selalu berita terkini dunia esports Indonesia, hanya di Hybrid.

Sumber: ESL Indonesia

Fortnite World Cup Akan Digelar Bulan April, Begini Sistem Kompetisinya

Apa cabang esports yang memiliki hadiah terbesar di dunia? Beberapa tahun lalu, jawabannya mungkin Dota 2 dengan turnamen The International mereka. Tapi rekor tersebut telah patah ketika pertengahan tahun 2018 lalu, Epic Games mengumumkan musim kompetisi Fortnite yang akan berjalan selama satu tahun dari pertengah 2018 hingga pertengahan 2019. Berapa jumlah hadiah total yang Epic janjikan? Seratus juta dolar, alias Rp1,42 triliun! Sungguh fantastis!

Angka US$100.000.000 itu tidak ditumpuk ke dalam satu turnamen saja, namun dibagi-bagi ke dalam beberapa event. Dan beberapa minggu lagi kita akan memasuki turnamen puncak dari musim kompetisi tersebut, yaitu turnamen tingkat dunia, Fortnite World Cup. Untuk satu event ini saja, jumlah hadiah yang ditawarkan adalah sebesar US$30.000.000 (sekitar Rp427,9 miliar).

Sesuai yang diumumkan tahun lalu, Fornite World Cup terbagi ke dalam dua mode yaitu Solos dan Duos. Kualifikasi kompetisi ini dilakukan secara online mulai tanggal 13 April mendatang, dengan jadwal berganti-ganti setiap minggunya antara Solos dan Duos.

Fortnite - Omega Skin
Fortnite punya skin mirip karakter Overwatch, tapi bisnis esports mereka jauh berbeda | Sumber: Epic Games

Cara untuk mengikuti kualifikasi ini cukup menarik. Epic Games telah merilis mode baru bernama Arena Mode dalam patch versi 8.20. Semua pemain dapat mengakses mode ini, namun pemain-pemain yang berhasil meraih peringkat teratas akan bisa membuka akses ke mode khusus yaitu Fortnite Cup Online Open.

Setiap hari Sabtu, para pemain diberi kesempatan selama tiga jam untuk bermain di Online Open dan mengumpulkan poin. Dari sini Epic akan mengambil 3.000 pemain dengan skor tertinggi di tiap region server untuk maju ke babak khusus bernama Open Online Finals esok Minggunya. Babak final ini punya sistem yang sama dengan Online Open biasa. Bedanya, para juara akan langsung memperoleh hadiah senilai US$1.000.000.

Pemain-pemain terbaik di setiap minggunya kemudian akan diundang untuk bertanding dalam babak offline Fortnite World Cup Finals di kota New York, tanggal 26 – 28 Juli 2019. Epic Games membagi para pemainnya ke dalam enam wilayah kompetisi, yaitu Europa, Amerika Utara Timur, Amerika Utara Barat, Asia, Brasil, serta Oseania. Jatah slot pemain di tiap wilayah ini berbeda-beda, dapat Anda lihat dalam tabel di bawah.

Fortnite World Cup - Qualifications Slot
Sumber: Epic Games

Satu hal yang menarik, Epic Games dengan jelas menyatakan bahwa kualifikasi Fortnite World Cup akan murni berdasarkan keahlian pemain. Epic tidak akan menjual slot tim ataupun franchise, juga tidak akan mengizinkan penyelenggara kompetisi third-party untuk melakukan hal tersebut. Ini jelas berlawanan dengan pendekatan yang dilakukan oleh beberapa game lain, seperti League of Legends, Overwatch, serta kemungkinan Rainbow Six: Siege.

Epic berkata bahwa mereka melakukan hal ini demi para pemain, tapi di sisi lain program franchise juga memiliki tujuan yang sama. Memang pemilik properti intelektual akan memperoleh uang dari hasil pembelian franchise, namun berkat adanya franchise itu, masa depan para atlet bisa lebih terjamin karena ada wadah serta sponsor pasti dalam karier kompetitif mereka. Sulit menentukan mana pendekatan yang lebih baik, tapi yang jelas, selama dilakukan dengan mengedepankan kesejahteraan para atlet, tampaknya kita tidak perlu mempermasalahkannya.

Sumber: Epic Games

Reuni dengan Kawan Lama, Razer Kembali Sponsori Tim Alliance

Penggemar esports Dota 2 pasti sudah familier dengan nama Alliance. Berdiri pada tahun 2013, tim ini muncul membawa nama besar atlet-atlet Dota 2 Swedia, seperti Loda (Jonathan Berg), s4 (Gustav Magnusson), dan AdmiralBulldog (Henrik Ahnberg). Alliance mengukir sejarah sebagai tim Eropa pertama yang berhasil memenangkan kompetisi LAN besar di Tiongkok, juga menjadi juara dunia dalam ajang The International 2013.

Alliance sempat menjadi tim besar yang ditakuti, akan tetapi seiring berjalannya waktu performa mereka akhirnya mengalami penurunan. Setelah kegagalan di The International 2017, Alliance melepaskan seluruh roster Dota 2 mereka. Akan tetapi perjuangan belum berakhir. Loda—yang sebetulnya sudah pensiun—kembali ke posisi pemain aktif, kemudian mendirikan tim Alliance dari nol.

Perjalanan hidup Alliance punya kaitan yang cukup spesial dengan perusahaan gaming peripheral Razer. Ketika Alliance baru dibentuk tahun 2013 dulu, Razer adalah satu-satunya brand yang menjadi sponsor mereka. Ikatan antara Alliance dan Razer sangat kuat hingga dikenal sebagai “aliansi legendaris”. Bahkan bisa dikatakan bahwa Razer punya andil dalam pendirian organisasi Alliance itu sendiri.

Meski sempat berpisah, dua kawan lama ini sekarang akhirnya bersatu kembali. Razer baru saja mengumumkan bahwa mereka akan mensponsori Alliance selama dua tahun, dan bukan hanya untuk tim Dota 2 saja tapi untuk seluruh divisi yang ada di bawah Alliance. Organisasi ini memang memulai kiprah sebagai tim Dota 2, namun sekarang juga sudah memiliki tim di cabang PUBG, Fortnite, dan Super Smash Bros. Melee.

“Razer membantu pendirian Alliance di tahun 2013 karena kami melihat sebuah tim esports yang memiliki banyak kesamaan dengan core values kami. Sejak itu, Alliance terus membangun organisasi dan komunitas mereka dengan semangat kerja tim, kejujuran, dan dedikasi yang mendorong mereka mencapai kesuksesan besar. Saya bangga sekali lagi dapat bekerja sama dengan Alliance, dan dengan sokongan dari Team Razer, Alliance akan membangun line-up pemain kuat tahun ini untuk menciptakan dampak yang besar di arena esports,” demikian pernyataan CEO Razer, Min-Liang Tan, di situs resmi Alliance.

https://twitter.com/theAllianceGG/status/1111280532883558401

Pihak Alliance juga menyatakan kegembiraannya terhadap “reuni” ini. Loda yang kini menduduki posisi CEO serta coach di Alliance berkata, “Hari ini, saya sungguh bahagia dapat menyambut kembali Razer sebagai salah satu partner utama kami untuk beberapa tahun ke depan. Ketika saya baru mulai berkompetisi bersama Alliance, Razer adalah salah satu partner pertama yang bergabung dan mendukung kami. Tahun 2013 ketika kami memenangkan Aegis di The International, kami melakukannya bersama Razer.

Bersenjatakan esports peripherals milik Razer yang berperforma tinggi, para pemain dan talenta kami tentunya kini siap menghadapi segala macam panggung atau kompetisi. Razer adalah pionir sejati di dunia esports, diciptakan untuk para gamer, oleh para gamer – sebagai organisasi yang sekarang dimiliki oleh player, kami tidak sabar untuk terus menumbuhkan para superstar esports berikutnya bersama-sama.”

Dari pernyataan Loda yang cukup berapi-api dapat kita lihat betapa berartinya ikatan antara kedua organisasi ini. Alliance bahkan dengan gamblang menyatakan bahwa target mereka berikutnya adalah “mengulang kemenangan di The International”. Kita lihat saja apakah target ini betul-betul bisa tercapai. Sebagai tim senior yang telah membantu membuat ekosistem esports Dota 2 berkembang di tahun-tahun awalnya, tentu comeback Alliance adalah hal yang ditunggu semua orang.

Sumber: Alliance

ESL dan Oculus Luncurkan VR League Season 3 dengan Hadiah Rp3,5 Miliar

Dunia esports tidak hanya ramai di console, PC, dan mobile, tapi kini juga sudah merambah virtual reality. Oculus selaku salah satu produsen perangkat VR populer bahkan telah menggaet ESL untuk menciptakan liga esports VR pertama dan terbesar di dunia. Diluncurkan pada tahun 2017, liga ini awalnya mengusung nama VR Challenger League. Kini liga tersebut telah memasuki season ketiganya, dan dikenal dengan nama “VR League” saja.

VR League Season 3 terdiri dari kompetisi online berformat cup yang akan berjalan selama enam minggu di Eropa dan Amerika Utara, terhitung sejak tanggal 24 Maret 2019. Para pemenang kompetisi online itu, ditambah dengan pemenang dari last chance qualifier, kemudian akan bertanding secara offline dalam ajang Grand Final pada tanggal 8 – 9 Juni nanti. Grand Final ini rencananya digelar di gedung Haymarket Theatre, Leicester, Inggris.

VR League - Players
Sumber: VR League

ESL dan Oculus menawarkan total hadiah senilai US$250.000 (sekitar Rp3,5 miliar), ditambah dengan hadiah mingguan seiring berjalannya pertandingan. Hadiah ini dibagi ke dalam empat cabang game, dua di antaranya sudah ada di season sebelumnya dan dua lagi baru. Berikut ini daftar game yang dilombakan.

Echo Arena – Olahraga arena sejenis frisbee dengan lingkungan gravitasi nol. Game ini dikembangkan oleh Ready At Dawn Studios, kreator di balik game PS4 The Order 1886.

Echo Combat – Masih dari Ready At Dawn Studios, dan masih bertema gravitasi nol. Namun alih-alih olahraga, game ini justru memiliki genre first-person shooter.

Onward – Tactical shooter yang mengedepankan kerja sama, realisme, dan simulasi militer. Game ini menempatkan pemain dalam arena yang luas dan pertaruhan hidup yang menegangkan.

Space Junkies – Game bergenre arcade shooter karya Ubisoft. Mirip seperti Echo Combat, game ini juga menggunakan fitur gravitasi nol namun dengan lingkungan luar angkasa yang lebih realistis.

Seluruh kompetisi ini ini ditayangkan setiap akhir pekan di channel Twitch resmi VR League. Tersedia juga rekaman pertandingan di channel YouTube mereka bagi Anda yang berminat menonton namun ketinggalan.

Banyak pihak percaya bahwa virtual reality adalah industri yang masih terus berkembang dan memiliki masa depan cerah. Selain Oculus bersama ESL, HTC dan Hewlett-Packard juga telah mensponsori liga esports VR yang bertajuk Virtual Athletics League. Ini menunjukkan bahwa industri VR punya cukup peminat dan ada potensi untuk bermain secara kompetitif, bahkan profesional, di ekosistem ini.

Memang masih ada entry barrier yang cukup tinggi, terutama dari segi perangkatnya yang mahal. Namun teknologi akan selalu bertambah murah seiring perkembangan zaman, jadi hanya tinggal masalah waktu sampai kita bisa menikmati perangkat VR dengan harga terjangkau. Bila itu sudah terjadi, dan VR sudah memiliki jangkauan pasar yang lebih luas lagi, jangan kaget bila esports VR kemudian akan menjadi hiburan yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia.

Sumber: VR League, The Esports Observer

Ubisoft Terindikasi Merencanakan Program Franchise di Esports Rainbow Six: Siege

Ubisoft selama ini dikenal getol menciptakan program untuk membuat ekosistem esports Rainbow Six: Siege yang sustainable, dan tampaknya karakteristik itu masih tetap dipertahankan. Buktinya, baru-baru ini Ubisoft membuka lowongan kerja untuk posisi Senior Esports Manager untuk ditempatkan di kantor Ubisoft Montreal, Kanada. Ubisoft Montreal adalah cabang Ubisoft yang merupakan kreator di balik Rainbow Six: Siege. Jadi bisa ditebak apa proyek yang akan ia tangani nantinya.

Dilansir dari Dexerto dan Hitmarker, job description posisi Senior Esports Manager tersebut salah satunya mencakup “pengembangan rencana strategi bisnis untuk program franchise esports”. Ini adalah poin yang sangat menarik karena selama ini Ubisoft belum pernah melakukannya. Bila proyek franchise terwujud, maka dunia esports Rainbow Six: Siege berpotensi tumbuh sangat pesat.

Mungkin Anda bertanya-tanya, seperti apakah cara kerja program franchise yang dimaksud? Saat ini memang belum ada pengumuman pasti dari Ubisoft, tapi kita bisa melihat cara kerja model bisnis ini dari game lain, misalnya League of Legends dan Overwatch.

Overwatch League - Shanghai Dragons
Shanghai Dragons, tim OWL di bawah kepemilikan NetEase | Sumber: Shanghai Dragons

Sejak tahun 2018, Riot Games menggunakan sistem franchise dalam North America League of Legends Championship Series (NA LCS). Artinya tim-tim yang berpartisipasi dalam NA LCS menjalin komitmen sebagai partner permanen liga tersebut. Mereka diwajibkan membayar sejumlah uang (US$10.000.000) sebagai biaya pendaftaran/pembelian franchise, tapi kemudian mereka berhak menerima bagi hasil dari pemasukan NA LCS sebesar 32,5%. Riot juga mendanai pendirian asosiasi pemain yang berdiri independen untuk menjadi perwakilan dalam negosiasi antara Riot, pemilik organisasi esports, dan para atlet.

Sementara itu, di Overwatch, program franchise ini erat kaitannya dengan sistem kompetisi regional yang diterapkan dalam Overwatch League (OWL). OWL menggunakan struktur di mana setiap tim pesertanya merupakan perwakilan dari suatu kota. Jadi Anda akan menemukan tim-tim OWL memiliki nama seperti London Spitfire, Philadelphia Fusion, atau Shanghai Dragons di dalamnya.

Blizzard membuka slot sponsorship/ownership untuk masuk ke OWL, baik itu brand non-endemic, teknologi, hingga olahraga. Biaya pembelian ownership ini cukup mahal, bisa mencapai US$20 – 60 juta tergantung dari populasi wilayah, banyaknya penawar, hingga jumlah pemain Overwatch di wilayah tersebut. Kemudian, sang pemilik slot akan mendapatkan hak eksklusif akan seluruh operasi OWL di wilayah yang bersangkutan.

Rainbow Six Siege - Year 4 Pro League Sets
Rainbow Six: Siege sudah memiliki program revenue sharing dengan tim-tim Pro League | Sumber: Ubisoft

Sistem franchise ini pada dasarnya mirip dengan olahraga konvensional. Pemilik franchise akan dapat menjual tiket pertandingan, merchandise, hingga konsesi yang berkaitan dengan franchise miliknya. Di tengah iklim esports yang masih terus berkembang, kesempatan bisnis seperti ini pasti sangat menarik bagi para pemilik brand.

Rainbow Six: Siege sendiri saat ini sudah memiliki program revenue sharing yang disebut Pilot Program, dan kabarnya tahun ini mereka ingin agar program itu bisa menjangkau lebih banyak tim. Program franchise sepertinya dapat menjadi pengembangan lebih lanjut dari Pilot Program. Bila Ubisoft benar mewujudkannya, program franchise berpotensi mendatangkan keuntungan besar, baik bagi brand, organisasi esports, ataupun para atletnya.

Sumber: Dexerto, Hitmarker, ESL

[Opini] 4 Hal yang Perlu Respawn Benahi dalam Sistem Monetisasi Apex Legends

Apex Legends adalah sebuah game yang keren dan seru untuk dimainkan. Saya rasa untuk hal ini sebagian besar dari kita bisa sepakat. Akan tetapi apakah Apex Legends bisa bertahan di jangka panjang serta menyaingi dominasi Fortnite dan PUBG, itu masih butuh pembuktian. Semua tergantung dari bagaimana strategi Respawn Entertainment menjaga agar game ini tetap menarik, dan bila perlu, memiliki ekosistem esports yang kuat.

Sayangnya, ada satu hal dalam Apex Legends yang cukup banyak dikeluhkan oleh pemain selama ini: sistem monetisasi di dalamnya terasa tidak nyaman dan tidak menimbulkan rasa senang yang kuat. Bila meminjam istilah dari Marie Kondo, monetisasi dalam Apex Legends sejauh ini masih tidak spark joy, kecuali mungkin bila Anda sangat beruntung dan mendapatkan Heirloom Set.

Di tengah banyaknya pesaing baik dari genre yang sama ataupun tidak, Respawn jelas berada di bawah tekanan untuk menghadirkan pengalaman di atas standar pasar. Menurut saya setidaknya empat hal dalam Apex Legends yang bisa dibenahi oleh Respawn untuk membuat monetisasi di dalamnya lebih menyenangkan penggemar. Berikut ini empat hal tersebut.

Imbalan dari progresi level

Sistem monetisasi utama dalam Apex Legends hadir dalam wujud loot box bernama Apex Pack. Selain dengan cara membeli, pemain juga bisa memperoleh Apex Pack secara gratis dengan cara menaikkan level. Namun setelah Anda bermain hingga melampaui level 20, Anda akan menyadari sesuatu. Anda level up, namun tidak mendapatkan Apex Pack.

Ternyata, mulai level 21 ke atas, Apex Pack hanya akan Anda dapatkan setiap 2 level sekali. Nantinya progresi ini akan berubah lagi, mulai level 51 Anda hanya bisa mendapat Apex Pack setiap 5 level sekali. Imbalan yang kita dapatkan dari menaikkan level ternyata tidak linear, tapi akan semakin sedikit seiring makin lama kita bermain.

Kita bisa memaklumi bahwa Respawn tidak mungkin memberikan Apex Pack secara gratis begitu saja. Namun perasaan yang ditimbulkan dari strategi ini adalah perasaan yang sangat negatif. Sebagai pemain kita akan merasa kecewa, atau malah tertipu, karena sudah begitu semangat menaikkan level namun ternyata tidak menemukan Apex Pack yang merupakan insentif untuk bermain terus-menerus. Strategi ini juga terasa menipulatif karena mendorong pemain yang sudah “kecanduan” perasaan senang dari membuka Apex Pack untuk merogoh kocek agar dapat merasakan kesenangan itu lagi.

Apex Legends - Wild Frontier Skins
Beberapa Skin dari Battle Pass Season 1 | Sumber: EA

Coba kita bandingkan dengan monetisasi game lain, misalnya Overwatch. Dalam Overwatch, loot box pasti kita dapatkan setiap kali kita naik level. Kebutuhan experience point untuk menaikkan level itu akan meningkat pelan-pelan (maksimum 22.000 XP), tapi pemain tetap akan mendapat satu loot box setiap satu level. Dengan sistem demikian, pemain selalu memiliki target yang terukur untuk diraih, sehingga insentif yang diberikan terasa adil. Ini memberikan perasaan positif yang membuat penggemar Overwatch bersemangat untuk terus bermain.

Overwatch memang memiliki satu keuntungan dibanding Apex Legends, yaitu bahwa game tersebut adalah game premium. Blizzard sudah mendapatkan revenue walaupun pemain tidak membeli loot box. Tapi justru karena itulah Respawn harus lebih berhati-hati. Karena Apex Legends adalah produk free-to-play, pemain tidak terikat komitmen apa pun untuk terus bermain dan bisa pergi sewaktu-waktu. Strategi yang memunculkan emosi negatif terus-menerus bisa membuat pengguna kehilangan minat sehingga retention anjlok. Saat ini Respawn boleh bangga karena memiliki 50 juta pemain, tapi berapa banyak dari mereka yang akan setia?

Denominasi harga barang

Selain progresi level, cara Respawn memasang harga untuk beberapa item juga terasa sedikit manipulatif. Pertama-tama kita lihat dulu bagaimana mereka menjual Apex Coin, mata uang premium dalam Apex Legends. Untuk paket termurah, Anda dapat membeli 1.000 Coin dngan harga US$9,99 (sekitar Rp142.000). Semakin besar paket yang Anda pilih, Anda akan mendapat Coin bonus sesuai paketnya, hingga paket terbesar yaitu 11.500 Coin seharga US$99,99 (sekitar Rp1,42 juta).

Apex Legends - Apex Coins

Ini adalah cara penjualan yang bagus, karena pemain akan mendapat insentif lebih bila mereka mau merogoh kocek lebih dalam. Banyak game juga sudah menerapkan sistem serupa. Akan tetapi bila kita perhatikan baik-baik, tampak ada usaha untuk cross-selling di sana-sini yang muncul dari cara Respawn memasang harga barang yang bisa dibeli dengan Apex Coin.

Harga Battle Pass adalah kasus yang paling jelas terlihat. Di Apex Legends, Battle Pass dijual dengan harga 950 Apex Coin. Anda bisa mendapatkannya dengan membeli paket Apex Coin termurah. Tapi kemudian Anda akan memiliki sisa sebesar 50 Coin. Apa yang bisa Anda lakukan dengan 50 Coin? Tidak ada. Untuk membeli 1 Apex Pack, Anda butuh 100 Coin. Jadi Anda berakhir dengan sejumlah Coin yang tidak berguna, kecuali bila Anda membeli Coin tambahan.

Hal yang sama juga terjadi di penjualan Legend (karakter) yang dibanderol dengan harga 750 Coin. Ini hanya tebakan saya, tapi sepertinya Respawn memang sengaja memasang harga-harga seperti ini agar Coin pemain selalu bersisa dan mereka terdorong untuk membeli lagi.

Bila kita bandingkan dengan game lain, Mobile Legends misalnya, kita punya pilihan untuk membeli berbagai barang dengan harga Diamond murah. Meski barangnya hanya berupa Emblem atau kesempatan gacha, kita dapat memanfaatkan Diamond itu hingga habis (atau nyaris habis). Saya berharap Apex Legends juga menawarkan pilihan serupa di masa depan.

Kemudahan mendapat Skin

Ini juga merupakan poin yang cukup patut disayangkan, yaitu banyaknya Skin yang bentuknya tidak jauh berbeda dari penampilan default, hanya berupa perubahan warna saja. Memang untuk Skin dengan tingkat kelangkaan Rare atau di atasnya tidak sekadar perbedaan warna, melainkan juga ditambah dengan perubahan motif atau tekstur. Tapi tetap saja penampilannya tidak berbeda jauh. Skin karakter hanya akan memberikan perubahan model 3D untuk kelangkaan Legendary, yang mana kemungkinan mendapatkannya dari Apex Pack hanya 7,4%.

Sebetulnya di masalah pemberian konten Skin ini Respawn sudah melakukan banyak langkah yang tepat. Contohnya dengan memasang sistem “bad luck protection”, di mana pemain pasti mendapat minimal 1 item Legendary setiap membuka 30 Apex Pack. Selain itu, Respawn juga memastikan bahwa konten Apex Pack tidak akan pernah mengalami duplikasi.

Tapi karena Apex Pack sifatnya random, andai pun kita mendapat item Legendary belum tentu itu Skin yang kita inginkan. Item Legendary bahkan belum tentu berupa Skin karakter. Bisa saja kita mendapat item Legendary namun ternyata tidak berguna, misalnya Weapon Skin untuk Mozambique.

Apex Legends - Featured Skin

Bila ingin yang pasti-pasti saja, kita bisa membeli Legendary Skin dengan harga 1.800 Apex Coin. Itu berarti setara dengan kira-kira US$18, atau Rp256.000. Apakah harga ini bisa diterima atau tidak tentu subjektif, tapi saya sendiri merasa masih wajar apabila memang untuk Skin yang sangat keren. Masalahnya, kita tidak bisa membeli Skin dengan bebas setiap saat. Kita hanya bisa membeli Skin yang sedang “Featured”.

Featured Skin ini berubah setiap minggunya, dan isinya tidak menentu. Terkadang Respawn hanya menawarkan 1 Skin untuk 1 Legend, sementara sisanya adalah Weapon Skin. Pernah juga mereka menawarkan 2 Skin untuk 1 Legend, atau 3 Skin untuk 3 Legend berbeda. Selain membuat kita tidak bisa membeli barang yang diinginkan, sistem Featured Skin ini juga terasa agak manipulatif karena mendorong kita untuk cepat-cepat membeli ketika Skin yang kita inginkan muncul.

Imbalan dari Battle Pass

Ini adalah poin yang sangat bisa diperdebatkan karena sifatnya memang sangat subjektif. Menurut pendapat saya Battle Pass Season 1 di Apex Legends ini terasa kurang menarik karena tiga hal. Pertama, kita butuh sangat banyak grinding untuk mendapatkan imbalan yang keren. Kedua, banyak imbalan yang terasa tidak berguna. Dan ketiga, imbalan yang kita dapat masih dipengaruhi lagi oleh keberuntungan.

Mari kita bahas mulai dari hal-hal baiknya. Ketika kita membeli Battle Pass, kita langsung mendapatkan 3 Skin eksklusif bertema Wild Frontier untuk Wraith, Mirage, dan Lifeline. Skin yang ditawarkan hanya setingkat Rare, namun sudah cukup menarik dan berjumlah banyak, jadi ini adalah awal yang baik.

Battle Pass kemudian menawarkan berbagai imbalan tambahan setiap kita menaikkan levelnya. Sebagian imbalan ini cukup menarik, contohnya Weapon Skin untuk senjata-senjata tertentu, Banner Frame, bahkan Apex Coin. Imbalan paling mencolok muncul di level 51, 100, dan 110, yaitu Legendary Weapon Skin untuk senjata Prowler dan Havoc. Level 48 juga memberikan satu lagi Rare Skin untuk karakter Octane.

Sampai sini Battle Pass terlihat cukup menarik, tapi bila kita perhatikan lebih jauh maka kita akan melihat masalah muncul. Ternyata dari imbalan-imbalan itu, 20 di antaranya hanya berupa Banner Badge, alias ikon yang bisa kita pasang di Banner untuk menunjukkan berapa level Battle Pass kita. Banyak juga imbalan lain yang tidak begitu bernilai, seperti Stat Tracker atau Intro Quip.

Apex Legends - Battle Pass Rewards

Jumlah experience (XP) yang kita butuhkan untuk meningkatkan level juga cukup tinggi, yaitu 29.500 poin. Sebagai perbandingan, satu kali mendapatkan Champion of the Arena akan memberikan kita sekitar 6.000 XP. Bila satu pertandingan makan waktu 20 menit, maka untuk meraih 1 level kita butuh meraih 6 kali Champion dengan durasi permainan 2 jam. Tapi kita sama-sama tahu bahwa meraih Champion terus-menerus di battle royale adalah hal yang sulit. Rata-rata dalam satu pertandingan mungkin kita akan mendapat 3.000 – 4.000 XP saja.

Respawn memaparkan bahwa untuk mencapai level 100 di Battle Pass, waktu bermain yang dibutuhkan adalah kurang lebih 100 jam (1 jam per level). Tapi karena jumlah experience yang didapatkan bervariasi, angka tersebut tentu tidak pasti. Banyak pemain di forum Reddit yang telah mengekspresikan kekecewaannya karena tidak berhasil level up meski sudah bermain selama 2 – 3 jam. Respawn memang menawarkan bonus experience dengan cara berganti-ganti karakter, tapi itu berarti kita disuruh bermain bagus dengan karakter yang tak terbiasa kita gunakan.

Sebagian dari imbalan yang ditawarkan juga berupa Apex Pack, itu artinya kita butuh keberuntungan lagi untuk mendapatkan barang yang kita inginkan. Respawn memang menawarkan Epic Apex Pack dan Legendary Apex Pack di level 26 dan 86, jadi kita dipastikan akan mendapat item dengan kelangkaan tinggi. Tapi seperti sudah dibahas di poin sebelumnya, belum tentu item yang kita dapat itu berguna.

Developer game bukan badan amal, jadi wajar saja bila mereka ingin mencari keuntungan sebesar-besarnya. Tapi saya rasa itu bukan alasan yang tepat untuk membuat pemain merasa tidak nyaman atau kecewa. Bila produk yang ditawarkan bagus, penggemar pasti mau mengeluarkan uang untuk mendukung developer. Tapi semakin sering developer membuat penggemar kecewa, reputasi mereka akan turun dan pelan-pelan penggemar pun akan pergi.

Saya berharap Respawn bisa meluncurkan sistem monetisasi yang lebih baik lagi, yang benar-benar membuat pemain excited dan tak keberatan membuka dompet. Lagi pula di luar sana sudah banyak contoh game yang berhasil melakukannya. Lihat saja Dota 2 atau Rainbow Six: Siege yang punya fanbase sangat kuat dan bisa bertahan dalam waktu lama. Apex Legends pun saya yakin bisa seperti itu.